Anda di halaman 1dari 30

Sejauh Mana Competency dan

Capacity Diperlukan dalam


Pengambilan Consent Seseorang?

Ferryal Basbeth*, Agung Frijanto**,Rizqan Anugrah Alamsyah***


Dept IKF & Medikolegal*, Dept Psikiatri**, Dept Anethesi***
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Jl Let Jen Soeprapto Cempaka Putih
Jakarta Pusat 10510
Objective
 Definisi Competency dan capacity
 Competency dan capacity dalam hubungannya dengan
etik dan legal
 Alasan moral tentang pentingnya persetujuan tindakan
medis
 Apa yang menyebabkan penderita mental disorder tidak
cakap dalam memberikan informed consent?
 Bagaimana cara mengukur capacity?
 Kapan dirujuk ke ahlinya?
 Standard surrogate dalam mengambil keputusan
 Mental capacity act 2005 di UK
Contoh Kasus 1
 Tn. B 42 th, penderita skisofrenia kronis, seorang pengangguran,
yang secara fungsional tidak tergantung pada komunitasnya. Tn B
jarang meninggalkan rumahnya karena percaya bahwa tetangganya
akan masuk dan mengambil barang-barangnya bila dia pergi
meninggalkan rumah, Tn B datang ke dokter dan mengeluh tentang
sakit tenggorokan, setelah mengalami pemeriksaan dinyatakan
bahwa Tn B menderita sakit tenggorokan. Dokter kemudian
memberikan terapi antibiotik dan menerangkan bila timbul diarea
dan kemerahan pada kulit maka Tn B sebaiknya menghentikan
pengobatan.
 Dokter kemudian menyuruh Tn B untuk mengulangi apa yang telah
ia katakan, pasien kemudian mengatakan bahwa ” dokter
memberikan pil ini untuk menyembuhkan tenggorokan saya dan
apabila saya menderita mencret atau kemerahan pada kulit, maka
sebaiknya saya menghentikan obat ini”.
 Pengambilan keputusan ini bukan berdasarkan khayalan (delusi)
pasien tetapi keinginan untuk pengurangan symptom. Dokter
menyimpulkan bahwa Tn B cakap (menpunyai capacity) untuk
melakukan terapi sakit tenggorokannya.
Contoh Kasus 2
 Tn R 56 th penderita schizophrenia paranoid dengan multiple
delusi, tipe grandiose, datang dalam keadaan rupture ulcus
peptic pada cavum abdominal – suatu kondisi yang memerlukan
operasi life saving dengan segera.
 Setelah mendapat informasi tentang persetujuan tindakan medis
penderita mengerti maksud dan tujuan pembedahan, tetapi
dengan Tegas Tn R mengatakan dan menyatakan pilihan untuk
tidak dilakukan pembedahan bahkan lebih lanjut Tn R memberi
keterangan, bahwa dia mempunyai kekuatan gaib di dalam
perutnya, dimana sumber kekuatan itu berasal dari kekuatan
yang melebihi manusia biasa. Tn R percaya bila perutnya dibuka
secara laparotomy maka kekuatan gaib itu akan keluar, dan
tanpa sumber kekuatan ini dia akan mati.
 Dia mengatakan bahwa kekuatan dalam perutnya itu akan
menyembuhkan ulcus peptic yang rupture tersebut, sehingga Tn
R memutuskan tidak perlu dilakukan pembedahan.
Contoh kasus 3
 Kasus Apotemnophilia = desire for amputation
 Tn A 65 th mempunyai keinginan kuat agar
kakinya diamputasi, Tn A mengatakan bahwa
saat ini dia tidak bahagia dengan kakinya yang
ada sekarang kecuali dengan kaki palsu yang
panjang, dan dia menghendaki agar kakinya
diamputasi dan diganti kaki palsu
 Apakah kita sebagai dokter kemudian
melakukan amputasi pada penderita mental
illness ini?
Definisi Competency dan capacity
 Competency atau kebalikannya incompetency adalah
keputusan hukum,
 Decision-making capacity atau kapasitas seseorang,
adalah istilah klinis tentang sesuatu yang spesifik
 Capacity refers to an ability
 “having capacity”
 Capacity comes in degrees

 Competence refers to a property or characteristic a


person possesses
 “being competent”
 Competence (relative to a particular decision) is all or
nothing.
 Penentuan suatu kompetensi bukan suatu
fenomena yang menyatakan bahwa ia
kompeten secara keseluruhan atau tidak
sama sekali.
 “mengevaluasi competency” sebenarnya
adalah untuk mengevaluasi capacity
Definisi Capacity (Kecakapan)
 Capacity adalah derajad dimana seseorang
dapat mengerti informasi yang berhubungan
dengan pengambilan keputusan persetujuan
tindakan medis dan menyadari konsekuensi2
yang akan terjadi bila keputusan itu diambil
atau tidak diambil
 Capacity dapat berubah sepanjang waktu
misalnya karena delirium, obat-obatan,
karena penyakit dan pengobatan.
 Kecakapan seseorang (capacity) adalah spesifik untuk
keputusan tertentu, seseorang mungkin cakap (capacity)
untuk membuat beberapa keputusan tetapi tidak cakap
untuk keputusan tindakan medis yang lainnya
 Pasien mungkin tidak cakap untuk memberikan
persetujuan tindakan medisnya pada satu intervensi
medis tertentu tetapi mungkin cakap dalam memberikan
consent pada keadaan lainnya.
 Sebagai contoh pasien yang menderita schizophrenia
mungkin cakap memberikan persetujuan tindakan medik
untuk terapi diabetesnya tetapi tidak untuk terapi
schizofrennya (ECT).
 Bila kita kuatir tentang Kapasitas pasien untuk
menolak beberapa pengobatan, kita sebaiknya
kuatir juga tentang Kapasitasnya pada waktu
menerima pengobatan tersebut.
 Misalnya seorang dokter dapat menentukan
bahwa seorang pasien tidak mempunyai
Kapasitas untuk membuat keputusan tindakkan
medis pada fraktur tungkai bawah karena pasien
tersebut memutuskan bahwa dia lebih
menginginkan obat tidur atau obat pencahar
untuk terapi fraktur tungkai bawah.
 Ketidakcakapan (incapacity) pasien dalam
memberikan persetujuan tindakan medis
seharusnya tidak diasumsikan bahwa pasien
juga tidak cakap melakukan persetujuan
tindakan medik untuk semua intervensi medis
 Setiap intervensi medis akan memerlukan
penilaian kecakapan (capacity) tertentu dari
pasien untuk memberikan consent untuk
intervensi medis tertentu.
Apa yang menyebabkan penderita mental disorder tidak cakap dalam
memberikan informed consent?

1. Beberapa gangguan mental disorder menghambat penderita untuk


memahami dasar dan tujuan dari intervensi medis,
2. Dementia dan learning disability yang cukup berat menghambat
penderita untuk melakukan komunikasi tentang persetujuan tindakan
medis mereka.
3. Episode manic atau episode mayor depressive, yang ditandai
dengan sikap acuh tak acuh, ambivalence, atau keragu-raguan, atau
bentuk apapun yang dapat menghambat pasien untuk memilih
dengan tepat.
4. Schizophrenia hebephrenic hendaya pikir yang kacau menyebabkan
pasien mengalami kesulitan untuk memahami dasar dan tujuan
sebenarnya dari suatu intervensi medis, atau dalam memilih, atau
mengkomunikasikan persetujuan mereka
5. Lack of Insight: Mereka mungkin mengerti tujuan dari terapi medis
tetapi tetap menolak dilakukan tindakan medis karena keputusan
mereka bahwa mereka tidak sakit dan tidak memerlukan terapi
medis untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya
Alasan moral tentang pentingnya persetujuan
tindakan medis
 Penderita yang cakap, menurut definisi dapat
memberikan persetujuan tindakan medis
 Pentingnya persetujuan tindakan medis didukung oleh
 prinsip-prinsip otonomi yaitu untuk menghormati penderita
terutama untuk penderita dalam pengambilan keputusan
tindakan medis yang telah diinformasikan kepadanya
 Prinsip-prinsip beneficence/non-maleficence yang secara
umum merupakan sesuatu yang diinformasikan kepada
pasien adalah suatu keputusan terbaik mengenai terapi
apa yang terbaik untuk pasien itu sendiri
 Pada penderita yang tidak cakap (incapable) prinsip
beneficence adalah:
 Penilaian atau pengukuran capasitas seseorang menolong
memecahkan masalah yang terjadi secara moral
 Pada kasus-kasus pasien yang tidak cakap (Incapable), maka
kita tidak lagi mengandalkan prinsip otonomi dalam menolong
penderita
 Prinsip dari beneficence /non malefisence mewajibkan klinisi
atau dokter bahwa penderita yang tidak cakap harus
dilindungi dari pengambilan keputusan yang membahayakan.
 Bila pasien tidak cakap, dokter harus mendapatkan consent
yang ditanda tangani oleh wali atau pengampu yang
mengambil keputusan
Cara mengukur capacity
 Ada 7 Area untuk memutuskan atau menentukan kecakapan
(capability)
 Kecakapan (capable) untuk mengerti atau memahami masalah
medis
 Kecakapan (capable) untuk memahami tujuan terapi

 Kecakapan (capable) untuk memahami alternatif terapi bila ada

 Kecakapan (capable) untuk memahami pilihan bila menolak


dilakukan tindakkan terapi
 Kecakapan (capable) untuk menyadari risiko medis yang dapat
diramalkan dan beralasan dari tujuan terapi bila dia
menandatanganinya
 Kecakapan (capable) untuk menyadari risiko medis yang dapat
diramalkan dan beralasan dari tujuan terapi bila dia menolak
menandatanganinya
 Kecakapan (capable) untuk membuat keputusan yang secara
substansi tidak berdasarkan delusi dan depresi
Cara mengukur capacity
Tabel dibawah ini dapat dipakai untk menilai capacity seseorang
Table for Assessment of capacity to make treatment decision

Does the patient understand his or her


Current medical condition?
Expected course?
Recommended treatment?
Risk and benefit of treatment?
Likely course without treatment?
Treatment alternatives?
Risk and benefit of alternative treatment?

Sumber Diadaptasi dari Leo 1999


Cara mengukur capacity

 Kesan2 menyeluruh dari kapasitas dari


pemeriksaan klinik
 Pengujian fungsi cognitif misalnya MMSE
 Penilaian capacity yang spesifik dengan
menggunakan alat bantu misalnya ACE
Diagram dibawah menunjukkan Faktor-faktor yang digunakan untuk melakukan seleksi ambang batas
competency. Sumber. Diadaptasi dari Roth LH, Meisel A, Lidz CW: “Test of Competency to Consent to
Treatment”. American Journal of Psichiatry 124:279-284, 1977. Copyright 1977, American Psychiatric
Association. Used with permission.

Treatment risk-benefit ratio

Unfavorable or
Patient Favorable outcome
questionable
Decision likely (i.e, relatively
outcome quite
low risk and/or high
possible (i.e, high
potential benefit)
risk)

Patient
Consents Low Threshold High Threshold
for competency for competency

Patient
Refuses
High Threshold Low Threshold
for competency for competency
Kapan Kita merujuk ke Ahli untuk
penilaian Capacity?
 Bila kita ragu apakah pengambilan keputusan
ini merupakan suatu delusi atau wahamnya
Surrogate Decision-Making

 Bagaimana kita membuat keputusan medis


terhadap seseorang yang kehilangan
capacitynya apakah secara permanent?
 kita harus mempercayakan pada keluarga
terdekat untuk membuat keputusan medis melalui
pengampu
 pasangannya, anak pasien yang sudah dewasa,
saudara sekandung, orang tuanya atau rekan pasien
dlsbnya
Surrogate-Decision Making

 Pengampu yang tepat adalah seseorang


yang mengetahui pasien dan kecakapan
pasien, harapan pasien dan nilai-nilai yang
diinginkan pasien
 Standar apa yang akan digunakan oleh
pengampu untuk mengambil keputusan?
Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan
melakukan terapi medis?

 “substituted judgment” (keputusan pengganti):


 Surogate sebaiknya mengambil keputusan pasien, yang
akan dibuat oleh pasien itu sendiri seandainya pasien
tersebut dapat melakukannya
 Surogate sebaiknya tidak melakukan sesuatu kepada
pasien bila pasien tidak ingin hal tersebut dilakukan
terhadap dirinya
 proses ini sering membebaskan pengampu dari persepsi
bahwa dia yang mengambil keputusan tentang mati atau
hidup
 Bagaimana tahu tentang keinginan pasien?
 Advance Directive, Kata-kata terakhir kepada orang yang
dicintainya tentang apa yang dia inginkan atau tidak dia
inginkan
Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan
melakukan terapi medis?

 ”best interest” atau standard keinginan yang


terbaik Bila tidak mungkin mendapatkan
”subsitutude Judgment” karena tidak ada
pengampu atau tidak ada pengetahuan/
pengalaman proxy
 ”Just do whatever you think its right”
 ”lakukan apa yang dapat dilakukan bila ini
menjadi yang terbaik” ternyata ini tidak
sederhana dan tidak mudah dilakukan
Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan
melakukan terapi medis?

 Bila sulit mengambil keputusan ”best interest” maka


dapat dipikirkan ” what would most people choose in
this situation” atau apa yang terbanyak orang
inginkan pada situasi seperti ini
 Sebaiknya melibatkan opini kedua atau opini ke
tiga,
 Mungkin juga melakukan konsultasi dengan orang
yang mengerti betul tentang ethics, sementara
dilakukan penilaian langsung terhadap pasien dan
kualitas hidupnya.
Informed consent dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia:
 UU No 29 th 2004 tentang Praktik Kedokteran
pasal 45
 Permenkes RI No 1419 / Menkes/Per/X/2005
tentang penyelenggaraan praktik kedokteran
 Permenkes RI No 585 / Menkes/Per/IX/1989
tentang persetujuan medik
 Tidak ada yang menyebutkan tentang capacity
Mental Capacity Act 2005 Definisi seseorang
dikatakan kurang capacity adalah:
 Bila tidak dapat
 Mengerti informasi yang berhubungan dengan
keputusan
 Memahami informasi itu sendiri yang telah
diberikan kepadanya
 Menggunakan atau mempertimbangkan
informasi yang diberikan
 Mengkomunikasikan keputusannya
Menurut Mental Capacity Act 2005
 Semua orang harus diperkirakan mempunyai kecakapan
(capacity)
 Sebelum memutuskan bahwa seseorang tidak
mempunyai kecakapan (capacity) semua langkah atau
cara harus dilakukan atau dibuat untuk meningkatkan
kemampuan membuat keputusan
 Keputusan yang kurang hati-hati atau ceroboh tidak
dapat dikatakan sebagai tidak mempunyai kecakapan
(capacity)
 Kekuatan positif yang terbaik dari seseorang harus
selalu diperhitungkan
Membuktikan bahwa seseorang
mempunyai kompetensi sebaiknya
 Mengerti bila diterangkan dalam bahasa yang
dimengerti tentang terapi medis, maksud dan
tujuan mengapa terapi itu diberikan
 Mengerti apa konsekuensinya bila tidak
dilakukan tindakkan medis yang akan
diberikan
 Memahami informasi yang diberikan untuk
membuat keputusan yang effektif
 Dapat membuat keputusan dengan bebas
Kesimpulan:

 Competency adalah keputusan hukum sedangkan


capacity adalah istilah klinis
 Capacity dapat berubah karena penyakit atau obat-
obatan
 Seseorang mungkin cakap (capacity) untuk membuat
beberapa keputusan tetapi tidak cakap untuk keputusan
tindakan medis yang lainnya, sehingga setiap akan
melakukan intervensi medis capacity harus selalu di nilai
 Indonesia belum mempunyai undang-undang yang
menyebutkan kecakapan (capacity) seseorang dalam
mengambil persetujuan tindakkan medis.
Denpasar 15 Agustus 2008

Anda mungkin juga menyukai