Anda di halaman 1dari 15

Makassar, Staf ahli Bidang Perekonomian Pemerintah Kota Makassar, Abdul Madjid Sallatu, mengatakan, untuk menjadi kota

dunia, Makassar harus merevitalisasi perencanaan pembangunannya. Makassar bisa mengambil referensi dari India dan Cina. Hal tersebut diungkapkan oleh Madjid di ruang pola kantor Wali Kota Makassar saat memaparkan hasil pertemuan 43 wali kota sedunia dalam World Cities Summit di Singapura. Revitalisasi tersebut harus memperhatikan empat indikator penting, yakni arus manusia, bagaimana fungsi kota bekerja, geliat bisnis, serta organisasi yang terakomodasi dalam kehidupan perkotaan. Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan lingkungan serta keharmonisan warga. "Makassar sudah on the track dalam pembangunannya menuju kota dunia," ujar Madjid. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengatakan Makassar akan mengadopsi banyak hal dari beberapa kota besar yang dinilai maju dalam menerapkan kota berwawasan lingkungan. Hasil ini kemudian akan dikomunikasikan dengan seluruh satuan kerja perangkat daerah. Pantai Losari dinilai sangat berpeluang besar menjadi ikon kota pantai dunia. Namun, menurut Ilham, program pemerintah Makassar untuk membangun kota ini selalu mendapat pertentangan dari warga. Contohnya dalam program reklamasi Pantai Losari seluas 1 hektare. Menurut Ilham, di Singapura, pemerintahnya melakukan reklamasi pantai seluas 4.800 hektare tanpa ada gejolak warga. "Karena pada prinsipnya masyarakat mereka sadar bahwa apa yang dilakukan pemerintahnya adalah untuk kepentingan mereka," ujar Ilham. Kota Makassar juga terhambat oleh ketidakseimbangan pembangunan yang tidak memperhitungkan wawasan lingkungan. Untuk itu, Ilham mengatakan pemerintah akan segera merevisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Namun, Madjid mengingatkan, sebaik apa pun konsep yang digunakan, tidak akan membawa pengaruh positif jika tanpa disertai konsistensi pemerintah dan warga Makassar dalam menjalankannya. (suk-tem)

EPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR - Konsultan Hukum Bidang Properti Nasional Erwin Kallo SH, MH menilai keliru jika pemerintah mencanangkan Makassar sebagai kota dunia, karena kota ini sudah pernah menyandang predikat itu. "Makassar kota dunia yang dicanangkan pemkot, sebenarnya salah besar, karena pada dasarnya Makassar sudah pernah menjadi kota dunia," ucap Erwin saat berada di Makassar, Jumat. Pengajar pada Institut Teknologi Properti Indonesia (IPTI) di Jakarta itu menegaskan, Makassar sudah pernah menjadi kota dunia pada zaman perjuangan Sultan Hasanuddin pada tahun 1600. "Tetapi sayang kejayaan itu runtuh bersamaan dengan adanya Perjanjian Bungaya yang membuat keluarga Karaeng Galesong keluar negeri karena kecewa. Mereka keluar negeri sebagai bentuk

perlawanan, katanya. Dia menjelaskan, Kota Makassar seharusnya bukan dicanangkan sebagai kota dunia, tetapi idealnya dicanangkan kembali menjadi kota dunia, karena pada zaman itu Makassar sudah memiliki beragam etnik, kebebasan berdagang dan beragam kegiatan-kegiatan mendunia lainnya. Menurutnya, masih banyak hal yang harus dibenahi, dan memerlukan waktu yang cukup panjang untuk dapat memenuhi kriteria Makassar kembali menjadi kota dunia, setara dengan kota-kota terkenal lainnya di mancanegara. Kriteria kota dunia, lanjutnya, bukan hanya dilihat dari sejarah panjang kehadiran sebuah kota, tetapi ketersediaan infrastruktur dan fasilitas perkotaan yang modern dan lengkap yang dapat memenuhi keinginan warga kota, wajib dipenuhi untuk mengembalikan kota ini menjadi kota dunia. Lebih dari itu, kata dia, Makassar juga harus menjadi sebuah kota yang memiliki akses terbuka ke dunia internasional, yaitu kota yang mampu memberikan "fundamental of living" (ruang kehidupan) yang aman dan nyaman kepada warganya, termasuk para pendatang yang keluar masuk beraktivitas di kota tersebut. Direktur Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia (LAKPI) ini melihat kota-kota bertaraf internasional memiliki tata ruang yang teratur dan secara konsisten dilaksanakan, sehingga daya dukung dan infrastruktur tetap terpelihara dengan baik.

Siapapun akan mengakui, melihat Makassar lima tahun lalu, dengan Makassar yang ada sekarang, pasti akan jauh berbeda. Infrastruktur kota yang lebih maju dan lengkap, menegaskan arah Makassar menuju kota megapolitan semakin kentara. Infrastruktur jalan yang makin lengkap dengan berbagai pembangunan jalan lingkar, fly over dan perluasan jalan tol serta pelebaran jalan makin menegaskan kesiapan Makassar dalam menyongsong predikat sebagai kota utama di Indonesia. Gedung-gedung pencakar langit yang menembus cakrawala Makassar, juga mengaskan bahwa Makassar benar-benar tengah bersiap tinggal landas menuju megapolitan yang sebenarnya. Ilham Arief Sirajuddin, menjadi orang nomor satu di Makassar ketika perkembangan kota ini berada dalam taraf seperti itu. Meski kita menghormati kemampuan pemimpin-pemimpin

Makassar sebelum Ilham, tetapi kondisi Makassar di bawah kepemimpinan Ilham sungguh lebih kompleks. Tak bisa dipungkiri, selama empat tahun lebih ini, Ilham telah membawa Makassar ke arah yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang meroket dari tahun ke tahun dan melampaui pertumbuhan rata-rata nasional, menunjukkan betapa Ilham telah memberikan sumbangsih besarnya pada kesejahteraan warga kota ini. Jika pada tahun 2005 pertumbuhan hanya tercatat 7,16 persen, maka pada tahun 2006 lalu meroket hingga mencapai 10,17 persen (Data BPS Makassar). Investasi juga melambung yang dibuktikan dengan besaran nilai investasi yang masuk hingga tahun 2007 yang mencapai Rp 8 triliun lebih. Sebuah pencapaian yang mencenganngkan karena di awal kepemimpinan Ilham di tahun 2004 angka investasi hanya menunjukkan posisi sekitar Rp 1,1 triliun. Imbasnya, lapangan kerja makin terbuka. Angka pengangguran terus menurun, dari tahun 2004 yang mencapai 42.430 orang, menjadi hanya 26.319 orang pada tahun 2005. Artinya, dalam tempo setahun 16.111 orang yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Berbagai program terobosan juga Ilham lakukan, terutama dalam peningkatan kualitas hidup warga kota ini. Program Makassar Bersih yang ia luncurkan sesaat setelah terpilih menjadi walikota, langsung mengubah wajah kota. Sampah yang sebelumnya menjadi masalah pelik Makassar, sudah bisa diatasi dengan berbagai terobosan dalam bidang kebersihan. Sektor Pendidikan yang memang menjadi target utama dan menjadi salah satu konsentrasi Ilham begitu terpilih, akhirnya memang mendapat bagian yang lebih banyak. Sadar akan banyaknya warga kota yang belum mampu menyekolahkan anaknya karena keterbatasan biaya, Ilham kemudian membuat kebijakan penggratisan pendidikan pada beberapa sekolah terutama di daerah pinggiran. Tahun 20007 lalu, sudah ada 18 sekolah yang terdiri dari 15 SD dan 3 SMP yang digratiskan. Secara bertahap, jika dana memungkinkan maka di tahun 2010 mendatang, semua sekolah di Makassar akan berusaha digratiskan. Komitmen itu dibuktikan Pemerintah Kota dengan terus menggenjot anggaran pendidikan gratis menjadi Rp 5 miliar tahun ini, atau meningkat tajam dibanding alokasi Rp 2 miliar di tahun 2007 lalu. Genjotan bidang pendidikan itu membawa hasil nyata dengan posisi Makassar secara nasional yang mampu menembus posisi 10 besar dari sebelumnya yang hanya berkutat pada posisi 15 dan 17. Ilham mampu dengan leluasa mengumbar banyak program yang bertujuan untuk kesejahteraan warga kota karena kemampuannya menggenjot pandapatan asli Makassar. Tahun 2004, PAD Makassar hanya menunjukkan angka Rp 87, 4 miliar. Namun, tiga tahun berselang, angka itu naik berlipat menjadi Rp 138 miliar di tahun 2007 lalu. Jika semua rencana berjalan sesuai yang ditargetkan, maka tahun 2009 ditargetkan mencapai angka Rp 189 miliar. Berdasar dari semua keberhasilan itu, maka Ilham tak ragu menampilkan wajah Makassar yang sesungguhnya di mata dunia. Bertepatan dengan peringatan 400 tahun Makassar, tahun 2007 lalu, diluncurkan sebuah tagline bertajuk Great Expectation, yang berarti datang, lihat dan buktikan. Tagline ini bermakna luas sebagai bentuk kepercayaan diri yang besar dari pemerintah kota dalam memperkenalkan Makassar ke dunia luar. Makassar kini betul-betul tak tertahankan lagi dalam menatap sebuah era baru, era Makassar Megapolitan

Maysir Yulanwar 29 Sep 2011

Utama

Makassar Menuju Kota Dunia: Retorika Kosong yang Narsis


Akhir-akhir ini, kalimat Makassar menuju kota dunia semakin sering diucapkan wali kota dan ditulis di banyak media. Kalimat itu mulai berkembang menjadi Makassar sudah mendapat pengakuan sebagai kota dunia saat wali kota menghadiri dan kembali dari acara World Cities Summit di Singapura, pertengahan 2010 lalu.

Kota Makassar tampak dari laut Losari. Sudah pernah menjadi kota dunia.

Seolah menjadi jualan, sebutan Makassar menuju kota dunia terus dihembuskan. Seperti di saat Minggu, 25 September 2011 lalu, saat memberi sambutan acara Dialog Gubernur Lemhanas Prof Dr Budi Susilo Soepandji dengan Tokoh Masyarakat Sulsel di Baruga Angin Mamiri, Jl Penghibur, Makassar, wali kota memaparkan visi dan misi Kota Makassar, yakni Terwujudnya Kota Dunia Berlandaskan Kearifan Lokal dan menjadikan Kota Anging Mamiri ini sebagai

Living Room. Namun, tidak jelas bagaimana cara mewujudkannya, apa dan bagaimana itu kearifan lokal, dan sejauh mana visi-misi itu dijalankan?

100 tahun pun tidak akan tercapai, jika kelebihan potensi alam yang dimiliki ditangani oleh pemerintahan yang korup, lembek dan suka mempolitisasi keadaan

Kenyataannya? Visi dan misi itu terkesan narsis belaka. Tak ubahnya retorika kosong, seperti bungkusan yang hanya berisi kotoran. Tercatat, Makassar hingga sekarang masuk sebagai kota kotor di Indonesia (selama 4 kali berturut-turut gagal meraih piala Adipura); Kota Makassar mengukir prestasi sebagai salah satu kota dengan pelayanan terburuk di Indonesia; Kota Makassar masuk 5 besar sebagai kota termacet dan semrawut di Indonesia; dan yang paling tercatat baik- di HUT-nya yang ke-403, pemkot berhasil menjadikan Makassar sebagai kota terkorup keempat se-Indonesia (2010), seperti yang dilaporkan Transparency International Indonesia (TII), naik peringkat yang sebelumnya (2009) berada di urutan 33 terkorup dari 50 kota. Kembalikan Menjadi Kota Dunia

Sungai Jeneberang. Saksi bisu keramaian perdagangan internasional di Benteng Somba Opu. Berbicara tentang kota dunia, Makassar sebenarnya sudah menjadi kota dunia jauh sebelum Singapura dan kota-kota besar lainnya di Asia, apalagi Indonesia. Di seminar Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar, di Hotel Sahid Makassar, 27 Nopember 1999, para pakar sejarah dan budayawan sepakat hari kelahiran Kota Makassar jatuh

pada 9 November 1607. Alasannya, itu momentum kearifan sekaligus keberanian Raja Gowa dan Tallo menjadikan Makassar sebagai kota dunia dengan menerima siapapun beraktivitas di kota tersebut, tanpa melihat suku, agama dan kebangsaan. Saat itu Makassar dianggap telah menjelma menjadi kota plural yang maju, sebuah ciri kota yang beradab. Merujuk alasan ini, setiap 9 November datang, yang kita rayakan adalah Makassar (sebagai) kota dunia. Lalu untuk apa Makassar menuju kota dunia, bukankah sudah dialaminya sejak 4 abad yang lalu? Makassar sudah lama dikenal, diakui dan dikagumi dalam percaturan dunia. Yang tepat, dan menjadi tantangan kita bersama adalah, Makassar harus DIKEMBALIKAN menjadi kota dunia dan merebut kembali kejayaan itu. Bukan menuju! Caranya? Ada pada pemimpinnya. Makassar membutuhkan pemimpin yang 1) harus bisa memberi contoh/teladan, berani tapi jujur; 2) harus bisa terbuka tapi disiplin; 3) harus bisa menegakkan aturan/hukum secara tegas dan konsisten. Singkatnya, pemimpin yang Makassar dambakan adalah teladan, terbuka, dan tegas. Ole-ole dari Singapura harusnya membawa ketiga pelajaran ini. Jangan terpesona apa yang dimiliki Singapura sekarang, tapi tanyakan dan selami bagaimana keras dan tegasnya seorang Lee Kuan Yew dalam mendidik dan membangun Singapura. Seorang Lee tidak pernah mengeluh apalagi menyalahkan masyarakatnya, yang ketika itu masih sering membuang sampah sembarangan, tidak disiplin, tidak patuh. Sebagai pemimpin, yang ia tekankan adalah dirinya. Ia irit bicara, apalagi berjanji. Meski dikenal otoriter yang agnostik, tapi ia tipe pemimpin yang amanah. Satu-satunya sumber daya alam Singapura adalah rakyat saya, katanya. Ia terus bekerja untuk rakyatnya tanpa istilah dan slogan muluk-muluk. Dalam bukunya From Third World to First: The Singapore Story Lee menulis: Saya lebih suka ditakuti daripada disayangi rakyat. Sangat tidak populis, tapi terbukti. Hampir semua yang terbaik melekat pada Singapura.

Pintu utama Benteng Somba Opu. Bayangkan hiruk pikuk pasar dan lalu-lalang para pendatang di lokasi ini. Memang berlebihan membandingkan seorang Lee yang memimpin (negara) Singapura selama 31 tahun dengan seorang wali kota yang berkuasa hanya 5 -10 tahun. Tapi agaknya berlebihan juga (takabur?) jika belum apa-apa sudah mengatakan Makassar bisa sejajar seperti Singapura 10

tahun akan datang, seperti yang diungkapkan Danny Pomanto, konsultan tata ruang Makassar. Apa yang dimiliki Singapura dulu itu juga ada di Kota Makassar. Bahkan, tidak sedikit potensi kami justru jauh lebih baik, katanya (Sindo, 4/7/2010). Ini jelas omong kosong. 100 tahun pun tidak akan tercapai, jika kelebihan potensi alam yang dimiliki ditangani oleh pemerintahan yang korup, lembek dan suka mempolitisasi keadaan. Yang ada hanya dominasi dan eksploitasi. Singapura tidak punya keunggulan daya alam, tapi bisa tampil sebagai yang terbaik. Yang mereka punya, seperti yang diungkap Lee hanya rakyat dan tentu saja- dirinya, pemimpin sederhana yang tegas dan keras pada penegakan hukum dan aturan yang ia buat. Sekarang, lihatlah Makassar. Apa saja yang direncanakan dan dibangun selalu bermasalah. 5 keunggulan Makassar yang dipresentasikan Danny Pomanto di Balai Kota (hasil World Cities Summit 2010 di Singapura), yakni 48% ruang Makassar yang masih kosong, pantai kelas dunia sepanjang 35 km dan sunsetnya, Energy Centre, CPI, dan PPI, semua masih di atas kertas dan rata-rata bermasalah. Pemaparan Danny ternyata bukan sesuatu yang sudah berhasil dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Bukan sesuatu yang sifatnya mendasar, seperti jaminan keamanan dan kenyamanan usaha, jaminan pemerintahan yang bersih dari korup dan pungutan liar, dan jaminan ketegasan regulasi yang terbuka dan bertanggung jawab.

Makassar sebagai (salah satu) kota termacet. Jauh dari nyaman. Keunggulan Makassar 4 abad yang lalu, yang menghantarnya menjadi kota dunia, adalah peran pemimpin yang meletakkan Makassar dalam kondisi kota yang paling terbuka, teraman (semua etnik dan agama diterima secara damai), nyaman, aturan ditegakkan secara tegas, dan pemerintahan dijalankan secara bersih dan amanah. Makassar sebagai serambi Madinah bukanlah kiasan belaka. Islam dan ajarannya menjadikan Makassar bersinar hingga melampaui Eropa bahkan sejagat Asia ketika itu. Sayang, kenyataan sejarah ini tidak menjadikan mereka percaya diri. Pulang dari Singapura, dengan entengnya Danny berkata Kami ini tidak punya uang untuk menggerakkan potensi kami. Karena itu, kami butuh uang, dan tentu itu adalah kapitalisme (Sindo, 6/7/2010). Kapitalisme? Makassar menjadi kota dunia, dibangun oleh Raja Gowa-Tallo dengan kemuliaan ajaran Islam, bukan dengan kapitalis. Sangat disayangkan, di era sekarang, dimana pilar-pilar kapitalis pada bertumbangan, dan mulai melirik Islam, di kepala konsultan kota (dan wali kota) justru kapitalis. Sekadar contoh, Jakarta yang dijalankan murni kapitalis, kini terseok dalam kubangan abadi:

banjir dan kemacetan. Sebagai kota termacet ketiga di dunia, Jakarta membukukan diri sebagai salah satu kota yang paling tidak nyaman dihuni. Jakarta adalah produk kapitalis dari pemerintahan yang korup, yang lebih mementingkan kepentingan sesaat dengan melancarkan usaha para pemodal kuat tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang bagi kehidupan masyarakat secara luas. Tata ruang wilayah Jakarta amburadul. Jakarta menjadi kota yang patut ditinggalkan dilupakan.

Kini Makassar berubah menjadi kota tak terkendali. Kota yang telah tercabut roh kearifannya. Kearifan moril dan estetika

Program Makassar Bersih, hanya slogan kosong. Makassar termasuk kota terkotor di Indonesia. Seperti Makassar yang memiliki garis pantai sepanjang 35 km, Jakarta Utara pun demikian. Sepanjang 32 kilometer, dari Cilincing di Timur hingga Penjaringan di barat, wajah Jakarta Utara akan berubah drastis oleh rencana reklamasi. Ironinya, kawasan sepanjang 32 kilometer itu sudah dikapling-kapling oleh tujuh perusahaan, yang tentunya, dengan semangat kapitalisme tadi, pemerintah sudah memberi izin rencana reklamasi itu. Apa yang terjadi? Akibat kepemilikan swasta tersebut kebanyakan mendapat izin di era Orde Baru- membuat akses publik ke pantai terbatas. Sementara itu, Teluk Jakarta semakin tercemar. Bau busuk yang menyengat menjadi santapan harian. Kajian Amdal yang kolutif, yang selalu memuaskan kepentingan pemodal, siap menenggelamkan penduduk Jakarta Utara yang posisinya lebih rendah dari daratan hasil reklamasi. Inikah yang Danny dan wali kota inginkan terjadi di Makassar? Sayup terdengar suara iya. Mengingat bagaimana macet dan semrawutnya Makassar sekarang. Hendak menjadikan Makassar sebagai Jakarta berikutnya, pak wali? Lupakan Kota Dunia Intinya adalah, ambil hikmah dari pertemuan di Singapura itu. Tatap baik-baik Makassar, lalu intropeksi diri. Berhentilah membuat statement yang meledak-ledak tapi kosong. Terlalu banyak rencana besar yang dibuat, tapi yang sedang dikerjakan belum juga bisa diselesaikan, malah tak sedikit tersandung hukum. Karebosi? Kasihan Karebosi. Ini adalah kecelakaan sejarah yang dibuat wali kota.

Lupakan kota dunia. Itu hanya istilah kosong. Yang masyarakat butuhkan adalah kualitas, bukan istilah. Masih sangat banyak yang pemerintah harus benahi di kota ini. Saya tidak usah mengurainya. Terlalu panjang. Cukup hayati ketiga poin di atas. Tanpa itu, semua rencana, sasaran dan target pemerintah kota akan berakhir kandas. Justru akan merusak tatanan kota.

Pengemis di jalan-jalan kota. Pemandangan biasa. Lokasi ini tak jauh dari rujab wali kota. Dari koran saya mengetahui, konsultan dunia siap rancang master plan Kota Makassar. Juga, konsep tata ruang Makassar disayembarakan. Saya tegaskan, ini pemborosan. Terbukti, sampai saat ini sayembara-sayembaraan itu menguap entah kemana hasilnya. Makassar dari era Patompo sudah ada master plan-nya. Dibuat oleh pakar tata kota dari Amerika. Yang Makassar butuhkan sekali lagi adalah ketegasan dan konsistensi pemerintah terhadap master plan itu. Kenyataannya? Tanah Makassar menjadi ajang penawaran bagi kaum pemodal. Bangun sana, bangun sini, tanpa memikirkan dampaknya. Amdal dibuat saat proyek pembangunan berlangsung. Master Plan kota dilanggar habis-habisan, lalu dibuat penyesuaiannya lagi. Dianggarkan kembali. Setelah jadi, dilanggar lagi. Begitu seterusnya. Save Our Losari Di saat Presiden Megawati mencanangkan Save Our Losari sebagai pembuka jalan proyek revitalisasi Pantai Losari, 11 September 2004, saya menggaris bawahi kata Save itu dengan tinta kegembiraan yang tebal; mengikuti kelanjutannya bulan demi bulan hingga detik ini. Hasilnya, entah apa yang diselamatkan di sana? Sebagai masyarakat awam, saya bertanya, sebenarnya apa yang paling urgent dan prioritas diselamatkan? Apakah lautnya yang kini tercemar akut oleh limbah merkuri, yang sebentar lagi menjadi septic tank raksasa? Apakah pantainya yang dari tahun ke tahun semakin dangkal akibat sedimentasi? Ataukah membangun anjungan untuk menghantam saudara kita yang terbaring sakit di Stella Maris dengan kebisingan yang ditimbulkannya? Atau apakah menumpuk pembangunan fisik di Pantai Losari agar dikatakan kota modern lalu berhore inilah kota dunia?

Penimbunan pantai depan Fort Rotterdam. Semakin berkasus, semakin ngotot wali kota menimbunnya. Seiring waktu berjalan, di tengah pembangunan anjungan yang belum juga rampung; kemacetan yang ruwet di kawasan Pantai Losari semakin meningkat (efek leher botol terjadi dan menumpuk di depan Resto Ballezza hingga ke anjungan dan kini kemacetan baru mulai terkonsentrasi di depan Kampong Popsa, tepat di muka Fort Rotterdam). Diperparah oleh ketidakwarasan pengelola kota yang menyediakan tempat berjoget dan bernyanyi lantang di depan saudara kita yang terbaring sakit di RS Stella Maris; semakin di luar batas akal sehat kita sebagai umat beragama. Ini sudah pelanggaran kemanusiaan. Ada keegoan kekuasaan dan ketamakan konsep dalam merencanakan kota dan mengelolanya. Di saat air laut Losari semakin tercemar dan mendangkal, dana pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebesar Rp300 miliar, terancam dikembalikan ke pusat (Fajar, 10/7/2010). Di sisi lain, revitalisasi Pantai Losari kembali terhambat karena alasan anggaran (Tribun, 4/5/2010). Sementara itu, di tengah hangatnya cerita Water Front City, perseorangan mulai berani kapling laut di Pantai Losari tanpa ditindak CPI pun menjadi ajang pembalasan politik yang kekanak-kanakan. Ke semua ini adalah potret Makassar yang seutuhnya, yang dibungkus dengan istilah kota dunia.

Kenyataan kota yang ironi. Wilayah air para nelayan Makassar ditimbun atas nama kota dunia. Inikah kearifan lokal itu?

Kini Makassar berubah menjadi kota tak terkendali. Kota yang telah tercabut roh kearifannya. Kearifan moril dan estetika. Estetika berasal dari bahasa Yunani aisthetis yang berarti kepekaan pengamatan (sense of perception). Kepekaan ini yang hilang. Yang ada hanya kepentingankepentingan sesaat berlabel komersialisasi yang dipermanis istilah kota dunia. Sesuatu itu dikatakan indah bila tidak memberi pelemahan pada bentuk atau jenis dimana dia berada, terasa harmonisasi, serasi, selaras, dan jelas, ungkap Aristoteles.

Slogan Keliru Makassar Menuju Kota Dunia


Slogan Makassar Menuju Kota Dunia tentu sudah sering kita dengar. Slogan yang jauh melambung ke depan, di tengah kenyataan kota yang kini terserang 5 SEMAKIN: Semakin semrawut, semakin macet, semakin kotor, semakin tak nyaman, dan semakin tidak jelas mau dibawa kemana.

Slogan keliru. Tamparan untuk sejarah.

Tapi tahukah Anda bahwa slogan itu, selain narsis, juga keliru? Sekadar menyegarkan kembali ingatan kita mengapa HUT Kota Makassar jatuh tanggal 9 Nopember: Pada seminar Mengkaji Ulang Sejarah Kelahiran Makassar, di Hotel Sahid Makassar, 27 Nopember 1999, para pakar sejarah dan budayawan sepakat hari kelahiran Kota Makassar jatuh pada 9 November 1607. Alasannya, itu momentum kearifan sekaligus keberanian Raja Gowa dan Tallo menjadikan Makassar sebagai kota dunia dengan menerima siapapun beraktivitas di kota tersebut, tanpa melihat suku, agama dan kebangsaan. Saat itu Makassar dianggap telah menjelma menjadi kota plural yang maju, sebuah ciri kota yang beradab.

Merayakan HUT Kota Makassar yang ke-404 dengan menyebut-nyebut kalimat Menuju Kota Dunia adalah tamparan untuk sejarah kota ini dan para ahlinya

Selanjutnya di tahun 1735 Bandar Makassar, teritori antara muara Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo yang dilindungi hamparan benteng-benteng kokoh sepanjang garis pantainya, sudah menjadi kota metropolitan kelas dunia. Raja Gowa-Tallo ketika itu menerapkan kebijakan pintu terbuka dan prinsip laut bebas yang kondusif menjadi pusat niaga bagi pedagang-pedagang dari Portugis, Melayu, Belanda, Inggris, Spanyol, Denmark dan Cina.

Potret Makassar yang (kata wali kota) Menuju Kota Dunia Merujuk alasan ini, setiap 9 November datang setiap tahunnya, sebenarnya yang kita rayakan adalah Makassar (sebagai) Kota Dunia. Lalu untuk apa Makassar menuju kota dunia, sementara sudah dialaminya sejak 4 abad yang lalu? Makassar sudah lama dikenal, diakui dan dikagumi dalam percaturan dunia. Yang tepat adalah mari kita bangun kota ini dengan semangat kearifan sejarah yang disesuaikan dengan kekinian jaman. Mari kita bangun kota ini dengan jiwa kepemimpinan para leluhur kita di masa lalu, yang mampu membawa kota ini diakui sekaligus disegani di percaturan dunia internasional.

Jangan mengecilkan peran dan watak kota ini dengan kata menuju. Kita sudah dan sedang berada di dalamnya. Tugas pemimpin sekarang dan yang akan datang adalah menjaga dan meningkatkannya. Merayakan HUT Kota Makassar yang ke-404 dengan menyebut-nyebut kalimat Menuju Kota Dunia adalah tamparan untuk sejarah kota ini dan para ahlinya. Para pakar sejarah memilih tanggal 9 November karena Makassar saat itu sudah menjadi kota dunia, sementara wali kota, di banyak kesempatan, mengulang-ulang kalimat keliru itu. [V]

Makassar Menuju kota Dunia


Posted by Berandamao | 08:04

Tepat 9 November 2011 lalu, Makassar berulang tahun yang ke 404. Umur yang tak muda lagi bagi perkembangan kota. Bersamaan dengan ulang tahun tersebut, Makassar yang sudah dikenal sebagai kawasan perdagangan sejak abad XVI telah dicanangkan menjadi Kota Dunia. Kota yang kelak menjadi pusat peradaban di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tentu tak mustahil mewujudkan mimpi tersebut. Namun, Pemerintah Kota Makassar perlu bekerja keras, bahu membahu dengan masyarakat mewujudkan impian tersebut. Pada setiap pertemuan, Waikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin selalu menekankan perlunya perubahan prilaku masyarakat. Perubahan prilaku tersebut amat mendukung Makassar menuju Kota Dunia. Kota Dunia sebenarnya kota yang identik dengan lingkungan yang berkualitas, pelayanan publik yang baik, prilaku masyarakat yang taat aturan, transparansi pemerintahan dan birokrasi yang bebas dari korupsi. Kota yang memiliki sistem transportasi yang memadai, baik laut, udara dan darat serta memiliki gerak ekonomi yang terus tumbuh dengan memberdayakan ekonomi masyarakat. Selain itu kota yang mampu menghadapi perubahan iklim dunia yang

terjadi terus menerus. Pencapaian Kota Dunia memang menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh elemen warga yang tinggal di Makassar. Sesuai dengan visi Makassar menuju Kota Dunia, saat ini pemerintah terus melakukan pembenahan. Penataan kota dengan pembangunan fisik untuk kepentingan publik. Selain itu yang paling urgent yakni pembangunan kesadaran. Dalam hal ini prilaku masyarakat. Misalnya saja kesadarakan akan kebersihan, contohnya tidak membuang sampah pada sembarang tempat. Persoalan kebersihan kota, Pemkot telah melakukan program Makassar Green and Clean. Upaya tersebut membuat warga kota turut berperan dalam menjaga kebersihan hingga lorong tersempit sekali pun. Seiring dengan harapan warga, Pemkot melakukan pembenahan fasilitas pendukung, perbaikan Infrastruktur, dan penataan kota menjadi lebih baik. Paling tidak sistem kebersihan yang harus dibenahi, tak boleh berhenti. Pasalnya kota tak ada yang mengunjungi jika tak menjamin kebersihan kota, ungkap Walikota Makassar beberapa waktu lalu. Perbaikan sistem transportasi juga dilakukan. Penataan tersebut menghindari kemacetan yang terus menerus meningkat. Kenyamanan saat berada di jalan raya kelak akan membuat Makassar makin dilirik. Untuk itu pemerintah menyiapakan dua program dalam menata sistem transportasi tersebut. Pertama, menyediakan sistem trasportasi massal. Transportasi ini akan mengganti transportasi kecil (pete-pete). Upaya tersebut dilakukan agar volume kendaraan pada ruas jalan raya bisa lebih sedikit. Meski menggunakan transportasi massal. Sistem ini tak mengorbankan pete-pete. Nantinya peran pete-pete tersebut akan menjadi angkutan feeder dalam satu kawasan yang berfungsi mengangkut warga menuju angkutan massal. Sehingga peran angkutan kecil tersebut tetap ada.

Sebenarnya pembangunan angkutan massal sudah dimulai sejak 2009 lalu. Yakni dengan melakukan pelebaran jalan. Target pertama yakni menghubungkan Terminal Daya dengan Pettarani. Sesuai rencana, awal 2012 nanti, sistem trasportasi massal tersebut akan diberlakukan secara perlahan. Soalnya sistem ini akan mendukung prospek usaha angkutan di Makassar dengan pengguna 500 600 ribu orang perhari. Kedua, pembangunan monorel, penataan ini bersifat jangka panjang. Pemerintah bersama pengembang lokal (Kalla Group) telah menandatangani kerjasama tersebut. Di usia yang ke 404 ini, Makassar mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pertumbuhan ekonomi di Triwulan kedua mencapai 8,62 persen. Pertumbuhan itu cukup meningkat dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya berkisar pada 6 persen. Ilham mengakui momentum ulang tahun Makassar difokuskan untuk memberikan sesuatu pada masyarakat kota. Pada 2011, Makassar menjadi pusat destinasi untuk beberapa kegiatan. Sehingga tingkat hunian hotel trendnya terus mengalami peningkatan. Bahkan pada Ramadhan lalu hunian hotel di Makassar mencapai 70 persen. Ini menandakan Makassar menjadi tujuan dari berbagai kegiatan bisnis, ekonomi, eksebisi, meeting dan beberapa pertemuan nasional yang digelar di kota ini. Peningkatan jumlah tersebut membuat Walikota merekomendasikan pembangunan lima hotel. Hotel berkelas bintang dua sampai bintang lima tersebut diharapkan bisa menampung

pengunjung kota Makassar. Geliat tersebut menandakan investor memang melirik Makassar sebagai daerah tujuan investasi yang memberikan prospek peluang bisnis yang cukup baik. Olehnya itu fokus pengembangan ekonomi Makassar tak mengacu pada pengelolaan sumber daya alam. Pasalnya di Makassar tak ada sumber daya alam. Melainkan mengandalkan bisnis dan jasa yang ada. Meski demikian Makassar sudah menjadi pusat pelayaan jada dan distibusi barang untuk Kawasan Timur indonesia. Secara perlahan, semakin banyak industri yang menjadikan Makassar living home kedua. Untuk menjadikan Makassar sebagai the second home, pemerintah berupaya menyediakan segala kebutuhan masyarakat tersedia di Makassar. Sehingga masyarakat KTI tidak lagi menyeberang ke pulau Jawa untuk mencari kebutuhannya, melainkan ke Makassar. Makanya pemerintah terus meyakinkan investor masuk ke Makassar. Caranya yakni dengan memberikan kemudahan, regulasi, keringan dan mengoptimalan segala kebutuhan yang ada. Dengan masuknya investro, maka implikasi kehidupan masyarakat lebih baik, tercipta lapangan kerja baru, angka pengagguran berkurang. Tentunya semua gejolak bisnis pasti akan memberikan impilakasi positif bagi kehidupan masyarakat di kota Makassar. Kondisi Makassar dalam lima tahun kedepan bisa makin kondusif. Hal itu terjadi jika tak ada gejolak sosial dan politik yang memberikan dampak sosial. Kehidupan masyarakat dengan berbagai fasilitas sarana pendukungnya bisa lebih baik. Data badan Pusat Statistik mencatat bahwa pndapatan per kapita masyarakat mencapai Rp 27, 9 juta pertahun. Dalam kurun waktu 2006-2010 pendapatan masyarakat mengalami perbaikan. Meski kehidupan masyarakat mulai membaik, pemerintah juga mendorong agar investor melakukan pengembangan pada daerah yang berbatasan dengan Makassar. Misalnya daerha Maros, Pangkep, Gowa dan Takalar. Dalam artian pengembangna industri dan manufaktur tidak selamanya di Makassar. Tapi memberdayakan daerah lain sehingga masyarakat tak menumpuk di Makassar. Sesuai target, Makassar ketika menjadi Kota Dunia pada 2025, penduduknya tak bisa lebih dari 2 juta jiwa. Wilayah Makassar sejak awal didesain sebagai the second home. Sebagai pusat destinasi sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah lain. Di sisi lain, Kota Dunia yang didambakan terus berkembang dengan pembangunan fisik dan membangun kesadaran warga. Ismawan As

Anda mungkin juga menyukai