Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang


termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang
seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Keadaan penduduk yang
demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diperlukan untuk
mempertahankan tingkat tertentu kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan
dengan program Keluarga Berencana (KB). Program KB adalah bagian yang terpadu
(integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk ikut serta
menciptakan kesejahteraan penduduk Indonesia,untuk mencapai keseimbangan yang
baik.
Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak dalam
mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Program KB yang didasarkan pada Undang
- undang Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
perkembangan keluarga kecil sejahtera yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan. Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan tujuh
misi gerakan KB Nasional yaitu memberdayakan masyarakatmenggalang kemitraan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, kemandirian dan ketahanan keluarga,
meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, mewujudkan
kesetaraan gender melalui program KB, meningkatkan upaya pemberdayaan wanita
dalam program KB, mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas sejak
pembuahan, serta menyediakan data dan informasi dalam skala mikro.
Syarat untuk memilih metode kontrasepsi adalah aman, dapat diandalkan,
sederhana, murah, dan dapat diterima oleh orang banyak dan pemakaian jangka
panjang, walaupun sampai saat ini belum ada alat kontrasepsi yang benar – benar 100
% sempurna.
IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi modern yang telahdirancang
sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya),

Page 1 of 18
diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan
menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus. Keunggulan IUD antara lain efektifitas
tinggi, yaitu 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama pemakaian,
tidak ada 4 efek samping hormonal, pada umumnya aman dan efektif, dapat digunakan
hingga menopause.
IUD hanya memiliki angka kegagalan 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan
selama satu tahun pertama penggunaan dan sangat efektif sampai 10 tahun serta
membutuhkan biaya yang ekonomis.[ CITATION Per13 \l 1057 ]
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dari medicated IUD?
2. Bagaimana landasan hukum medicated IUD?
3. Apa pengertian dari medicated IUD?
4. Apa tujuan pemasangan medicated IUD?
5. Apakah jenis-jenis dari medicated IUD?
6. Apa syarat atau indikasi pemasangan medicated IUD?
7. Siapa saja sasaran dari pemasangan medicated IUD?
8. Bagaimana cara kerja kontrasepsi medicated IUD?
9. Apa saja keuntungan dari pemakaian kontrasepsi medicated IUD?
10. Apa saja kelemahan dari pemakaian kontrasepsi medicated IUD?
11. Apa kontraindikasi dari kontrasepsi medicated IUD?
12. Apa komplikasi yang akan muncul dari pemakain kontrasepsi medicated
IUD?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pemakaian dan cara kerja kontrasepsi medicated IUD.
1.3.2 Tujuan Umum
Agar para pembaca mengetahui tentang kontarsepsi medicated IUD serta cara
kerja kontrasepsi medicated IUD tersebut.

Page 2 of 18
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH

Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau IUD mempunyai sejarah


perkembangan yang sangat panjang sebelum generasi III dengan keamanan,
kefektivitas, dan penyulit yang tidak terlalu besar. Sejarah abad masa lalu, walaupun
tidak tercatat dengan baik, menunjukkan bahwa kafilah dagang “bangsa Arab”
mempraktekkan penggunaan AKDR pada unta-unta mereka. Jika melakukan perjalanan
jauh dalam kegiatan perdagangannya, meraka memasukkan batu-batu ke dalam rahim
untanya.

Periode abad selanjutnya mencatat keberhasilan Ricard Richter pada tahun 1909
di Jerman mengujicobakan penggunaan AKDR pada manusia. AKDR yang digunakan
merupakan cincin catgut ulat sutera yang mempunyai kawat nikel dan tembaga yang
menjulur keluar melalui serviks. Tahun 1920-an Grafenberg mengganti cincin catgut
dengan cincin berlapis emas atau perak. Tidak lama berselang (1934) Ota di Jepang
menambahkan struktur pendukung cincin AKDR yang berlapiskan emas atau perak
untung mengurangi angka ekspulsi. Selama berlangsung perang dunia kedua, filosofi
politik Jepang dan Nazi mengeliminasi penggunaan AKDR. Baru pada tahun 1959
Oppenheimer menggerakkan kembali penggunaan dengan berbagai macam bentuk
pengembangan IUD.

Perkembangan seterusnya pada tahun 1960 melahirkan AKDR berbentuk


“Loop” hasil karya Jack Lippes. Kemudian berturut-turut tahun 1968-1969, Zipper
menambahkan Cu (tembaga) dan Diye dan Clewee (Amerika) menggunakan progestis
sebagai bahan anti fertilitas. Penelitian untuk mendapatkan jenis AKDR yang paling
efektif, dan aman dipakai masih terus berlangsung hingga sekarang.

2.2 KEBIJAKAN / LANDASAN HUKUM

Untuk memecahkan permasalahan kependudukan melalui pendekatan hukum.


Rebecca J. Cook telah mengemukakan 3 (tiga) model cara pendekatan dalam
menjelaskan peranan hukum dalam menangani permasalahan kependudukan yaitu :

Page 3 of 18
1. "The Family Planning Model" ;
2. "The Population Control Model";
3. "The Economic Development Model".
(Rebecca J. Cook, 1973:86)
"The Family Planning Model" juga dikenal dengan model Keluarga Berencana, yaitu
suatu model pendekatan yang berkaitan dengan penyediaan perawatan kesehatan
berupa alat-alat kontrasepsi atas dasar suka rela dan pelayanan kesehatan ibu dan anak-
anak. Pendekatan ini selanjutnya dijelaskan oleh Kingsley Davis bahwa Keluarga
Berencana (selanjutnya disingkat KB) merupakan istilah lain bagi kontrasepsi, karena
pendekatan-pendekataan yang digunakan dalam pelayanan KB berakibat membatasi
jumlah kelahiran. (Sembiring1985 : 152)
Di Indonesia dasar-dasar kebijaksanaan kependudukan melalui pendekatan KB
tersebut dapat ditemukan dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN
yang menyebutkan bahwa : "Agar Pembangunan ekonomi dan peningkatan kese
jahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, harus disertai dengan pengaturan
pertumbuhan jumlah penduduk melalui program KB, yang muntlak harus dilaksanakan
dengan berhasil karena kegagalan pelaksanaan KB akan mengakibatkan hasil usaha
pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan
datang".
Dalam perkembangannya kemudian dibentuk Badan Koordinasi Keluarga
Berencana (selanjutnya disingkat BKKBN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8
tahun 1970 tentang Pembentukan Badan Koordinasi KB, yang kemudian diperbaharui
dengan Keputusan Presiden No.109 Tahun 1993, bertanggung jawab untuk
mengkordinir semua kegiatan program KB yang utamanya bertujuan untuk
mengendalikan laju pertambahan penduduk melalui penurunan angka atau jumlah
kelahiran dengan menggunakan alat Kontrasepsi.
Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut, beberapa peraturan perundang-
undangan telah dikeluarkan, khususnya dalam rangka memecahkan permasalahan ke-
pendudukan dan KB di Indonesia diantaranya ialah :
1. Dikeluarkannya Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, (Lembaran Negara

Page 4 of 18
tahun 1992 nomor 35 dan Tambahan Lembaran Negara nomor 3475);
(selanjutnya disingkat UU No.10 Th.1992).
2. Dikeluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehataan
(Lembaran Negara tahun 1992 nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
No.3495) ; (selanjutnya disingkat UU No. 23 Th.1992). (Sariono,2005)

2.3 PENGERTIAN

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi yang
berarti pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan,
sehingga kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara
mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi
pertemuan sel telur dengan sel sperma (Sari, 2016).
Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang
sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya),
diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan
menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus (Hidayati, 2009).
Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat
dari plastic yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormone
dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani,
2010).
IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polythyline), ada yang dililit tembaga
(Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang dililit dengan tembaga bercampur perak
(Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormon progesterone. (Kusmarjati,
2011).
Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi (minimal 3-5
tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak dan keluarga. Kontrasepsi
yang dapat digunakan pada pasca persalinan dan paling potensi untuk mencegah mis
opportunity berKB adalah Alat Kontrasepsi Dalam rahim (AKDR) atau IUD pasca
plasenta, yakni pemasangan dalam 10 menit pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir
(atau sebelum penjahitan uterus/rahim pada pasca persalinan dan pasca keguguran di
fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan terus diberikan penyuluhan

Page 5 of 18
pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang setelah bersalin atau keguguran, pulang
ke rumah sudah menggunakan salah satu kontrasepsi. [ CITATION Sar16 \l 1057 ]
2.4 TUJUAN

Tujuan menggunakan kontrasepsi adalah untuk menjarangkan kelahiran,


mengendalikan jumlah anak, dan untuk kesehatan reproduksi wanita. Serta mencapai
keluarga yang sejahtera.[ CITATION Maj13 \l 1057 ]

2.5 JENIS ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM


Pada saat ini berbagai macam AKDR yang telah dikembangkan mulai dari generasi
pertama yang terbuat dari benang sutera dan metal (stainless steel, perak dan tembaga)
sampai pada generasi plastik (polietilen) baik yang ditambahi obat (medicated) maupun
yang tidak (unmedicated). Berdasarkan bentuknya :
1. Bentuk terbuka (open device)
Misalnya : Lippes Loop, Cu-T, Cu 7, Margulies, Spring Coil, Multiload, Nova-
T dan lainnya
2. Bentuk tertutup (closed device)
Misalnya : Ota Ring, Antigon, Grafenberg ring, Hall – Stone ring dan lainnya.
Berdasarkan tambahan metal atau medikasi :
1. Medicated AKDR
Misalnya : Cu-T 200, Cu-T 220, Cu-T 300, Cu-T 380A, Cu-7, Nova-T, ML-Cu
250, 375, Progrestasert dan lainnya.
2. Unmedicated AKDR
Misalnya : Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon dan lainnya.

Menurut Arum (2011) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah sebagai berikut:
2.1 IUD CuT-380 A
Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
2.2 IUD lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Menurut Hartanto (2008) IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari
jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T
380:
A. Multiload 375 dan Nova-T.

Page 6 of 18
a. Lippes Loop IUD
Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada
bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio
opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.
Menurut Proverawati (2010) IUD Lippes Loop bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang
berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops
adalah sebagai berikut:
Macam Loop Panjang Berat Warna Benang
LL A 22.5 cm 290 mg Hitam
LL B 27.5 cm 526 mg Biru
LL C 30.0 cm 615 mg Kuning
LL D 30.0 cm 709 mg Putih
IUD jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik
(Proverawati, 2010).
b. Cu T 380 A IUD Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk
huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang
tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian
tengahnya masing-masing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas
permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian
melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah
dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan untuk
mengeluarkan IUD.
c. Multiload 375
IUD Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai
luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2 kawat halus tembaga
yang membalut batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada tiga
jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. Bagian lengannya
didesain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan
terjadinya ekspulsi.
d. Nova – T IUD

Page 7 of 18
Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagian
lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka
pada jaringan setempat pada saat dipasang.

e. Cooper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai
luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga
halus pada jenis Copper-T [ CITATION Sar16 \l 1057 ]

2.6 SYARAT / INDIKASI

Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan IUD adalah sebagai berikut:
1. Usia reproduktif
2. Keadaan multipara
3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi
5. Tidak menyusui bayinya
6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
7. Risiko rendah dari IMS
8. Tidak menghendaki metode hormonal
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari[ CITATION Dar03 \l
1057 ]
2.7 SASARAN
1. Wanita yang telah mempunyai anak hidup satu atau lebih.
2. Wanita yang ingin menjarangkan kehamilan.
3. Wanita yang tidak ingin hamil lagi namun menolak cara kontrasepsi mantap
(Kontap), biasanya digunakan AKDR yang masa pakainya cukup lama.
4. Wanita yang mempunyai kontra indikasi terhadap pemakaian kontrasepsi
hormonal (sakit jantung, hipertensi, penyakit hati).
5. Wanita berusia diatas 35 tahun, dimana kontrasepsi hormonal dapat kurang
menguntungkan.[ CITATION Sar16 \l 1057 ]

Page 8 of 18
2.8 CARA KERJA
Mekanisme kerja yang pasti dari kontrasepsi IUD belum diketahui. Ada
beberapa mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan :
1. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri sehingga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping itu, dengan
munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel mononuklear
dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lisis dari spermatozoa atau ovum dan
blastokista.
2. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya
implantasi.
3. Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi.
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.[ CITATION Dar03 \l
1057 ]
Menurut Saifuddin, dkk (2006) cara kerja pemasangan IUD adalah sebagai
berikut:
1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falofii.
2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD
membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4. Memungkinkan utnuk mencegah implantasi telur dalam uterus. [ CITATION
Sar16 \l 1057 ]

2.9 WAKTU PEMASANGAN


Dalam pemasangan ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan oleh
tenaga medis yang memasang. Dimana IUD dapat dipasang dalam keadaan
berikut :
1. Sewaktu haid sedang berlangsung. Dimana dilakukan pada hari – hari pertama
atau pada hari – hari terakhir haid.
Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah :

Page 9 of 18
a. Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak terbuka dan
lembek.
b. Rasa nyeri tidak seberapa keras.
c. Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa dirasakan.
d. Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak ada.
Kerugian IUD pada waktu haid sedang berlangsung antara lain:
a. Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan dilakukan saat haid.
b. Dilatasi canalis cervikal adalah sama pada saat haid maupun pada saat mid -
siklus (Hartanto, 2010).
2. Sewaktu pasca salin. Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu
seminggu setelah bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya IUD
ditangguhkan sampai 6 - 8 minggu postpartum oleh karena jika pemasangan
IUD dilakukan antara minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya
perforasi atau ekspulsi lebih besar.
3. Sewaktu post abortum. Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh
karena dari segi fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi,
septic abortion merupakan kontraindikasi.
4. Beberapa hari setelah haid terakhir. Dalam hal yang terakhir ini wanita yang
bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum IUD dipasang. Sebelum
pemasangan IUD dilakukan, sebaiknya diperlihatkan kepada akseptor bentuk
IUD yang dipasang, dan bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah
terpasang. Dijelaskan bahwa kemungkinan terjadinya efek samping seperti
perdarahan, rasa sakit, IUD keluar sendiri.[ CITATION Sari05 \l 1057 ]
2.10 Faktor-Faktor dalam Pemilihan
1. Faktor Predisposisi
a. Umur
Berdasarkan penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009)
diperoleh bahwa sebagian besar responden yang memakai kontrasepsi
(65,7%) berumur 20-35 tahun. Hasil analisis hubungan antara umur
responden dengan pemakaian kontrasepsi IUD dan Non-IUD diperoleh
bahwa responden berumur > 35 tahun (68,6%) memakai IUD lebih besar
dibandingkan dengan non-IUD (31,4%). Dengan demikian dapat diketahui

Page 10 of 18
bahwa ada hubungan antara umur dan pemilihan kontrasepsi, responden
yang berumur > 35 tahun berpeluang 3,23 kali dibandingkan dengan
responden yang berumur 20-35 tahun, hal ini disebabkan responden yang
berumur > 35 tahun menggunakan kontrasepsi dengan tujuan mengakhiri
kesuburan, karena mereka sudah mempunyai anak sesuai dengan yang
diinginkan keluarga, sehingga tidak ingin menambah anak lagi.

b. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya
datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang
disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa,
elektronik (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau
menolak inovasi. Menurut Roger (1983) dalam Notoatmodjo (2007), prilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Roger mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi
proses berurutan, yaitu :
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek
mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun
melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui
penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan

Page 11 of 18
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan prilaku
individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian
atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan tentang KB IUD merupakan salah satu aspek penting
ke arah pemahaman tentang alat kontrasepsi tersebut. Seseorang akan
memilih KB IUD jika ia banyak mengetahui dan memahami tentang KB
IUD (BKKBN, 2002). Menurut penelitian Ekarini (2008), bahwa analisis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan KB di Kecamatan Selo
Kabupaten Bayolali adalah pengetahuan berpengaruh terhadap pemilihan
KB (OR = 18.712) artinya jika pengetahuan ibu semakin baik maka peluang
responden 18,712 kali untuk memilih kontrasepsi jika dibandingkan dengan
ibu dengan pengetahuan buruk.
c. Jumlah anak
Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri
dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang
dimilikinya. Diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih
banyak, kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan
daripada pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit. Berdasarkan hasil
wawancara, akseptor mengatakan bahwa jumlah anak yang banyak
menentukan akseptor untuk memilih alat kontrasepsi IUD.
BKKBN (2002) menerangkan bahwa yang dimaksud keluarga kecil
adalah keluarga yang jumlah anaknya paling banyak dua orang. Sedangkan
keluarga besar adalah suatu keluarga dengan lebih dari dua orang anak.
2. Faktor Pendukung
a. Keamanan alat kontrasepsi IUD
Salah satu keuntungan dari alat kontrasepsi IUD adalah Meningkatkan
kenyamanan hubungan suami-istri karena rasa aman terhadap risiko
kehamilan (Bari, 2006)
b. Ketersediaan alat kontrasepsi IUD

Page 12 of 18
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ketersediaan alat
kontrasepsi IUD dari pemerintah seperti adanya KB safari sangat membantu
masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
c. Tempat pelayanan KB
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa tempat pelayanan KB
terdekat akan menentukan ibu untuk memilih alat kontrasepsi IUD, akseptor
menjelaskan bahwa jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan
KB akan memudahkan ibu untuk berkonsultasi dan kontrol ulang.
3. Faktor Pendorong
a. Petugas kesehatan
Hasil penelitian Wiadnyana (1995), menemukan adanya hubungan
antara sikap petugas dengan pemanfaatan pelayanan kontrasepsi IUD.
Wiadnyana menyarankan agar petugas kesehatan perlu lebih interest
terhadap upaya pemberian pelayanan kontrasepsi IUD dalam upaya
memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat.
b. Media informasi
Media informasi merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat dari si penerima.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa dengan media informasi baik dari
televisi, majalah, radio maupun dari penyuluhan merangsang ibu untuk
memilih alat kontrasepsi IUD.
c. Biaya pemasangan
Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini
disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang
diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun
jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari
KB suntik atau pil, tetapi kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang
harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya
setiap kali pasang, mungkin IUD terlihat jauh lebih mahal. Tetapi kalau
dilihat masa/jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus
dikeluarkan untuk pemasangan IUD akan lebih murah dibandingkan KB

Page 13 of 18
suntik ataupun pil. Untuk sekali pasang, IUD bisa aktif selama 3 - 5 tahun,
bahkan seumur hidup/sampai menopause. Sedangkan KB Suntik atau Pil
hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang artinya untuk
mendapatkan efek yang sama dengan IUD, seseorang harus melakukan 12-
36 kali suntikan bahkan berpuluh-puluh kali lipat (Saifuddin, 2003).
d. Dukungan suami
Keputusan mencari pelayanan kesehatan merupakan hasil jaringan
interaksi yang kompleks. Menemukan proses pengambilan keputusan dan
pola komunikasi yang relevan bukanlah masalah yang sederhana. Keputusan
mencari pelayanan kesehatan dapat dibuat oleh wanita itu sendiri, atau oleh
suaminya, tokoh masyarakat desa, dan/atau anggota keluarga atau
masyarakat lainnya.
Berbagai budaya mendukung kepercayaan bahwa pria mempunyai hak
dari fertilitas istri mereka. Di Papua New Guinea, wanita tidak dapat
membeli kontrasepsi tanpa persetujuan suami. Di Turki, hukum
mensyarakatkan persetujuan pasangan bila ingin melaksanakan kontrasepsi
bedah, dan persetujuan suami diperlukan bila istri menginginkan aborsi. Di
Nigeria sudah lazim apabila wanita tidak dapat menerima kontrasepsi tanpa
ijin suami. Di Ethipia, Asosiasi Bimbingan Keluarga mensyarakatkan suami
untuk menandatangani formulir persetujuan agar istri dapat memperoleh
kontrasepsi.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa suami mempunyai pengaruh yang
kuat dalam penerimaan kontrasepsi oleh istri dan keterbatasan metode
menimbulkan hambatan bagi wanita untuk berkontrasepsi.
Lebih rinci lagi pada hasil penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati
(2009), menunjukkan adanya hubungan antara dukungan suami dengan
pemilihan IUD. Responden yang mendapat dukungan suami, mempunyai
peluang memilih IUD 41 kali dibandingkan responden yang tidak mendapat
dukungan suami. Dukungan suami merupakan faktor yang paling dominan
dalam memilih alat kontrasepsi.

Page 14 of 18
2.11 Keuntungan Pemasangan IUD
Menurut Saifudin (2010), Keuntungan IUD yaitu:
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi. Sangat efektif → 0,6 - 0,8
kehamilan / 100 perempuan dalam 1 tahun pertama ( 1 kegagalan dalam 125 –
170 kehamilan).
b. AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.
c. Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari CuT – 380A dan tidak perlu
diganti)
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat –ingat
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT -380A) 14
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak
terjadi infeksi)
j. Dapat digunakan sampai menopause ( 1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
k. Tidak ada interaksi dengan obat – obat
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik.

2.12 KERUGIAN PEMASANGAN IUD


Kerugian penggunaan alat kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut: (Proverawati
dkk, 2010)
1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Perdarahan (spotting antar menstruasi)
4. Saat haid lebih sedikit

2.13 KONTRAINDIKASI
Adapun Kontraindikasi relatif dan mutlak dalam pemasangan IUD:
1. Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus,
2. Insufisiensi serviks uteri,

Page 15 of 18
3. Uterus dengan parut pada dindingnya, seperti pada bekas seksio sesarea,
enukleasi mioma, dan sebagainya,dan Kelainan yang jinak serviks uteri, seperti
erosio porsiones uteri.
4. Kehamilan,
5. Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis,
6. Adanya tumor ganas pada traktus genitalis,
7. Adanya metroragia yang belum disembuhkan,dan
8. Pasangan yang tidak subur. (Majid, 2013)

2.14 KOMPLIKASI
1. Infeksi
IUD itu sendiri, atau benangnya yang berada dalam vagina, umumnya tidak
menyebabkan terjadinya infeksi jika alat – alat yang digunakan di sucihamakan, yaitu
tabung penyalur, pendorong, dan IUD. Jika terjadi infeksi, hal ini mungkin disebabkan
oleh sudah adanya infeksi yang subakut atau menahun pada traktus genitalis sebelum
pemasangan IUD.
2. Perforasi
Umumnya terjadi sewaktu pemasangan IUD. Pada permulaan hanya ujung IUD saja
yang menembus dinding uterus, tetapi lama kelamaan dengan adanya kontraksi uterus,
IUD terdorong lebih jauh menembus dinding uterus, sehingga akhirnya sampai ke
rongga perut.
Adanya perforasi harus diperhatikan apabila pada pemeriksaan dengan spekulum
benang IUD tidak kelihatan. Dalam hal ini, pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau
mikrokuret tidak dirasakan IUD dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat tentang
terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto Rontgen, dan jika tampak di foto IUD dalam
rongga panggul, hendaknya dilakukan histerografi untuk menentukan apakah IUD
terletak di dalam atau di luar kavum uteri dan dapat ditentukan dengan menggunakan
Ultrasonografi (USG) transvaginal dan transabdominal. Jika perforasi terjadi dengan
IUD yang tertutup, IUD harus dikeluarkan dengan segera oleh karena dikuatirkan
terjadinya ileus, begitu juga dengan IUD yang mengandung logam. Pengeluaran IUD
dilakukan dengan laparoskopi. Laparotomi dilakukan jika laparoskopi tidak berhasil
atau terjadi setelah terjadi ileus.[ CITATION Sar16 \l 1057 ]

Page 16 of 18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian dari KB yaitu tindakan yang membantu individu atau pasngan untuk
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval kelahiran, mengontrol
kartu keturunan dalam hubungan dengan umur pasanngan suami istri dan menentukan
jumlah anak dalam keluarga(Hartanto, 2003).
Dalam pelaksanaan program KB biasanya digunakan alat kontrasepsi yang
digunakan untuk mengatur /mengendalikan pertumbuhan penduduk khususnya di
Indonesia.
Pengertian dari kontrasepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi yaitu
bertemunya sel sperme dan ovum. Dalam pelayanan KB ada berbagaimacam cara
untuk mencegah konsepsi salah satunya dengan menggunakan AKDR.
Dalam penggunaan AKDR juga terdapat manfaat, keuntungan serta kerugian dari
penggunaan AKDR tersebut.
Masalah yang timbul dari penggunaan AKDR tersebut juga diharapkan bisa teratasi
dengan beberapa cara antara lain dengan memperhatikan cara pemakaian yang benar,
efek samping serta konseling bagi pengguna oleh tenaga kesehatan.

3.2 Saran
1.      Bagi pengguna alat kontrasepsi AKDR
Pengguna hendaknya mengetahui terlebih dahulu alat kontrasepsi yang akan
di pakai dengan cara bertanya hal yang ingin diketahui ke tenaga kesehatan.
2.      Bagi tenaga kesehatan
a.       Sebagai tenaga kesehatan hendakna meningkatkan keterampilannya memasang
AKDR yang baik dan sesuai prosedur.
b.      Sebelum memasang AKDR pada klien jangan lupa untuk melakukan infomconsent
pada klien.

Page 17 of 18
DAFTAR PUSTAKA
Darmani, E. D. (2003). Hubungan Antara Pemakaian AKDR Dengan Kandidiasis
Vagina di RSUP dr. Pringadi Medan. USU DIgital Library . (Diakses pada Tanggal 7
Oktober 2016) http://Repository.Usu.Ac.Id/Bitstream/123456789/6373/1/Kulit-
Endang.Pdf

Majid, N. K. (2013). Tentang Kontrasepsi Intra Uterine Device (Iud) Di Desa


Donoyudan Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen. Skripsi . (Diakses pada Tanggal
08 Oktober 2016). http://Eprints.Ums.Ac.Id/26180/11/NASKAH_PUBLIKASI.Pdf

Permatasari, N. E. (2013). Determinan Penghentian IUD di Indonesia. Jurnal Pustaka


Kesehatan . (Diakses pada Tanggal 08 Oktober 2016)
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=134552&val=5039&title=Determinan%20Penghentian%20Penggunaan
%20IUD%20di%20Indonesia

Sari, N. H. (2016). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi


IUD Di Puskesmas Payung Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi , 24-26.
(Diakses pada Tanggal 08 Oktober 2016) http://digilib.unila.ac.id/22977/18/SKRIPS
%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf

Sariono, J. N. (2005). Subjek Hukum Dalam pelayanan Kontrasepsi Dalam


Pelaksanaan Program Keluarga Berencana. Perspektif .(Diakses pada tanggal 07
Oktober 2016) http://Ejournal.Uwks.Ac.Id/Myfiles/201207330522034423/4.Pdf

Page 18 of 18

Anda mungkin juga menyukai