Anda di halaman 1dari 107

Oleh :

BAMBANG SUBAGYO SH
TANTANGAN GLOBALISASI
Sertifikasi Nasional/Internasional :
- Jaminan Mutu Produk
- Sertifikasi Standar
- Masalah Lingkungan
- Hak Azasi Manusia
SIAPAKAH YANG HARUS
BERTANGUNG JAWAB ???????
Difinisi K-3
Filosofi
Pemikiran dan upaya untuk menjamin
Keutuhan dan kesempurnaan :
- Tenaga Kerja & Manusia pada umumya,
baik jasmani maupun rohani,
- hasil karya dan budaya menuju masyarakat
adil, makmur dan sejahtera;

Keilmuan
Suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam upaya mencegah kecelakaan,
kebakaran, peledakan, pencemaran,
penyakit, dll
(ACCIDENT PREVENTION)
Tujuan
Melindungi para pekerja dan orang
lain di tempat kerja
Menjamin agar setiap sumber
produksi dapat dipakai secara aman
dan efisien
Menjamin proses produksi berjalan
lancar
APAKAH SISTEM
PEKERJAAN SEPERTI INI
HARUS DIDIAMKAN..??
Masalah Pelaksanaan K3
Masyarakat pekerja
Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan
tunjangan kesejahteraan).
K3 belum menjadi tuntutan pekerja,

Pengusaha
Menekankan penghematan beaya produksi dan
meningkatkan efisiensi, untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya. Dan K3 dipandang sebagai beban
beaya operasional tambahan.
FAKTOR-FAKTOR ANCAMAN
RESIKO KECELAKAAN KERJA

TENAGA
KERJA

KESEHATAN KESELAMATAN
PROSES

BAHAN ALAT

LINGKUNGAN
PASAL 3 (1)
Memuat 18 butir syarat K3
harus diimplementasikan di setiap tempat kerja

SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
1. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pangangkutan orang, binatang. tanaman atau
barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
PENGERTIAN/DIFINISI KECELAKAAN KERJA

KECELAKAAN KERJA
Kejadian yang tidak diduga sebelumnya
yang dapat mengakibatkan gangguan
terhadap suatu proses pekerjaan
yang telah direncanakan

KEBAKARAN
Adalah terjadinya api pada waktu
dan tempat yang tidak diinginkan
Klasifikasi kecelakaan
<> Insiden tanpa kerusakan tidak ada yang cidera

<> Insiden diikuti kerusakan tidak ada yang cidera

<> Kecelakaan berakibat luka ringan

<> Kecelakaan berakibat luka berat

<> Kecelakaan Berakibat Cacat tetap

<> Kecelakaan berakibat Kematian


HAZARD
BAHAYA POTENSIAL YANG TELAH ADA

DANGER
PELUANG BAHAYA SUDAH TAMPAK

NSN RISK
PREDIKSI TINGKAT KEPARAHAN BILA
TERJADI BAHAYA

INSIDENT
MUNCULNYA KEJADIAN YANG
BERBAHAYA

ACCIDENT
KEJADIAN BAHAYA YANG DISERTAI
ADANYA KORBAN DAN/ATAU
KERUGIAN
ANDA MENYANYANGI SAYA
PAKAILAH ALAT PELINDUNG DIRI
(APD)
( ILCI model - Bird & German, 1985 )

Lack of Basic Immediate


Incident Loss
Control Causes Causes

Inadequate
Program Personal Substandard Contact People
Factors Acts With
Inadequate Property
Standard Job Substandard Energy or Process
Conditions Substance
Inadequate Factors (Profit)
Compliance
Logika terjadinya kecelakaan
Setiap kejadian kecelakaan, ada hubungan
mata rantai sebab-akibat (Domino Squen)

BASIC
LACK OF CAUSES INSIDENT
IMMIDIATE
CONTROL CAUSES LOSSES
BAHAYA
Produksi
TIDAK TERKENDALI terganggu

KECELAKAAN

Kerugian - kerugian berupa :


People : (Luka, Cacat, Meninggal)
Properti : (Kerusakan bangunan &
peralatan)
Profit : ( $, Rp)
KASUS EBAKARAN
Puslabfor Mabes Polri 1990-2001

1990-1996 : 2033 kasus


80% kasus ditempat kerja
20% kasus bukan tempat kerja
1997-2001 : 1121 kasus
76,1 % terjadi di tempat kerja
23,9 % bukan tempat kerja

20% kasus habis total


Di Amerika
Data National Safety Council USA

Kecelakaan Rata-rata pertahun


kasus kecelakaan fatal : 10.000 orang
kasus cidera ringan : 2.000.000 orang
kerugian : 65 milyar US $.

Studi Rasio kecelakaan 1


1. Korban Fatal
10
10. Luka Ringan
30. Kerusakan 30
600. Insiden tanpa korban
dan kerusakan 600
10 Aksioma Kecelakaan
( Heinrich)
Aksioma.1
Terjadinya kecelakaan merupakan rangkaian sebab akibat.
Aksioma.2
Sebagian besar kecelakaan disebabkan faktor manusia.
Aksioma.3
Pada setiap kejadian kecelakaan yang berakibat hilangnya hari
kerja didalamnya terdapat 300-600 tindakan hampir celaka /near
miss.
Aksioma.4
Tindakan tidak aman yang dilakukan seseorang lebih disebabkan
oleh:
Tingkah laku , Pengetahuan, Kondisi phisik dan Lingkungan kerja.
10 Aksioma ( lanjutan )
Aksioma .5
Metoda pencegahan kecelakaan:
Perbaikan teknis / Pedoman Teknis.
Tindakan persuasip
Penyesuaian personil
Penegakan disiplin
Aksioma.6
Keparahan dan frekuensi kecelakaan akan
menentukan resiko.
Aksioma.7
Pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan upaya
menjaga kualitas,biaya dan produktifitas.
10 Aksioma ( lanjutan )
Aksioma .8
Keselamatan kerja menunjang produktifitas dan efisiensi kerja.
Aksioma.9
Pengawasan / inspeksi adalah menjadi unsur kunci
pencegahan kecelakaan.
Pencegahan kecelakaan mengandung nilai kemanusiaan.
Aksioma.10
Manajemen adalah pihak yang paling bertanggung jawab dan
berkompeten untuk mencegah kecelakaan.
Pendekatan Pencegahan
Kecelakaan
Pendekatan secara Manusia
(Human Approach )Unsafe Act
Pendekatan secara Teknis
(Engineering Approach )Unsafe Act
and Condition.
Pendekatan Manajemen ( Manajemen
System Approach ).
DATA KECELAKAAN SEKTORAL

- konstruksi : 31,9%
- Insdustri : 31,6 %
- Tranport : 9,3%
- Pertambangan : 2,6%
- Kehutanan : 3,8%
- Lain-lain : 20 % Ref. ILO
DATA PENYEBAB KECELAKAAN
SEKTOR KONSTRUKSI

- Jatuh : 26%
- Terbentur : 12 %
- Tertimpa : 9%
- Mesin dan alat : 8%
- Alat tangan : 7%
- Transport : 7%
- Lain-lain : 6%
Ref. ILO
KECELAKAAN YANG HARUS
DILAPORKAN

Permenaker No Per 03/Men/1998,


adalah

kecelakaan kerja,
kebakaran atau peledakan atau
pencemaran dan
kejadian berbahaya lainya.

Harus dilaporkan 2 x 24 jam


ANALISIS KECELAKAAN
Tujuan analisis kecelakaan
Analisis kecelakaan kerja dilakukan untuk
mencari penyebab utama terjadinya kecelakaan
dan metapkan solusinya agar kecelakaan yang
sama tidak terulang
A. Akibat kecelakaan
Korban manusia
- Meninggal ( .. orang)
- Luka berat ( .. orang)
- Luka ringan ( .. orang)

Kerugian Material
- Bangunan (Rp)
- Peralatan/Mesin (Rp)
- Bahan Baku (Rp)
- Bahan setengah jadi (Rp)
- Bahan jadi (Rp)

Kerugian waktu kerja


jam kerja orang
SUMBER KECELAKAAN
(KODE B)
1. Mesin produksi 10. Peralatan listrik
2. Penggerak mula dan 11. Bahan kimia
pompa 12. Debu berbahaya
3. Lift 13. Radiasi dan bahan
4. Pesawat angkat. radioaktif
5. Converyor 14. Faktor lingkungan
6. Pesawat angkut 15. Bahan mudah terbakar
7 Alat transmisi mekanik dan benda panas
(rantai,pulley, dll). 16. Binatang
8 Perkakas kerja tangan 17. Permukaan lantai
9. Pesawat uap dan bejana kerja
tekan 18. Lain-lain.
Type Kecelakaan (Kode C)
1. Terbentur

2. Terpukul

3. Tertangkap pada, dalam atau diantara


benda

4 Jatuh dari ketinggian yang sama.

5. Jatuh dari ketinggian yang berbeda.

6. Tergelincir.

7. Terpapar

8. Penghisapan, penyerapan

9. Tersentuh aliran listrik.

10. Lain-lain.
Kondisi berbahaya (Kode D)
1. Pengamanan yang tidak sempurna
2 Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
3. Kecacatan, ketidak sempurnaan
4. Prosedur yang tidak aman
5. Penerangan tidak sempurna
6. Iklim kerja yang tidak aman
7. Tekanan udara yang tidak aman
8. Getaran yang berbahaya
9. Pakaian, kelengkapan yang tidak aman
10. Kejadian berbahaya lainnya
Tindakan berbahaya (Kode E)
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang,
2. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
3. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
4 Memakai peralatan yang tidak aman, tanpa peralatan.
5. Melakukan Proses dengan tidak aman
6. Posisi atau sikap tubuh tidak aman
7. Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya
8. Mengalihkan perhatian, mengganggu, sembrono /
berkelakar, mengagetkan dan lain-lain.
9. Melalaikan penggunaan alat pelindung diri yang
ditentukan.
10. Lain-lain.
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA

POTENSI KONDISI POTENSI TINDAKAN UPAYA PENCEGAHAN


NO KEGIATAN AKIBAT KETERANGAN
BAHAYA BAHAYA YANG DILAKUKAN

CALON AHLI MUDA K3 KONSTRUKSI


Syarat-syarat (Rekomendasi K-3)
Metoda pencegahan kecelakaan :
Eliminasi
Subtitusi
Rekayasa
Pengendalian administratif

Syarat tersebut harus mengacu prinsip sebagai berikut :


- Efektif dalam menghindari terjadinya kecelakaan.
- Dapat dilakukan atau dikerjakan.
- Biaya yang dikeluarkan seminimal mungkin ( Murah ).
- Tidak mengganggu proses produksi dan pemeliharaan
Tindak lanjut
penanganan kecelakaan
- Pimpinan menetapkan kebijakan
lebih lanjut dalam kaitan kasus-
kasus kecelakaan yang terjadi
- Jaminan santunan dan
rehabilitasi kecelakaan kerja.
- Penyidikan terhadap penanggung
jawab terjadinya kecelakaan.
- Pembinaan yang perlu segera
dilakukan bersangkutan.
- Dan sebagainya.
ANALISA STATISTIK KECELAKAAN

1. Tingkat kekerapan (Frequency Rate)

Jumlah Kecelakaan x 1.000.000


Jumlah jam orang

2. Tingkat keparahan (Severity Rate)

Jumlah hari hilang x 1.000.000


Jumlah jam orang
ASPEK PENERAPAN K3

a Perencanaan
a pemasangan
a comisioning
a pemakaian,
aperawatan

PENGENDALIAN
Administratif,
Legalitas/perijinan,
Standarisasi
Sertifikasi
STANDARDISASI DIKAITKAN DENGAN
MUTU, LINGKUNGAN, HAM, DAN TERMASUK K3
Industri yang tidak mengikuti persyaratan
Standar produknya dapat ditolak
di pasaran internasional
Polecy Nasional K-3
Menteri Tenaga Kerja RI
Pelaksana Umum Kelembagaan
Dirjen Binawas Cq Dir. PNKK P2K3

Pengawasan Langsung
Pengawas & Ahli K3)
Pengurus/Pengusaha
Tenaga kerja & orang
lain
UTAMAKAN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
Analisa proses pekerjaan
dari aspek K3

Langkah-langkah :
uraikan tahapan pekerjaan,
identifikasi potensi bahaya yang
mungkin ada,
tetapkan tindakan untuk
mengendalikan bahaya atau
menghilangkannya sama sekali
Pengamatan anak buah dalam
melaksanakan pekerjaan aspek K3

Meliputi :
penilaian resiko bahaya
penilaian cara kerja yang tidak
aman
penilaian cara kerja yang aman,
melakuan koreksi
memberi penghargaan cara
kerja yang aman
POLA & ARAH K3
KEBIJAKAN K3 MANDIRI
DI SETIAP
TEMPAT KERJA
PENERAPAN SMK 3
PERMEN
05/MEN/1999
VISI
MISI
STRATEGI
PROGRAM
K-3
RANGKUMAN
1. K-3 bertujuan perlindungan tenaga kerja dari masyarakat
2. Manfaat K-3 menjamin keamanan penggunaan mesin,
instalasi, proses produksi dan pada gilirannya akan
keningkatkan produktifitas kerja.
3. Kecelakaan kerja, kejadian berbahaya , kebakaran,
peledakan, pencemaran dan kejadian berbahaya lainnya
akan minimbulkan kerugian ekonomis baik langsung maupun
tidak langsung.
4. Setiap kecelakaan kerja termasuk yang nyaris kecelakaan
harus dianalisis dan dilaporkan.
5. Tata cara pelaporan dan analisis kecelakaan telah diatur
dengan peraturan perundangan K3.
6. Laporan kecelakaan sangan berguna sebagai bahan
kebijakan baik Nasional, regional maupun di tingkat
perusahaan.
7. Indonesia sebagai anggota ILO bertanggung jawab dan
melaporkan kinerja K3 di tingkat Internasional (ILO).
Pernyataan Presiden RI
dalam
Konvensi Nasional K3 2000
Bangsa yang beradab akan menempatkan
K-3 pada posisi yang utama
UNDANG-UNDANG
NO. 1 Tahun 1970
TENTANG

KESELAMATAN KERJA

Oleh :
BAMBANG SUBAGYO, SH
VELIGHEIDS REGLEMENT
TAHUN, 1910

UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970


TENTANG
KESELAMATAN KERJA

PERMENAKER, NO. 05/MEN/1985


TENTANG
2
UNDANG NO. 1/1970
TENTANG KESELAMATAN KERJA

TEMPAT KERJA

Setiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja,
atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha
dan dimana terdapat sumber-sumber
bahaya.
RUANG LINGKUP BAB II PASAL 2
MELIPUTI
1. Yang diatur oleh undang-undang keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di
udara yang berada di wilayah kekuasaan Hukum Republik Indonesia
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku dalam tempat kerja :
a. Dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan atau kebakaran
b. Dibuat, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar mengigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.
c. Dikerjakan, pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung, atau bangunan lainnya termasuk
bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah, dimana
dilakukan perkerjaan persiapan
d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu, atau hasil hutan lainnya. Peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, atau biji
logam batu, batuan, gas, atau mineral lainnya, baik dipermukaan, atau
didalam bumi maupun didasar perairan
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara.
g. Di kerjakan bongkar muat barang muatan kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun dan gudang
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam
air
i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah dan
perairan
j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan terkena pelantingan benda , terjatuh, terperosok, hanyut atau
terpelanting
l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur, atau lubang
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,
gas hembusan angin, cuaca, sinar, atau radiasi, suara atau getaran
n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah
o. Dilakukan pemancaran, penyiaran, atau penerimaan radio, radar
televisi atau telepon
p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan, atau
riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis
q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan,
atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air
r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselengarakan
rekreasi lainnya yang memakai peralatan, Instalasi Listrik, atau
mekanik

3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja


ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan, atau kesehatan yang bekerja dan/atau
yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2)
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat0syarat keselamatan kerja


untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar, atau radiasi suara dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
Physic maupun Psychis, peracunan, infeksi dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman, atau barang,
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang
q. Mencegah terkena listrik yang berbahaya
r Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaan nya menjadi
bertambah tinggi
PENGAWASAN

1. Pegawai Pengawas, Pegawai Teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2. Ahli Keselamatan Kerja
Tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-Undang.
PEMBAHASAN


Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada setiap
tenaga kerja baru tentang :
1. Kondisi-kondisi dan bahaya serta yang timbul dalam
tempat kerjanya.
2. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerjanya.
3. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan.
4. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
KEWAJIBAN DAN HAK
TENAGA KERJA

a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja.
b) Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.
c) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja.
d) Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua
syarat-syarat keselamatan kesehatan kerja.
KEWAJIBAN PENGURUS

Melaksanakan serta mentaati Undang-Undang dan semua
peraturan pelaksanaannya.
Memasang gambar/Poster K3 pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja.
Menyediakan secara Cuma-Cuma semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada tenaga kerja, dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja.
UNDANG-UNDANG 1945

PASAL, 27 (1)

TIAP-TIAP WARGA NEGARA BERHAK


ATAS PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN
YANG LAYAK BAGI KEMANUSIAAN

AMANDEMEN, 2000
PASAL, 28 D (2)

SETIAP ORANG BERHAK UNTUK BEKERJA SERTA MENDAPAT IMBALAN


DAN
PERLAKUAN YANG ADIL DAN LAYAK DALAM
HUBUNGAN KERJA
SANGSI

PERATURAN PERUNDANGAN TERSEBUT DAPAT


MEMBERIKAN ANCAMAN PIDANA ATAS
PELANGGARAN PERATURANNYA DENGAN HUKUMAN
SELAMA-LAMANYA 3 (TIGA) BULAN ATAU DENDA
SETINGGI-TINGGINYA Rp. 100.000,- (SERATUS RIBU
RUPIAH)
SEJARAH K.3

PADA ZAMAN PURBA SEBELUM MASEHI


BAHWA SEORANG PERANCANG MEMBUAT
SUATU BANGUNAN TERJADI KECELAKAAN
SAMPAI MENGAKIBATKAN TENAGA KERJA
MENINGGAL, MAKA PERANCANG TERSEBUT
DIBUNUH.
KECELAKAAN

1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan


yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.
2. Tata Cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan
oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dalam
peraturan perundangan.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG KELISTRIKAN
UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

Kep. Menakertrans R.I No. Kep-75/Men/2002


tentang
Pemberlakuan standar Nasional Indonesia (SNI)
Nomor : SNI-04-0225-2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
Pasal 1

Keputusan ini dimaksud dengan :


1. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin tempat kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.1 tahun
1970
2. Tempat kerja adalah setiap tempat untuk menjalankan suatu usaha
sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja
3. Pegawai pengawas adalah pegawai teknis berkeahlian kuhsus dari
departemen tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pasal
1 ayat (5) Undang-undang No.1 tahun 1970.
4. Ahli Keselamatan Kerja bidang Listrik adalah tenaga Teknis yang
berkeahlian khusus dibidang keselamatan kerja listrik, dari luar
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai dimaksud pasal 1
ayat (6) Undang-undang No.1 tahun 1970
5. Menteri adalah, menteri yang bertanggung jawab di bidang Tenaga Kerja
Pasal 2
1. Perencanaan, Pemasangan, Penggunaan, Pemeriksaan dan
pengujian Instalasi Listrik di tempat kerja harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan
umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
2. Pengurus bertanggung jawab terhadap ditaatinya dan wajib
melaksanakan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan umum Instalasi Listrik
2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
3. Instalasi Listrik yang telah terpasang sebelum diberlakukannya
keputusan ini, wajib disesuaikan dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan
umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
Pasal 3
Pengawasan terhadap pelaksanaan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan
umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
dilakukan oleh Pegawai pengawas atau ahli Keselamtan kerja
spesialis Bidang Listrik

Pasal 4

Pengurus yang tidak mentaati ketentuan pasal 2 keputusan ini


dikenakan sanksi sesuai pasal 15 ayat (2) dan (3) undang-
undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Pasal 5

Dengan ditetapkannya keputusan menteri ini maka peraturan


Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-04/MEN/1988 tentang
berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 225-1987
mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987
(PUIL 1987) di tempat kerja, dinyatakan tidak berlaku lagi
a. Bahwa listrik mengandung potensi bahaya yang dapat mengancam
keselamatan tenaga kerja atau orang lain yang berada di dalam
lingkungan tempat kerja, dan mengancam keamanan bangunan beserta
isinya.

b. Bahwa untuk menjamin keamanan dan keselamatan terhadap Instalasi


Listrik, harus direncanakan, dipasang, diperiksa dan diuji oleh orang yang
berkompeten dan memiliki ijin kerja sebagaimana dimaksud dalam
Standar Indonesia SNI 04-0225 tahun 2000 tentang Persyaratan Umum
Instalasi Listrik tahun 2000 (PUIL2000)

c. Bahwa untuk itu perlu dikeluarkan ketentuan dan persyaratan kompetensi


keselamatan dan kesehatan kerja bagi teknis listrik yang ditetapkan
dengan surat Keputusan.
Menetapkan :
PERTAMA : Setiap teknisi yang diserahi tugas dan tanggung jawab dalam
pekerjaan pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan,
pemeriksaan, pengujian, dam perbaikan Instalasi listrik harus
memenuhi syarat kompetensi dan keselamatan dan kesehatan
kerja listrik yang dibuktikan dengan sertifikat dan lisensi
keselamatan dan kesehatan kerja listrik.

KEDUA : a. untuk mendapatkan sertifikat dan lisensi sebagaimana


dimaksud pada amar pertama, teknisi listrik wajib mengikuti
pembinaan keselamatan kerja listrik dan dinyatakan lulus.
b. mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja listrik seperti tercantum
dalam lampiran keputusan ini
KATIGA : Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja listrik sebagaimana dimaksud
amar kedua dapat dilaksanakan perusahaan jasa
keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3)
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No.Per.04/Men/tentang Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan,


dengan keputusan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP.407/BW/1999

TENTANG

PERSYARATAN, PENUNJUKAN, HAK DAN KEWAJIBAN TEKNISI LIFT


DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 27 Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1999 perlu
diatur mengenai persyaratan penunjukkan, hak dan
kewajiban teknisi lift yang mengerjakan
pemasangan, perbaikan dan atau perawatan lift;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Mengingat : 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
kerja (Lembaran Negara R.I. Nomor 1, Tambahan Lembaran
Nez-n No. 2918);
2. Keputusan Presiden RI. No. 122/m/1998 tentang
Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1988
tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
SNI 225 -1978 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik
Indonesia 1987 (PUIL) di Tempat Kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor PER-
03/MEN/I999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan
Barang.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan


Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan tentang
Persyaratan, Penunjukkan, Hak dan Kewajiban Teknisi
Lift.
BAB I
KETENTUANUMUM
Pasal 1

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan ;


(1) Lift adalah pesawat dengan peralatan yang mempunyai kereta bergerak naik
turun mengikuti rel pemandu yang dipasang pada bangunan dan digunakan
untuk mengangkut orang dan barang atau khusus barang.
(2) Pemasangan lift adalah kegiatan merakit bagian dan komponen lift sehingga
menjadi satu kesatuan pesawat lift.
(3) Perawatan lift adalah kegiatan merawat dan atau memperbaiki lift untuk agar
menjaga kondisi lift tetap dalam keadaan baik dan selalu siap dioperasikan
dengan aman.
(4) Pelayanan lift adalah cara mengoperasikan pesawat lift dengan baik dan aman.
(5) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(6) Direktur ialah sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi No. Kep. 79/MEN/77.
(7) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
(8) Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut PJK3
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-04/MEN/1995
di bidang lift.
(9) Penyelia ialah orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan memimpin dan
mengkoordinasikan pekerjaan pemasangan atau pengoperasian lift.
(10) Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift ialah orang yang mempunyai keahlian
dan keterampilan untuk mengerjakan, memperbaiki dan atau merawat lift.
(11) Teknisi Penyetel (adjuster) lift ialah orang yang mempunyai keahlian dan
keterampilan melakukan pekerjaan komisoning, pemeriksaan dan pengujian untuk
menetapkan kelaikan operasi lift.
(12) Surat ijin operasi adalah bukti pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi
kualifikasi dan kompetensi untuk menjalankan tugas sebagai teknisi lift.
Pasal 2

(1) Setiap pekerjaan pemasangan, perawatan dan atau perbaikan serta

pengoperasian lift harus dikerjakan oleh teknisi lift.

(2) Teknisi lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan :

a. Penyedia/Pengawas dan pemasangan lift;

b. Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift;

c. Teknisi penyetel (adjuster) lift;

d. Penyedia/Pengawas operasi lift.


Pasal 3
(1) Setiap pemasangan, perawatan dan atau perbaikan lit harus dilaksanakan oleh
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) pemasangan, perawatan
dan atau perbaikan lift yang telah mendapat penunjukkan Menteri Tenaga Kerja.
(2) PJK3 pemasangan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki teknis:
lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan c.
(3) PJK3 perawatan dan atau perbaikan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b dan c.
(4) Tempat kerja atau perusahaan yang mempunyai fasilitas lift wajib memiliki teknis
lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d.

Pasal 4
Teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus memiliki surat ijin operasi
KERJA dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
BAB II
PERS YARATAN TEKNISI LIFT

Pasal 5

Untuk mendapatkan surat ijin operasi penyelia/pengawas pemasangan lift


sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM listrik, mesin, sipil atau SMU
jurusan 1PA;
b. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pemasang lift;
c. Lulus bimbingan teknis penyelia/pengawas pemasangan lift.
Pasal 6
Untuk mendapatkan surat ijin operasi teknisi perawatan dan atau perbaikan lift
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada pemasangan, perawatan dan atau perbaikan lift sekurang-
kurangnya selama 2 (dua) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi teknisi perawatan dan atau perbaikan lift.

Pasal 7
Untuk mendapatkan surat ijin operasi teknisi penyetel (adjuster) lift sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada pemasangan, perawatan atau perbaikan lift sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi teknisi penyetel (adjuster) lift.
Pasal 8
Untuk mendapatkan surat ijin operasi penyelia/pengawas operasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada bagian teknik/engineering sekurang-kurangnya selama 3
(tiga) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi penyelia/pengawas operasi lift.
(1) Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c, pasal 6 huruf
c, pasal 7 huruf c dan pasal 8 huruf c diselenggarakan oleh perusahaan jasa
pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Kurikulum bimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan lampiran II Keputusan ini.
(3) Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Direktur dapat
mengubah kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 10
(1) Pemberian surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 berdasarkan permohonan tertulis pengurus atau
pengusaha tempat kerja atau perusahaan jasa keselamatan dan
kesehatan kerja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift
kepada Menteri dengan melampirkan:
a. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
b. Salinan ijazah sesuai dengan yang dipersyaratkan;
c. Salinan sertigikat bimbingan teknis sesuai dengan yang
dipersyaratkan;
d. Surat keterangan pengalaman kerja sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Pasal 11
(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah
berakhir dapat diperpanjang lagi.
(2) Untuk mendapatkan perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengurus atau pengusaha
tempat kerja atau perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan
kerja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift harus
mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada
Menteri dengan melampirkan :
a. Salinan surat ijin operasi teknisi lift;
b. Laporan kegiatan selama 4 (empat) tahun terakhir;
Pasal 12
(1) Perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 11. dikeluarkan setelah
dilakukan evaluasi oleh Direktur.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemampuan dan keterampilan teknisi
lift.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur dalam waktu selama-
lamanya 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permohonan perpanjangan menetapkan persetujuan
atau penolakan perpanjangan.
(4) Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur
(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) tidak berlaku apabila yang
bersangkutan :
a. Mengundurkan diri;
b. Meninggal dunia;
c. Cacat jasmani atau rohani akibat kecelakaan kerja sehingga tidak mampu menjalankan tugas.
(2) Surat ijin operasi teknisi lift disebut apabila yang bersangkutan terbukti :
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Melakukan kesalahan, kelalaian atau kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan berbahaya;

c. Tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan dalam Keputusan ini.


BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN TEKNISI LIFT

Pasal 14

Teknisi lift berhak untuk :


1. Memasuki tempat kerja yang memasang, memperbaikiki, merawat atau
mengoperasikan lift;
2. Memasang, memperbaiki, merawat dan mengoperasikan lift;
3. Mengambil tindakan dalam upaya pengamanan terhadap keadaan darurat
operasi pesawat lift;
4 Memeriksa, menguji, menyetel dan mengevaluasi keadaan lift;
5 Menetapkan kelayakan pesawat itu.
Pasal 15

loknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) berkewajiban untuk :
a. Mentaati peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Melaporkan kondisi lift yang menjadi tanggung jawabnya jika tidak aman atau
tidak layak pakai kepada atasan langsung;
c. Bertanggungjawab atas hasil pemasangan, perbaikan, perawatan dan pengoperasian
lift;
d. Membantu pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pemeriksaan
pengujian lift.

Pasal 16
Hak dan kewajiban teknisi lift harus sesuai dengan klasifikasi, kualifikasi dan
kompetensi masing-masing teknisi, sebagaimana ditetapkan dalam lampairan 1
Keputusan ini.
Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Undang-undang Uap Tahun 1930 ( Stoom Ordonantie 1930/Stb
No. 225 Tahun 1930)
Peraturan Uap 1930 ( Stoom Ordonantie 1930/Stb339 Tahun
19930)

MENETAPKAN :
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Klasifikasi dan syarat-syarat
operator pesawat uap
KETENTUAN UMUM
Menteri ialah :
1. Menteri yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan
2. Pegawai Pengawas adalah Pegawai sebagai mana dimaksud
pada pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.1 tahun 1970
3. Pemakai adalah pemakai sebagai dimaksud dalam pasal 1
Stoom Ordonantie 1930
4. Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk
melayani pemakaian pesawat uap
RUANG LINGKUP :
Peraturan Menteri ini meliputi kualifikasi wewenang syarat-syarat dan
kewajiban Operator Pesawat uap.
1. Operator kelas I
2. Operator kelas II
(1) Operator kelas I
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTA Jurusan Mekanik,
Listrik, atau IPA
b. Telah berpengalaman di bidang pelayanan pesawat uap
sekurang-kurangnya 2 tahun
c. Berkelakuan baik dari kepolisian
d. Berbadan sehat dari dokter
e. Umur sekurang-kurangnya 23 tahun
f. Harus lulus paket A1+A2
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga
Kerja cq. Ditjen Binawas.
(1) Operator kelas II
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTPdan diutamakan
teknis Mekanik, Listrik,
b. pernah sebagai pembantu operator selama 1 tahun
c. Berkelakuan baik dari kepolisian
d. Berbadan sehat dari dokter
e. Umur sekurang-kurangnya 20 tahun
f. Harus lulus paket A1
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga
Kerja cq. Ditjen Binawas.
TRAINING OPERATOR PESAWAT UAP

1. Training Operator Pesawat uap dapat dilakukan oleh Departemen


Tenaga Kerja atau lembaga Training yang ditunjuk
2. Kurikulum training operator Pesawat Uap dilaksanakan sesuai
peraturan
3. Menteri atau pejabat yang ditunjuk sewaktu-waktu dapat
mengganti, menambah atau mengurangi mata pelajaran dan jam
pelajaran.
SERTIFIKASI OPERATOR PESAWAT UAP
1. Sertifikasi Operator pesawat uap dapat diterbitkan oleh menteri
Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk setelah yang
bersangkutan dinyatakan lulus.
2. Sertifikat operator pesawat uap dapat dicabut oleh Menteri
Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk apabila operator yang
bersangkutan dinilai tidak berkemampuan lagi sebagai operator
atas usul pegawai pengawas bidang uap setempat.
KEWENANGAN OPERATOR PESAWAT UANG

1. Operator pesawat uap Kelas I berwenang melayani ;


a. Ketel Uap dengan kapasitas Uap lebih besar dari 10 ton/jam
b. Pesawat uang selain uap untuk semua ukuran
c. Mengawasi kegiatan operator kelas II menurut ketentuan pada
peraturan ini perlu didampingi operator kelas II .

2. Operator Pesawat uap kelas Ii berwenang melayani ;


a. Ketel uap dengan kapasitas paling tinggi 10 ton / jam
b. Pesawat uap selain ketel uap untuk semua ukuran
KEWAJIBAN OPERATOR PESAWAT UAP
1. Dilarang meninggalkan tempat pelayanan pesawat uap selama
pesawat uap dioperasikan
2. Melakukan pengecekan dan pengamatan kondisi/kemampuan
kerja serta merawat pesawat uap, alat-alat pengaman, dan alat
perlengkapan lainnya, yang terkait dengan bekerjanya pesawat
uap.
3. Operator harus mengisi buku laporan harian pengoperasian
Pesawat uap meliputi data tekanan kerja, produksi uap, Debit Air
pengisi Ketel Uap, PH Air, dan jumlah bahan bakar lainnya dan
lain-lainnya
4. Apabila pesawat uap dan atau alat-alat
pengaman/perlengkapannya tidak berfungsi dengan baik atau
rusak, maka operator harus segera menghentikan
pengoperasiannya
5. Segera melaporkan kepada atasannya apabila terjadi
kerusakan/peledakan atau gangguan-gangguan lain pada
pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya
6. Membuat laporan bulanan pemakaian pesawat uap kepada
pengurus P2K3 di perusahaan
KETENTUAN HUKUM
Apabila operator pesawat uap melanggar ketentuan sebagaimana
tersebut pada pasal 10 ayat (1) dapat dikenakan hukuman kurungan
atau denda sesuai dengan pasal 27 Udang-undang Uap 1930 (Stoom
ordonantie 1930) 3 (tiga) Bulan kurungan atau denda Rp. 100.000
TERIMA KASIH
Sampai Berjumpa lagi

Anda mungkin juga menyukai