Anda di halaman 1dari 70

PERBANDINGAN

HUKUM PIDANA
TIM PENGAJAR PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2014
HASBULAH,SH.,MH. (Ketua LKBH FHUP; Tenaga Ahli Ditjen
Pendidikan Tinggi,Kemdikbud; Saksi Ahli Hukum Pidana)

Beberapa istilah perbandingan hukum pidana


yang dikenal ant ara lain:

1.Comparative Law;

2.Comparative Jurisprudence;

3.Foreign Law;

4.DroitCompare;

5.Rechtgelijkingdan

6.Rechverleichung

Lima besar keluarga hukum:

Sistem Eropa Kontinental dan Amerika Latin;

Sistem Anglo-American (common law system);

Sistem Timur Tengah(middle east system), seperti: Irak, Yordania, Saudi


Arabia, Siria, Libanon, Maroko, Sudan, dsb.

SistemTimurJauh(Far East System), misalCina, Jepang;

Sistemnegara-negarasosialis(Socialist system).

Tujuan Studi Perbandingan Hukum Pidana


By studying comparative Criminal Law , we learn:

Keberagaman Sejarah Politik suatu negara (Varied Political History of Nations)

Karakter Internasional tempat kejadian Perkara (International Character of The


Modern Crime Scene )

Variasi mekanisme kontrol sosial dan belajar dari pengalaman bangsa lain
(Varied social control mechanism and learning from other experience0

Filosophi dan standar Penerapan yang mendorong pemenuhan tujuan sistem


peradilan pidana dari beberapa negara (Philosophical and utilitarian ideals that
propel the criminal justice goals of various nations)

Provision of bases for research and comparisons

Memahami sifat dasar dan perkembangan hukum pidana dari suatu negara
(Acquaintance with the nature and dynamics of the criminal law of nations )

sumber bagi kebijakan pemerintah dalam melakukan perubahan pada ukum


acara, penegakan hukum dan pemasarakatan (Provision of a source for
governmental policy modifications in Criminal (Procedures, Law enforcement
and Correction

KELUARGA HUKUM

CIVIL LAW

COMMON LAW

ISLAMIC LAW

SOCIALIST LAW

CHINESE LAW

HYBRID SYSTEM

ZONANISASI SYSTEM HUKUM

CIVIL LAW

System Kodifikasi

Berasal dari Hukum Roma Corpus Juris Civilis pada masa Raja Justinian

Legislative Enactments

Dianut oleh Francis, German, Indonesia

Pembagian Subdivisi Dalam Civil Law

French Civil Law

German Civil Law

Scandinavian Civil Law

Chinese Law

COMMON LAW

Case Law or Precedent Developed by judges through court decisions

No deferent to threat similar fact


Binds the future

Un-codified

Applied in United kingdom, USA, Malaysia, Singapore

Sumber Hukum Pidana Inggris

Common Law;

yaitu, bagian hukum inggris yang bersumber pada


kebiasaan atau adatistiadat masyarakat yang
dikembangkan berdasarkan keputusan pengadilan (hukum
preseden/ case law). Oleh karena itu, Inggris menganut
asas stare decisisatau the binding force of precedents.

Statute Law

hukum yang berasal dari perundangundangan, yang juga


mempunyai Binding authority.

Prinsipprinsip Umum (General Principles)


Hukum Pidana Common Law
Inggris:

Asas Legalitas;

Asas Mens Rea;

Asas Strict Liability;

Vicarious Liability;

Pertanggungjawaban Korporasi;

Penyertaan;

Inchoate Offences;

Alasan Penghapus Pidana;

Asas Legalitas (Principles of Legality)

Di Inggris, asas ini tidak pernah secara formal dirumuskan dalam


perundangundangan, namun asas ini menjiwai putusanputusan
pengadilan

Double jeopardy = nebis in idem (pasal 76


KUHP)
1. Bukan putusan final, upaya hukum appeal

2. Di amerika apabila suatu pembuktian dalam mempidana terpidana bisa


dibuka kembali apabila dalam persidangan adanya suap
3. Perbedaan kedaulatan=
Negara Federal

Negara bagian
Negara federal dpat menyidangkan kembali murder yang dibebaskan di
negara bagaian, negara federal mendakwa dengan hak sipil.

4. Standar hukum yang berbeda


Dalam pidana persidangan pembunuhan dibebaskan tapi bisa dituntut dengan
perdata

Asas Mens Rea

Actus non facit reum nisi mens sit rea

Berdasarkan asas ini, maka:ada dua syarat yang harus


dipenuhi untuk seseorang dapat dipidana, yaitu ada
perbuatan lahiriah yang terlarang (actus reus) dan ada
sikap batin yang tercela (mens rea).

Actus Reus menunjuk pada:


1.Perbuatan terdakwa;
2.Hasil atau akibat dari perbuatan itu;
3.Keadaankeadaan yang terkandung dalam perumusan
tindak pidana.
Mens Rea (wicked mind) ditunjukkan dalam bentuk:

1.Intention (kesengajaan);

2.Recklessness (kesembronoan);

3.Negligence (kealpaan/kurang hatihati)

Actus Reus menunjuk pada:

1.Perbuatan terdakwa;

2.Hasil atau akibat dari perbuatan itu;

3.Keadaankeadaan yang terkandung dalam perumusan tindak pidana.

Mens Rea (wicked mind) ditunjukkan dalam bentuk:

1.Intention (kesengajaan);

2.Recklessness (kesembronoan);

3.Negligence (kealpaan/kurang hatihati)

Vicarious Liability (VL)

Adalah pertanggungjawaban menurut huku m seseorang atas perbuatan salah


yang dilakukan oleh orang lain (pertanggungjawaban pengganti).

Perbuatan pidana yang dikenai VL, adalah:

Menurut Common Law

1. TP yang dilakukan oleh pelayan/buruh

Menurut Statute Law

1. adanya prinsip pendelegasian;

2. apabila menurut hk, perbuatan buruh

dipandang perbuatan majikan.

Pertanggungjawaban Korporasi

Korporasi hanya bertanggungjawab atas sejumlah kecil delik.

Pada asasnya, korporasi dapat dipertanggungjawabkan sama dengan orang


pribadi berdasarkan asas identifikasi, dengan pengecualian dalam:

perkaraperkara yang menurut kodrat tidak dapat dilakukan korporasi,


mis:bigami, perkosaaan;

Perkara yang satusatunya pidana yang dapat dikenakan tidak mungkin


dikenakan kepada korporasi, mis: pidana mati, penjara.

Penyertaan (Participation in a crime)

Setelah keluarnya The Criminal Law Act 1967, participation hanya terdiri
dari 3 pihak, yaitu:

Actual offender (orang yang melakukan perbuatan itu sendiri atau


melalui innocent agent);

Aiding dan abetting (orang yang membantu pada saat atau sewaktu
kejahatan sedang berlangsung);

Counselling or procuring (orang yang menganjurkan)

Inchoate Offences

Tindak pidana yang tidak lengkap atau baru taraf


permulaan

Meliputi:

1.Incitement (penganjuran);

2.Conspiracy (permufakatan jahat);

3.Attempt (percobaan);

Incitement (Solicitation)

Incitement di Inggris tetap dituntut, sekalipun:

1.Penganjuran itu gagal; percobaan penganjuran tetap


dipidana.

2.Hanya membujuk untuk melakukan tipiring

Conspiracy

Menurut common law, conspiracy:

1. the agreement;

2. of two or more parties;

3. to do unlawful act;

4. by unlawful means

Attempt (percobaan)

Percobaan dalam common law dipandang sebagai suatu


misdemeanor (pelanggaran hukum ringan).

Untuk dapat dipidananya percobaan diperlukan


pembuktian bahwa terdakwa telah berniat melakukan
perbuatan melanggar hukum dan ia telah melakukan
beberapa tindakan yang membentuk actus reus dari
percobaan jahat yang dapat dipidana.

Alasan Penghapus Pidana (Exemptions from


liability)

General defences (dapat diajukan untuk semua tindak pidana pada umumnya)

1. mistake (kesesatan);
2. compulsion (paksaan);
3. Intoxication (keracunan/mabuk);
4. Automatism (gerak refleks);
5. Insanity (Gila);
6. Infancy (anak di bawah umur);
7. Consent of the Victim (persetujuan korban)

Special defences

1. dalam delik abortus, dengan pertimbangan demi keselamatan si ibu dan jika diketahui si anak akan
lahir cacat.
2. dalam delik penerbitan atau publikasi tulisan cabul yang dibenarkan demi kepentingan umum,
seni, ilmu pengetahuan

CRIMINALIZATION
AND DECRIMINALIZATION,
MENS REA, DOUBLE
JEOPARDY

Criminal policy

CRIMINALIZATION

BY STATUTE

BY JUDGE

DE - CRIMINALIZATION

Actus Reus and Mens Rea

Actus non facit reum nisi mens sit rea ( the act does not
make a person guilty unless the mind also guilty)

Actus Reus : Criminal Act

Mens Rea : Mind Guilty

Intent : Opzet ( Civil Law )

In civil law, its usually not necessary to prove a


subjective mental element to establish liability for
violation of law

Intent may increase the scope of liability and degree of


punishment.

Modes of Culpability

Modes Culpability :

Direct Intention

Oblique Intention

Knowingly

Recklessness

Criminal negligence

Double Jeopardy

Procedural defense that forbids a defendant being tried


again on same or similar charges

Exceptions ( United States )

Non Final Judgment

Fraudulent trials

Separate Sovereigns

Concerning Different Legal Standard

How in Indonesia ????

See article 76 Criminal Code

Ne bis in idem applied

Wederrechtelijk (pidana), onrechtmatige


daad (perdata) dan mal administratif

Wederrechtelijk (pidana) dan


onrechtmatige daad (perdata)

wederrechtelijk dalam hukum pidana tersebut ada diartikan sebagai


bertentangan dengan hukum (in strijd met het recht), atau melanggar
hak orang lain (met krenking van eens anders recht)

dan ada juga yang mengartikan sebagai tidak berdasarkan hukum (niet
steunend op het recht) atau sebagai tanpa hak (zonder bevoegheid)
adanya pergeseran melawan hukum dalam arti ,materil di undang-undang
korupsi, tapi sudah dihapus oleh MK arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31
Januari 1919

Onrechtmatige daad

Onrechtmatige daad diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi


Perbuatan Melawan Hukum (PMH). PMH ini sudah menjadi kebiasaan
dalam praktik bahwa pasal yang menjadi acuan yaitu Pasal 1365 KUHPdt.

Menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Indonesia, Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas
kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Untuk membuktikan adanya suatu PMH ini, dalam pengertian Pasal 1365
KUHPdt, terdapat 4 elemen yang harus diujikan, yaitu: Perbuatan,
Kesalahan, Kerugian, dan Pertangungjawaban. maka yang dimaksud
dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan
hukum yang dilakukan oleh seseorang, yang karena kesalahannya itu telah
menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Unsur-unsur onrecht

1.Ada Suatu Perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup
berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya
tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat,
kewajiban itu timbul dari hukum.

2. Perbuatan Itu Melawan Hukum

a. Perbuatan melanggar undang-undang

b. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum

c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

d. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan

e. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan


kepentingan orang lain.

3. Ada Kesalahan Pelaku

Undang-Undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan perbuatan


melawan hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka
pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalain melakukan
perbuatan tersebut.

Mal Administrasi

Mal administrasi adalah penyimpangan perilaku yang dilakkan oleh para


adminitrator negara dalam praktek administrasi negara. Penyimpangan ini
diukur dari standar nilai yang diakui sebagai etika administrasi
negara. Nilai adalah aturan yang menuntun perilaku orang-orang sehingga
dari sana orang tersebut dapat dikatakan apakah berperilaku baik atau
buruk.

TEORI OTONOMI DARI HUKUM PIDANA MATERIIL

(Authonomie van het Meteriele


Strafrecht )

Teori dikemukakan oleh Prof.Mr. H.A Demeersemen,


mempertanyakan
tentang
harmonisasi
dan
disharmonisasi hukum pidana.

Premis 1 : Hukum pidana bersifat otonom berhak untuk


memberikan definisi yang berbeda dengan peraturan
yang lain ( bersifat administratif ) atas suatu hal yang
sama,

Premis ke-2 : berhak untuk mengunakan ilmu hukum


yang lain ( administratif/ perdata ) untuk menafsirkan
definisi tertentu yang belum diatur dalam hukum
pidana.

Perkembangan
Hukum Pidana
Barat

Perkembangan Hukum Pidana ke arah Bersifat


Hukum Publik.
a.

Hukum Pidana ketika Bersifat Hukum Perdata.

Hukum Pidana yang bersifat hukum publik yang kita kenal sekarang,
telah melalui suatu perkembangan yang lama dan lamban.

Dalam pra sejarah perkembangan hukum pidana, suatu


tindakan/perbuatan hanya dipandang sebagai suatu tindakan
merusak atau merugikan kepentingan orang lain, yang kemudian
disusuli dengan pembalasan.

Pembalasan itu pada umumnya tidak hanya merupakan kewajiban


dari seseorang yang dirugikan atau terkena tindakan, melainkan
meluas menjadi kewajiban dari seluruh keluarga, famili, misal
budaya carok di Madura.

Tindakan balas-membalas disebut juga sebagai berdasarkan asas talis


(ius talionis = hukum balas membalas).

Tindakan-tindakan pembalasan seperti ini masih bersifat Hukum


Perdata, karena digantungkan kepada kehendak dari fihak yang
merasa dirugikan.

b.Perkembangan ke Arah Sifat Hukum Publik.

Penguasa atau Primus Inter Pares dari suatu masyarakat yang lebih maju
pada mulanya berusaha menghukum orang-orang yang mengancam
kepentingan masyarakat dan menghambat tindakan-tindakan pembalasan
oleh yang dirugikan secara sendiri-sendiri.

Demi keamanan dan ketertiban timbullah stelsel komposisi (Compositie


Stelsel atau Afkoop Stelsel).yi suatu kewajiban bagi yang merugikan
(penjahat, pembunuh dan sebagainya) untuk melakukan penebusan
kesalahannya dengan membayar ganti rugi atau denda kepada orang yang
dirugikan.

Disamping itu diwajibkan pula membayar denda kepada masyarakat yang


dirugikan, (dalam hal terjadi pembunuhan) untauk mengembalikan
keseimbangan dalam masyarakat itu yang disebut sebagai fredus/fredum.
Semula jumlah denda lebih banyak tergantung kepada keinginan dari fihak
yang dirugikan, tetapi kemudian dikendalikan dan ditentukan oleh Penguasa.

Dengan demikian penghukuman sudah mulai berkembang kearah sifat


hukum publik, yang penghukumannya berdasarkan pada kepentingan
masyarakat dan menjadi kewajiban Penguasa.

Hukum Pidana di Negara-Negara Barat.

Socrates, Aristoteles (Yunani) dan Cicero (Romawi) mencari bentuk hukum


yang lebih sempurna dari hukum positif yi hukum alam yang dianggap lebih
sempurna, abadi dan tidak berubah karena tempat dan waktu;

Cicero yakni Ubi societas, ibi ius yang memberi gambaran hubungan
hukum dengan masyarakat. Tiada masyarakat tanpa hukum dan tiada
hukum tanpa masyarakat. Hukum diadakan oleh masyarakat untuk
mengatur kehidupan mereka.

Thomas Aquiono (abad pertengahan),: Tuhan sebagai pencipta manusia


(masyarakat), sehingga tugas hukum positif adalah melengkapi hukum alam
dan hukum manusia yang berubah-ubah menurut tempat dan waktu ;

Grotius (Hugo de Groot), meletakan ajaran hukum alam baru yang terlepas
dari dasar-dasar Ke- Tuhan- an;

Imamnuel Kant; semula manusia hidup berkelompok sebelum ada negara;


kemudian negara diadakan atas dasar perjanjian masyarakat dimana
masyarakat menyerahkan sebagian kekuasaan yang diberikan alam (status
naturalis) kepada negara (status civilis), sehingga timbul kekuasaan pada
negara; ajaran Contract Social ini diikuti Thomas Hobbes, John Locke,
J.A Roussau yang kemudian menjadi landasan terjadinya Revolusi Perancis;

Hukum CANNONIK (Corpus iuris CANNONICI) yang dibuat


sekitar tahun 1140, yaitu Hukum Gereja, banyak
mempengaruhi hukum pidana. Sejak resepsi dari Hukum
ROMAWI sampai waktu revolusi Perancis meletus,
pelaksanaan penghukuman sangat kasar dan kejam. Dasar
dari penghukuman pada waktu itu adalah perbuatan
pembalasan yang dilakukan oleh Penguasa demi nama
Tuhan. Tujuan satu-satunya adalah untuk menakut-nakuti
(afschrikking). Hukum Pidana pada ketika itu belum
merupaka suatu ketentuan yang dipegang dan
dipedomani. Karena sumber hukum tidak pasti maka
terjadilah kesewenang-wenangan. Hakim-hakim yang
diangkat oleh dan bekerja untuk raja mempunyai hak
menghukum yang tidak terbatas.

Pengaruh Hukum Kebiasaan (Costumen) Dalam Kemunculan Kodifikasi

Hukum kebiasaan menurut Filips Wielant, ahli hukum


dari abad XVI, kebiasaan sebagai sumber hukum
didefinisikan sebagai hukum tidak tertulis yang terdiri
dari ketentuan-ketentuan sehari-hari (usance) dan
perbuatan-perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh
orang-orang dalam kehidupan dan pergaulan hidup serta
diwujudkan secara nyata tanpa paksaan masyarakat atau
bangsa,
selama
kebiasaan
ini
diikuti
secara
berkesinambungan.

Karakteristik hukum kebiasaan


a.

Hukum Tak Tertulis, Hukum kebiasaan mempunyai kelemahan-kelemahan,


karena tidak tertulis sehingga kurang menjamin kepastian hukum.
Karenanya pada abad ke-18 di Eropah hukum kebiasaan sebagai sumber
hukum mulai ditinggalkan dan timbulah gerakan-gerakan kodifikasi yang
menekan pemerintah untuk menuangkan hukum dalam kodifikasi.
Kodifikasi pertama kali (Code Penal dan Code Civil) di Eropah dilakukan
oleh Perancis dan kemudian ditiru negara-negara Eropah lainnya.
Diantaranya adalah Belanda pada tahun 1938.

b.

Kebiasaan yang dibentuk berdasarkan kelaziman dan tindakan yang


berulang-ulang. Semua kebiasaan adalah kelaziman, namun tidak semua
kelaziman adalah kebiasaan. Perbedaan itu nampak pada kekuatan
mengikat pada masyarakat seperti sopan santun, mode, tabiat yang baik
dan lain-lain yang tidak mempunyai kekuatan mengikat secara yurisdis.

c.

Merupakan hal yang lazim dilakukan di muka umum.

d.

Disetujui oleh sebagian besar masyarakat; sebagian besar ini bukan


berarti terjadi kesesuaian paham sepenuhnya.

d. Kebiasaan tersebut dilakukan dalam jangka


waktu periode tertentu yang cukup lama.[1]
e. Kebiasaan tersebut harus rasional; dari
pengertian hukum alam maka suatu kebiasaan
adalah rasional bila bila ia sesuai dan diterima
sesuai dengan sikap dan perilaku dari para
anggota masyarakat; sedangkan dari pandangan
sejarah hukum maka istilah adil dan rasio
harus diartikan sesuai dengan konotasi yang
diberikan penguasa maupun para ahli hukum
untuk setiap periode tertentu.
f. Dalam hukum kebiasaan ada untung rugi;
nemo ius ignorare censeter adagium yang
menyatakan setiap orang dianggap mengetahui
undang-undang

Alat-alat bukti untuk membuktikan hukum kebiasaan


a.

b.

Pemeriksaan Turba Inquisitio per turbam adalah sebuah


penelitian yang bertujuan untuk membuktikan sebuah aturan hukum
kebiasaan tertentu. Maka atas dasar permohonan salah satu pihak
atau secara ex officio dilakukan oleh hakim sendiri, melalui dengar
pendapat dengan sejumlah orang-orang yang disebut turba. Turba
diperkirakan mempunyai kekhususan dalam menguasai hukum
kebiasaan, dan bila orang-orang tersebut seia-sekata dalam
menegaskan eksistensi aturan tersebut, maka hal itu dianggap telah
terbukti.[1] Pada masa itu (abad XIII dikenal peribahasa hukum
testis unus, testis nullus; hal ini diterapkan pada waktu
memeriksa saksi-saksi turba, dimana bila keterangan tersebut
didapat hanya dari satu saksi turba dianggap tidak mengikat; namun
bila ada keterangan 2 saksi turba yang berkaitan maka kesaksian
tersebut dianggap mengikat.
Daerah Kebijaksanaan; Dalam salah satu Placita Generalia
artinya dari salah satu pertemuan tahunan antara penduduk desa,
atau penduduk wilayah tuan tanah, maka kewajiban-kewajiban
hukum kebiasan yakni Coutedines atas permintaan tuan tanah
untuk diingatkan kembali.

Unifikasi:
Usaha unifikasi hukum ini ditandai dengan adanya
perintah dari Raja Karel VII pada tahun 1454 yang
memerintahkan pencatatan hukum kebiasaan (coutemes)
di seluruh Perancis demi kepentingan kepastian hukum.
Usaha ini dilanjutkan oleh Lodewijk XI dalam abad ke-15
yang menghendaki une seule couteme untuk seluruh
kerajaan.
Kemudian dalam abad ke-16 pelbagai parlemen propinsi
menyatakan keinginan mereka untuk membuat
penyatuan ordonansi-ordonasi dan coutumes dalam kitab
undang-undang

Timbulnya kodifikasi: pertengahan abad VI M

Dimulai pada zaman Romawi. Dapat dikatakan


hukum Romawi yang dituangkan dalam Corpus
Iuris Civil berlaku hampir selama seribu tahun
atau dalam pertengahan abad ke-6 Masehi. Dari
sinilah kemudian hukum Romawi mengembankan
dirinya meliputi wilayah-wilayah yang semakin
luas di seluruh Eropah. Gejala ini dinamakan
penerimaan (resepsi) hukum Romawi.

Resepsi hukum Romawi kedalam Eropah Barat disebabkan :

Mulai abad pertengahan banyak mahasiswa-mahasiswa dari Eropah


Barat dan Utara belajar di Universitas-universitas di Italia dan
Perancis Selatan (dimana Italia merupakan pusat kebudayaan
Eropah). Dimana pada era itu yang dipelajari hanya hukum
Romawi. Setelah mereka tiba di tanah airnya masing-masing maka
Hukum Romawi akan diterapkan apabila hukumnya sendiri tak
dapat menyelesaikan persoalan hukum mereka. Bahkan kadangkala
hukumnya sendiri sengaja tidak dipergunakan.
Adanya kepercayaan pada hukum alam yang asasi, yang dianggap
sebagai suatu hukum yang sempurna dan berlaku bagi setiap waktu
(zaman) dan tempat, oleh karena itu mereka yang menerima
hukum alam ini dapat melepaskan dirinya dari hukum Romawi yang
telah dipelajari di negara Italia dan Perancis Selatan, maka
biasanya mereka menyamakan hukum alam itu hukum Romawi.

Perancis melakukan Resepsi Hkm. Romawi

Salah satu negara di Eropah yang meresepsi hukum Romawi adalah


Perancis.Hal ini dikarenakan dalam sejarahnya Perancis pernah
ditaklukan oleh Caesar, kira-kira 50 tahun sebelum Masehi.
Kemudian dalam abad ke-5 sesudah Masehi, timbullah perubahan
dimana bangsa Germania memasuki Gallia. Mula-mula bangsa
Wetsgota yang menduduki barat daya Gallia.
Dibawah pimpinan raja Eurich mereka memperluas daerah mereka
sampai Provence dan Auvergene dan sebagaian besar dari Spanyol.
Setelah bangsa Westgota kemudian datang bangsa Bourgundi yang
menduduki kini dikenal dengan Savoye, dan dari sana memperluas
kerajaan mereka kearah selatan.
Kemudian bangsa Salis Franka dibawah Clovis mengalahkan daerah
sebelah utara sungai Loire dan dibawah para penggantinya,
mengalahkan juga daerah bangsa Bourgundi dan Westgota (kecuali
Languedoc) yang dimasukkan ke dalam daerah kerajaan Perancis.[2]

Kaisar Napoleon pada tanggal 12 Agustus 1800


membentuk suatu panitia yaitu Portalis,
Trochet, Bigot de Preameneu dan Malleville
yang ditugaskan untuk membuat rancangan
kodifikasi. Sumber bahan kodifikasi adalah
hukum Romawi menurut Peradilan Perancis dan
menurut tafsiran yang dibuat oleh Potier dan
Domat, hukum kebiasaan daerah Paris (Coutame
de Paris), peraturan perundangan yang disebut
ordonansi dan hukum yang dibuat pada waktu
Revolusi Perancis (hukum Intermedier atau
hukum sementara waktu). Hasil kodifikasi ini
kemudian diumumkan pada tanggal 21 Maret
1804.
Pada tahun 1807 diundangkan menjadi Code
Napoleon.

Peristiwa JEAN CALAS

Pada abad ke XVIII ada dua peristiwa yang menggemparkan, yang mempunyai
pengaruh besar terhadap opni publik yaitu mengenai pedagang JEAN CALAS
(1762) di Toulouse dijatuhi hukuman mati.

VOLTAIRE telah menggugatnya dan meminta supaya diadakan pemeriksaan


revisi. Pemeriksaan revisi terjadi pada tahun 1765, dimana dinyatakan bahwa
JEAN CALAS tidak bersalah dan putusan yang pertama dibatalkan; tetapi
nyawa JEAN CALAS sudah tidak ada lagi;

Peristiwa kedua yang terjadi pada waktu 1764, adalah tulisan BECCARIA Dei
delitti e delle pene yang memprotes pelaksanaan hukuman-hukuman yang
diluar peri kemanusiaan dan kejamnya hukuman-hukuman.

Kedua peristiwa itu, di samping memberikan anjuran pemakai akal budi pada
zaman RENAISSANCE (Aufklarung), sangat banyak pengaruhnya terhadap
pembaharuan hukum pidana.

Code Penal di Perancis


Pada tahun 1791 setelah Revolusi Perancis terbentuk
CODE PENAL yang pertama yang dalam banyak hal
dipengaruhi oleh jalan pikirannya BECCARIA;
Pada tahun 1810 dalam pemerintah NAPOLEON yang
berlaku hingga saat ini.
Code Penal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh
ajaran dari seorang utilist Inggris yang bernama
BENTHAM. Hukum Pidana ini dalam banyak hal masih
ditujukan untuk menakut-nakuti, terutama terlihat dari
ancaman pidananya.

Hukum Pidana di Negeri Belanda

Di Belanda mulai ada gerakan untuk membuat perundang-undangan hukum pidana


pada tahun 1795. baru tahun 1809 terwujud : CRIMINEEL WETBOEK VOOR HET
KONINGKRIJK HOLLAND dalam pemerintahan LODEWIJK NAPOLEON, yang merupakan
kodifikasi umum yang pertama yang bersifat Nasional.[1])

Ppenjajahan Perancis tahun 1811, yang memberlakukan Code Penal Perancis sebagai
penggantinya sampai tahun 1886. Pada masa ini C.P. tersebut banyak mengalamai
perobahan-perobahan terutama mengenai ancaman pidananya yang kejam menjadi
diperlunak. Pidana penyiksaan dan pidana cap-bakar ditiadakan. Salah satu
peristiwa penting yang terjadi ketika itu ialah penghapusan pidana mati (dengan
Undang-Undang 17 September 1870 stb. No. 162) dalam Wvs, sedang di WvMS jika
terjadi pada waktu damai dan tidak dilakukan kepada musuh.

Pada tahun 1881 hukum pidana nasional Belanda terwujud dan yang mulai berlaku
pada tahun 1886, yang bernama WETBOEK VAN STRAFRECHT sebagai pengganti
Code Penal warisan dari Napoleon.

[1] Schreuder, Het Wetboek van Strafrecht, hal. 43

Delik-Delik Adat

Dasar-dasar hukum delik adat


Beberapa definisi:
Delik : perbuatan yg tidak diperbolehkan dlm masya
(Van Vollen Hoven)
Delik : Sesuatu yg mengakibatkan kegoncangan dlm
neraca keseimbangan masya (Ter Haar)
So, Kegoncangan terjadi tidak hanya jika peraturan2
hukum dilanggar tapi juga norma2 kesusilaan, agama &
kesopanan dalam masyarakat

Segala yg bertentangan dg peraturan hukum adat mrpkn


perbuatan ILLEGAL & hukum adat mengenal upaya2 utk
memperbaiki hukum jika hukum itu diperkosa (Soepomo)

Soerojo Wignjodipoero berpendapat


Delik : suatu tindakan yg melanggar perasaan
keadilan & kepatutan yg hidup dlm masya, shg
menyebabkan terganggunya ketentraman
serta keseimbangan masya ybs guna
memulihkan kembali, maka terjadi reaksi2
adat
Jadi, hukum delik adat : keseluruhan hukum tdk
tertulis yg menentukan adanya perbuatan2
pelanggaran adat beserta segala upaya utk
memulihkan kembali keadaan keseimbangan
yg terganggu oleh perbuatan tsb

PERBEDAAN
Sistem Hukum Adat

Sistem Hukum Barat

-Istilah teoretisnya
Hukum pelanggaran
adat/hukum delik adat

-Istilah teoretisnya
hukum pidana

- Tidak membedakan lap


pidana & perdata
-Hanya mengenal satu
prosedur penuntutan oleh
petugas adat (kepala
adat/perskutuan)

-Ada pembedaan lap


pidana & perdata
-Mengenal beberapa
prosedur penuntutan

Hukum delik adat jg bersifat TERBUKA ?


Suatu perbuatan dipandang melanggar hukum tidak
harus ada ketentuan (norma) terlebih dulu
mengaturnya sebelum perbuatan itu dilakukan.

Jadi, indikatornya jika mengganggu keseimbangan


(equilibrium) dalam masy
Analogikan, sifat delik hukum pidana barat yg bersifat
TERTUTUP, yg hanya mengenal perbuatan pidana jika
sebelumnya perbuatan itu telah diatur. Selengkapnya
baca Pasal 1 Wetboek van Straafrecht (KUHP) yg
dikenal dg istilah asas legalitas

C. Berlakunya Delik Adat menurut KUHP


- Pra 1918 hukum delik adat berlaku di wil masing2
-Th 1918 berlaku WvS (KUHP) unifikasi hkm pidana
berdasar Pasal 1 WvS (asas legalitas), Nullum delictum
noela poena sine praevia lege poenali
Konsekuensinya: Pengadilan Negeri (Landraad) tdk dapat
lagi mengadili delik2 adat
-Ordonansi 9 Maret 1935 (S. 1935 No. 102), Pemrth
Hindia Belanda mengakui Hakim Perdamaian Desa
(dorprechter) yg dipertahankan Pmrth RI melalui UU
Darurat No. 1 Tahun 1951 yg berwenang memeriksa sgl
perkara delik adat tetapi tdk bersifat delik mnrt WvS
BAHKAN.

Bahkan thp delik WvS jika sanksi pidananya dianggap


tdk memenuhi rasa keadilan masya, dapat dilakukan
upaya2 adat utk memulihkan keseimbangan yg tergaggu
Ex: dlm delik Perkosaan walau tlh mendpt sanksi KUHP,
Hakim Perdamaian desa berwenang menghukum si
terpidana utk melakukan upaya2 adat spt minta maaf
scr adat, melaksanakan selamatan pembersih desa
dsb
-Th 1951 berdasar Pasal 5 ayat (3) UU Darurat
No.1Tahun 1951 terdapat pengakuan kembali bahwa
hukum yg hidup (hukum adat) dpt menjadi sumber
hukum pidana tertulis (WvS) selama tdk ada
padanan/kesamaan pengaturan dalam WvS

Delik Dalam Hukum Islam

Hal-hal yang mempengaruhi


pertanggungjawaban
pidana
Menjalankan Ketentuan Syariat

1.

Surat an-Nisa 105: sesungguhnya Kami telah turunkan kepadamu


Kitab (ini) dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau
menghukumdi antara manusia dengan (faham) yang Allah
tunjukkan kepadamu, dan janganlah engkau jadi pembela bagi
orang-orang yang berkhianat.

Surat an-Nisa 58: sesungguhnya Allah memerintahkan kamu


menunaikan amanat kepada yang berhak, dan (Ia perintahkan)
apabila kamu menghukum di antara manusia, supaya kamu
menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah menasehati kamu
dengan sebaik-baik perkara, karena sesungguhnya Allah itu adalah
maha mendengar lagi maha melihat.

2. Karena perintah jabatan


Syariat Islam memberi batasan tentang ketaatan terhadap uli alamri, artinya bagaimana ketaatan seseorang muslim diberikan
kepada pemimpinnya secara mutlak dan dalam hal bagaimana
ketaatan itu tidak diberikan.
Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk dalam hal-hal yang
maksiat kepada Allah.
Perintah taat kepada uli al-amri seperti dalam surat an-Nisa 59
(taatilah Allah, Rasul dan ulul amri kamu sekalian) dijelaskan oleh
hadis Nabi bahwa ketaatan itu hanya terbatas pada berbuat yang
ada ketentuannya dari al-Quran bukan untuk maksiat.

3. Keadaan Terpaksa
Paksaan adalah membawa manusia kepada sesuatu perkara yang
secara pasti perkara itu tidak dikehendakinya. Menurut ulama
Hanafiyah, ada empat syarat untuk dapat dikatakan terpaksa:
a.

Ancaman yang menyertai paksaan adalah berat, sehingga dapat


menghapuskan kerelaan, seperti membunuh, pukulan berat dan
sebagainya.

b.

Apa yang diancamkan adalah seketika yang mesti (hampir)


terjadi, jika orang yang dipaksa tidak melaksanakan keinginan si
pemaksa.

c.

Orang yang memaksa mempunyai kesanggupan untuk


melaksanakan ancamannya, meskipun dia bukan penguasa atau
petugas tertentu, sebab yang menjadi ukuran ialah kesanggupan
nyata.

3. Keadaan terpaksa
d. Pada orang yang menghadapi paksaan timbul dugaan kuat bahwa
apa yang diancamkan padanya benar-benar akan terjadi, kalau ia
tidak memenuhi tuntutannya.
e. Perkara yang diancamkan adalah perbuatan yang dilarang.
Hukuman dalam hal paksaan tidak harus bebas sama sekali karena ada
tanggungjawab dari orang yang memaksa.

4. Pembelaan Diri
Riwayat Imam Muslim:
Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata, Ya Rasulullah,
bagaimana pendapat Anda jika datang seorang laki-laki bermaksud
mengambil harta saya?. Rasulullah berkata, Janganlah engkau beri dia
hartamu. Laki-laki itu berkata lagi, Bagaimana pendapat Anda jika ia
menyerang saya?. Rasulullah menjawab, Seranglah dia. Laki-laki itu
berkata, Bagaimana seandainya saya yang terbunuh?. Rasulullah
menjawab, Engkau mati sahid. Laki-laki itu berkata lagi, Bagaimana
kalau dia kubunuh?. Jawab Rasulullah, Dia masuk neraka.
At-Taubah 111: sesungguhnya Allah telah membeli dari mukminin jiwa-jiwa
mereka, harta mereka dengan balasan bahwa baginya adalah surga, yaitu
hendaklah mereka berperang di jalan Allah lalu mereka membunuh dan
terbunuh sebagai suatu perjanjian yang benar tentang itu (yang tersebut)
dalam Taurat, Injil dan Al Quran, karena bukannya tidak ada yang
menyempurnakan janjinya lebih dari Allah. Lantaran bergembiralah dengan
perjanjian kamu yang kamu janjikan kepada-Nya, karena yang demikian
adalah kebahagian yang besar.

Berdasarkan argumentasi yang tertera dalam surat at-Taubat ayat 111,


maka pembunuhan yang dilakukan karena membela harta,
kehormatan, jiwa dan keluarganya dianggap pembunuhan yang
dihalalkan. Maka dari segi sanksi, pelaku pembunuhan dikategorikan
sebagai pengecualian dalam hukuman.
Adapun syarat-syarat pembelaan diri adalah sebagai berikut:
1.

Adanya serangan atau tindakan melawan hukum, serangan itu


harus perbuatan jarimah dan pelakunya tidak perlu dapat
dimintai pertanggunghawaban pidana, demikian pendapat Imam
Malik, sedang Abu Hanifah, bahwa pelaku harus dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana.

2.

Penyerangan harus terjadi seketika, sehingga tidak mungkin


dihindari kecuali harus dengan membalas.

3.

Tidak ada jalan lain dalam pembelaan diri kecuali harus


menyerang.

4.

Dalam pembelaan digunakan alat seperlunya, tidak berlebihlebihan.

Hal-hal..
5. Syubhat
Adalah sesuatu yang pada dasarnya tetap tetapi pada hakikatnya
tidak tetap. Dalam kaitannya dengan hukum pidana Islam, maka
perbuatan itu dianggap secara formil ada tetapi secara materil
tidak ada. Dasar dari pada pengecualian hukuman oleh karena
adanya syubhat, alah hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu
Adda, bahwa Rasulullah telah berkata: Hindari hukumanhukuman had dalam keserupaan (syubhat).
6. Unsur Pemaaf
Al-Baqarah 178

Anda mungkin juga menyukai