Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan pasar ditandai dengan meningkatnya jenis produk yang diinginkan konsumen dan menurunnya waktu pakai (life cycles) suatu produk (Wortmann,1992). Kondisi ini memerlukan suatu strategi produksi baru, karena strategi lama yaitu sistem produksi massal tidak dapat memenuhi tantangan ini (Browne et,al, 1988). Manajemen strategi memberikan arahan kepada pemimpin dan manajer dalam perusahaan untuk dapat dengan cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan permintaan dan kebutuhan konsumen. Sistem pemanufakturan tradisional mengatur jadwal produksi

berdasarkan peramalan kebutuhan di masa yang akan datang yang memiliki resiko kerugian yang lebih besar, karena over produksi dari pada produksi berdasarkan permintaan yang sesungguhnya. Sehingga dibutuhkan strategi baru, dimana tujuannya adalah agar perusahaan mampumencapai setiap target dan sasaran yang telahditetapkan. (Natigor N. Fahmi,2004). Strategi baru ini haruslah bersifat fleksibel, waktu pakai produknya singkat, serta mampu memperkecil waktu produksi (manufacturing lead time) dan distribusi (ordering leadtime). Oleh karena itulah saat ini banyak perusahaan menggunakan sistem Just In Time (JIT). Sistem ini memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem tradisional. Sehingga suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses berikutnya, akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa perbaikan kualitas danbiaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kooperatif.(Animo,2009)

Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Tujuan utama Just In Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisipersaingan perusahaan yang dicapai melalui usahapengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman. 1.2 RUMUSAN MASALAH Pengertian dan Konsep Just In Time Apa Saja Prinsip-Prinsip Just In Time Apa Saja Elemen-Elemen Just In Time Bagaimana Pengaruh Sistem Just In Time Terhadap Operasional Perusahaan Bagaimana Implementasi Sistem Just In Time Tersebut Pada Perusahaan, Sehingga Akan Dapat Meningkatkan Produktivitas Perusahaan 1.3 TUJUAN PENULISAN Mengetahui Apa Pengertian & Konsep Dasar Just In Time Mengetahui Bagaimana Pengaruh diterapakannya Sistem JIT Pada Suatu Perusahaan Mempelajari Prinsip-Prinsip JIT Memahami Implementasi Sistem JIT Mempelajari Elemen-Elemen JIT 1.4 RITERATUR PENULISAN Bab I Pendahuluan, berisi tetang latar belakang, rumusan masalah, tujuan masalah, dan riteratur penulisan

Bab II Pembahasan, berisikan materi-materi tentang seluruh pembahasan Bab III Penutup, berisikan tentang kesimpulan
BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN & KONSEP JUST IN TIME

Terdapat banyak definisi dan deskripsi dari Just In Time (JIT), diantaranya: a) JIT adalah suatu sistem produksi yang melakukan perbaikan secara terus menerus berdasarkan pada penghapusan segala bentuk waste. (The Technology Transfer Council of Australia, 1987). JIT adalah suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya,termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. (Henri Simamora) JIT adalah suatu sistem produksi yang merubah kompleksitas manajemen manufaktur dengan kesederhanaan (Schonberger, 1984). JIT adalah suatu filosofi manufaktur yang berusaha untuk memproduksi suatu produk dalam jangka waktu sesingkat mungkin dengan menghasilkan kesalahan seminimum mungkin(Hall, 1987). Suatu definisi yang mencakup seluruh aspek aspek penting dari JIT diberikan oleh Munzberg (1986), yaitu : Just In Time adalah suatu metodologi produksi yang bertujuan untuk meningkatkan seluruh performa perusahaanmelalui penghapusan segala bentuk waste, yangakan berakibat pada peningkatan kualitas danmembutuhkan peran serta total seluruh karyawan.

b)

c) d)

e)

JIT merupakan suatu pendekatan yang menggunakan berbagaai macam disiplin ilmu, Olehkarena itu, JIT dianggap sebagai suatu cara pandang yang luas, bersifat pragmatis dan empiris. Pragmatis berarti JIT memandang suatu proses manufaktur danl ingkungannya sebagai suatu laboratorium riset,untuk menghasilkan produk berkualitas danmempelajari berbagai cara perbaikan yang dilakukanuntuk menghasilkan produk berkualitas.Sedangkan empiris berarti JIT diterapkaan berdasarkan padaanalisis data yang berhubungan dengan operasi danmanufaktur perusahaan (Fogarty,et.al, 1991).Berdasarkan penjelasan diatas maka dapatdisimpulkan bahwa cara pandang JIT merupakancara pandang yang dinamis, dalam arti JIT tidak akan pernah berhenti untuk melakukan improvisasiuntuk memperoleh hasil yang lebih baik. Jadi prinsipdasaar dari JIT adalah perbaikan terus
3

menerus(Continous improvement) (Kaizen, 1986).

2.2 KARAKTERISTIK PERSEROAN TERBATAS 1. Pendiriannya dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing dalam rangka PMA 2. Proses pendirian, Perubahan atau Pembubaran Perusahaan diatur dengan Undangundang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas 3. Setiap pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas wajib mendapatkan Pengesahan Menteri Hukum & HAM RI 4. Status PT Bersifat Terbuka atau Tertutup 5. Bersifat mencari keuntungan sebesar-besarnya 6. Status modalnya dapat berupa PMA, PMDN, BUMN atau Swasta Lokal 7. Modal Dasarnya diatur minimal Rp. 20 juta kecuali ditentukan lain sesuai kegiatan usahanya 8. Adanya Pemegang Saham sebagai pemilik modal yang secara jelas disebutkan dalam Akta Pendirian atau Perubannya baik atas nama perusahaan asing/ lokal ataupun atas nama perorangan 9. Tanggung jawab dan pengawasan perusahaan dilakukan oleh Direktur dan Komisaris 10. Keputusan tertinggi berada didalam Keputusan RUPS-Rapat Umum Pemegang Saham

2.3 PERBEDAAN PERSYARATAN ANTARA PT UMUM & BANK

PT UMUM 1. Prosedur pengesahan badan hukum : tidak perlu adanya persetujuan prinsip dari intansi terkait 2. Kegiatan Usaha : boleh melakukan kegiatan usaha rangkap/lebih dari satu kegiatan usaha 3. Kegiatan Usaha : boleh melakukan kegiatan usaha rangkap/lebih dari satu kegiatan usaha 4. Kepemilikan : tidak ada pembatasan. 5. Direksi dan Komisaris : dapat dilakukan oleh siapa saja yang memenuhi ketentuan UUPT.

PT BANK 1. Prosedur pengesahan badan hukum : PT bank persetujuan prinsip dari Dewan Gubernur BI mrpkan kausa diberikannya pengesahan 2. Kegiatan usaha : perbankan merupakan satu-satunya kegiatan usaha 3. Permodalan : Modal disetor minimal Rp 3 Trilyun utk pendirian Bank Umum; sedang BPR di DKI Jakarta raya: Rp 5 M, di Ibukota Ibukota Propinsi di P. Jawa & bali dan di wil. Kab/Kota Botabek: Rp 2 M, di Ibukota Prop. Di luar P. Jawa & bali: Rp 1 M, dan wilayah lain di luar wil. di atas: Rp. 500 juta. (PBI No. 2/27/PB/2000 jo PBI No. 6/22/PBI/2004). 4. Kepemilikan: ada pembatasan sebagaimana diatur dalam UU & perat. Pelaksanaannya (PBI No. 2/27/PB/2000 jo PBI No. 6/22/PBI/2004). 5. Direksi dan Komisaris: untuk PT bank perlu ditambah adanya fit and proper test dari BI dan persyaratan lain yang diatur dalam PBI No. 2/27/PB/2000 jo PBI No.6/22/PBI/2004 jo PBI No. 6/23/PBI/2004 jo SEBI No. 6/35/DPBPR tgl 16 Agustus 2004).

2.4 PROSES PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung

pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu: Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum Merupakan kumpulan modal/saham Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas Kekuasaan tertinggi berada pada RUPS

Dimana prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain: 1. tahap pembuatan akta 2. pengesahan 3. pendaftaran dan pengumuman.

2.4.1 Tahap pembuatan akta, Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 7 (1) UUPT dinyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Seperti halnya disebutkan dalam pengertian Perseroan Terbatas, bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian, juga menunjukkan PT harus didirikan setidaknya oleh 2 (dua) orang atau lebih, karena perjanjian setidaknya diadakan oleh minimal 2 (dua) orang. Disamping itu PT harus didirikan dengan akta otentik d a n dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya. Pada saat pendirian dipersyaratkan para pendiri wajib mengambil bagian saham atau modal.

2.4.2 Tahap pengesahan Setelah dibuat akta pendirian yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya, kemudian dimintakan pengesahannya. Pengesahan yang dimaksudkan disini adalah pengesahan pemerintah yang dalam hal ini oleh Menteri. Pengesahan ini mengandung arti penting bagi pendirian Perseroan Terbatas, karena menentukan kapan Perseroan itu memperoleh status Badan Hukum. Dalam hal ini berdasarkan pasal 7 (6) UUPT, disebutkan bahwa Perseroan memperolah status Badan Hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh Menteri, yang dalam hal ini adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Dengan demikian menurut UUPT disamping ada penegasan bahwa PT adalah Badan Hukum, juga ada penegasan kapan PT itu memperoleh status Badan Hukum, yaitu sejak akta pendiriannya disahkan oleh Menteri. Sedangkan di dalam KUHD penegasan ini tidak ada. Didalam KUHD berdasarkan pasal 36 hanya disebutkan bahwa sebelum Perseroan Terbatas didirikan, maka akta pendiriannya harus dimintakan pembenaran kepada Gubernur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu. Dari ketentuan ini masalah pengesahan pada dasarnya sama dengan pembenaran, sehingga dilihat dari persyaratan itu baik KUHD maupun UUPT sama-sama bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas harus dimintakan pengesahan/ pembenaran. Hanya masalah kapan Perseroan terbatas itu memperoleh status Badan Hukum dalam KUHD tidak ditegaskan, sedang dalam UUPT ditegaskan yaitu sejak diberikannya pengesahan akta pendiriannya oleh Menteri. Mengenai prosedur pengesahan dijelaskan dalam UUPT pasal 9 yang menyatakan bahwa, untuk memperoleh pengesahan Menteri, para pendiri bersarna-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta pendirian PT. Biasanya permohonan pengesahan ini sekaligus ditangani dan diajukan oleh notarisnya yang rnembuat akta. Karena pada umumnya para pendiri tidak mau repot mengurus sendiri pengesahan ini, sehingga biasanya notaris yang membuatkan akta pendirian sekaligus diminta

menguruskan pengesahannya. Pengesahan tersebut sesuai pasal 9 ayat (2) harus diberikan paling lama dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. Dibandingkan dengan KUHD yang tidak mengatur mengenai jangka waktu kapan pengesahan harus diberikan sehingga pada waktu itu orang mendirikan PT dapat memakan waktu yang cukup lama, maka pengesahan menurut UUPT ini lebih tegas dan relatif cepat sepanjang dilaksanakan dengan benar. Hanya persoalannya apakah waktu 60 (enam puluh) hari itu benar-benar dapat dipenuhi atau tidak.

Proses pemberian pengesahan yang cukup lama akan menimbulkan persoalan tersendiri, manakala Perseroan Terbatas itu sudah melaksanakan kegiatannya, sedangkan status hukumnya belum jelas. Persoalan ini akan timbul berkaitan dengan tanggungjawab terutama terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini siapakah yang harus bertanggung jawab. Persoalan lain yang menjadi pertanyaan apabila ternyata dalam waktu 60 hari itu ternyata pengesahan tidak dapat diberikan, atau ditolak, sedang semua persyaratan telah terpenuhi sehingga tidak ada alasan untuk menolak memberikan pengesahan, maka apakah bagi pendiri dapat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bagi Pejabat yang harusnya memberikan keputusan pengesahan. Dalam hal permohonan ditolak maka penolakan itu harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon beserta alasannya, juga dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Dengan ketentuan batas waktu 60 hari itu memang akan mempermudah dan mempercepat dan yang lebih penting lebih efisien, sehingga batas waktu ini benar-benar dapat dipenuhi.

2.4.3 Pendaftaran dan Pengumuman Di dalam UUPT pendaftaran dan pengumuman dijadikan satu dalam satu bagian ketentuan yaitu bagian ketiga pasal 21, 22, dan 23. Yang perlu

diperhatikan mengenai pendaftaran dan pengumuman menurut UUPT ini adalah bahwa yang dimaksud pendaftaran disini adalah, pendaftaran dalam Daftar Perusahaan, yang di dalam penjelasannya dijelaskan bahwa yang dimaksud denganDaftar Perusahaanadalah daftar perusahaan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Sehingga dengan demikian pendaftarannya dilakukan di Kantor pendaftaran perusahaan yaitu di Kantor Perdagangan dan Perindustrian, yang harus dilakukan untuk memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran ini harus dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.

Kemudian ketentuan lebih lanjut setelah pendirian Perseroan Terbatas tersebut didaftarkan, kemudian diumumkan ke dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman ini dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Dibandingkan dengan KUHD yang juga mengatur tentang pendaftaran dan pengumuman, namun terdapat perbedaan yaitu bahwa di dalam KUHD pendaftaran yang dimaksudkan adalah pendaftaran di Kepaniteraan Raad van Justitie (sekarang Pengadilan Negeri) dalam wilayah hukumnya, sedang pengumumannya di Majalah Resmi. Sehingga khususnya berkaitan dengan pendaftaran, maka berdasarkan UUPT lebih sederhana karena dengan pendaftaran ke dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksudkan dalam UUPT yaitu di Kantor Pendaftaran Perusahaan, berarti disamping memenuhi kewajiban pendaftaran dalam kaitannya proses pendirian PT juga sekaligus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan dalam UU nomor 3 Tahun 1982. Sedang dalam KUHD pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan negeri berarti masih harus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan dalam UU nomor 3 Tahun 1982 seperti halnya kewajiban pendaftaran perusahaan pada umumnya.

2.5 STRUKTUR DALAM PERSEROAN TERBATAS Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan

Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT. Dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHD terdapat perbedaan khususnya yang berkaitan dengan pengurus, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 44 KUHD bahwa Perseroan diurus oleh pengurus, dengan atau tidak dengan komisaris atau pengawas. Dari ketentuan tersebut menurut KUHD, Komisaris/pengawas bukan merupakan suatu keharusan, hal ini dapat dilihat dari kalimat dengan atau tidak dengan komisaris, yang mengandung makna tidak harus.

Sedangkan menurut UUPT komisaris merupakan salah satu organ perseroan yang harus ada, bahkan di dalam ketentuan selanjutnya bagi Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Pengurus dan 2 (dua) orang Komisaris. Masing-masing organ PT tersebut mempunyai tugas dan kewenangan sendiri-sendiri, yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau komisaris. Dengan demikian RUPS merupakan organ yang tertinggi di dalam Perseroan. RUPS terdiri dari rapat Tahunan dan rapat-rapat lainnya. Di dalam RUPS ini setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Direksi atau pengurus adalah organ Perseroan yang bertangggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan .dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dengan demikian kepengurusan Perseroan dilakukan oleh Direksi yang diangkat oleh RUPS sesuai dengan Anggaran Dasarnya. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 82 UUPT bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakiti perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
10

Dalam hal ini terlihat adanya dua sisi tanggung jawab, yaitu : Pertama, Tanggung jawab intern/kedalam, yaitu berkaitan dengan

kepengurusan jalannya dan maju mundurnya perseroan maka direksi bertanggung jawab penuh. Artinya apabila Perseroan mengalami kerugian akibat dari kesalahan direksi dalam menjalankan kepengurusannya, maka pengurus bertanggung jawab. Dalam menyampaikan pertanggung jawaban intern ini direksi dapat melalui RUPS, sebagai organ tertinggi dalam Perseroan. Dengan demikian tanggung jawab intern ini lebih kepada tanggung jawab Direksi dalam mencapai tujuan perseroan, sehingga ia harus bertanggung jawab kepada pemilik perseroan yaitu pemegang saham. Kedua, Tanggung jawab keluar, yaitu tanggung jawab terhadap pihak ketiga, atau kepada siapa Perseroan itu melakukan perbuatan atau perjanjian. Dalam hal ini kedudukan pengurus menjalankan tugas kepengurusannya adalah sebagai wakil yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Sehingga tanggung jawab terhadap pihak ketiga, yang terikat adalah PT, bukan pengurus secara pribadi, sepanjang dilakukan berdasarkan etikad baik, sesuai dengan tugas dan kewenangannya, untuk kepentingan dan tujuan perseroan berdasarkan Anggaran dasar. Namun apabila direksi melakukan kesalahan dan lalai dalam menjalankan tugasnya direksi dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi. Tanggungjawab ini baik secara pidana maupun secara perdata. Hal ini ditentukan dalam pasal 85 UUPT yang antara lain menyebutkan, bahwa setiap direksi wajib dengan etikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.` Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan Perseroan. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam Anggaran dasar. Seperti hallnya Pengurus, maka Komisaris dalam menjalankan tugasnya wajib dengan etikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dengan demikian apabila Komisaris dalam menjalankan tugasnya dengan etikad baik, dan menimbulkan kerugian maka Komisaris dapat dipertangung

11

jawabkan secara pribadi.

2.6 PERMODALAN PERSEROAN TERBATAS Apabila saham dilakukan dalam bentuk lain selain uang, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yg ditetapkan sesuai harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan perseroan, dan jika merupakan benda tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 hari setelah akta pendirian ditanta tangan atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut. (Ps. 34 ayat (2) dan ayat (3) UUPT) Dalam praktik di Pasar Modal penyetoran saham dilakukan dengan cara : dengan uang tunai, konversi hutang PS, kapitalisasi saham ditahan, surplus hasil aktiva tetap, inbreng saham perusahaan lain dan harta tetap.

Sebagaimana dijelaskan dalam UUPT bahwa modal Perseroan Ter batas terbagi dalam saham-saham, yang masing-masing saham mempunyai nominal tertentu. Keikut sertaan modal bagi pendiri menurut UUPT merupakan suatu keharusan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 7 (2) bahwa setiap pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas harus ada modal dasar paling sedikit Rp.20.000.000, (dua puluh juta rupiah), sebagaimana ditentukan dalam pasal 25 (1) UIJPT. Dibandingkan dengan KUHD mengenai batas minimal modal dasar tidak ditentukan. Dengan ketentuan batas minimal modal dasar ini memang dalam perkembangannya harus ada penyesuaian, karena nilai rupiah yang selalu tidak stabil dan mengalami perubahan, sehingga batas minimal ini untuk beberapa tahun yang akan datang sudah tidak sesuai lagi. Disamping batas minimal modal dasar juga ditentukan bahwa, pada saat pendirian Perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus sudah ditempatkan, dan setiap penempatan modal tersebut harus sudah disetor paling sedikit 50% ( lima puluh persen ) dan nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan, dan seluruh saham yang telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah. Sedangkan pengeluaran saham selanjutnya setiap kali harus disetor penuh. Dari ketentuan permodalan ini menggambarkan bahwa para pendiri perseroan tidak hanya sekedar mendirikan perseroan saja, tapi ia juga harus henar-benar

12

turut serta dalam permodalan perseroan yang dengan sendirinya turut bertanggung jawab atas jalannya perseroan.

2.7 KONSEKUENSI HUKUM PELANGGARAN PEMBELIAN SAHAM KEMBALI Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tdk langsung yang beretentangan dengan Psl 37 ayat (1) batal karena hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kpd perseroan, dan perseroan wajib mengembalikan saham yg telah dibeli tersebut kpd PS. Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita PS yg beritikad baik akibat batal krn hukum tsb (Ps. 37 ayat (3) UUPT 40/2007). Saham yg dibeli kembali Perseroan hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 tahun (Ps 37 ayat (4). Pembelian kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam Per-UU dibidang Pasar Modal (Ps 38 ayat (1) UUPT). Saham yg dikuasai Perseroan krn pembelian kembali, peralihan krn hukum, hibah atau hibah wasiat tdk dapat digunakan utk mengeluarkan suara RUPS dan tdk diperhitungkan dlm menentukan jmlh kuorum yg harus dicapai sesuai dg ketentuan UUPT dan/atau AD (Ps 40 ayat (1) UUPT). Saham yg dikuasai Perseroan tidak berhak mendapat deviden.

2.8 PENAMBAHAN MODAL PERSEROAN TERBATAS Penambahan Modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar .

13

Penambahan modal wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama. Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimilikinya. Penawaran saham tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham: a. ditujukan kepada karyawan Perseroan; b. ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau c. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh RUPS. Dalam hal pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.

2.9 PENGURANGAN MODAL PERSEROAN TERBATAS Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Direksi wajib memberitahukan keputusan RUPS kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman, kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang diajukan. Dalam hal Perseroan: a. menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor

14

dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima; atau b. tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan kepada Perseroan, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan. Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri. Persetujuan Menteri diberikan apabila: a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) UUPT; b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau c. gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Keputusan RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham. Penarikan kembali saham dilakukan terhadap saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat ditarik kembali. Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham. Keseimbangan dapat dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut.

15

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan di bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pendaftaran dan pengumuman. 2. Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT. 3. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas harus ada modal dasar paling sedikit Rp. 20.000.000, (dua puluh juta rupiah), sebagaimana ditentukan dalam pasal 25 (1) UIJPT.Disamping batas minimal modal dasar juga ditentukan bahwa, pada saat pendirian Perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus sudah ditempatkan, dan setiap penempatan modal tersebut harus sudah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dan nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan, dan seluruh saham yang telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah sedangakan pengeluaran saham selanjutnya setiap kali harus disetor penuh.

16

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006 Chidir Ali, SH, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987, Paramita, 2002. Pieter Tedu Bataona, SH, Mengenal Pasar Modal Dan Tata Urutan Perdagangan Efek Serta Bentuk-Bentuk Preusan Di Indonesia, Nusa Indah , Flores-NTT, 1994

Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Jakarta: Djambatan, 1988 R. Murjiyanto, SH, Pengantar Hukum Dagang , Yoyakarta: Liberty, 2002 R. Soebekti dan R. Tjitrosubio, Kutab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya UndangUndang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

17

Anda mungkin juga menyukai