Anda di halaman 1dari 25

TATACARA & METODE

PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3

Zona
Zona Zona
Terkontaminasi
Terkontaminasi Terkontaminasi
Vadoze zone

Vadoze zone
Zona Kedap

Fuel Tank

Zona
Terkontaminasi Vadoze zone
Floating
Contaminant
Vadoze zone

GWT

AKUIFER AKUIFER

DISAMPAIKAN OLEH
Ir. BINTORO JAKARTA FEBRUARI 2018
HIRARKI REGULASI PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
 Pasal 46 (Kewajiban pemerintah dan pemerintah
daerah untuk menyediakan dan pemulihan lahan
tercemar dan rusak yang teridentifikasi sampai
dengan berlakunya UU 32/2009);
 Pasal 54 (Ketentuan umum tentang kewajiban
UU-32 setiap orang melakukan pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan untuk melakukan
TAHUN 2009 pemulihan fungsi lingkungan hidup)
 Pasal 198
Setiap orang yang menghasil LB3,
pengumpul LB3, pengangkut LB3,  Pasal 199
pemanfaat LB3 dan atau penimbun Setiap orang yang melakukan dumping
LB3 yang melakukan pencemaran
lingkungan hidup wajib PP-101 TAHUN 2014 (pembuangan)LB3 yang melakukan
pencemaran LH wajib melakukan
melaksanakan: TENTANG a. Penanggulangan pencemaran LH
a. Penanggulangan pencemaran
LH dan atau kerusakan LH PENGELOLAAN LIMBAH B3 dan atau kerusakan LH
b. Pemulihan fungsi lingkungan b. Pemulihan fungsi LH
hidup
 Tatacara pemulihan lahan
terkontaminasi limbah B3
PERMENLH 33/2009  Perencanaan
TENTANG  Identifikasi/survey
 Pelaksanaan pemulihan
TATACARA PEMULIHAN  Pengelolaan tanah ter-
LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3 kontaminasi
 Pasca pemulihan

PERDIRJEN PSLB3 Tatacara penyampaian


NO. P.4/PSLB3/Set/PLB.4/7/2016 informasi dan format
pelaporan lahan
TENTANG terkontaminasi LB3 oleh
FORMAT PELAPORAN IDENTIFIKASI & instansi penanggung
jawab dan masyarakat
INVENTARISASI LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3
PROSES KONTAMINASI TANAH
Tanah terdiri dari tiga fasa yaitu: fasa padat, fasa air dan fasa gas. Bahan kimia
dapat mencemari semua dari tiga fasa tersebut, dengan kata lain bisa terdapat
dalam ketiga fasa tanah. Kontaminan bisa terdapat dalam pori-pori tanah sebagai
zat murni yang teradsorbsi pada partikel tanah, sebagai zat terlarut dalam fasa air,
atau sebagai uap dalam fasa gas. Ketika bahan kimia cair tumpah di tanah, bahan
kimia tersebut mengalir ke bawah, karena gravitasi, melalui zona tak jenuh dari
tanah yang dikenal sebagai zona vadose (zona vadose adalah bawah permukaan
diatas muka air, yang juga mencakup jumbai kapiler). Apakah seluruh volume
kontaminan akan bermigrasi ke bagian jenuh dari tanah (saturated zone)
tergantung terutama pada gaya kapiler dari zona vadose dan juga sudah berapa
lama berlangsung. Jika volume bahan kimia lebih besar dari daya tampung pori
tanah dari zona vadose, maka sisa kelebihan volume tersebut akan terus bergerak
ke bawah karena gravitasi. Gaya kapiler berkurang dengan meningkatnya ukuran
partikel. Jadi pada zona vadose yang sebagian besar terdiri dari tanah berpasir,
hampir semua kontaminan akan bermigrasi ke bawah kedalam akifer jika diberikan
cukup waktu. Sedangkan dalam zona vadose yang sebagian besar terdiri dari tanah
lanau atau lempung, sebagian besar volume kontaminan akan tertahan. Dalam
banyak contoh terdapat lensa lanau atau lempung dalam zona vadose berpasir;
lensa-lensa ini akan menahan kontaminan. Pergerakan ke bawah dari kontaminan
ini dipengaruhi terutama oleh permeabilitas dari masing-masing lapisan tanah di
bagian bawah permukaan dan daya absorpsi serta adsorpsi tanah dari fase padat
dan cair.
PROSES KONTAMINASI TANAH
Area Tumpahan
Jika kerapatan kontaminan lebih rendah
daripada air (misalnya, senyawa minyak,
solar, aromatik), maka bagian dari volume
Kontaminan kontaminan yang mencapai akifer akan
dalam tanah
mengapung dekat bagian atas permukaan
air, dan sisanya akan larut dalam air tanah
Jumbai
membentuk plume yang telah
Jumbai
Kapiler Kontaminan
Kapiler terkontaminasi. Kontaminan yang lebih
GWT
Kontaminan ringan daripada air dan tidak larut
Arah Aliran Terlarut didalamnya disebut cairan ringan berfasa
Air Tanah Bedrock non-air (light nonaqueous phase
liquid/LNAPL)
Tipikal LNAPL Plume
Area Tumpahan

Kontaminan cair yang tidak dapat menyatu


dan lebih padat daripada air (misalnya,
Kontaminan pelarut terklorinasi, hidrokarbon
dalam tanah
poliaromatik) disebut cairan padat berfasa
Jumbai non-air (dense nonaqueous phase
GWT Kapiler
liquid/DNAPL). DNAPL tenggelam jauh
Kontaminan
kedalam akuifer, bahkan dapat mencapai
Kontaminan permukaan batuan dasar tergantung pada
Arah Aliran Terlarut
Air Tanah volume dari tumpahan, telah berapa lama
Bedrock
berlangsung, dan kedalaman batuan dasar.
Tipikal DNAPL Plume
KONSEPTUAL SKEMA POLA ALIRAN TIMBULAN LINDI PADA SISTEM SUBSURFACE

hujan Sumur X
Pantau S1 L1 X1 X2 S2
Limbah Permukaan Tanah

Liner Lindi Limbah Permukaan Tanah

Zona Tak Leachate Liner


Jenuh (Lindi)
GWT

θ1
Suggested Plume Boundary
Zona Jenuh
Probable Plume Boundary
Arah Aliran
Leachate
Air Tanah θ2
Plume
Arah Aliran Air Tanah
S2
Hitung total akumulasi Hitung kemampuan total S1
(a)
kontaminan (logam berat) kapasitas tanah untuk melakukan
L1 X1 X2
berdasarkan komposisi mekanisme “natural attenuation” S1 S2
campuran limbah padat melalui reaksi pertukaran kation θ4
dengan kontaminan logam berat
yang terkandung dalam timbulan θ3
lindi
Cb CI
Cdx = + L2 Lokasi Suggested Plume Boundary
1 + (Ve / Ai U) 1 + (Ai U/ Ve) penimbunan

Cdx = konsentrasi rata-rata parameter kimia di air tanah setelah


pengenceran di dalam akuifer (g/m3);
Ai = luas permukaan tangkapan air tanah yang mempengaruhi Arah Aliran Air Tanah
pengenceran polutan (m2) (leachate plume);
Ve = laju aliran lindi rata-rata dalam air tanah (m3/hari);
U = kecepatan aliran air tanah atau akuifer (m/hari);
(b)
Cb = konsentrasi rona awal parameter kimia di dalam air tanah (g/m3);
CI = konsentrasi parameter kimia didalam lindi (g/m3), hasil analisa/TCLP Ai = [(L1 + X1) tgn θ1 + X2 tgn θ2] x [ L2 + 2(X1 + L1)tgn θ3 + 2X2 tgn θ4]
TAHAP PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI (PERMENLH-33-TAHUN 2009)
PELAKSANAAN EVALUASI
PERENCANAAN - Survei, Sampling - Metode Pemulihan
(RPLT) - Pekerjaan Lapangan - Tingkat Keberhasilan PEMANTAUAN
PEMULIHAN
PASCA SSPLT
SITE ASSESSMENT
- Geoteknik
PENGELOLAAN
- Hidrogeologi, - Limbah B3
- Timbulan Lindi
- Deliniasi Lokasi
- Topografi - Tanah Terktontaminasi SSPLT
- Lain lain - Drainase

Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, yang dimaksud dengan
pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 adalah serangkaian kegiatan penanganan lahan
terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan
dengan urutan sbb:
1. Verifikasi awal oleh KLHK;
2. Penyusunan dokumen Rencana Kerja Pemulihan Lahan Terkontaminasi;
3. Pekerjaan Lapangan berupa Site Assessment untuk kegiatan;
- Deliniasi Lokasi untuk menentukan luas area terkontaminasi, volume LB3 & metode pemulihan;
- Pengukuran Topografi;
- Kajian Geoteknik & Hidrogeologi;
- Sampling LB3 & tanah terkontaminasi, dll.
4. Pembahasan/evaluasi dokumen RPLT;
5. Verifikasi lapangan oleh KLHK & Pakar;
6. Pengesahan Dokumen RPLT;
7. Pekerjaan pembersihan (clean-up) LB3, pengelolaan LB3 & tanah terkontaminasi;
8. Sampling tanah pasca clean-up, analisa lab & penyusunan dokumen hasil pemulihan;
9. Evaluasi hasil pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi; dan
10. Penerbitan Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SSPLT) oleh KLHK.
PEMILIHAN METODE PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI
Tanah terkontaminasi dapat diolah dalam tapak atau diluar tapak.
Ada dua pilihan untuk pengolahan dalam tapak yaitu: tanah
terkontaminasi digali keluar dari dalam tanah dan kemudian diolah
dalam tapak atau langsung diolah di tempat (in situ) tanpa
penggalian. Pilihan kedua adalah pengolahan diluar tapak yaitu
tanah dikeluarkan dari dalam tanah dan diangkut ke tapak lain
untuk diolah.

IN-SITU EX-SITU
 Proses Fisika  Proses Fisika
- Penghalang Horizontal
- Insinerasi
- Penghalang Vertikal
- Ekstraksi Uap Tanah (SVE) - Thermal Treatment
- Pump & Treat - Soil Washing
- Air Sparging - Electrokinetic Remediation
- Vitrifikasi
- Electrokinetic Remediation  Proses Kimia
- In-Well Air Stripping
 Proses Kimia
- Supercritical Fluid Oxidation
- Soil Mixing
- Soil Flushing  Proses Biologi
- Treatment Walls - Bioreactors
 Proses Biologi - Land Treatment
- Bioslurping - Composting
- Natural Bioattenuation
- Phytoremediation - Vacuum Heap Bioremediation
FAKTOR PEMILIHAN TEKNIK PEMULIHAN
 Keadaan geologi & hidrogeologi dari tapak lokasi pemulihan;
 Komposisi kimia & volume limbah B3;
 Konsentrasi dari kontaminan pada limbah B3, tanah & air tanah;
 Pengelolaan limbah & tanah terkontaminasi
 Persyaratan peraturan mengenai konsentrasi sisa yang diijinkan dari
kontaminan pada tanah setelah pemulihan; dan
 Biaya & waktu penyelesaian pemulihan.

MODEL PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI


PENGELOLAAN
SEBAB LOKASI PEMULIHAN LAHAN
LIMBAH B3 &
PENCEMARAN TERKONTAMINASI
TANAH TERKONTAMINASI

- Tumpahan - Pihak Ke-3 Berizin


- Kebocoran - Landfill Pemulihan Pemulihan
Tahap 1 Tahap 2
- Open Dumping - In-Situ
- Lain-lain - Ex-Situ

Pemindahan limbah B3

LOKASI PEMULIHAN LAHAN LOKASI PEMULIHAN LAHAN LOKASI PEMULIHAN LAHAN


TERKONTAMINASI TERKONTAMINASI TERKONTAMINASI

SSPLT SSPLT
Landfill Landfill & &
Pemulihan
Closure Closure Landfill Tahap 2
Konstr Landfill Konstr Landfill

Pemindahan limbah B3 Pemindahan limbah B3


METODE
LANDFILL
BAGAN ALIR RENCANA KERJA PEMBANGUNAN LANDFILL
STUDI GEOTEKNIK &
HIDROGEOLOGI STUDI AMDAL IZIN LOKASI SUPERVISI
STUDI BEBAS BANJIR
100 TAHUN

PRESENTASI &
VERIFIKASI LAPANGAN KONSTRUKSI
Kajian, Desain, OLEH KLHK

Konstruksi

PEMBORAN INTI (CORING) RANCANG BANGUN


LANDFILL & FASILITAS
IZIN PENIMBUNAN
(LANDFILL)
COMMISIONING

UJI LABORATORIUM LIMBAH B3


- TCLP - Uji Karakteristik - Uji Paint Filtre Test OPERASIONAL
- LD50 - Uji Radioaktif - Uji Kuat Tekan LANDFILL
- TKML B3 - Analisa PCBs - Analisa TOC
RANCANG BANGUN LANDFILL KATEGORI I, II & III

AKUIFER AKUIFER

LIMBAH PADAT B3 LIMBAH PADAT B3 LIMBAH PADAT B3

PIPA PVC, Ø 6 inch LAPISAN PELINDUNG


LAPISAN PELINDUNG PIPA PVC, Ø 6 inch
K = 1 X 10-2 cm/det
LAPISAN K = 1 X 10-2 cm/det
PIPA PVC, Ø 6 inch
PELINDUNG
K = 1 X 10-2 cm/det GEOTEXTILE LAPISAN GEOTEXTILE
LAPISAN
PENGUMPUL LINDI PENGUMPUL LINDI
LAPISAN GEOTEXTILE GRAVEL, Ø 4-5 cm
K = 1 x 10-2 cm/det GRAVEL, Ø 4-5 cm K = 1 x 10-2 cm/det
PENGUMPUL LINDI
GRAVEL, Ø 4-5 cm

GEOMEMBRANE
K = 1 x 10-2 cm/det

LAPISAN PENGHALANG, K = 1 x 10 -7 cm/det LAPISAN PENGHALANG, K = 1 x 10 -7 cm/det


LAPISAN PENGHALANG, K = 1 x 10-7 cm/det
LAPISAN PENDETEKSI
LAPISAN PENDETEKSI LAPISAN PENDETEKSI KEBOCORAN K = 1 X 10-2 cm/det
K = 1 X 10-2 cm/det K = 1 X 10-2 cm/det
KEBOCORAN KEBOCORAN

LAPISAN DASAR LAPISAN DASAR LAPISAN DASAR


K = 1 X 10-7 cm/det K = 1 X 10-7 cm/det K = 1 X 10-7 cm/det

LANDFILL KATEGORI III LANDFILL KATEGORI II LANDFILL KATEGORI I


DESAIN DAN KONSTRUKSI LANDFILL
METODE LAPISAN PENGHALANG
KONFIGURASI VERTIKAL

Lanau lempungan Lapisan Penutup (Lempung)


lempung 60 cm Zona
Zona
Terkontaminasi
Zona Terkontaminasi
Terkontaminasi
Geomembran Vadoze zone Dinding Vertikal
(Bentonite)
Vadoze zone
Zona Kedap

Fuel Tank
Lapisan Penutup (Lempung)

Zona
Terkontaminasi Vadoze zone Sumur
ekstraksi Dinding Vertikal
Floating
(Bentonite)
Contaminant
Vadoze zone
Dinding
Horizontal
(K < 10-5 cm/det)
(Bentonite) PASIR GWT
(K = 10-2 – 10-4 cm/det)

KONFIGURASI HORIZONTAL

Sumur Sumur
ekstraksi ekstraksi

Flow
Flow

Zona Zona
Terkontaminasi Terkontaminasi
HORIZONTAL BARRIER DENGAN TEKNIK GROUTING BENTONITE
DELINIASI LOKASI RENCANA GROUTING

Kegiatan pemboran inti ini dimaksudkan untuk:


1. Memperoleh data geologi, hidrogeologi dan informasi bawah permukaan serta sifat teknis tanah;
2. Mengkaji kondisi rembesan (seepage) yang terjadi secara vertical dan horizontal;
3. Menetapkan luas area grouting; dan
4. Menentukan desain grouting dan parameter kerja yang cocok untuk diterapkan pada
pelaksanaan grouting.
PROFIL GEOLOGI LOKASI PEMULIHAN
PROFIL GEOLOGI (PENAMPANG MEMANJANG) PROFIL GEOLOGI (PENAMPANG POTONG )
SKALA = V : H = 1 : 1 Skala = V : H = 1 : 1

PROFIL GEOLOGI (PENAMPANG POTONG ) PROFIL GEOLOGI (PENAMPANG POTONG )


Skala = V : H = 1 : 1 Skala = V : H = 1 : 1
GRADIEN AKUIFER DALAM & PROFIL PERMEABILITAS

GRADIEN LAPISAN AKUIFER DALAM PROFIL PERMEABILITAS


Skala = V : H = 1 : 1

Berdasarkan data hasil pemboran (coring) berupa penampang stratigrafi untuk akuifer dalam dapat
menunjukkan gradien arah lapisan akuifer secara umum.
DESAIN LAPISAN PENGHALANG HORIZONTAL
PENAMPANG POTONG PENAMPANG MEMANJANG

Berdasarkan model gelogi daerah penyelidikan, maka tipe grouting yang akan dilaksanakan dapat ditentukan
horizontal dan atau vertical.
DESIGN GROUTING
1. Pekerjaan Uji Injeksi Untuk Menentukan: 2. Desain Injeksi Bentonit Meliputi:
 Pola lubang injeksi  Jumlah baris lubang injeksi
 Spasi lubang injeksi  Pola dan spasi lubang injeksi
 Tekanan maksimum injeksi  Kedalaman setiap lubang injeksi
 Perbandingan campuran bubur material grout  Panjang maksimum ruas injeksi setiap lubang
 Perkiraan volume material  Perbandingan campuran bubur bentonite

SKEMA PEKERJAAN
INJEKSI BENTONITE

inlet

Pipa PVC Ø 1,5”

socket
PVC Perforasi

20 cm

membran

Outlet material
grouting
blinded
LOKASI RENCANA GROUTING (HORIZONTAL BARRIER)
URUTAN PELAKSANAAN INJEKSI MATERIAL
1. Menentukan lokasi lubang injeksi;
2. Pemboran (pemboran inti & non inti);
3. Pencucian lubang bor;
4. Pemasangan perangkat packer(packer setting-up);
5. Uji kelulusan air bertekanan (packer test), minimal 7 (tujuh)
variasi tekanan pada setiap uji;
6. Injeksi larutan bentonite/lempung/semen; dan
7. Penutupan lubang injeksi (apabila injeksi material grout telah
selesai dilaksanakan).

PARAMETER KONTROL GROUTING


 KEKENTALAN (VISKOSITAS)
Istilah lain yang sering dipakai untuk menyatakan kekentalan adalah kemudahan
mengalir (fluidity). Kekentalan material grouting akan meningkat sesuai dengan
presentasi partikel padat di dalam campuran, waktu dan temperatur. Kekentalan
akan meningkat tiba-tiba saat mulai terjadinya pengumpalan. Meningkatnya
kekentalan akan mempersulit penginjeksian karena diperlukan tekanan yang lebih
besar.
 WAKTU PENGGUMPALAN (SETTING TIME, GEL TIME)
Waktu pengumpalan pada material grouting adalah waktu yang diperlukan untuk
mengeras atau mengental sehingga tidak dapat dilarikan atau dipompa. Waktu
pengumpalan merupakan salah satu faktor penting yang mengontrol keberhasilan
pekerjaan injeksi. Waktu tersebut harus cukup lama sehingga memungkinkan material
grouting dalam volume tertentu untuk menyusup kedalam pori-pori tanah/ batuan.
Disamping itu.
PARAMETER KONTROL GROUTING
 UKURAN PARTIKEL
Untuk dapat menyusup cukup jauh ke dalam formasi tanah/ batuan pada tekanan
dan debit pemompaan yang wajar, ukuran maksimum dari partikel suspensi harus
lebih kecil dari sepertiga ukuran rongga-rongga. Menurut Federal Higway
Administration (1976), injeksi material grouting akan berhasil dengan baik apabila
perbandingan antara ukuran partikel material grouting dengan ukuran butir tanah
yang akan diinjeksi memenuhi kriteria sebagai berikut:
D15
GR = > 19
d85
Dengan penjelasan:
GR = Groutability Ratio
D15 = Diameter butiran tanah pada 15% percent finer pada grafik gradasi
d85 = Diameter partikel grout pada 85% percent finer
Ukuran butir material grouting (bentonit/lempung/semen) mengacu pada batas
atas ukuran butir lempung (USDA) dengan nilai d85 = 0.002 mm.
 PERBANDINGAN CAMPURAN MATERIAL GROUTING
Penentuan perbandingan campuran material grouting sangat tergantung pada
permeabilitas tanah/batuan, kekentalan dan waktu penggumpalan. Penentuan
komposisi campuran material grouting dengan air tergantung pada jenis tanah yang
tedapat di daerah yang akan dilakukan grouting.
PARAMETER KONTROL GROUTING
 POLA SEBARAN LUBANG GROUTING
Pola lubang grouting harus dirancang sedemikian rupa sehingga zona yang akan
diinjeksi dapat tercakup seluruhnya. Pola grid merupakan pola lubang injeksi yang
umum di pakai. Jarak antar lubang injeksi tergantung pada jenis grouting yang
dipakai, kekentalan grouting, permeabilitas tanah, tekanan injeksi dan jumlah
pemasukan grouting.

 PENGECEKAN LUBANG (CHECK HOLE)


Setelah pelaksanaan grouting selesai dilakukan untuk keseluruhan titiknya, dilakukan
check hole untuk mengevaluasi apakah pekerjaan grouting yang dilakukan telah
sesuai dengan yang diharapkan atau perlu dilakukan perbaikan kembali. Hal ini
dapat terlihat dari kelulusan air (permeabilitas) setelah dilakukan grouting, apakah
sudah memenuhi syarat yang telah diterapkan atau belum. Check hole dilakukan
dengan melaksanakan pemboran pada area grouting secara random dan
dilanjutkan dengan pengujian permeabilitas untuk mengetahui nilai kelulusan air
apakah sudah sesuai dengan nilai permeabilitas yang diharapkan.
PENAMPANG HASIL GROUTING
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai