Menggagas Format Kepemimpinan Nasional
Menggagas Format Kepemimpinan Nasional
M. Nurul Yamin
Prolog
Ada dua isu menarik yang menjadi perbincangan
publik di pertengahan tahun 2014, yang
nampaknya tidak saling berkaitan, akan tetapi
memiliki banyak kesamaan yaitu : Siapa Presiden RI
Tahun 2014, dan Siapa Juara Piala Dunia
Sepakbola 2014 ?
Dua isu ini akan menjadi perbincangan menarik di
warung kopi, tukang becak, sampai profesional
berdasi.
Dua isu ini juga akan memunculkan banyak
pengamat, analisis, bahkan tukang nujum dan dukun
Politik Bola dan Bola Politik
Melibatkan massa (suporter, konsituen)
Industri modern (Investasi – beaya caleg)
Menarik Media massa
Rentan money politic
Penuh ketidak pastian
Pemain terbaik belum tentu dari klub juara
(Presiden belum tentu dari partai pemenang
pemilu)
Filosofi Tendangan Pinalti
Arah gawang terbaca jelas (Visioner dalam bingkai tujuan)
Mempridiksi gerakan penjaga gawang sebagai
penghalang (jeli membaca dinamika dan dialektika
perubahan)
Posisi bola yang tepat (akurasi identifikasi standing point)
Mundur beberapa langkah (Refleksi historis)
Pilih penendang yang jitu (Bermental/Berkarakter/Mampu
mengatasi tekanan/Selesai dg urusan diri sendiri,
kelompok)
Gagal pinalti sangat menyakitkan (Gagal memilih pemimpin
membahayakan...)
Refleksi Historis
Selama kurun waktu 68 Tahun Indonesia merdeka kita telah
memiliki 6 orang presiden
Soekarno : 1945-1966
Soeharto : 1966-1998
BJ Habibie : 1998-1999
Abdurrahman Wahid : 1999-2001
Megawati : 2001-2004
Susilo Bambang Yudhoyono : 2004-2014
Orde Lama (21 Th) melahirkan 1 orang pemimpin. Orde
Baru ( 32 Th) melahirkan 1 orang pemimpin.
Orde Reformasi (16 Th) melahirkan 4 orang pemimpin.
3 presiden Orde Reformasi muncul by accident (Habibie ;
karena soeharto mundur, Gusdur ; politik poros tengah,
Megawati ; karena Gusdur dilengserkan)
FIGUR, KAPASITAS, DAN PROSES
Budaya politik di Indonesia masih bersifat nirrasional,
artinya kedekatan emosional lebih kuat dibandingkan
dengan pertimbangan rasional. Dalam konteks demikian
faktor ketokohan lebih dominan dari pada sistem.
Tantangan global menuntut calon pemimpin yang memiliki
kapasitas memadai. Indonesia banyak memiliki calon
pemimpin yang berkapasitas, tetapi tidak muncul, kenapa ?
Sistem dan proses rekrutmen pemimpin politik belum
mengakomodir lahirnya calon pemimpin yang berkapasitas.
Demokrasi prosedural lebih menonjol dari demokrasi
substansial.
Figur Pemimpin
Jujur (Shiddiq) :
- Memiliki Integritas - Satunya kata dan tindakan
- Tidak manipulatif
Dapat Dipercaya (Amanah)
- Memiliki legitimasi - Akuntabel, Transparan
Cerdas (Fathonah)
- Mampu berfikir alternatif memecahkan persoalan
- Tidak banyak mengeluh
Komunikatif (Tabligh)
- Mampu mendengarkan kepentingan rakyat
- Mampu menyuarakan kepentingan rakyat
- Dirasakan kehadirannya oleh rakyat
Kapasitas Pemimpin
Memahami Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) Indonesia. Yaitu satu
cetak biru yang dibutuhkan untuk membangun komponen lain dari
sel.
Artinya memahami cetak biru Indonesia
Berkarakter kuat
Mampu mengatasi tekanan baik dari dalam dirinya, kelompoknya,
maupun dari luar.
Visioner
Bukan saja mampu membaca dan merumuskan arah masa depan,
tetapi juga mampu menggerakkan semua potensi untuk mencapai
tujuan
Memiliki kemampuan komuniikasi politik yang baik pada setiap
setiap momentum politik dan stakeholders politik.
Proses Kepemimpinan
Legitimasi
Sistem rekrutmen calon pemimpin yang membuka
ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik
Transparan
Akuntabel
Fairness
Citra Politik Vs Reputasi Politik
Politik pencitraan menjadi mesin kerja yang semakin
memuluskan irasionalitas politik.
Secara perlahan-lahan, gap antara persepsi dan
fakta seorang pemimpin akan meruntuhkan basis
irasionalitas dan meruntuhkan bangunan
pencitraannya.
Seorang pemimpin akan semakin legitimate bukan
karena faktor pencitraan politiknya, akan tetapi
karena reputasi politik yang dibuktikannya.
Penutup
Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
(Hadist)
moehyamien@yahoo.com