Anda di halaman 1dari 37

OBAT-OBAT SUSUNAN

SARAF OTONOM

OLEH :
MUHIMMATUN NI’MAH
Susunan saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang)

Susunan saraf motorik


(otot – otot lurik)
Susunan saraf
simpatis
Susunan saraf perifer
(adrenergik)

Susunan saraf otonom


(otot- -otot polos,
jantung dan kelenjar) Susunsn saraf
parasimpatis
(kolinergik)
• Susunan saraf otonom terdiri atas saraf dan
simpul saraf / ganglia / ganglion.
• Susunan saraf otonom (SSO) bekerja menurut
aturannya sendiri (otonom / tidak kita sadari)
• fungsi sso : mengatur secara otomatis
keseimbangan fisiologis organisme (misal :
suhu badan, tekanan & peredaran darah,
pernafasan, dsb.)
• Susunan saraf otonom tersebar luas di seluruh
tubuh (misalnya: lambung,pembuluh darah
jantung, usus, kelenjar keringat dsb.)
• Saraf otonom dibagi menjadi 2 yaitu,
–Saraf simpatis (adrenergik)
–Saraf parasimpatis (kolinergik)
• Pada umumnya kedua susunan saraf ini
bekerja antagonis, bila salah satu sistem
menghambat fungsi tertentu yang lain justru
menstimulasi contoh : perangsangan saraf
simpatis pada pembuluh darah arteri akan
menyebabkan vasokontriksi, sedangkan
perangsangan saraf parasimpatis akan
menyebabkan vasodilatasi arteri.
kedua susunan saraf ini bekerja antagonis, bila salah satu sistem menghambat
fungsi tertentu yang lain justru menstimulasi

Efek stimulasi
organ Reseptor
S.simpatis S. parasimpatis
(adrenergik) (kolinergik)
Mata (pupil) α diperbesar diperkecil
Paru – paru (bronchia) β vasodilatasi vasokontriksi
Jantung β daya kontraksi diperkuat, Diperlemah
denyutan dipercepat
Arteriola αβ vasokonstriksi -
Vena α Vasokontriksi Vasodilatasi, diperlambat
Lambung, usus (peristaltik αβ dikurangi relaksasi -
& sekresi)
Kandung kemih dan α Relaksasi Diperbesar,kontriksi,
empedu, rahim berubah-ubah
Rahim yg mengandung β Vasokonstriksi -
Kulit, otot-otot α Vasokonstriksi -
Penerusan impuls pada saraf otonom
• Pada saraf otonom, impuls disalurkan ke organ tujuan (efektor,
organ ujung) secara tidak langsung.
• saraf otonom dibeberapa tempat terkumpul di sel – sel gaglion
(kump.sel-sel saraf diluar SSP), dimana terdapat sinaps (celah
diantara 2 neuron).

ganglia
SSP
Organ ujung/efektor
preganglioner postganglioner

• Neuron/saraf preganglioner : saraf yg meneruskan impuls dari


SSP ke ganglia.
• Neuron postganglioner : saraf antara ganglia & organ
ujung/efektor.
• Impuls dari SSP dalam sinaps diteruskan dari satu neuron ke
neuron lain secara kimiawi melalui neurotransmitter /
neurohormon.
Saraf kolinergik / parasimpatis :
• Bekerja dg melepas neurotransmitter asetilkolin (Ach).
• Meliputi :
1. semua neuron preganglioner (baik dari saraf simpatis
maupun saraf parasimpatis).
2. neuron postganglioner parasimpatis/kolinergik.
• Ach adl neurotransmiter pd ujung saraf motoris yg menuju ke
otot rangka/lurik.

Saraf adrenergik / simpatis :


• Bekerja dg melepas neurotransmitter adrenalin / noradrenalin
(NA) di ujung sarafnya.
• Meliputi : neuron postganglioner dari saraf simpatis.
• Adrenalin / NA juga diproduksi oleh medulla adrenalis / cortex.
Metabolisme neurotransmiter
• Untuk menghindari akumulasi neurotransmiter dalam
tubuh & terangsangnya saraf secara kontinyu, maka
neurotransmiter tersebut di-inaktivasi.
– Asetilkolin (Ach) diuraikan oleh enzim
Asetilkolinesterase (AChE) menjadi kolin & asetat
(tidak berefek sbg neurotransmitter lagi).
– Noradrenalin dan adrenalin mengalami
demetilasi (dalam darah) oleh enzim
metiltransferase (COMT) dan deaminasi (dalam
hati) oleh monoamin-oksidase (MAO)
– MAO juga bertanggung jawab pada penguraian
(metabolisme) neurotransmiter yang lain yg aktif
dalam SSP, yaitu Catecholamin, misal : serotonin
dan dopamin.
Obat – obat otonom
• Obat – obat otonom adalah obat – obat yang
dapat mempengarui penerusan impuls dalam
SSO dengan jalan mengganggu sintesa,
penimbunan, pembebasan, dan penguraian
neurotransmiter atau mempengaruhi kerja
neurotransmitter terhadap reseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi organ
(otot polos, jantung, dan kelenjar).
Penggolongan obat otonom menurut khasiat
1. zat – zat yang bekerja terhadap saraf simpatis
• Simpatomimetika (adrenergika) bekerja merangsang
(meniru efek) organ yg dilayani saraf simpatis,misalnya :
noradrenalin, efedrin,isoprenalin, amfetamin
• Simpatolitika (adrenolitika) bekerja menekan saraf
simpatis atau melawan efek adrenergika, contoh :
propranolol
2. Zat – zat yang bekerja terhadp saraf parasimpatis
• Parasimpatomimetika (kolinergika) bekerja merangsang
organ yg dilayani saraf parasimpatis & meniru efek
perangsangan oleh asetilkolin. Contoh: pilokarpin,
fisostigmin.
• Parasimpatolitika (antikolinergika) bekerja melawan
efek parasimpatomimetika,contoh : alkaloid beladonna
(hyoscyamin, atropin, skopolamin).
3. Zat – zat perintang ganglion
Zat yang merintangi penerusan impuls dalam sel – sel ganglion simpatik
dan parasimpatik. Efek ini dampaknya luas, a.l. vasodilatasi karena
blokade saraf simpatis (con : antihipertensive) tidak digunakan lagi
karena blokade parasimpatis (gangguan penglihatan, berkurangnya
sekresi berbagai kelenjar). Contoh : senyawa amonium kwaterner.

Disamping itu dikenal pula sejumlah obat otonom perifer yang dapat
mempengaruhi SSP ,misalnya :
- Adrenergika (efedrin dan amfetamin) berefek menstimulasi SSP
- Antikolinergika (atropin) berefek menekan SSP dengan efek sedatif
- Fenotiazin memblokir reseptor noradrenalin di otak dengan efek sedatif
- Reserpin, menghabiskan cadangan noradrenalin → efek sedatif.
- Zat-zat perintang MAO, merintangi metabolisme noradrenalin → efek
stimulasi SSP (antidepresi).
- Klonidin, bekerja di SSP, berefek meredakan ketegangan & menurunkan
TD.
-Semua obat yang dapat berefek pada SSP tersebut di atas karena bersifat
sangat lipofil & mudah melintasi membran otak.
Adrenergika (simpatomimetika)

• “fight, fright, flight”


• Adrenergika dibagi dua kelompok menurut titik
kerjanya, yaitu reseptor alfa (α)dan reseptor beta(β).
perbedaan kedua reseptor didasarkan pada kepekaan
terhadap adrenalin, noradrenalin (NA) and isoprenalin
/ isoproterenol.
• Reseptor α lebih peka terhadap NA (adrenalin ≥ NA >
isoprenalin).
• Reseptor β lebih peka terhadap isoprenalin
(isoprenalin > NA ≥ adrenalin)
• Berdasarkan efek fisiologinya, reseptor α & β dibagi menjadi
sub tipe : alfa-1 & alfa-2 ; beta-1 & beta-2.
• Stimulasi/aktivasi masing-masing reseptor menghasilkan
efek, sbb :
– alfa-1 : menimbulkan vasokontriksi otot polos (kecuali
otot polos usus : vasodilatasi) dan menstimulasi sel-sel
kelenjar (meningkatkan sekresi liur dan keringat).

– Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf – saraf


adrenergik dengan turunnya tekanan darah, mungkin
juga pelepasan Ach pada saraf kolinergis pada usus
terhambat sehingga turunnya periltastik

– Beta-1 : memperkuat daya dan kontraksi otot jantung (efek


inotrop dan kronotrop)

– Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme


glikogen dan lemak.
• Lokasi reseptor ini umumnya adalah seagai
berikut :
– Alfa-1 dan beta-1 pada postsinapsis, artinya lewat
sinaps di organ efektor
– Alfa-2 dan beta-2 pada presinapsis dan
ekstrasinaps antara lain di kulit otak, rahim dan
pelat – pelat darah (trombosit).
Efek stimulasi reseptor alfa & beta
• Bila suatu organ terdapat kedua jenis reseptor
tersebut maka respon terhadap katecholamin
(adrenalin, NA, dopamin, serotonin) tergantung
pada pembagian & jumlah reseptor alfa dan
beta pada jaringan tersebut.
• Contoh pada bronci ,dimana terdapat banyak
reseptor beta-2 ,disini NA hanya berefek ringan
sedangkan adrenalin dan isoprenalin
menimbulkan bronkodilatasi yang kuat.
Tabel : efek stimulasi reseptor alfa & beta
Stimulasi pada : Efek alfa Efek beta-1 Efek beta-2
Sirkulasi jantung -------------- Inotrop/kronotrop Vasodilatasi –
(+) koroner
Sirkulasi perifer Vasokonstriksi, ----------- -----------
TD naik,
Sekresi kelenjar-
naik
SSP :
1. Nafas Vasokonstriksi ------------ Bronkhodilatasi
mukosa mata &
hidung.
2. Kewaspadaan
Aktv. Psikomotor ----------- ---------
naik, pupil
melebar, nafsu
makan turun.
metabolisme Glikogenolise naik ------------ Sekresi insulin &
Pelepasan as. renin naik.
Lemak naik
Mekanisme kerja
adenylcyclase fosfodieterase
ATP cAMP 5-AMP
inaktif
adrenergika
Efek2
adrenergik

Katecholamin bekerja sebagai neurotransmiter dan akan


mengikatkan diri pada reseptor yang berada di luar membran
sel yang akan mengaktifkan enzim adenylcyclase yang akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Peningkatan kadar cAMP
dalam sel akan menyebabkan bermacam2 efek adrenegik
seperti diatas.
Pengolongan adrenergika
Adrenergika dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu :
Zat-zat yang bekerja langsung pada reseptor organ
tujuan (adrenalin, NA, isoprenalin), efedrin dan
dopamin bekerja langsung & tak langsung.

Zat-zat yang bekerja tidak langsung, yaitu dengan


cara merangsang pengeluaran NA dari tempat
penyimpanannya (di ujung saraf
adrenergik/simpatik),contoh : efedrin, amfetamin,
guanetidin,dan reserpin.
Penggolongan dapat juga menurut jenis reseptor
yang khusus distimulasi oleh obat tersebut :

Adrenergika Efek-alfa Efek beta-1 Efek beta-2

Adrenalin x x x
Noradrenalin x x o
Fenilefrin x o o
Efedrin x x x
Norefedrin x x x
Oksifedrin o x o
Dopamin x x x
Dobutamin o x o
Serotonin x x -
Isoprenalin dan turunannya o x x
Salbutamol dan turunannya o o x
Isoksuprin o x x
Ritodin o o x
Nafazolin dan turunannya x o o
Amfetamin dan turunannya x o o

X : efek utama; o : efek ringan; - : tidak berefek


Penggolongan secara kimiawi
1. Derifat feniletil amin
• Zat dengan 2 gugus-OH pd cincin-aromatis :
Katecholamin (adrenalin, NA, isoprenalin)
• Zat dengan 1 gugus-OH (posisi meta) : fenilefrin
• Zat tanpa gugus-OH : efedrin, amfetamin dan
turunannya (efek SSP terkuat).

2. Derivat imidazolin : ksilometazolin, nafazolin


dan turunannya yang berdaya dekongestif
pada mukosa hidung & efek sentral ringan.
Penggunaan adrenergika
• Pada shock guna memperkuat kerja jantung (beta-1) dan
melawan hipotensi (alfa-1), contoh : adrenalin dan
noradrenalin(NA)
• Pada asma untuk broncodilatasi (beta-2), contoh : salbutamol
dan turunannya, adrenalin dan efedrin
• Pada hipertensi , menurunkan ketahanan perifer & dinding
pembuluh dg memblok pelepasan NA (alfa-2) & alfa-1. contoh :
propranolol
• Sebagai vasodilator perifer (beta-2) di betis, contoh :
buflomedil pd penyakit claudicatio intermittens
• Pada pilek guna menciutkan mukosa yang bengkak (alfa),
contoh : turunan imidazol, efedrin dan adrenalin
• Sebagai midriatikum guna melebarkan pupil (alfa), contoh :
fenilefrin dan nafazolin
• Pada obesitas yaiu untuk menekan nafsu makan, contoh :
fenfluramin dan mazindol
• Pada nyeri haid & menghambat kontraksi untuk relaksasi
otot rahim (beta-2), contoh : ritodrin
Efek samping adrenergika
• Pada dosis biasa, adrenergika menimbulkan
efek samping pada jantung dan SSP yaitu
jantung berdebar,nyeri kepala, gelisah dsb.
Untuk itu perlu hati-hati jika diberikan pada
penderita yang mengindap infark jantung ,
hipertensi dan hipertirosis.
• Tachyfylaxis, bila digunakan lama. Efek ini
semacam resistensi yang terjadi jika diberikan
berulang pada waktu yang singkat. Contoh :
efedrin & adrenergik kerja tak langsung karena
habisnya cadangan NA.
Adrenolitika / simpatolitika
• Dikelompokkan menjadi tiga :

1. Alfa blockers
– zat yang memblokir reseptor alfa yang banyak
terdapat pada otot polos pembuluh (khususnya
pembuluh kulit & mukosa).
– Efek utamanya adalah vasodilatasi perifer.
– ada tiga jenis alfa blockers :
• Alfa blockers tidak selektif
contoh : fentolamin untuk hipertensi & disfungsi
ereksi.

• Alfa-1 blockers selektif


contoh : derv. Quinazolin (prazosin, terazozin,
tamsulosin) serta urapidil untuk hipertensi dan
hiperplasia prostat.

• Alfa-2 blockers selektif


contoh : yohimbin (aprodisiaca).
2. Beta- blockers, banyak digunakan untuk antihipertensi,
dibagi 2 kelompok :

• Beta-1 blockers selektif


yaitu melawan efek stimulasi jantung oleh adrenalin & NA
(reseptor beta-1), contoh : atenolol dan metoprolol

• Beta blockers tidak selektif


juga berefek pada reseptor beta-2 (menghambat
bronchodilatasi), contoh : propranolol, alprenolol, dsb.

3. Penghambat neuron adrenergis


tidak menghambat reseptor adrenergis tapi menghambat
pelepasan catecholamin pada postganglioner dari saraf
adrenergis (s.simpatis), contoh : guanetidin (untuk terapi
glaukoma tertentu).
Kolinergika / parasimpatomimetika
• Kolinergik adalah zat yang dapat menimbulkan efek yang
sama dengan stimulasi susunan saraf parasimpatis (SP),
karena melepaskan ACh di ujung sarafnya.
• Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dan
mengambat penggunaannya, jika SP dirangsang akan timbul
efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur.
• Efek kolinergis yang penting adalah :
– Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat periltastik dan sekresi
kelenjar ludah dan getah lambung.
– Memperlambat sirkulasi, a.l. dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi pembuluh darah & penurunan TD.
– Memperlambat pernafasan dengan menciutkan bronci, memperbesar
sekresi dahak.
– Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil / miosis dan
penurunan tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
– Kontraksi kandung kemih dan ureter sehingga memperlancar
pengeluaran urin
– Dilatasi pembuluh & kontraksi otot rangka.
– menekan SSP setelah di awal distimulasi.
Reseptor kolinergik
• Reseptor kolinergik terdapat pada semua ganglia, sinaps,
dan neuron post-ganglioner dari SP, di pelat ujung otot lurik,
& di bagian SSP (sistem ekstrapiramidal).
• neurotransmiter dari neuron kolinergik adalah ACh.
• Ada 2 jenis reseptor kolinergik :
1. Reseptor muskarinik (M), berada di neuron post-
ganglioner , ada tiga subtipe :

reseptor jaringan Efek stimulasi


M1 Neuron-neuron aktivasi
Ganglia simpatis pelepasan NA naik

M2 Myocard kontraksi naik


Jaringan nodus bradycardia

M3 Kelenjar eksokrin Penyaluran atrioventrikuler berkurang


Ileum sekresi
pembuluh Relaksasi langsung : kontraksi, via endotel :
relaksasi
2. Reseptor nikotinik (N)
– terutama terdapat di pelat – pelat ujung myoneural
dari otot kerangka dan di ganglia otonom (SS dan
SP).
– Stimulasi reseptor N oleh kolinergika
(neostigmin dan piridostigmin) menimbulkan
efek seperti adrenergik, jadi sangat
berlawanan. Mis : vasokonstriksi dg
kenaikan TD, kegiatan jantung meningkat.
– Efek nikotinik dari ACh juga terjadi pada perokok
karena sejumlah nikotin yang diserap ke dalam
darah melalui mukosa mulut.
klasifikasi kolinergika
• Berdasarkan cara kerjanya, kolinergik dibedakan :
1. Bekerja langsung
bekerja langsung pada organ ujung dengan kerja utama
mirip efek muskarinik dari ACh, contoh : karbachol,
pilokarpin, muskarin, arekolin. Semua obat ini bersifat
hidrofil kecuali arekolin.
2. Bekerja tak langsung
yaitu merintangi penguraian ACh secara reversible /
sementara, contoh : fisostigmin, neostigmin &
piridostigmin (antikolinesterase).
– Ada juga zat-zat yang merintangi/mengikat kolinesterase
secara irreversible, contoh : organofosfat & parathion
(insektisida), malathion (obat kutu rambut).
Penggunaan kolinergika
Kolinergika khusus digunakan untuk penyakit :
• Glaukoma, contoh : pilokarpin, karbachol,
dan neostigmin
• myastenia gravis (kelemahan otot), contoh :
antikolinesterase (fisostigmin,
neostigmin).
• Demensia alzheimer, contoh : takrin,
rivastigmin
• Atonia (kelemahan otot polos), contoh :
karbachol dan neostigmin.
Efek samping kolinergik
• Efek samping kolinegik mirip dengan efek samping
stimulasi SP yg berlebihan, antara lain : mual, mutah,
diare, peningkatan sekresi ludah, dahak, keringat, dan
air mata, bradycardia, broncokontriksi, depresi
pernafasan.
• Antidot untuk keracunan kolinergika adalah dengan
pemberian antikolinergika atropin dengan dosis tinggi
(melawan efek muskarinik).
• Kehamilan dan laktasi boleh mengunakan obat-obat
kolinergik (per oral) karena bersifat amonium
kwaterner tidak melewati plasenta tetapi tidak
diberikan secara parenteral karena memicu kontraksi
rahim.
Antikolinergika / parasimpatolitika
• Adalah zat yg menghambat reseptor M (di SSP
& organ perifer) sehingga melawan efek ACh.
• Hanya antikolinergik yg bersifat amonium
kwaterner saja yg menghambat reseptor N di
pelat ujung myoneural & di ganglia otonom,
contoh : pankuronium (relaksansia otot) &
ganglion blockers.
• Kebanyakan obat antikolinergik tidak bekerja
spesifik untuk subtipe reseptor-M.
Klasifikasi antikolinergik
1. Alkaloid belladonna : atropin,
hyoscyamin, skopolamin, homatropin.

2. Zat amonium kwaterner : propantelin,


ipatropium, tiotropium.

3. Zat amin tersier : pirenzepin,


oksibutinin.
Efek antikolinergik
• memperlebar pupil (mydriasis) & mengurangi
akomodasi.
• Mengurangi pengeluaran kelenjar (ludah, dahak,
keringat)
• Mengurangi tonus dan motilitas saluran
lambung- usus dan produksi HCl lambung
• Bronkhodilatasi
• Meningkatkan frekuensi jantung
• relaksasi otot polos dari organ urogenital shg
mempercepat pengosongan kandung kemih &
meningkatkan kapasitasnya.
• Merangsang & menekan SSP pd dosis tinggi
(kecuali zat amonium kwaterner).
Penggunaan antikolinergik
1. Sebagai spasmolitik (pereda kejang otot) dari saluran
lambung – usus, empedu, dan organ urogenital,contoh :
hyoscyamin, propantelin.
2. Tukak lambung-usus & gastritis guna mengurangi sekresi
HCl , contoh : pirenzepin
3. Sebagai midriatikum, untuk memperbesar pupil &
mengurangi akomodasi, contoh : atropin, homatropin.
4. Sebagai premedikasi pra-bedah, untuk mengurangi sekresi
ludah & bronkhi & sbg sedativ berdasarkan efek menekan
SSP, contoh : atropin, skopolamin yang digunakan bersama
anestesika umum sebelum pembedahan (premedikasi)
5. Sebagai anti mabuk jalan mencegah mual muntah, contoh :
skopolamin.
6. Untuk mengurangi kontraksi spontan & hasrat BAK pada
inkontinensi urin, karena instabilitas otot polos kandung
kemih, contoh : oksibutinin.
7. Sebagai antidot pd keracunan kolinergik (&
antikolinesterase), contoh : atropin.
Efek samping antikolinergika
• Efek samping umum (tergantung dosis) adalah berupa
efek muskarinik, yakni mulut kering, obstipasi, retensi
urin, aritmia, gangguan akomodasi, midriasis,dan
berkeringat.
• Pada dosis tinggi timbul efek sentral seperti gelisah,
bingung, eksitasi, halusinasi.
• Zat-zat amonium kwaterner dalam dosis tinggi
menghasilkan efek nikotinik khususnya blokade
ganglion misalnya hipotensi dan impotensi.
• Kehamilan dan laktasi hanya atropin yang dapat
digunakan, yang lain belum cukup data mengenai
keamanannya.
• Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai