Anda di halaman 1dari 48

WPP & CCRF

IRHAMSYAH
FPK-UNLAM
Wilayah Pengelolaan Perikanan
• WPP-RI (Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia) merupakan wilayah
pengelolaan perikanan untuk penangkapan
ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi
perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut
territorial, zona tambahan, dan zona ekonomi
ekslusif Indonesia (ZEEI).
• Penentuan WPP-RI yang sebelumnya
berdasarkan pada daerah tempat ikan hasil
tangkapan didaratkan di pelabuhan perikanan
yang terbagi kedalam 9 WPP-RI, sebagai
berikut:
1. Selat Malaka meliputi Provinsi Aceh,
Sumatera Utara, dan Riau.
2. Laut Cina Selatan meliputi Provinsi Kepulauan
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan
Bangka Belitung, Kalimantan Barat.
3. Laut Jawa meliputi Provinsi Lampung, Banten,
Jakarta, Jawa Barat, Ja.wa Tengah, Yogyakarta,
Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan.
4. Laut Flores dan Selat Makassar meliputi
Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara.
5. Laut Banda meliputi Provinsi Maluku.
6. Laut Arafura meliputi Laut Aru, dan Laut
Timur Timor meliputi Provinsi Papua.
7. Laut Seram dan Teluk Tomini meliputi Teluk
Tomini dan Laut Seram meliputi Provinsi Sulawesi
Tengah, Maluku Utara, dan Papua Barat.
8. Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik meliputi
Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Papua dan
Kalimantan Timur.
9. Samudera Hindia meliputi Provinsi
Aceh,Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa
Tenggara Barat.
• Penentuan WPP-RI berdasarkan metode ini
sudah tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan
perikanan terkait pemantauan potensi
sumberdaya ikan.
• Hal itu dikarenakan dasar dalam penentuan 9
(Sembilan) WPP-RI berdasarkan tempat
pendaratan ikan.
• Terkait hal tersebut, dalam rangka pengelolaan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan,
Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan
(KOMNASJISKAN) melakukan revisi WPP-NRI dari
9 WPP-RI menjadi 11 WPP-RI.
• Penentuan 11 WPP-RI mengacu kepada FAO (
Food and Agriculture Organization of The United
Nations) dimana penomoran dan pembagian
wilayah pengelolaan sudah sesuai standar
internasional FAO.
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.01/MEN/2009 tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
telah menetapkan pembagian WPP menjadi
11 WPP yaitu:
1. WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera
Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat
Sunda.
2. WPP-RI 573 meliputi perairan Samudera
Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut
Timor bagian Barat.
3. WPP-RI 711 meliputi perairan Selat Karimata,
Laut Natuna, dan Laut China Selatan.
5. WPP-RI 712 meliputi perairan Laut Jawa.
6. WPP-RI 713 meliputi perairan Selat Makassar,
Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali.
7. WPP-RI 714 Meliputi perairan Teluk Tolo dan
Laut Banda.
8. WPP-RI 715 meliputi perairan Teluk Tomini,
Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau.
9. WPP-RI 716 meliputi perairan Laut Sulawesi
dan sebelah Utara Pulau Halmahera.
10. WPP-RI 717 meliputi perairan Teluk
Cenderawasih dan Samudera Pasifik.
11. WPP-RI 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut
Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.
• Adapun dasar dari penomoran WPP-RI di
Indonesia adalah mengacu kepada pengaturan
“Fisheries Area” dari FAO.
• Di Indonesia sendiri, masuk ke dalam Fishing
Area 57 (Indian Ocean, Eastern) dan 71
(Pacific, Western Central) dari 19 Fishing Areas
yang ada di dunia.
• Berikut 19 Fishing Areas berdasarkan FAO:
1. Area 18 (Arctic Sea)
2. Area 21 (Atlantic, Northwest)
3. Area 27 (Atlantic, Northeast)
4. Area 31 ( Atlantic, Western Central)
5. Area 34 (Atlantic, Eastern Central)
6. Area 37 (Mediterranean and Black Sea)
7. Area 41 (Atlantic, Southwest)
8. Area 47 (Atlantic, Southeast)
9. Area 48 (Atlantic, Antarctic)
10. Area 51 ( Indian Ocean, Western)
11. Area 57 (Indian Ocean, Eastern)
12. Area 58 (Indian Ocean, Antarctic and Southern)
13. Area 61 (Pacific, Northwest)
14. Area 67 (Pacific, Northeast)
15. Area 71 (Pacific, Western Central)
16. Area 77 (Pacific, Eastern Central)
17. Area 81 (Pacific, Southwest)
18. Area 87 (Pacific, Southeast)
19. Area 88 (Pacific, Antarctic)
Indonesia sendiri tercakup dalam dua fishing areas,
yaitu Area 57 dan Area 71.
Untuk Major Fishing Area 57, yang terdiri dari:
1. Bay of Bengal (Subarea 57.1)
2. Northern (Subarea 57.2)
3. Central (Subarea 57.3)
4. Oceanic (Subarea 57.4)
5. Western Australia (Subarea 57.5)
6. Southern Australia (Subarea 57.6)
Dimana perairan Indonesia termasuk ke dalam Sub area
57.1 dan 57.2.
• FAO Major Fishing Areas
• INDIAN OCEAN, EASTERN (Major Fishing Area 57)
• Bay of Bengal (Subarea 57.1) {1}
• Northern (Subarea 57.2) {2}
• Central (Subarea 57.3) {3}
• Oceanic (Subarea 57.4) {4}
• Western Australia (Subarea 57.5) {5, 5.1, 5.2}
• Southern Australia (Subarea 57.6) {6}
• FAO Major Fishing Areas
• PACIFIC, WESTERN CENTRAL (Major Fishing
Area 71)
• Gambar. H4.71.0 menunjukkan batas-batas
Western Central Pacific (Major Fishing di Area
71).
Code Of Conduct For Responsible
Fisheries (CCRF)
• adalah salah satu kesepakatan dalam
konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-
28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober
1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor:
4/1995 yang secara resmi mengadopsi
dokumen Code of Conduct for Responsible
Fisheries
• Resolusi yang sama juga meminta pada FAO
berkolaborasi dengan anggota dan organisasi
yang relevan untuk menyusun technical
guidelines yang mendukung pelaksanaan dari
Code of Conduct for Responsible Fisheries
tersebut.
• Tatalaksana ini menjadi asas dan standar
internasional mengenai pola perilaku bagi
praktek yang bertanggung jawab, dalam
pengusahaan sumberdaya perikanan dengan
maksud untuk menjamin terlaksananya aspek
konservasi, pengelolaan dan pengembangan
efektif sumberdaya hayati akuatik berkenaan
dengan pelestarian ekosistem dan
keanekaragaman hayati
• Tatalaksana ini mengakui arti penting aspek
gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya
yang menyangkut kegiatan perikanan dan
terkait dengan semua pihak yang
berkepentingan yang peduli terhadap sektor
perikanan
• Tatalaksana ini memperhatikan karakteristik
biologi sumberdaya perikanan yang terkait
dengan lingkungan/habitatnya serta menjaga
terwujudnya secara adil dan berkelanjutan
kepentingan para konsumen maupun
pengguna hasil pengusahaan perikanan
lainnya
Latar belakang Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF)
1.Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap semakin
tidak terkendali, mengancam sumberdaya ikan.
2. Issue Lingkungan
3. Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing.
4. Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5. Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6. Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak
mencakup konservasi.
7. Didukung oleh berbagai konferensi Internasional mengenai
perikanan berusaha untuk mewujudkan Keprihatinan
tersebut
Tujuan Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF)
1. Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat,
nasional, dan international), bagi penangkapan
ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung
jawab.
2. Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3. Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4. Menjadiakan tuntunan dalam setiap menghadapi
permasalahan,
5. Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis
dan pembiayaan,
6. Meningkatkan kontribusi pangan,
7. Meningkatkan upaya perlindungan
sumberdaya ikan,
8. Menggalakan bisnis Perikanan sesuai dengan
hukum
9. Memajukan penelitian
Enam (6) Topik yang diatur dalam
Tatalaksana ini adalah :
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan
Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.
Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct
for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan
kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara
berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin
keberhasilan upaya konservasi dan pengelolaannya;
2. Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus
menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas,
keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber
perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk
kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
3. Pengembangan armada perikanan harus
mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai
dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan
pemanfaatannya;
4. Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik, dengan
memperhatikan pengetahuan tradisional tentang
pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya;
5. Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber
perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan regional
harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary
approach) seluas-luasnya;
6. Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian
rupa agar semakin selektif dan aman terhadap kelestarian
lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan
keanekaragaman jenis dan populasinya;
7. Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan
pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian rupa agar
dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
8. Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat
mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;
9. Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-
sumber perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan
wilayah pesisir;
10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan
mekanisme Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS)
yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di
bidang konservasi sumber-sumber perikanan;
11. Negara bendera harus mampu melaksanakan
pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal perikanan
yang mengibarkan benderanya guna menjamin
pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi
regional untuk mengembangkan cara penangkapan ikan
secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar
wilayah yurisdiksinya;
13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme
pengambilan keputusan secara transparan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap
pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di
bidang perikanan;
14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai
dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban
sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade
Organization (WT-0);
15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus
bekerjasama secara damai untuk mencapai
penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan
internasional yang relevan;
16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui
pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di
dalam proses pengambilan keputusan;
17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas
dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya
memenuhi standar keselamatan internasional;
18. Setiap negara harus memberikan perlindungan
terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan
mengingat kontribusinya yang besar terhadap
penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan,
dan keamanan pangan;
19. Setiap negara harus mempertimbangkan
pengembangan budidaya perikanan untuk
menciptakan keragaman sumber penghasilan dan
bahan makanan.
Sasaran-Sasaran Penting Implementasi
1. Fisheries management (pengelolaan perikanan)
• Memperhatikan prinsip kehati-hatian
(precautionary approach) dalam merencanakan
pemanfaatan sumberdaya ikan.
• Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
• Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya
ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar.
• Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar
menukar informasi antar instansi dan Negara.
• Memperhatikan kelestarian lingkungan.
2. Fishing operations (Operasi Penangkapan).
• Penanganan over fishing atau penangkapan
ikan berlebih.
• Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
• Membangun sistem Monitoring Controlling
Surveillance (MCS).
3. Aquaculture development (Pembangunan
Akuakultur)
• Menetapkan strategi dan rencana
pengembangan budidaya .
• Melindungi ekosistem akuatik.
• Menjamin keamanan produk budidaya.
4. Integration of fisheries into coastal area
management (Integrasi Perikanan ke dalam
pengelolaan kawasan pesisir)
• Mengembangkan penelitian dan pengkajian
sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta
tingkat pemanfaatannya.
5. Post-harvest practices and trade (Penanganan
Pasca Panen dan Perdagangan).
• Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program
sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga
sertifikasi.
• Mengembangkan produk value added atau
produk yang bernilai tambah.
• Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
• Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan
pasca panen.
6. Fisheries research (Penelitian Perikanan)
• Pengembangan penelitian.
• Pengembangan pusat data hasil penelitian.
• Aliansi kelembagaan internasional.
Kewajiban Mengikuti Code of Conduct
for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan
lingkungannya.
2. Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3. Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan,
inspeksi, dan pelaporan);
4. Industri disamping harus menggunakan alat tangkap yang
sesuai.
5. Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektiv.
6. Observer program (pendataan diatas kapal).
7. Perikanan rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap
lingkungan dan penggunaan energi yang efisien.
Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries
(CCRF) Yang Harus Dipenuhi Oleh :
1. NEGARA
• Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam
rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan
sesuai dengan daya dukung sumber.
• Menegakkan mekanisme yang efektif untuk
monitoring, control, surveillance dan law enforcement .
• Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang
dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.
2. PENGUSAHA
• Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut
dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS).
• Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-
langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin
pelaksanaan peraturan.
• Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional)
dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan
perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas
diatas kapal untuk para peneliti.
3. NELAYAN
• Memenuhi ketentuan pengelolaan
sumberdaya ikan secara benar.
• Ikut serta mendukung langkah-langkah
konservasi dan pengelolaan.
• Membantu pengelola dalam mengembangkan
kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi
dalam segala hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pengembangan perikanan.

Anda mungkin juga menyukai