Anda di halaman 1dari 34

Issue Etik dan Medikolegal

Pengelolaan Diabetes Mellitus


Ilustrasi kasus 1
• Siti, (45 tahun) seorang pemilik pabrik makanan home industri.
Dengan seorang suami PNS mapan dan dua orang anak yang sudah
mulai kuliah di Kedokteran.
• Siti didiagnosis NIDDM sejak setahun yang lalu.
• Siti sepenuhnya memahami informasi tentang DM dan tercatat
sebagai anggota perkumpulan penderita DM di wilayahnya.
• Dia bertekad untuk sembuh dan bisa mengontrol kadar gula darahnya
dengan baik.
• Sebagai seorang dewasa otonom dan sadar penuh, dia membuat
beberapa keputusan dan kompromi dalam hidupnya.
Dia cukup teratur minum obat. Namun sering tidak kuasa menolak
ajakan keluarganya untuk makan bersama di restoran setiap dua
kali seminggu.
Keluarga sering merasa iba kepada Siti karena diet ketatnya dan
selalu memberi kesempatan kepada Siti untuk “libur” sebentar
dari diet DM nya.
Karena kesibukannya, Siti bahkan tidak sempat menjalankan
rutinitas olahraga yang biasa dia lakukan saat awal-awal
didiagnosis DM.
• Siti merasa tubuhnya sehat-sehat saja dan mulai tidak teratur
menjalankan manajemen pengelolaan DM nya.
• Sekarang Siti berusia 58 tahun. Dan hanya tinggal bersama Suami
yang sama-sama sibuk dengan penyakitnya ( pasca stroke non
hemoragik ) serta seorang pembantu rumah tangga.
• Siti menderita Ulkus gangren yang mengharuskan dia dirawat di RS.
Dokter memutuskan untuk melakukan amputasi sampai pergelangan
kaki untuk mencegah penyebaran luka lebih lanjut.
• Siti menolak untuk diamputasi.
• Dokter berembuk dengan keluarganya.
• Anaknya yang mahasiswa kedokteran dengan tegas menyetujui
tindakan amputasi yang akan dilakukan tim medis.
• Sekarang Siti sudah pulang ke rumah dan akhirnya mau menerima
kenyataan hidup dengan salah satu kaki di amputasi sampai
pergelangan kaki.
Ilustrasi kasus 2

• Siti, (45 tahun) seorang pekerja pabrik makanan home industri. Dengan
seorang suami bekerja sebagai tukang bangunan dan dua orang anak yang
sudah lulus SMA yg sudah bekerja. Seorang anak bekerja membantu
bapaknya sebagai Buruh bangunan dan seorang lagi sebagai tehnisi
bengkel motor.
• Keadaan Sosek biasa saja. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan
mempunyai rumah permanen dan dua buah sepeda motor untuk aktivitas
sehari-hari.
• Siti didiagnosis NIDDM sejak setahun lalu. Siti sepenuhnya memahami
informasi tentang DM dan tercatat sebagai anggota perkumpulan
penderita DM di wilayahnya.
• Dia bertekad untuk sembuh dan bisa mengontrol kadar gula darahnya
dengan baik.
• Sebagai seorang dewasa otonom dan sadar penuh, dia membuat
beberapa keputusan dan kompromi dalam hidupnya.
Dia cukup teratur minum obat. Namun sering tidak kuasa untuk
ngemil panganan yang dibuatnya (terutama bila masih ada sisa
makanan yang tidak laku dan oleh majikan diperbolehkan untuk
dibawa pulang ).
Aktivitas sehari-hari, Siti selalu naik sepeda sejauh 5 km PP ke
tempat kerja.
• Siti merasa tubuhnya sehat-sehat saja dan mulai tidak teratur minum
obat DM nya. Apalagi setiap kontrol ke Puskesmas, hasil gula
darahnya selalu berada “hanya” sedikit di atas normal.
• Sekarang Siti berusia 58 tahun.
• Dia menderita Ulkus gangren yang mengharuskan dia dirawat di RS.
• Dokter memutuskan untuk melakukan amputasi sampai pergelangan
kaki untuk mencegah penyebaran luka lebih lanjut.
• Siti menolak untuk diamputasi.
• Dokter berembuk dengan keluarganya.
• Keluarga dengan tegas menolak tindakan amputasi yang akan
dilakukan tim medis dengan alasan “ketiadaan biaya”.
Pendahuluan
• Tingkat Kemampuan: ( Permenkes no. 5 / 2014 )
a. Diabetes Melitus tipe 1 = 4A
b. Diabetes Melitus tipe 2 = 4A
c. Diabetes melitus tipe lain (intoleransi glukosa akibat penyakit lain atau
obat-obatan) = 3A
• Prevalensi NIDDM : 347 Juta di seluruh dunia ( WHO, 2013 ) dan 8,5
juta di Indonesia ( IDF, 2013 ).
• Angka kematian no. 7 di dunia pada tahun 2030
• Menyumbang 9,3 % dari total belanja obat di Inggris tahun 2012 –
2013. ( HSC, 2013 ).
• Penyakit kronis  perlu pengelolaan komprehensif
• 60 – 70 % bisa ditangani di tingkat layanan primer.

Melibatkan pasien dan keluarga dalam


“diabetes care team”

Self-Management
Pengelolaan DM di tingkat Layanan Primer
Glukometer
• Sensitifitas dan spesifitas
• Pengambilan sampel  false + / -
• Kalibrasi....?
Penatalaksanaan

Level 4A
Kasus DM dengan Komplikasi
• Kapan harus merujuk ?
• Apakah setelah ada komplikasi baru merujuk?
• Kemana harus merujuk ?

• Keterlambatan dalam pengenalan dini Komplikasi


• Sering ketiadaan sarana prasarana memadai
sebagai kambing hitam.
• BPJS ?
PASAL 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan
pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian untuk itu.
PASAL 19

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari


teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya
atau berdasarkan prosedur yang etis.
Self-management
Self-Management
• Kemampuan individu untuk mendeteksi dan mengelola gejala, pengobatan
, menerima konsekuensi fisik dan psikososial dan perubahan gaya hidup
yang melekat dalam pasien dengan penyakit kronis.
• Sebagai wujud penghormatan terhadap preferensi pasien.
• Kesempatan untuk manajemen penyakit yang lebih baik dengan
pemantauan fisiologis lebih sering dan menambah informasi untuk
kepentingan penyesuaian terapi.
• Meningkatkan kualitas hidup dengan deteksi dini kemungkinan komplikasi
penyakit.
• Potensi penghematan anggaran negara dan masyarakat yang signifikan.

Redman BK, 2007 ( dg modifikasi )


Self management
• Kepatuhan akan terapi yang telah ditetapkan ?
Contoh :
dosis Insulin / OHO dinaikkan ketika penderita merasa sudah makan berlebih.
Tidak minum obat ketika tidak merasakan keluhan
• Pemeriksaan Gula darah sendiri tanpa mengikuti kaidah pemeriksaan
yang benar.
• Kombinasi terapi medik dengan terapi herbal tanpa konsultasi dengan
dokter.
• Kapasiti ( Cakap ) dan Kompetensi ?
Kapasiti dan Kompetensi
• Kapasiti ( Cakap ) :
Kemampuan seseorang untuk dapat melakukan atau tidak
melakukan suatu tindakan medik dan menyadari konsekuensi
yang akan terjadi bila tindakan itu dilakukan atau tidak dilakukan.
• Kompetensi :
Pengakuan secara hukum dari kapasiti.
• Kapasiti dan kompetensi juga berlaku bagi pasien saat memberi
Persetujuan Tindakan Medik.
Permasalahan
• Bagaimana menilai kapasiti dari pasien atau keluarga ? Apa tolok
ukurnya..?
• Pada tindakan medis tertentu (misal : Injeksi Insulin ) , pasien dan
atau keluarganya mungkin mempunyai kapasiti untuk melakukannya.
Namun, apakah mempunyai kompetensi (legalitas) ?
• Apabila tidak mempunyai legalitas, siapakah yang harus
bertanggungjawab apabila terjadi adverse event pada pasien ? ( misal
: hipoglikemi , Abses sub kutan akibat jarum yang tidak steril dll).
• Konsensus DM Perkeni ?
Alternatif pemecahan masalah

• Pendelegasian kewenangan medis ke nakes terdekat dengan


pasien.
• Insulin long acting ?
• Pasien selektif untuk SM ?

Siapa yang Membiayai....?


Pengelolaan DM di tingkat Layanan Lanjut
Dimensi Pasien
• Dimensi Klinik
• Indikasi Medik -> Evidence Based Medicine
• Kualitas Hidup -> Activity Daily Living, vegetative state dll
• Dimensi Etik dan Medikolegal
• Preferensi Pasien / otonomi pasien-> Informed consent /
refusal, confidentiality, rekam medik dll
• Dimensi Sosial
• Faktor Kontekstual -> budaya, sosial ekonomi, agama dll

Jonsen, Siegler, Winslade, 2006 ( dg modifikasi )


Indikasi Medik

Preferensi Faktor
Kualitas hidup
Pasien Kontekstual

Keputusan
Klinik
Dokter dan pasien/wali mungkin tidak setuju atau
membuat keputusan yang bertentangan di dalam
pengambilan keputusan klinik

Timbul Dilema Etik


Dilema Etik
• Adalah suatu situasi yang memerlukan keputusan dari dua
alternatif yang sama-sama tidak menyenangkan atau berselisihan
• Dilema etik timbul ketika tidak ada alternatif lain yang bisa
dilakukan
• Banyak keputusan di bidang pelayanan kesehatan ( terutama
pada kasus kegawatdaruratan ) yang mengandung dilema etik.
• Preferensi pasien dan faktor kontekstual dipakai sebagai
“senjata” untuk mengakhiri hubungan Dokter – Pasien.
• Kendali Mutu dan Kendali Biaya ?
Setiap keputusan etik yang diambil,
semaksimal mungkin untuk kepentingan
penderita ( provide
benefit and do no harm )
Permenkes
Pilihan sulit ?
Pencegahan Fraud

UU RS Kep KKI
17/2006
Hindari pelanggaran
KUHPer Disiplin dan hukum KUHP
UU kes 2009 UUPK
PASAL 9

Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan


pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan.
PASAL 10

Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien,


teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta
Wajib menjaga kepercayaan pasien.
PASAL 13

Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat


lintas sektoral di bidang kesehatan, bidang lainnya dan
masyarakat, wajib saling menghormati.
PASAL 20

Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya,


supaya dapat bekerja dengan baik.
PASAL 21

Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/ kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai