Anda di halaman 1dari 110

KEBIJAKAN

Program Imunisasi Nasional


&
Introduksi Vaksin Pentavalent dan Imunisasi Pada Anak Batita

DIREKTORAT SIMKARKESMA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Tujuan Program
Imunisasi

Menurunkan kesakitan &


kematian akibat Penyakitpenyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I)
Contoh PD3I : Polio, Campak, Hepatitis B,
Tetanus, Pertusis (Batuk Rejan), Difteri,
Pneumonia dan Meningitis

8 TUJUAN MDGs
TUJUAN 1 : MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN
KELAPARAN
TUJUAN 2 : MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
TUJUAN 3 : MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

TUJUAN 4 : MENURUNKAN KEMATIAN ANAK


SALAH SATUNYA DENGAN IMUNISASI
TUJUAN 5 : MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
TUJUAN 6 : MENGENDALIKAN HIV DAN AIDS, MALARIA
DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA (TB)
TUJUAN 7 : MENJAMIN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
TUJUAN 8 : MENGEMBANGKAN KEMITRAAN
PEMBANGUNAN DI TINGKAT GLOBAL
3

Landasan
Hukum
UU No 23 Tahun 2002
Tentang
Perlindungan Anak

Setiap anak berhak


memperoleh pelayanan
kesehatan dan
jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual
dan sosial

Landasan
Hukum
UU No 36 Tahun
2009
Tentang Kesehatan
Pasal 130
Pemerintah wajib
memberikan
imunisasi lengkap
kepada setiap bayi
dan anak

Pasal 132 (3)


Setiap anak berhak
memperoleh
imunisasi dasar
sesuai dengan
ketentuan yang
berlaku untuk
mencegah
terjadinya penyakit
yang dapat
dihindari melalui

Kebijakan Penyelenggaraan
Imunisasi
Penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah, swasta

dan masyarakat, dengan prinsip keterpaduan

Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan

melalui perencanaan program dan anggaran terpadu


(APBN, APBD, LSM dan masyarakat)

Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan

sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah


sulit secara geografis

Melaksanakan kesepakatan global: Eradikasi Polio,


Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal, Eliminasi
Campak Pengendalian Rubella dan mutu pelayanan
sesuai standar

Akselerasi Kegiatan Imunisasi

Dukungan pembiayaan pusat dalam penyediaan


vaksin dan logistik lain melalui APBN dan
tersedianya produsen vaksin di Indonesia (BF).
Adanya dukungan dana melalui BOK utk
operasional Puskesmas
Integrasi kegiatan Imunisasi dengan program
lain (Malaria, KIA, PDBK, P2KTP dan Gizi)
Komitmen International (seperti MDGs, Erapo,
MNTE, Eliminasi Campak) dan Nasional (RPJMNRenstra)
Pemerintah Daerah menyediakan dana
operasional termasuk pemeliharaan sarana
penyimpanan vaksin, distribusi maupun

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL JAMINAN KESEHATAN NASIONAL


Meliputi pelayanan promotif , preventiF ,
kuratif dan rehabilitatif
Pelayanan Promotif dan preventif berupa :
a. Penyuluhan kesehatan perorangan
b. Imunisasi dasar
c. Keluarga berencana
d. Skrining kesehatan

Sinergi kebijakan dan operasional


pusat & daerah
1.

Kesepakatan untuk mengakomodir kebijakan dan


strategi program Surveilans, Imunisasi, Karantina dan
Kesehatan Matra melalui pertemuan, koordinasi dan
evaluasi dengan provinsi/kab/kota secara berkelanjutan.

2.

Monev secara berjenjang dan berkelanjutan

3.

Penyiapan tenaga terlatih pada dinkes provinsi dan


kab/kota serta UPT

4.

Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan


masyarakat melalui kegiatan preventif dan promotif
Puskesmas melalui pemanfatan dana BOK (imunisasi
dan SKD /respon KLB).

Peran Daerah
Melaksanakan semua urusan sesuai dengan PP No. 38 thn

2007 termasuk urusan surveilans, imunisasi, karantina dan


kesehatan pelabuhan serta kesehatan matra secara
konsekuen dan penuh tanggung jawab.
Mencapai semua target kegiatan surveilans, imunisasi,

karantina dan kesehatan pelabuhan serta kesehatan matra


yg telah ditetapkan lingkup daerah masing masing
Membangun komunikasi dan jejaring kerja baik horisontal

maupun vertikal secara intensif, untuk mengoptimalkan


semua pelaksanaan program/kegiatan

Mengapa Imunisasi?
Upaya pencegahan
paling cost effective

selain dapat mencegah


penyakit bagi
diri sendiri tetapi juga dapat
melindungi orang
disekitarnya
Menggunakan vaksin
produksi dlm negeri
sesuai standar aman
WHO

Maturasi Perjalanan Program Imunisasi


1
Pravaksinasi

2
Cakupan
meningkat

3
Kepercayaan
hilang

4
Kepercayaan
pulih

Vaksinasi
berhenti

INCIDENCE

Penyakit

Cakupan
vaksinasi

Letupan penyakit

KIPI
MATURITY

5
Eradikasi

Eradikasi

Keberhasilan Imunisasi
di Indonesia
Eradikasi penyakit cacar tahun 1974
Eliminasi Maternal dan Neonatal Tetanus

di 3 regional (Jawa, Sumatera, Sulawesi,


Kalimantan dan Nusa Tenggara)
Tidak dijumpainya lagi kasus polio sejak
tahun 2006
Menurunnya angka kematian campak
Tgl 27 Maret 2014 Indonesia dinyatakan
bebas Polio

Goals
1.
2.
3.
4.

Mempertahankan Status Bebas POLIO


Eliminasi Campak Tahun 2018 dan reduksi Congenital
Rubella Syndrome 40% tahun 2019
Mencapai Eliminasi MNT 2015 dan mempertahankannya
Goal Cakupan Imunisasi
2018 cakupan nasional 2 dosis campak min 95%
2018 cakupan nasionalDTP3 >90% seluruh kab/kota >80%
2018 cakupan desa yg mencapai UCI min 90%
2018 cakupan Hepatitis B bayi baru lahir min 90%
2019 semua provinsi mencapai 80% akurasi data disemua

level (as measured by DQS)

5.
6.

2015 introduksi IPV di semua Provinsi,


2017 introduksi vaksin rubella di semua provinci
2016 membangun kebijakan imunisasi bagi semua
umur

I villages are villages that have achieved >80% fully immunized child coverage

Jenis Imunisasi Wajib (Permenkes No. 42


Th 2013)
Imunisasi Rutin
Imunisasi Dasar pada Bayi
Imunisasi Lanjutan pada:
Batita
- Wanita Usia Subur
Anak Usia Sekolah

Imunisasi Tambahan

Backlog Fighting
- Crash Program
PIN
- Sub PIN
Catch up Campaign Campak - ORI

Imunisasi Khusus

Meningitis Meningokokus
Yellow Fever
Anti Rabies (VAR)

Penyelenggaraan Imunisasi Wajib


(Permenkes No. 42 Th 2013)
Biaya operasional tanggung jawab Pemerintah

Daerah Kab/Kota
Penggerakan masyarakat tanggung jawab
Pemerintah Daerah
Pengelolaan limbah tanggung jawab Puskesmas
atau RS penyelenggara imunisasi

Pemantauan dan Evaluasi


(Permenkes No. 42 Th 2013)
Pemantauan dan Evaluasi: tanggung jwb bersama

Pemerintah dan Pemerintah Daerah, secara berkala,


berkesinambungan dan berjenjang, melalui:
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS),
Data Quality Self Assessment (DQS),
Effective Vaccine Management (EVM),
Supervisi Suportif,
RR KIPI,
RR Cakupan Imunisasi.

Pelaksana Pelayanan
Imunisasi (Permenkes No. 42
Th 2013)
Imunisasi dapat dilakukan oleh:
Dokter spesialis
Dokter
Bidan
Perawat
Tenaga terlatih

Harus ada standar pelayanan, SOP maupun standar

profesi
Adanya komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
lengkap tentang imunisasi sebelum pelaksanaan
imunisasi oleh tenaga kesehatan pelaksana
pelayanan

Peran Serta Masyarakat


(Permenkes No. 42 Th 2013)
Masyarakat termasuk swasta diharapkan berperan serta

dalam pelaksanaan imunisasi bekerja sama dengan


Pemerintah dan Pemerintah Daerah, melalui:
penggerakkan masyarakat;
sosialisasi imunisasi;
dukungan fasilitasi penyelenggaraan imunisasi;
relawan sebagai kader; dan/atau
turut serta melakukan pemantauan penyelenggaraan
imunisasi.

CARA KERJA VAKSIN

TUJUAN
DENGAN MASUKNYA ANTIGEN TERSEBUT

AGAR TUBUH MEMILIKI KEKEBALAN SPESIFIK


TERHADAP PENYAKIT TERTENTU YG
BERBAHAYA DAN MENGANCAM JIWA

Kebijakan Baru
Introduksi vaksin Pentavalen (DPT/HB/Hib)

yang menggantikan vaksin DPT/HB


Vaksin Hib diberikan untuk menurunkan angka

kesakitan, kematian, dan kecacatan bayi dan


balita akibat pneumonia dan meningitis
2013 dimulai di 4 Provinsi yaitu Jawa Barat, DIY,

Bali dan NTB 2014 Seluruh Indonesia


2015 tambahan 1 dosis IPV

Pemberian imunisasi lanjutan pada batita

(anak < 3 tahun) :


Imunisasi DPT/HB/Hib pada anak usia 11/2 thn
Imunisasi Campak pada anak usia 2 tahun

Kerangka Teori:
Continuum of Care

Lansi
a

Pelayanan
Kualitas
bagi anak
Degener
SMP/A &
asi
remaja
Pelayana
a
Kespro
m
n bagi
a
t
remaja
er
anak
SD
p
Konseling:
Pelayan
ari upan
h
Gizi
0 hid
0
an
bagi
HIV/AIDS,
10 ke
Penjaringan
balita
NAPZA
Pelayana
Bln dll
Persalin
Fe
n bagi
Imunisasi
an, nifas
Anak Sekolah
bayi
Pemeriks &
Upaya Kes

Pemantauan
aan
Sklh
neonatal
pertumbuhan
PMT &
Kehamila
Pelayan
perkembangan
n

ASI
eksklusif
PMT
an
Imunisasi
Imunisasi
PUS &
dasar
Booster
Inisiasi Menyusu Dini
P4K
WUS
lengkap
Konseling
Pelayanan
KB
PKRT

Buku KIA
ANC terpadu
Kelas Ibu Hamil
Fe & asam folat
PMT ibu hamil
TT ibu hamil

Vit K 1 inj
Pemberian
Imunisasi Hep B
Rumah Tunggu
makan
Kemitraan Bidan Dukun Penimbangan
Vit A
KB pasca persalinan
MTBS
PONED-PONEK

Imunisasi Dasar Lengkap


Anak < 1 Tahun
Pada tahap awal DTP-HB-Hib hanya
diberikan pada bayi yang belum
Hep B /
pernah mendapatkan imunisasi DPTHB.
Apabila
sudah
pernah
(HB) O
mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis
- BCG
pertama
atau
kedua,
tetap
- Polio 1
- DPT/HB/Hib 1
dilanjutkan
dengan
pemberian
- Polio 2
imunisasi DPT-HB sampai dengan
- DPT/HB/Hib 2
dosis ketiga.
- Polio 3
- DPT/HB/Hib 3
CAMPAK
- Polio 4
& IPV
0-7 hr
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan

9 Bulan

Imunisasi Lanjutan
Imunisasi DPT-HBHib pada usia 11/2
tahun dan CAMPAK
pada usia 2 tahun

DT
Campak

1 SD

- Td

2 SD

- Td

3 SD

BIAS
BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH

Sasaran dan Jadual


Pemberian Imunisasi Lanjutan
Umur

Jenis
Imunisasi

Interval minimun stlh imunisasi


dasar

18 bulan (1,5
tahun)

DPT-HB-Hib

12 bulan dari DPT-HB-Hib 3

Campak

6 bulan dari Campak dosis pertama

24 bulan (2 tahun)

- Imunisasi lanjutan diberikan pd batita yg tlh mendapat


imunisasi Campak, dan DPT-HB/ DPT-HB-Hib 3
(lengkap) pd masa bayi
- Upaya melengkapinya diupayakan bersamaan dengan
Bulan Vitamin A atau kegiatan lainnya

29

munisasi Lanjutan WUS


Pentavalen1

skrining

TT1

Status TT1 s.d TT5 :


Dihitung Sejak Imunisasi
Dasar Pada Bayi

Pentavalen 2

TT2

3 TAHUN
DT Kelas 1 SD

TT3

5 TAHUN
Td Kelas 2 SD

TT4

10 TAHUN
Td Kelas 3 SD

TT5

25 TAHUN

TT WUS

Lama perlindungan TT

Antibody Response to Tetanus Toxoid


Respons antibodi terhadap Tetanus Toxoid

20+ yr
10 yr
1 yr

3-5 yr

Immune

Non-immune

2 dosis wajib untuk perlindungan jangka pendek


Basis for Immunization
Immunological
>3
dosis
melindungi lebih lama (>5 tahun)
Module 3: Tetanus. Galazka A. WHO/EPI/GEN/93.13
5 dosis melindungi selama usia perempuan usia subur

Issue SAAT INI


Rendahnya format standart yang

tersedia dan penyimpanan data


Lemahnya pelaksanaan supervisi dan
umpan balik
Minimnya aturan tentang pelaporan dari
rumah sakit dan pelayanan swasta
Jumlah staff yang mendapatkan
pelatihan sangat kecil
Dokumentasi dan tindak lanjut hasil
pertemuan hanya sedikit dilakukan

Pencatatan & pelaporan


Pencatatan imunisasi : pencatatan hasil

kegiatan maupun data berkaitan dengan


kegiatan imunisasi
Pelaporan imunisasi kegiatan penyampaian
data hasil kegiatan yang diperlukan oleh unit
lebih atas.
Data pencatatan pelaporan meliputi: hasil
cakupan imunisasi, data logistik, data
inventaris peralatan imunisasi dan kasus KIPI
atau diduga KIPI.

Pelaksana Pencatatan dan


Pelaporan
Petugas kesehatan (bidan/perawat) di

posyandu / poskesdes / pustu / KIA.


Petugas imunisasi / koordinator imunisasi di
puskesmas.
Bidan/dokter di praktek swasta/klinik
bersalin.
Bidan/perawat di RS.

Jenis & Unit Pencatatan Imunisasi


Imunisasi rutin mencakup pelaksanaan

di unit/tempat pelayanan :

Poskesdes / Posyandu
Puskesmas pembantu
Sekolah dasar / sederajat
Unit pelayanan swasta ( RS, RB, BP, dll )
Puskesmas

Imunisasi tambahan (Backlog Fighting,


Crash Program, Akselerasi MNTE, Catch Up
Campaign, ORI (Outbreak Response
Immunization).

Mekanisme Pelaporan

Instrumen Pencatatan & Pelaporan


1. Posyandu/Pustu/Puskesmas :
Buku kohort bayi/ibu, buku KIA, buku
register WUS, KMS, format pelaporan
vaksin,ADS,dll
2. Unit Pelayanan Swasta/RS :

kartu/buku imunisasi, buku register


WUS/kohort ibu, format pelaporan
vaksin,dll
3. Sekolah : register anak sekolah, kartu
tetanus seumur hidup

Komplikasi
saat lahir
dicatat
disini

KOHORT BAYI

IDL

Format laporan TT WUS

Kebijakan menggunakan vaksin

..untuk Indonesia yang lebih sehat

Profil angka kematianHib di


seluruh dunia (WHO, 2009)
3 juta

kasus
penyakit
serius
386.000
kematian
anak per
tahun
WHO
2006

LATAR BELAKANG
Rekomendasi

Komite Ahli Penasihat Imunisasi


Nasional/Indonesian Technical Advisory Group on
Immunization (ITAGI) tahun 2010 vaksin Hib
diintegrasikan ke dalam program imunisasi nasional

menurunkan

angka kesakitan, kematian dan


kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia dan
meningitis.

WHO position paper on Hib conjugate vaccine 2006:


tidak adanya data surveilans tidak boleh menghambat
introduksi vaksin Hib dalam program imunisasi.1

TAG Imunisasi Indonesia 2007 & 2008:


merekomendasikan vaksin Hib untuk dimasukkkan ke
dalam program imunisasi dasar di Indonesia .16
TAG Imunisasi Indonesia 2010:
Integrasi vaksin Hib ke dalam program imunisasi nasional
akan menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan akibat pneumonia dan meningitis disebabkan
oleh Hib.
Upaya pemberian vaksin Hib akan membantu
mempercepat pencapaian Millenium Development Goal
4.16
Vaksin
DTP/HB/Hib
Cair

VAKSINASI HIB
Mencegah kematian

403.000 anak

per tahun ( Bellagio Child

Survival Study Group, Lancet 2003)

Hasil Penelitian Vaksin Hib di


Lombok 1998-2002
(Gessner,2005)
Vaksin Hib efektif

mencegah meningitis
Menghemat biaya
hingga 74 USD*
* DALY (Daily Adjusted Life Year)

DAMPAK
IMUNISASI

DUNIA
INDONESIA
MASYARAKAT
ANAK DI
SEKITARNYA

DIRI
SENDIRI

Infection
induced
Immunity

Maternal IgG
Breastfeedin
g IgA

Vaccinati
on

Intraveno
us Ig
Antitoxin
Injection

Tujuan Vaksinasi: individu?


Kelompok?

Tujuan Vaksinasi: Kelompok?

Tujuan Vaksinasi: Herd Immunity

When a critical portion of a community is immunized against a contagious disease, most


members of the community are protected against that disease because there is little
opportunity for an outbreak, even for children, pregnant women and immunocompromised
people. (Herd/Community Immunity)

Antibodies Secretion in Secondary Immune


IgM dan IgG
Response (e.g. Post-Vaccination)
IgM dengan titer dan
daya afinitas &
sedikit IgG

dengan titer
dan daya
afinitas lebih
tinggi

Penyakit yang direkomendasikan WHO untuk dicegah


dengan Imunisasi
Berdasarkan :

- perkembangan situasi
epidemiologi penyakit
(negara, regional, global)

Jenis
TBC

- ketersediaan sumber daya


(vaksin, tehnologi, dana,dll)

Negara
semua negara, kec. Belanda, USA

Difteri, Pertusis, Tetanus


Campak, Polio, Hepatitis B

semua negara

Yellow fever

Sub Sahara Afrika

Japanese encephalitis

Jepang,Thailand,Korea,

Meningitis

Afrika, Timur Tengah

Hemophilus Influenzae type B


Amerika Utara, Eropa, Afrika,
Australia, Asean termasuk Indonesia

Top Ten Countries by Number of Unimmunized for DTP3


in 2011

Penurunan penyakit menular


setelah program imunisasi di A.S
Nama penyakit
Difteri
Campak
Gondongan
Batuk rejan
Polio
Rubella
C Rubella Sind
Tetanus
Invasiv HiB

Total

Jumlah kasus
maksimum (th)
206.939 (1921)
894.134 (1941)
152.209 (1968)
265.269 (1952)
21.269 (1952)
57.686 (1969)
20.000 (1965)
1560 (1984)
20.000 (1981)

1.693.066

Laporan th 1999

Perubahan(%)

1
86
352
6031
0
238
3
33
33

-99.99
-99.99
-99.76
-97.63
--100.00
-99.58
--99.98
-97.99
-99.83

6.777

-99.58

Presentasi Fisik
Produk

Saran penyimpanan

Komposisi vaksin

Dimension

Flipp of

Blister
Automat
ed
secondar
y
packagin
g

Tutup flip of

Segel alumunium

Vaccine Vial Monitor (VVM) :


Jaminan mutu penyimpanan
vaksin

KEMASAN
Dus @ 10 vial @ 0,5 mL ( 1
dosis)
Dus @ 10 vial @ 2,5 mL ( 5
dosis)
Dus @ 10 vial @ 5 mL (10
dosis)

Dikemas dalam blister plastik

Vaksinasi Hib sudah dilakukan di


177 negara tahun 2011

Resume hasil uji klinis


Uji klinis

Tahap I

Seroprotek >96.5%
si Hib

Tahap II
>98.1%

Tahap III
(n=600)
>99.3%

Untuk respon imun D, T, P dan HB tidak inferior


dibandingkan dengan DTP/HB
Kesimpulan:
Vaksin imunogenik dan aman untuk digunakan dalam
program imunisasi pada bayi

Keunggulan Pentabio
1. Five in One dalam sediaan
2.
3.
4.
5.

likuid
Hemat biaya dan syringe
Menurunkan angka drop out
Produk dalam negeri
Imunogenitas optimal dan teruji

EFEK SAMPING
Jenis dan angka kejadian reaksi
simpang yang berat tidak
berbeda secara bermakna
dengan vaksin DTP, Hepatitis B
dan Hib yang diberikan secara
terpisah.

Untuk DTP, reaksi lokal dan sistemik


ringan umum terjadi.
Beberapa reaksi lokal sementara seperti
bengkak, nyeri dan kemerahan pada
lokasi suntikan disertai demam dapat
timbul dalam sejumlah besar kasus.
Kadang-kadang reaksi berat seperti
demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan
menangis dengan nada tinggi dapat
terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.

Episode hypotonic-hyporesponsive
pernah dilaporkan. Kejang demam
telah dilaporkan dengan angka
kejadian 1 kasus per 12.500 dosis
pemberian.
Pemberian asetaminofen pada saat
dan 4-8 jam setelah imunisasi
mengurangi terjadinya demam.

KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi dosis pertama DTP ;
kejang atau gejala kelainan otak
pada bayi baru lahir atau kelainan
saraf serius lainnya
Kontraindikasi absolut dosis berikutnya:
Hipersensitif terhadap komponen
vaksin, atau reaksi berat terhadap
dosis vaksin kombinasi sebelumnya
atau bentuk-bentuk reaksi sejenis
lainnya.

PENYIMPANAN
Vaksin DTP-HB-Hib harus disimpan dan ditransportasikan
pada suhu antara +20C dan +80C.
Vaksin DTP-HB-Hib TIDAK BOLEH DIBEKUKAN.

Vaksin dari kemasan vial dosis ganda yang sudah diambil


satu dosis atau lebih dalam satu sesi imunisasi, dapat
digunakan untuk sesi imunisasi berikutnya selama
maksimal sampai 4 minggu, jika kondisi berikut
terpenuhi :

Tidak melewati batas kadaluarsa

Vaksin disimpan dalam kondisi rantai dingin yang


tepat

Tutup vial vaksin tidak terendam air

Semua dosis diambil secara aseptis

Jika VVM tidak mencapai discard point

Jadwal Kemenkes 2013


Imunisasi
DPT-HB-Hib

Usia

Interval
minimum

Dasar

2-3-4 bulan

Lanjutan
(Booster)

1,5 tahun (18 12 bulan dari


bulan)
DPT-HB-Hib3

KESIMPUL
AN
Imunisasi merupakan upaya paling efektif mencegah
dan memutuskan rantai penularan penyakit
berbahaya dan berkontribusi besar pada upaya
penurunan kematian anak MDGs Goal 4 dan 5
Penyelenggaraan program imunisasi harus
dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan
Introduksi vaksin baru (Vaksin Pentavalen) dilakukan
dalam rangka menurunkan angka kesakitan,
kematian, dan kecacatan bayi dan balita akibat
pneumonia dan meningitis

Terima Kasih

74

Selamat menggunakan vaksin

..untuk Indonesia yang lebih sehat

Update in Pertussis

Maturasi Perjalanan Program Imunisasi


1
Pravaksinasi

2
Cakupan
meningkat

3
Kepercayaan
hilang

4
Kepercayaan
pulih

Vaksinasi
berhenti

INCIDENCE

Penyakit

Cakupan
vaksinasi

Letupan penyakit

KIPI
MATURITY

5
Eradikasi

Eradikasi

Kejadian Ikutan Pasca


Imunisasi (KIPI)
Semua kejadian medis yang terjadi

setelah imunisasi
Dapat berupa reaksi vaksin, reaksi
suntikan,
kesalahan
prosedur
ataupun
koinsidens
sampai
ditentukan adanya hubungan kausal

Serious aef (SAE)


= KIPI SERIUS
Setiap kejadian medis yang tidak

diinginkan
terjadi setelah pemberian imunisasi,
menyebabkan rawat inap, kecacatan yang
menetap, mengancam kehidupan atau
kematian.

REAKSI SIMPANG IMUNISASI/


KIPI
(ADVERSE EVENTS FOLLOWING IMMUNIZATION)

Potensi vaksin

Efek farmakologi
Efek samping
Interaksi obat
Intoleransi
Reaksi idiosinkrasi

Kepekaan thd unsur vaksin

Berlatar belakang genetik


Reaksi alergi thd protein telur, antibiotik, bahan
preservatif, unsur lain yg terkandung dalam
vaksin

Bukan efek langsung vaksin

Kesalahan teknik pembuatan, pengadaan,


distribusi & penyimpanan vaksin
Kesalahan prosedur & teknik pelaksanaan
vaksinasi
Semata-mata kebetulan

Kipi yang harus


dilaporkan
Semua KIPI
KIPI NON SERIUS
Non Serius: form bulanan bersama
dengan
laporan cakupan bulanan imunisasi

KIPI SERIUS
menyebabkan rawat inap
kecacatan yang menetap
mengancam kehidupan atau kematian

form lengkap

KIPI yang harus


diinvestigasi
KIPI yang terjadi pada sekelompok anak

yang diimunisasi di suatu tempat (cluster)

KIPI serius yang menyebabkan:


perawatan RS
kecacatan yang menetap
kematian

Menimbulkan kekhawatiran orang tua dan

masyarakat

Tindak lanjut
Penanganan kasus (sederhana sulit):

diagnosis, pengobatan, kapan merujuk


kasus berat
Komunikasi dg orang tua & anggota
masyarakat untuk meredakan kecemasan
Pelaporan : KIPI berat harus segera
dilaporkan & pd saat yg sama dilakukan
investigasi
Melakukan perbaikan apabila sudah
dideteksi apa yg harus dilakukan
Koreksi thd masalah logistik, pelatihan,
supervisi

Peran BPOM
Penanganan laporan KIPI dari segi produk

(keamanan vaksin)
Tindak lanjut regulatori vaksin program
rekomendasi dari Kemenkes hasil analisa
kausalitas KOMNAS PP KIPI
Uji Laboratorium bila diperlukan

86

KIPI YANG MEMERLUKAN SAMPLING


DAN PENGUJIAN

1. KIPI serius dgn sebab yg


tidak dapat dijelaskan
2. KIPI yg diduga
berhubungan dgn
vaksin
3. KIPI berkelompok
(cluster).

Jenis Uji Yang Dilakukan:

STERILITAS
TOKSISITAS

Untuk
memastika
n mutu
vaksin
penyebab
KIPI

Tindak Lanjut Hasil Pengujian Vaksin


Hasil Pengujian oleh Badan POM dikirimkan ke

P2PL (Program Imunisasi) dan KOMNAS PP KIPI


Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
analisa kausalitas oleh KOMNAS PP KIPI

KOMNAS PP KIPI
MEMBERIKAN REKOMENDASI
KEPADA BADAN POM RI
MELALUI P2PL KEMENKES RI
(PROGRAM IMUNISASI) UNTUK
TINDAK LANJUT TERHADAP
VAKSIN APABILA DIPERLUKAN

Introduksi vaksin
PENTAVALEN (DPTHB-Hib)

KIPI VAKSIN PENTAVALEN


(DPT-HB-Hib) BERDASARKAN
LITERATUR
Vaksin Hib ditoleransi dengan baik
Reaksi lokal dalam 24 jam : nyeri pada lokasi

suntikan yang ringan dan sementara. Reaksi ini


akan sembuh dalam 2 3 hari.
Reaksi sistemik ringan : demam, jarang terjadi.
Reaksi berat lainnya sangat jarang terjadi
Karena merupakan vaksin kombinasi dengan
DPT-HB maka efek simpang yang terjadi seperti
efek simpang vaksin DPT-HB pada umumnya

Hasil clinical trial


vaksin Pentabio
(DPT-HB-Hib)

KEAMANAN VAKSIN Hib


Semua vaksin Pentabio dapat

ditoleransi dengan baik


Tidak ada perbedaan rate reaksi lokal
dan reaksi sistemik antar batch vaksin
Tidak ditemukan KIPI serius yang
berhubungan dengan vaksin

Kesimpulan clinical trial


pentabio
Vaksin Pentabio terbukti memiliki imunogenesitas yang baik

Vaksin Pentabio terbukti aman

Pentabio dapat digunakan sebagai subtitusi vaksin


Quadrivalen yang sudah ada selama ini berdasarkan profil
keamanan vaksin, dan respon antibodi terbentuk secara
optimal setelah pemberian tiga dosis

PMS Vaksin Pentavalen


Sesudah vaksin DPT-HB- Hib dipakai

maka Komnas PP KIPI, bekerja sama


dengan Subdit Imunisasi, Dinkes
Provinsi akan melakukan Post Marketing
Surveillance di 4 Provinsi yang
melakukan introduksi vaksin baru.
Tujuan : menilai keamanan vaksin baru

di lapangan

Performa surveilans
kipi ProvINSI
Prov. DIY (6kab/kota) dan Jabar (5 Kabupaten)

sudah melaksanakan upaya penguatan


surveilans KIPI sejak tahun 2011 dengan hasil
yang sangat baik
Laporan KIPI mulai dari tingkat pelayanan

telah diterima secara berjenjang sampai ke


tingkat pusat
2013 dikembangkan ke Prov. Sumbar

Evaluasi kipi 2012


& 2013

Total Report Serious AEFI 2012

163

.
Total Report Serious AEFI 2013 14

Laporan KIPI Non Serius dan Serius


Tahun 2012

98

SERIOUS AEFI CASES BY


PROVINCES 2012

SERIOUS AEFI CASES BY SERVICES


2012

SERIOUS AEFI CASES BY


VACCINATOR 2012

SERIOUS AEFI CASES BY


ANTIGEN 2012

Field Classfication

ClassficationCausality

AEFI REPORT Location Immunization


Services 2012

LAPORAN KIPI NON SERIUS


Januari September 2013

106

SERIOUS AEFI CASES 2013

Kesimpulan
KIPI adalah risiko program imunisasi
Pelaksanaan imunisasi yang baik akan

mengurangi KIPI

Diperlukan pengetahuan imunisasi yang

mendalam

Penanganan KIPI yang baik dan

komprehensif akan menunjang program


imunisasi yang baik pula

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai