Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS

GL A UKO MA K R ON I S

Oleh:
Muthia Despi Utami
1102011182

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 31 OKTOBER 02 DESEMBER 2016

Identitas
Nama
: Tn.S
Umur
: 70 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Tanggal lahir
: 11 September 1945
Agama
: Islam
Suku, Kebangsaan
: Jawa, Indonesia
Pendidikan
: SMA
Perkerjaan
: Pensiun PNS
Alamat
: Komplek Paspampres RT 06/06 Kel Jakarta Timur
No telp.
: 021 - 87792377
Status
: Menikah
Tanggal pemeriksaan : 08 November 2016

Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 05 Februari 2016
Keluhan utama:
Penglihatan buram pada kedua mata sejak 2
tahun yang lalu
Keluhan tambahan:
Mata terasa pegal berair dan silau melihat
cahaya

Riwayat
Serangan pada
tahun 2002
Pasien datang ke Poli
Mata RSPAD Gatot
Subroto dengan
keluhan pandangan
buram pada mata
kiri, terasa nyeri dan
mata merah, mual
muntah (-)
Dilakukan
pemeriksaan TIO 40
mmHg didiagnosis
Glukoma Akut dan
dilakukan operasi
pada mata kiri

Kondisi saat
awal berobat di
RS Polri

Kondisi saat ini

2 tahun yang lalu


pasien mulai
mengalami keluhan
buram pada kedua
mata, terasa pegal
dan sering berair.
Mata merah (-) nyeri
kepala (-)

Saat ini gangguan


penglihatan kedua
mata masih buram
namun sedikit
membaik dan
keluhan lainnya
sedikit berkurang.

Pasien jarang
berobat, sehingga
kondisi semakin
memburuk

Pasien sekarang
rutin berobat ke
RS Polri setiap 2-3
minggu (saat obat
habis)

TIO saat sebelum


pengobatan tinggi
sehingga harus
kontrol setiap
minggu.

Riwayat penyakit Dahulu:


Riwayat menggunakan kacamata (+)
Riwayat diabetes melitus (+)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat asma dengan pengobatan menggunakan
steroid (+)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan seperti pasien

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis:
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 05 Februari
2016
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi
: 82 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu
: 36.5 C

Status Oftalmologi :

Gambar kedua mata

OD

OS

Visus
Gerakan
bola
mata

OD

OS

5/15 PH(-)

5/7,5f PH (-)

Keduduka
n bola
Ortoforia
Ortoforia
mata
Lapang
Tes konfrontasi: lapang pandang Tes konfrontasi: lapang pandang
pandang
menyempit
menyempit
Palpebra

Superior
Inferior
Konjungti
va tarsal
Superior
Inferior
Konjungti
va bulbi

Edema (-), nyeri tekan (-),


hiperemis (-).

Edema (-), nyeri tekan (-),


hiperemis (-).

Hiperemis (-), papil (-), folikel


(-), sikatriks (-), sekret (-).
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), perdarahan (-).

Hiperemis (-), papil (-), folikel


(-), sikatriks (-), sekret (-).
injeksi konjungtiva (-), injeksi
siliar (-), perdarahan (-).

Kornea
Bilik
mata
depan
Iris

Pupil
Lensa
TIO
Vitreus

OD

OS

Jernih

Jernih

Jernih, agak dangkal

Jernih, agak dangkal

Warna coklat, Kripti (+)

Warna coklat, Kripti (+)

Bulat, sentral, reguler, refleks Bulat, sentral, reguler, refleks


cahaya langsung/tidak
cahaya langsung/tidak
langsung (+/+), diameter 3
langsung (+/+), diameter 3
mm.
mm.
Relatif keruh, shadow test (+). Relatif Keruh, shadow test (+).
10/7,5 ( 11 mmHg)

9/7,5 (13,1 mmHg)

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Papil : Batas tegas, CD ratio
Papil : Batas tegas, CD ratio
0,9-1
0,8-0,9
Cupping (+) nasalisasi (+)
Cupping (+) nasalisasi (+)
Fundusko
temporal rim menghilang, A/V temporal rim menghilang, A/V
pi
2/3
2/3
Makula (+)
Makula (+)
Retina: eksudat (-)
Retina: eksudat (-)

Resume
Pasien laki-laki berusia 70 tahun, datang ke poliklinik mata RS Polri
dengan keluhan penglihatan mata buram, terasa pegal dan berair,
silau bila melihat cahaya terang, tanpa disertai mata merah sejak 2
tahun yang lalu.
Pasien memiliki riwayat glaukoma sejak tahun 2002 dan telah
dioperasi pada mata sebelah kiri, kemudian hal yang sama dirasakan
oleh mata sebelah kanan pasien sejak 2 tahun terakhir.
Visus OD 5/15 OS 5/7,5f PH (-), tekanan intraokular OD 11 mmHg dan
OS 13,1 mmHg
Pemeriksaan funduskopi : papil OD CD ratio 0,9-1 Cupping (+)
temporalis menghilang OS papil CD ratio 0,8-0,9 Cupping (+)
temporalis menghilang.

DIAGNOSIS KERJA
Glaukoma Sudut Terbuka

Primer ODS

ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan

gonioskopi
Pemeriksaan

perimetri

Tatalaksana
Medikamentosa
Timolol 0,5% eye

drop 2 x 1 ODS
Glaupen
(Latanoprost
0,005%) eye drop
1 x 1 ODS
Normofit tablet
1x1 selama 5 hari

Non-medikamentosa
Membatasi asupan

cairan
Pemakaian obat
dan kontrol secara
teratur
Edukasi mengenai
perjalanan penyakit
Kontrol gula darah
dan tekanan darah

Prognosis
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam


Ad sanactionam

: dubia ad malam

Ad cosmeticam

: dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular. Bagian terpenting dari sudut
filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari :
Trabekula korneoskleral. Serabutnya berasal dari lapisan stroma

kornea dan menuju ke belakang mengelilingi kanalis Schlemm untuk


berinsersi pada sklera.
Trabekula uveal. Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma

kornea, menuju ke scleral spur (insersi dari m.siliaris) dan sebagian


ke m.siliaris meridional.
Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis

Schwalbe). Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris


radialis dan sirkularis.
Ligamentum Pektinatum Rudimenter. Ligamentum ini berasal

dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.

FISIOLOGI HUMOR AQUEOUS

Akuous humor diproduksi oleh epitel non pigmen

dari korpus siliaris dan mengalir ke dalam bilik


posterior, kemudian masuk diantara permukaan
posterioriris melalui sudut pupil. Selanjutnya
masuk ke bilik anterior. Akuous humor keluar dari
bilikanterior melalui dua jalur konvensional (jalur
trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non
trabekula).

Tiga faktor utama


mempengaruhi tekanan
intraokular
Kecepatan produksi aqueous
humor oleh badan siliar
Resistensi aliran aqueous humor
melalui jaringan trabekular dan
kanal Schlemm
Tekanan vena episklera
Distribusi tekanan intra okuler (TIO)
pada populasi general berkisar antara

Definisi Glaukoma
keadaan patologis dimana terjadi kerusakan

progresif dari akson ganglion sel saraf


optik yang menyebabkan gangguan lapangan
pandang yang berhubungan dengan tekanan
intraokular

Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai

penyebab kebutaan yang tertinggi


Diperkirakan

sebayanyak
3,2
juta
orang
mengalami kebutaan akibat glaukoma (WHO
tahun 2010)

Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih

dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia dan


dimana kebutaan bersifat permanen.
Glaukoma

sudut terbuka primer


kasus glaukoma terbanyak (90%)

merupakan

Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat
disebabkan gangguan keseimbangan antara:

produksi akuous humor,


hambatan terhadap aliran akuous humor,
dan tekanan vena episklera

Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan


antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata.
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga selsel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran,
maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata.

Klasifikasi

KLASIFIKA
SI

PRIMER

ETIOLO
GI

Glaukom
a

SEKUNDER
KONGENIT
AL
ABSOLUT

MEKANISM
E
PENINGKAT
AN TIO

SUDUT
TERBUK
A
SUDUT
TERTUT
UP

PATOFISIOLOGI
Produksi
cairan
terlalu
berlebih

Sudut
antara
kornea
dan iris
dangkal
atau
tertutup

PENINGKA
TAN TIO
Outflow
cairan ke
trabecular
meshwork
terganggu

GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA


Idiopatik.
COA dalam
Kronis dan progresif lambat dengan atrofi dan
cupping dari papil nervus optikus
Pola gangguan lapang pandang yang khas.

Keluhan sangat sedikit atau samar seperti mata


terasa berat, kepala pusing sebelah, dan
anamnesis tidak khas lainnya, tidak mengeluh
adanya halo, tidak tampak mata merah.

Onset: samar, perjalanannya yang progresif


lambat timbul gejalanya pun lambat dan
tidak disadari berlanjut dengan kebutaan.

Peubahan pada Retinal Nerve Fiber Layer yang biasanya


mendahului perubahan diskus optikus yang dapat
dideteksi dan perubahan lapang pandang. Dapat didapati
dua bentuk:
(a) defek terlokalisir berbentuk jajar genjang
(b)(b) defek difus yang lebih besar dengan batas yang
tidak jelas.

DIAGNOSIS
ANAMNESIS
keluhan utama pasien, riwayat perjalanan penyakit mata maupun
proses sistemik yang ada, riwayat penyakit keluarga
Pertanyaan yang berhubungan dengan gejala dari glaukoma (rasa
sakit atau nyeri, melihat halo, trauma, riwayat operasi sebelumnya
dan penyakit mata yang diderita sebelumnya.

Riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan glaukoma juga


ditanyakan, seperti riwayat diabetes melitus atau hipertensi.

riwayat penggunaan kortikosteroid jangka panjang

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tonometri (Tonometri Digital, Schiotz, Aplanasi
Goldmann)
mengukur TIO

Gonioskopi
menilai lebar atau sempitnya sudut bilik mata depan
mengetahui adanya perlekatan iris bagian perifer

Perimetri
lapang pandang

Oftalmoskopi
Memeriksa diskus optikus pada belakang mata,
kerusakan pada syaraf optic, disebut cupping of the disc
dapat terdeteksi dengan cara ini.

Tonometri Digital

T.N yang berarti tekanan normal, T n+1 untuk


tekanan yang agak tinggi, dan T n-1 untuk
tekanan yang agak rendah.

Pemeriksaan Penunjang
Tonometri Schiotz

Tonometri Aplanasi Goldmann

Agar dapat melihat flourescein, dipakai filter cobalt blue


dengan penyinaran paling terang.
Setelah memasang tonometer didepan kornea, pemeriksa
melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak
dengan kornea. Beban tonometer diatur secara manual
sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk.

Gonioskop

Gonioskopi dapat menilai lebar Dilakukan dengan meletakkan


sempitnya sudut bilik mata depan.
lensa
sudut
(goniolens)
di
dataran depan kornea setelah
diberikan anestesi local. Lensa ini
dapat digunakan untuk melihat
sekeliling
sudut
bilik
mata
dengan memutarnya 360 derajat.

Lapang Pandang (Perimetri)

Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari adanya


kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi
ketajaman penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut,
seluruh lapangan pandang rusak dengan tajam penglihatan
sentral masih normal sehingga penderita seolah-olah melihat
melalui suatu teropong (tunnel vision).

Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang harus diperhatikan
adalah keadaan papil saraf optik. Perubahan yang terjadi
pada papil dengan glaukoma adalah penggaungan (cupping)
dan degenerasi saraf optik (atrofi).

Tonografi

Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan


aquos yang dikeluarkan melalui trabekula dalam satu
satuan waktu.
Tonometer yang dipakai adalah semacam tonometer
schiotz dan bersifat elektronik yang merekam tekanan
bola mata selama 4 menit dan berguna untuk mengukur
pengaliran keluar cairan air mata.

Tata Laksana
Tujuan utama jangka pendek: menurunkan

TIO
Tujuan jangka panjangnya:
mempertahankan fungsi visual dengan
efek samping terapi yang minimal
1. Terapi Medikamentosa
2. Terapi Bedah

Medikamentosa

Bedah
Iridektomi dan iridotomi perifer
Trabekuloplasti laser
Bedah drainase glaukoma (trabekulektomi)
Terapi siklodestruktif

Pembedahan

Dilakukan pada glaucoma sudut


terbuka. Sinar laser (biasanya argon)
ditembakkan ke anyaman trabekula
sehingga sebagian anyaman
mengkerut. Kerutan ini dapat
mempermudah aliran keluarcairan
aquos.

Merupakan tindakan bedah yang paling


sering dilakukan dalam penatalaksanaan
glaukoma yang melibatkan
pengangkatan sebagian dari trabecular
meshwork agar aqueous dapat mengalir
ke bawah konjungtiva untuk kemudian
diserap

Pembahasan
Teori
Anamnes Glaukoma adalah suatu
is
neuropati optik kronik
didapat yang ditandai
oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus
dan pengecilan lapang
pandang; biasanya
disertai peningkatan
tekanan intraokular.
2% penduduk berusia
lebih dari 40 tahun
menderita glaukoma.
Glaukoma dapat juga
didapatkan pada usia 20
tahun, meskipun jarang.

Kasus
Gangguan lapang pandang
yang disertai hasil funduskopi
yang menunjukkan
pencekungan (cupping) diskus
optikus dan terdapat
peningkatan tekanan
intraokular sebelum menjalani
pengobatan rutin.
Terjadi pada seorang pria
berusia 70 tahun

Anamnesis

Gejala
Klinis

Teori

Kasus

Terdapat faktor resiko


pada seseorang untuk
mendapatkan glaukoma
seperti diabetes melitus,
hipertensi, dan
penggunaan steroid

Pasien memiliki riwayat


diabetes mellitus, hipertensi,
dan penggunaan steroid
karena penyakit asma

Biasanya terjadi
secara perlahan-lahan
dan asimptomatik,
Beberapa pasien
mengeluhkan adanya
defek lapang pandang

Keluhan dirasakan sudah


2 tahun
Pasien mengeluhkan mata
buram tanpa disertai
mata merah

Teori
Pemeriksaan

Kasus

Biasanya terjadi secara


perlahan-lahan dan
asimptomatik, sampai
terjadi penurunan
penglihatan dan umumnya
terjadi secara bilateral
Terdapat peningkatan TIO

Visus OD : 5/15, OS : 5/7,5F PH (-)

Beberapa pasien
mengeluhkan adanya defek
lapang pandang jika sudah
mencapai stadium lanjut
Pada pemeriksaan
oftalmoskopi terdapat
perubahan papil dengan
glaukoma adalah
penggaungan (cupping)
dan degenerasi saraf
optik (atrofi)

TIO OD 10 mmHg, OS 13,1mmHg


(pasien sudah menjalani
pengobatan rutin)
Lapang pandang ODS : tes
konfrontasi lapang pandang
menyempit

Funduskopi OD : Papil batas tegas,


CD ratio 0,9-1, Cupping (+)
nasalisasi (+) temporal rim
menghilang, A/V 2/3, Makula (+),
Retina: eksudat (-)
Funduskopi OS : Papil batas tegas,
CD ratio 0,8-0,9, Cupping (+)

Teori
Tatalaksa
na

Kasus

Managemen dari glaukoma Timolol 0,5% eye drop 2 x


bertujuan untuk mencegah
1 ODS
degradasi fungsional dari
Glaupen (Latanoprost
penglihatan dalam masa
0,005%) eye drop 1 x 1
hidup pasien.
ODS
Normofit 1x1 tablet

Daftar Pustaka

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM..
Pharmacotherapy : A Pathophysiological Approach, 8th ed. USA:
McGrawHill; 2011.

Eva PR & Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, 17th ed.
Jakarta: EGC; 2009.

Ilyas, Sidarta.2009.Glaukoma.Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Hal 212216.Ed.2

Kanski JJ, Bowling B, Nischal K, Pearson A. . Clinical Ophthalmology A


Systematic Approach, 7th ed. UK: Elsevier; 2012.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar Patologis Penyakit Robbins &


Cotran, 7th ed.Jakarta: EGC; 2009

Mansjoer, Arief. 2000. Glaukoma Kronis dalam Kapita Selekta


Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Hal. 61-62

Anda mungkin juga menyukai