Anda di halaman 1dari 16

Disusun oleh:

Kelompok E Mojokerto
Ni Putu Dewi Sri Wulandari 09700265
Aris Sudarwoko 09700289
Latar Belakang
 Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang
paling sering di dunia.
 Insiden Bell’s palsy tampak cukup tinggi pada orang-
orang keturunan Jepang, dan tidak ada perbedaan
distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan
Bell’s palsy.
 Permasalahan yang ditimbulkan Bell’s palsycukup
kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika
dan psikologis
Tujuan Penulisan
 Untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai
definisi, struktur anatomi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, penegakan diagnosis,
diagnose banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan
prognosis Bell’s palsy.
Definisi
 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis
atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer.
Struktur Anatomi
Epidemiologi
 Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab
terbanyak dari paralysis fasial akut.
 Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000
populasi.
 Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama.
 Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun.
Etiologi
 Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan
iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus
fasialis.
 Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV
pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian
otopsi.
Patofisiologi
Gejala Klinis
 Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas
bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca
dingin, nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada
telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal
yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah.
Penegakan Diagnosis
 Anamnesis:
1. Nyeri postauricular.
2. Aliran air mata.
3. Perubahan rasa.
4. Mata kering.
5. Hyperacusis
 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan laboratorium (tidak spesifik).
 Pemeriksaan radiologi.
Diagnosa Banding
 Tumor otak yang menekan saraf
 Kelumpuhan saraf wajah
 Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus
 Infeksi telinga tengah
Penatalaksanaan
 Terapi medikamentosa:
1. Agent antiviral -> Acyclovir
2. Kortikosteroid -> Prednisone
 Perawatan mata.
 Konsultasi:
1. Ahli neurologi
2. Ahli penyakit mata
3. Ahli otolaryngologi
4. Ahli bedah
Komplikasi
 Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi
suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau
beberapa muskulus fasialis.
 Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan
disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang
pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau
sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal).
 Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.
Prognosis
 Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau
meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang
memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah:
1. Usia di atas 60 tahun.
2. Paralisis komplit.
3. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva
pada sisi yang lumpuh.
4. Nyeri pada bagian belakang telinga.
5. Berkurangnya air mata.
Kesimpulan
 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis
atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer.Penyebab Bell’s palsy
adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis.
 Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas
hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi, yaitu otot
muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak.
 Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan
kombinasi obat- obatan antiviral dan kortikosteroid
serta perawatan mata yang berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai