Anda di halaman 1dari 8

PERUBAHAN SOSIAL

SUKU MADURA
Bigsen
Enny
Ifang
Sandra
Steffanie
Sumarno
Vanessa
Vania
Suku Madura adalah
Etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 7.179.356 juta jiwa (sensus
2010). Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya.
Sebaran Tinggal
Orang Madura banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat
dan Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya,
juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia.
Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi,
ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak
baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang,
misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. Namun, tidak
sedikit pula di antara mereka yang menjadi tokoh nasional seperti :
Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi)
Wardiman Djojonegoro (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1993
hingga tahun 1998)
Rachmat Saleh (Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1973 hingga tahun 1983)
M.A. Rachman (Jaksa Agung Republik Indonesia untuk periode 2001 sampai 2004)
Hadi Purnomo (Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan BPK)
Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat hampir 100 % suku Madura adalah penganut Islam bahkan suku
Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal
sangat taat dalam beragama islam. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok
Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura.
Menjelang detik-detik peresmian Jembatan
Suramadu (Surabaya-Madura),akan ada
kehidupan baru bagi masyarakat Surabaya dan
Madura yang disambung oleh Jembatan
Suramadu. Kehidupan baru ini,memicu adanya
perubahan sosial bagi masyarakat yang berada
di sekitar jembatan Suramadu (khususnya
masyarakat Madura).

JEMBATAN SURAMADU
Dalam sebuah master plan yang dirancang untuk kedua wilayah
jalur Suramadu, tergambar perubahan model tata ruang wilayah
yang sangat signifikan. Digambarkan bahwa di kedua wilayah
berubah menjadi pusat kehidupan dari wilayahmasing- masing,
dengan jalan utama dan bangunan bangunan utama yang
menunjang segala kebutuhan dua wilayah tersebut. Dalam hal
ini perubahan sosial tidak muncul dengan sendirinya, melainkan
memang direncanakan.
Masyarakat Madura menyadari sepenuhnya bahwa akan ada perubahan sosial,
sehingga, diluar keterkaitan dengan master plan yang dimaksudkan, masyarakat
madura juga telah merencanakan sendiri perubahan sosial tersebut. Masyarakat
mulai mencari peluang dan menemukan kesempatan kesempatan untuk
memperbarui pola pola kehidupan. Terlihat setelah diresmikannya Jembatan
Suramadu, masyarakat berbondong bondong membuka lapangan
penghasilan disekitar jembatan Suramadu. Mengarah masuk ke Kota Bangkalan,
juga mulai mucul berbagai fasilitas kemasyarakatan yang dibangun sebagai
bentuk penerimaan terhadap adanya orang orang baru dan investor yang
nantinya akan mendatangi Madura. Telah muncul gerai fastfood, pasar induk
yang diimplementasikan dari bentuk mall, cafe, dan bangunan bangunan lain
yang mengidentifikasikan kehidupan perkotaan seperti di Surabaya. Seiring
berjalannya waktu, masyarakat Madura akan banyak meniru pola kehidupan
sosial masyarakat Surabaya, sebagai bentuk transfer, yang kini telah mudah, yaitu
melalui Jembatan Suramadu.
Asumsi masyarakat adalah bahwa dengan adanya
Jembatan Suramadu tidak sekedar menghubungkan,
melainkan telah menyatukan antara Surabaya dengan
Madura. Sehingga sesuatu yang satu itu adalah sama.
Masyarakat Madura yang notabene secara kultural
maupun bahasa sangat berbeda dengan masyarakat
Surabaya, nantinya akan menjalani proses perubahan
sosial untuk menyamakan diri dengan masyarakat
Surabaya, sebagai suatu hal yang satu. Mengapa bukan
sebaliknya? Tentu kita menyadari, bahwa perubahan selalu
terkait dengan arah yang positif dan maju, sehingga yang
berubah itu adalah dari yang tradisional menuju
modernisasi.

Anda mungkin juga menyukai