Anda di halaman 1dari 62

Benign Prostatic Hyperplasia

Pembimbing:dr. Ginanda Putra Siregar, Sp.U

Penyaji: M. Ariff Hasreen Iqbal Dermawan Nst


Herna tri Yulianty Andry Lukandy
Apriany C A Silalahi Viona Vabella Tjiu
Johanna Sihombing Rani Lestari Banjarnahor
Fifi Florensia Lee Yi Ning
Lora Investisia

KEPANITERAAN KLINIK RSUP. HAJI ADAM MALIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
REFERENSI
BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
• BPH adalah pembesaran kelenjar prostat karena
hiperplasia progresif sel-sel glandular ataupun stromal
pada jaringan prostat.
• Sering diderita oleh kelompok usia lanjut dan meningkat
progresifitasnya sesuai dengan peningkatan usia.
• Merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas
hidup pada sepertiga pria yang berusia lebih tua dari 50
tahun.
• BPH sering dijumpai pada laki-laki berusia lanjut,
– 20 % (usia 41 – 50 tahun)
– 50% (usia 51 – 60 tahun)
– > 90% (usia lebih dari 80 tahun)
• Di Indonesia, belum ada angka kejadian yang pasti, akan
tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-
2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur
penderita berusia 66,61 tahun.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
PROSTAT
• Prostat berukuran lebar 3-4 cm dan
panjangnya 4-6 cm dengan ketebalannya
kira-kira 2-3 cm dan beratnya 20 - 40
gram.
• Terdiri dari 70% glandular dan 30% stroma
fibromuskular.
• Menurut McNeal, prostat dibagi menjadi 3 zona, yaitu
– zona perifer (70% dari volume prostat dewasa muda)
– zona sentral (25%)
– zona transisi (5%)
Keganasan prostat 60-70% berasal dari zona perifer, 10-20%
dari zona transisi, dan 5-10% dari zona sentral
• Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah
satu komponen dari cairan ejakulat, cairan seperti susu
yang dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di
uretra posterior kemudian dikeluarkan bersama cairan
semen yang lain pada saat ejakulasi.
• Volume cairan prostate merupakan 25% dari seluruh
volume ejakulat.
• Vena dari prostat mengalir ke pleksus periprostatic yang
bersambungan dengan vena dorsalis bagian dalam dan
vena iliaka interna (hipogastrikus).
• Parasimpatik dari medulla spinalis setinggi S2-S4 dan
serat-serat simpatik dari nervus hipogastrikus presakralis
(T10-L2).
• Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar
pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik
menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi.
DEFINISI

• Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah proliferasi


pada otot-otot polos dan sel epitel yang berada di dalam
zona transisi postat.
EPIDEMIOLOGI
• Kondisi yang sering ditemukan pada laki-laki
• 20 % (usia 41 – 50 tahun)
• 50% (usia 51 – 60 tahun)
• > 90% (usia lebih dari 80 tahun)
ETIOLOGI

• Masih belum diketahui dengan pasti

• Penelitian  multifaktorial dan dipengaruhi sistem


endokrin.

• Prostat terdiri dari sel epitel dan stroma. Jika ada


gangguan, akan membentuk nodul-nodul hiperplastik
Faktor- faktor penyebab:
1. Pengaruh hormon dihidrotestosterone
(DHT)
• 5-alpha-reductase mengkonversi hormon
testosterone menjadi DHT
• Berikatan dengan reseptor dan masuk ke inti
sel
• Sintesis Growth Factors.
2. Jumlah reseptor androgen yang meningkat
• Lebih banyak reseptor berikatan dengan DHT
3. Pengaruh hormon estrogen
• Mempengaruhi jumlah resptor androgen
• Berperan dalam meregulasi apoptosis sel.
4. Interaksi stroma-epitel
• Sekresi protein dari stroma akan meregulasi
proliferasi sel epitel.
• Gangguan  proliferasi sel epitel meningkat
• Turut mempengaruhi proliferasi stroma.
5. Growth Factors
• Growth Factors ( FGF-1, FGF-2, FGF-7 ,
VEGF dan hormon steroid saling berinteraksi
dalam menjaga keseimbangan proliferasi sel
dan apoptosis sel.
6. Genetic and Familial.
PATOLOGI
• Proses kejadian bermula di zona transisi
prostat (hiperplasia pada jumlah sel
prostat).
• BPH membesar dalam bentuk nodul yang
terdiri dari sel epitel dan stroma.
PATOFISIOLOGI
• Simptom-simptom muncul jika pembesaran prostat
menyebabkan obstruksi pada urethra.
• Penyempitan  outlet resistance yang tinggi  buli-buli
berkompensasi.
• Respon yang diberikan oleh otot-otot detrusor bisa
menyebabkan adanya gangguan pada buli (frekuensi,
urgensi dan nokturia) dan persarafannya.
• Oulet resistance yang tinggi akan
menyebabkan otot-otot polos untuk
berkompensasi  hipertrofi otot 
tekanan intravesika meningkat 
gangguan pada kontraktilitas buli dan otot
detrusor.
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
BPH
BAB 3
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN

Nama : Idris

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Tanggal Masuk : 3 Mei 2016

Alamat : Gang Teladan dusun VII bagan dalam


Anamnesis
Keluhan Utama : Tidak bisa buang air kecil

Telaah :

Hal ini dialami pasien 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien lalu

dipasang selang kencing di RS. Indrapura. Setelah 1 minggu keteter

dilepaskan namun urine kembali tidak keluar. Pasien lalu kembali berobat

ke RS. Kisaran untuk kembali dipasang selang kateter, dan dirujuk ke

RSHAM.
• Awalnya pasien susah buang air kecil sejak 1 bulan yang lalu. Pasien

merasa tidak lampias saat berkemih, tidak dapat menahan kencing dan

harus kembali kencing 1-2 jam setelah selesai berkemih. Urin yang

keluar terputus-putus, menetes dengan pancaran yang lemah. Setiap

ingin memulai berkemih pasien harus mengedan dan pasien sering

terbangun pada malam hari untuk berkemih hingga 4 kali dalam satu

malam.
• Riwayat buang air kecil berpasir, riwayat kencing
berdarah, riwayat kencing bernanah disangkal
pasien. Nyeri pinggang dan nyeri saat berkemih
disangkal pasien. Riwayat pembedahan pada
saluran kemih tidak ada. Riwayat gangguan fungsi
seksual dijumpai 1 bulan terakhir, Riwayat hipertensi
dijumpai namun pasien tidak berobat teratur.

• RPT : Hipertensi
• RPO : tidak jelas
STATUS PRESENS
KeadaanUmum Baik
Sensorium CM
Tekanandarah 160/90mmHg
Nadi 88 x/i, reguler, t/v : cukup
Pernapasan 20 x/I
Temperatur 37,2 oC (axila)
KeadaanGizi Gizi Lebih/ Overweight
BB : 65kg BMI: 25,39kg/m2
TB :160 cm
Pemeriksaan Fisik
• Kepala : Mata : Palpebra anemis (-/-), Refleks cahaya (+/+), Pupil Isokor. D:
3mm/3mm
• T/H/M : Tidak ada kelainan
• Leher : JVP R+2 cmH2O
• Thoraks:
– I: Simetris Fusiformis
– P: stem fremitus kanan=kiri
– P: Sonor di kedua lapangan paru
– A: Sp: Vesikuler, St: -
• Abdomen :
– I: Simetris
– P: seopel
– P: timpani
– A: Peristaltik (+) Normal
• Ekstremitas:
- Superior : Akral hangat, merah, kering, oedem (-)
- Inferior : Akral hangat, merah, kering, oedem (-)
STATUS UROLOGI
• STATUS UROLOGI
• Flank Area
• Inspeksi : Bulging (-/-)
• Palpasi : Nyeri ketok (-/-), Ballotement (-/-)

• Suprapubic Area
• Inspeksi : Bulging (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-)

• Genitalia Eksterna : Jenis kelamin laki-laki, telah disirkumsisi, teraba


testis, tidak dijumpai kelainan. Terpasang folley catheter no.18fr
 DRE

 Perineum : tidak dijumpai kelainan


 Spingter Ani : ketat
 Mukosa : licin, reguler
 Prostat : teraba membesar, permukaan
rata, konsistensi kenyal, simetris kiri dan kanan, batas
atas tidak teraba.
 Lumen : tidak teraba masa
 Sarung tangan : feses (+), darah (-)
Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap
Hb : 14.3 (13-18)
Ht : 42% (39-54)
Leukosit : 8.270 (4.000-11.000)
Trombosit : 329.000 (150.000-450.000)

• Fungsi Hati
Albumin : 4.0 (3.5-5.0)

• Kadar Gula Darah


KGD (sewaktu) :117 (<200)

• Fungsi Ginjal
Ureum :24 (18-55)
Kreatinin :0,98 (0,7-1,3)
• Elektrolit
Natrium : 141 (135- 155)
Kalium : 3.0 (3.6 - 5.5)
Klorida : 105 (96-106)

• Penanda Tumor
PSA Total : 4.3 (0- 4.5)
Urinalisa
• Warna : kuning keruh
• Eritrosit :0-1/LPB (<3/LPB)
• Leukosit : 40-50/LPB (<6/LPB)
• Epitel : 0-1 (0-1)
• Kristal :-
• Cast :-
EKG
EKG
• Kesimpulan: Sinus Ritme, QRS rate 60 x/i, QRS
axis normal, gelombang p (+) N, PR interval 0,16 s,
QRS duration 0,08 s, ST-T change (-), LVH (+), VES
(-)
• Kesan : Sinus Ritme + Left Ventricle Hyperthropy
Fotothoraks
• Tidak tampak kelainan pada cor dan
pulmo. CTR:51%
• Kesan : Kardiomegali Ringan
USG
• Penjelasan:
• Ginjal (R) : bentuk dan ukuran normal. Parenkim
normal. Hidronefrosis ( - ),acoustic shadow ( - )
• Ginjal ( L) : bentuk dan ukuran normal. Parenkim
normal. Hidronefrosis ( - ), acoustic shadow ( - )
• Vesika Urinary :massa (- ) Acoustic shadow ( - )
• Taksiran Berat Prostat: 0,52 x 3.84 x 3.31 x 9,89 : 65
gram
• Kesimpulan : Hyperplasia Prostat
DIAGNOSA
• Benign Prostate Hyperplasia dengan retensi urine +
Hipertensi grade II
TATALAKSANA
• Pro TURP besok hari 4/5/2016
• Amlodipin 1 x 10 mg
• Captopril 2x 25 mg
Laporan Operasi TURP (4 Mei 2016)
1. Pasien posisi Litotomi dengan teknik anastesi Regional
2. Antisepsik dan asepsik lapangan operasi, dilakukan droping untuk melokalisir lapangan operasi
3. Di masukan shoat 24 fr lens 30 hingga ke buli, dilakukan sistoskopi. Tidak tampak mukosa buli hiperemis
dan sakulasi, dijumpai divertikel pada piston lateral kanan. Sebanyak 1 buah dengan leher divertrikel lebar,
trabekular berat, tidak tampak batu maupun massa. Tampak bladder neck tinggi, kissing lobe +/- 0,5cm
4. Dilakukan reseksi prostat secara sistematis mulai dari jam 6,5,4,3,2,1 dengan kontrol perdarahan secara
simultan. Dilanjutkan pada arah jam 7,8,9,10,11,12
5. Dilakukan reseksi pada apical prostat dgn kontrol pendarahan secara simultan
6. Dilakukan evakuasi chip prostat dengan elik evakuator
7. Melakukan penimbangan prostat chip +/- 70 gram
8. Dilakukan sistoscopi kembali, tidak tampak perdarahan dan chip prostat
9.Pasang kateter 24 fr 3way dengan irigasi NaCl 0,9% 100tpm
10.Pasang traksi kateter
11. Operasi selesai
4 Mei 2016
S : Demam (-) Sesak (-) Catheter (+)
O :KU: Baik, CM, HD stabil
TD: 160/100mmHg RR: 18x/i HR: 80x/i, T:36 C

A: Post TURP a/i Benign Prostate Hyperplasia dengan retensi


urine+ hipertensi grade II
P :- IVFD RL 20gtt/I
- Injeksi Ceftriakson 1gr/12jam
- Injeksi Ketorolac 3gr/ 8 jam
-Injeksi Ranitidin 25gr/12 jam
- injeksi Asam Traneksamat 500mg/ 8 jam
- Injeksi Vit K 1 amp/8 jam
R/ : Cek darah lengkap & elektrolit post op TURP
5 Mei 2016
S : Demam (-) Sesak (-) Catheter (+)
O :KU: Baik, CM, HD stabil
TD: 160/90mmHg RR: 20x/i HR: 80x/i, T:37 C
A:Post TURP H1 a/I BPH dengan retensi urine + hipertensi grade II
P :- Diet rendah garam Hasil lab post op TURP
- IVFD RL 20gtt/I Ht : 40% Hb : 13,5 Leukosit:
- Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam 11.000 PLT:248.000
- Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam Na: 141 K: 3,5 Cl: 111
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
-Inj. Asam Traneksamat 500mg/8 jam
-Amlodipin 1x10 mg
-Captopril 2x25 mg
-Irigasi NaCl 0,9 % 60 tpm
6/7 Mei 2016
S : Demam (-) Sesak (-) Catheter (+)
O :KU: Baik, CM, HD stabil
TD: 160/90mmHg RR: 20x/i HR: 80x/i, T:37 C
A:Post TURP H2/3 a/I BPH dengan retensi urine + hipertensi grade
II
P :- Diet rendah garam
- IVFD RL 20gtt/I
- Inj. Cefotaxim 1gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
-Inj. Asam Traneksamat 500mg/8 jam
-Amlodipin 1x10 mg
-Captopril 2x25 mg
- Rencana PBJ tgl 7 Mei 2016
BAB 4

DISKUSI DAN PEMBAHASAN


• Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah proliferasi
pada otot-otot polos dan sel epitel yang berada di dalam
zona transisi prostat. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
adalah kondisi yang sering ditemukan pada laki-laki dan
saling berkait dengan umur dimana 20 % laki-laki berusia
41-50 tahun didiagnosa dengan BPH. Sebanyak 50%
menderita BPH pada usia 51-60 tahun dan hampir
seluruh laki-laki berusia lebih dari 80 tahun menderita
BPH (lebih dari 90%).
• Pada kasus pasien laki-laki berusia 64 tahun.
• Panduan untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah dengan system
skor keluhan. Salah satu system skor yang digunakan secara
luas adalah International Prostate Symptom Scrore (IPSS).
Berat-ringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan
berdasarkan skor yang diperoleh, yaitu: skor 0 – 7: ringan,
skor 8 – 19: sedang, dan skor 20 – 35: berat. Selain 7
pertanyaan tersebut, di dalam pertanyaan IPSS terdapat satu
pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup yang terdiri dari
7 kemungkinan jawaban.
• Pada kasus didapatkan skor IPSS 31, sehingga digolongkan
BPH berat. Dengan skor kualitas hidup 5.
• Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan
prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus
kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat
hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk
diraba.
• Pada kasus, didapatkan prostat konsistensi kenyal,
permukaan rata, simetris, batas atas tidak teraba.
• Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan
ada tidaknya leukosituria dan hematuria. Apabila
ditemukan hematuria, maka perlu dicari
penyebabnya. Bila dicurigai adanya infeksi saluran
kemih, maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur urin.
• Pada kasus dijumpai adanya leukosituria. Hal ini bisa
disebabkan karena pengambilan spesimen yang
tidak tepat, dan juga penggunaan kateter yang
berlama-lama yang dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih.
• PSA disintesis oleh epitel prostat dan bersifat organ specific,
tetapi bukan cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat
mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi
pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urin akut,
kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
Serum PSA dapat dipakai untuk prognosis perjalanan penyakit
dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti
pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat
BPH/laju pancaran urin lebih jelek, dan lebih mudah terjadi
retensi urin. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat
diprediksi berdasarkan kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA,
maka semakin cepat laju pertumbuhan prostat.
• Pada kasus, dijumpai hasil PSA normal sesuai usia yaitu
sebesar 4,3 ng/dL ( normal: 0 – 4,5ng/dL).
• Pemeriksaan pencitraan prostat merupakan pemeriksaan
rutin yang bertujuan untuk menilai bentuk dan ukuran
prostat. Cara menghitung taksiran berat prostat yaitu
dengan rumus volume prostat π/6 x H x L x W.17 Berat
prostat normal 20 gram.
• Pada kasus dari hasil pemeriksaan USG didapatkan π/6 x
9,89 x 3,84 x 3,31 = 65 cm3. Jadi pada pasien ini dijumpai
prostat membesar
• Penatalaksanaan BPH dapat dilakukan dengan
konservatif, medikamentosa yaitu dengan alfa-1
blocker, 5 alfa reduktase inhibitor, Antagonist reseptor
muscarinic, Phospodiesterase-5 inhibitor, terapi
kombinasi, dan pembedahan yaitu dengan cara TURP
(Transurethral Resection of the Prostate), Laser
prostatektomi, Operasi terbuka, dan lain-lain. TURP
merupakan tindakan baku emas pembedahan pada
pasien BPH dengan volume prostat 30-80 ml.
• Pada kasus dilakukan TURP, hal dikarenakan taksiran
berat prostat berdasarkan USG 65 ml.
• Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang
sudah menimbulkan komplikasi, seperti retensi urin akut,
gagal Trial without catheter (TwoC), infeksi saluran kemih
berulang, hematuria makroskopik berulang, batu saluran
kemih, penurunan fungsi ginjal yang disebabkan obstruksi
akibat BPH, dan perubahan patologis pada kandung
kemih dan saluran kemih bagian atas. Indikasi relative lain
untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga
berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian
terapi non-bedah, dan pasien yang menolak pemberian
terapi medikamentosa.
• Pada kasus indikasi pembedahan adalah retensi urin dan
telah gagal TwoC, dan juga pasien menginginkan untuk
dioperasi.
KESIMPULAN
• Pasien laki-laki berusia 64 tahun datang ke RSUP Haji
Adam Malik pada tanggal 3 mei 2016 dengan keluhan
sulit BAK, telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dan didiagnosa dengan BPH
dengan retensi urin, dan telah dilakukan TURP dan
pasien dirawat selama 5 hari.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai