2
generasi sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung
jawab.
3
tinggi, serta potensi konflik yang tinggi, dan (2) Sumber daya ikan di pantai
selatan Jawa Barat belum dimanfaatkan secara optimal, namun penuh dengan
tantangan dan kendala di bidang prasarana dan sarana, kemampuan nelayan dan
armada penangkapan ikan, serta sarana pengolahan dan pemasaran. Dengan
demikian, untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan tersebut, dapat
dilakukan dengan mengendalikan atau membatasi kegiatan perikanan tangkap di
perairan utara Jawa Barat dan mengembangkan sub-sektor perikanan tangkap di
perairan selatan Jawa Barat. Namun, pengembangan perikanan tangkap ini harus
dilakukan secara terencana dan komprehensif yang memperhatikan segala daya
dukung atau kapasitas faktor yang terlibat, agar kegiatan perikanan tangkap dapat
berjalan efisien, efektif dan berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan perikanan bertanggung jawab
Kemudian, untuk mengembangkan perikanan tangkap di perairan pantai
selatan Jawa Barat ini, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau
permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Secara spesifik,
permasalahan pokok dalam mengembangkan perikanan tangkap di perairan pantai
selatan Jawa Barat dapat didekati melalui pertanyaan penelitian (research
question) sebagai berikut:
(1) Apa jenis atau komoditi sumber daya ikan unggulan yang ada di perairan
selatan Jawa Barat ?
(2) Apa jenis teknologi penangkapan yang tepat digunakan untuk memanfaatkan
komoditi ikan unggulan tersebut ?
(3) Komponen apa saja yang me njadi penggerak utama sub-sektor perikanan
tangkap dan berapa kapasitas atau daya dukung optimalnya ?
(4) Bagaimana tahapan pengembangan perikanan tangkap yang optimal dan
komprehe nsif ?
Pada prinsipnya, untuk mengembangkan sub-sektor perikanan tangkap di
perairan selatan Jawa Barat, diperlukan suatu pola atau acuan yang komprehensif
dan jelas ini. Oleh karena itu, penulis merasa sangat penting untuk meneliti
tentang model pengembangan perikanan tangkap di pantai selatan Provinsi Jawa
Barat sebagai upaya meningkatkan pendapatan nelayan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun model pengembangan
perikanan tangkap di perairan selatan Provinsi Jawa Barat yang dapat dijadikan
sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perikanan tangkap baik oleh
pemerintah maupun masyarakat. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, secara
lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah :
(1) Menentukan sumber daya ikan unggulan yang layak dikembangkan di
perairan pantai selatan Provinsi Jawa Barat.
(2) Menentukan unit penangkapan pilihan yang tepat untuk memanfaatkan
sumber daya ikan unggulan tersebut.
(3) Mengestimasi kemampuan daya dukung atau kapasitas optimum dari setiap
komponen utama perikanan tangkap di perairan pantai selatan Provinsi Jawa
Barat.
(4) Merumuskan model pengembangan perikanan tangkapnya.
5
(overfishing). Terbatasnya sumber daya ikan akibat jumlah ikan terus menurun
dan terancam punah karena penangkapan ikan sudah melebihi batas. Disamping
itu, tingginya jumlah nelayan untuk memanfaatkan sumber daya ikan yang
terbatas telah menyebabkan wilayah pantai utara Jawa Barat menjadi kawasan
yang rawan konflik. Disisi lain pada kawasan pantai selatan Jawa termasuk
Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan samudera, jumlah
tangkapan ikan masih dibawah potensi sebenarnya (under fishing). Akan tetapi,
masih diperlukan perbaikan dan penambahan pelabuhan pendaratan ikan, serta
perlu perbaikan prasarana pelabuhan yang ada, penanganan hasil tangkapan serta
pengolahan dan pemasaran hasil
Berkaitan dengan permasalahan di atas, langkah pemikiran selanjutnya
untuk mengembangkan perikanan tangkap maka perlu dilakukan analisis dari
aspek pasar, SDI, teknis serta sosial dan ekonominya. Analisis ini diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang komoditi unggulan, estimasi potensinya
(Maximum Sustainable Yield/MSY), teknologi penangkapan pilihan serta tingkat
pendapatan dari nelayan.
Langkah pemikiran selanjutnya, dilakukan analisis optimasi untuk kriteria
yang terdiri atas keterlibatan masyarakat, sarana produksi, unit penangkapan, unit
pengolahan, sumber daya, peraturan, aspek legal dan unit pasarnya. Optimasi ini
menggunakan beberapa analisis dengan tujuan untuk memperoleh nilai optimal
kapasitas atau daya dukungnya dan juga untuk pengambilan keputusan dalam pola
pengembangan perikanan tangkap secara terpadu dan terarah di perairan pantai
selatan Provinsi Jawa Barat. Kemudian, dilakukan langkah penyusunan model
pengembangan dengan beberapa variabel yang berpengaruh didalamnya seperti
potensi sumber daya ikan akan mempengaruhi jumlah dan jenis armada perikanan
tangkap, selanjutnya juga akan mempengaruhi jumlah, skala dan kelas pelabuhan
perikanan. Sela in itu, jumlah dan klasifikasi armada tersebut juga akan
mempengaruhi kapasitas sarana produksi (galangan, pabrik alat dan jaring), tipe
dan kapasitas unit pengolahan yang terkait juga dengan model unit pemasarannya
serta komponen masyarakat nelayan. Secara skematik kerangka pemikiran pola
pengembangan perikanan tangkap di pantai selatan Provinsi Jawa Barat, dapat
dilihat pada Gambar 1.
6
Rona Kini KERAGAAN MODEL
POLA
PerikananTangkap OPTIMASI
OPTIMASI
ProvinsiJawa Barat PASAR SDI TEKNIS SOSEK PENGEMBANGAN
PENGEMBANGAN
Potensi
SDI
Sarana Pelabuhan
Pelabuhan
produksi Perikanan
Perikanan Unit pe- Jumlah
Jumlah
ANALISIS Unit
Unit Unit
Unit
ngolahan SDM/TK
Nelayan
Pengolahan
Pengolahan Pemasaran
Pemasaran
§ Model Schaefer
§ MetodeSkoring ANALISIS Sarana
denganFungsi produksi
Permasalahan Nilai § Model LP
§ Padat tangkap
tangkapdidi § Model LGP
Pantai
Pantura Utara
JawaJawa
SDI § Metode
§
§ Pelabuhan Indeksasi
Perikanan
§ Jumlah armada
armada
perikanantangkap
perikanan
§ Hasil tangkapan
tangkapan
§ Pengolahan
Pengolahandan dan
pemasaran
pemasaranhasilhasil
§ Jumlah nelayan
nelayan Gambar 1.1. Kerangka
Gambar Kerangkapemikiran penelitian
pemikiran modelpola
penelitian pengembangan perikanan
pengembangan tangkap di pantai selatan
perikanan
setempat
7
Provinsi
tangkapJawa Barat selatan provinsi jawa barat
di pantai
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu faktor penting yang dapat menunjang
keberhasilan suatu sistem pengembangan perikanan tangkap, khususnya dalam
upaya pengembangan perikanan tangkap yang modern yang berorientasi bisnis.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi sumber ketersediaan kosumen yang
potensial dan bila tersedianya konsumen pengguna maka akan menarik minat bagi
para insvestor dalam menanamkan modal investasinya, karena mereka
menganggap sektor perikanan dapat memberikan nilai keuntungan yang
menjanjikan (profitable).
Di Indonesia sejak lama telah berkembang sistem pengelolaan perikanan
pantai oleh masyarakat setempat, antara lain “sasi” di Maluku, peraturan tentang
pengelolaan pantai dan budidaya rumput laut di Bali, dan hukum adat laut atau
Panglima Laut di Aceh (Nikijuluw, 2002). Dalam perkembangannya aturan adat
oleh masyarakat tersebut dipengaruhi oleh aturan-aturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah atau hukum positif yang mengatur tentang pemanfaatan dan
kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan perairan.
9
Saat ini muncul istilah ko- manajemen atau pengelolaan bersama antara
komunitas setempat dengan pemerintah. Terbentuknya ko-manajemen karena
adanya kerjasama lembaga pemerintah dan nelayan/masyarakat pantai secara
kemitraan melaksanakan kewajiban dan otoritas dalam pengelolaan sumber daya
perikanan tangakap. Ko-manajemen berarti bahwa lembaga pemerintah dan
masyarakat nelayan secara kemitraan melaksanakan pembagian kewajiban dan
otoritas dalam pengelolaan perikanan.
10
MASYARAKAT
Konsumen
Modal
Teknologi
Pembinaan
Membangun DEVISA
Membuat Domestik
menyelenggarakan Ekspor
Dijual
SARANA PRODUKSI
Membayar
Galangan Kapal
Pabrik Alat UNIT PEMASARAN
Diklat TK Pendistribusian
Penjualan
Segmen Pasar
Memasok
PROSES PRODUKSI
UNIT PENANGKAPAN
Kapal
Alat Penangkap Ikan
Nelayan
Produk
PRASARANA
Dijual oleh
PELABUHAN
ASPEK LEGAL
Diolah
SISTEM INFORMASI
UNIT PENGOLAHAN
Handling
Menangkap Processing
Hasil Packaging
tangkapan
UNIT SUMBER DAYA didaratkan
Spesies
Habitat
Musim/ Lingk. Fisik
11
2.2.3 Proses produksi
Untuk mewujudkan sebuah sistem usaha perikanan tangkap nasional, perlu
kebijakan dan program yang bersifat terobosan (breakthrough) yaitu berdasarkan
pendekatan sistem industri perikanan tangkap. Berdasarkan pada pendekatan
sistem tersebut, untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap nasional
perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
(1) Upaya optimalisasi antara ketersediaan sumber daya (stock) ikan dengan
tingkat penangkapan (effort) pada setiap wilayah penangkapan ikan. Hal ini
sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien
dan menguntungkan (profitable) secara berkelanjutan. Apabila tingkat
penangkapan ikan disuatu wilayah penangkapan melebihi potensi lestarinya
(Maximum Sustainable Yied, MSY), maka akan terjadi fenomena tangkap
lebih (overfishing) yang berakibat pada menurunnya hasil tangkapan
persatuan upaya (catch per unit of effort), pada gilirannya mengakibatkan
penurunan pendapatan nelayan.
(2) Pengembangan teknologi penangkapan yang bersifat selektif, efisien dan
ramah lingkungan (eco-friendly), yang disainnya disesuaikan dengan kondisi
oseanografis fishing ground, sifat biologis ikan sasaran, serta siklus hidup
dan dinamika populasi ikan.
(3) Kapal penangkapan ikan yang disain sesuai dengan kondisi oseanografis
fishing ground, sifat biologis ikan sasaran, serta siklus hidup dan dinamika
populasi ikan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi teknis
penangkapan ikan.
(4) Disamping penerapan manajemen perikanan yang baik, pemerintah
(goverment) perlu menerapkan suatu regulasi mengenai pengelolaan
perikanan yang bertanggung jawab sebagai mana yang tertuang FAO-Code of
Conduct for Responsible Fisheries, yang dewasa ini bergaung di dunia
internasional. Committee on Fisheries FAO telah menyepakati tentang
International Plan of Action on Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU)
fishing yang mengatur mengenai (1) praktik ilegal seperti pencurian ikan, (2)
praktik perikanan yang tidak dilaporkan (unreported), dan (3) praktik
12
perikanan yang tidak diatur sehingga mengancam kelestarian stok ikan global
(unregulated).
Pemeliharaan habitat sumber daya ikan, sehingga rekuitmen dan
pertumbuhan individu ikan terus membaik sekaligus menekan kematian alamiah
ikan. Hal ini penting karena habitat yang sehat dan produktif akan mendukung
produktivitas dan sumber daya ikan yang mendiaminya. Wiyono (2006)
menjelaskan bahwa terdapat beberapa kebijakan yang dapat digunakan sebagai
regulasi dalam memelihara kelangsungan sumber daya hayati ikan laut
diantaranya berupa penerapan MPA (Marine Protected Area) dan close season.
13
daftar kualitas masing- masing komponen pekerjaan, rencana anggaran biaya
serta komponen lain yang dapat mendukung pelaksanaan konstruksi.
(4) Construction, merupakan implementasi dari desain yang telah dibuat.
Mengingat banyaknya jenis fasilitas di pelabuhan maka perlu dilakukan
network planning dalam pelaksanaannya agar dapat mengurangi dampak
negatif terhadap aktivitas masyarakat.
(5) Operation and maintenance, fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan
spesifikasi tertentu untuk mencapai fungsi pemanfaatan maka pengelola
pelabuhan perlu menyusun petunjuk teknis pemanfaatan, tata tertib
penggunaan, dan petunjuk monitoring kondisi fasilitas, serta metode
perawatan dan pemeliharaannya.
Prasarana perikanan yang ada di selatan Provinsi Jawa Barat dan berfungsi
dengan baik sampai saat ini terdiri atas (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Jawa Barat, 2005):
(1) Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu (PPN), memiliki fasilitas
yang tersedia berupa: perkantoran dan rumah karyawan, dermaga, cold
storage, pabrik es, bengkel, balai pertemuan nelayan, tempat pelelangan ikan
dan fasilitas lainnya.
(2) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok memiliki fasilitas: perkantoran dan
mess operator, dermaga, tempat pelelangan ikan, fasilitas pendukung dari PT.
Usaha Mina seperti cold storage, bengkel, docking, brine freezer.
(3) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran memiliki fasilitas yang tersedia
berupa : perkantoran dan rumah dinas, dermaga, tempat pelelangan ikan, balai
pertemuan nelayan.
14
pencucian dengan air bersih, buang sisik, buang isi perut dan ingsang dan tahap
akhir pengelolaan komoditas ikan hasil tangkapan yaitu dengan pengepakan
(packaging) agar komoditas tersebut terlindungi dan tahan lama. Strategi
pengembangan produk digambarkan oleh Charles (2001), sebagai berikut :
INDUSTRI
PENGO-
LAHAN
15
lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan perikanan
dan kelautan seperti wisata bahari, industri maritim, jasa angkutan, penyerapan
limbah dan sebagainya (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat,
2005).
Kebijakan perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat didasarkan pada hasil
pengkajian stok sumber daya ikan yang ditetapkan oleh Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen kelautan dan Perikanan tahun 2001. Tingkat pemanfaatan
SDI di Indonesia telah mencapai 63,49 % dari potensi lestari sebesar 6,409 juta
ton per tahun atau 79,37 % dari JTB sebesar 5,127 juta juta ton pertahun.
Pemanfaatan tersebut tidak merata untuk setiap WPP, bahkan di beberapa wilayah
pengelolaan telah terjadi over fishing seperti di Perairan Selat Malaka (176,29 %),
Laut Jawa dan Selat Sunda (171,72 %) serta Laut Banda (102,74 %). Tingkat
pemanfaatan di wilayah pengelolaan lainnya berturut-turut adalah Laut Flores dan
Selat Makassar sebesar 88,12 %, Samudera Hindia 72,41 %, Laut Sulawesi dan
Samudera Pasifik 46,84 %, Laut Natuna dan Cina Selatan 44,92 %, Laut Arafura
42,67 % dan Laut Maluku, Teluk Tomini dan Seram 41,83 %. Adapun tingkat
pemanfaatan menurut kelompok sumber daya ikan seperti pada Tabel 1.
16
SDI pelagis kecil dan pelagis besar, dimana untuk WPP ini termasuk juga wilayah
perairan pantai selatan Propinsi Jawa Barat.
17
(Scorus spp), kakap (Lates spp) serta jenis lainnya yang belum dikomersilkan dan
masih terbatas.
Hasil identifikasi jenis-jenis ik an yang ditangkap oleh nelayan disekitar
perairan pantai terdapat 98 jenis ikan, 74 diantaranya bernilai ekonomis penting,
20 jenis telah dikomersilkan termasuk di dalamnya cumi-cumi (Loligo sp), teri
(Stelophorus spp), nener, bandeng serta 12 jenis ikan hias ekosistem terumbu
karang (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2003).
Produksi perikanan dalam periode 1998 – 2001 meningkat rata-rata 14,06 %
per tahun yakni 71.982,1 ton pada tahun 1998 menjadi 83.758,69 ton pada tahun
2001. Produksi perikanan tersebut masih didominasi oleh produksi perikanan
tangkap dan pesatnya motorisasi perahu / kapal ikan yang dalam periode yang
sama meningkat rata-rata 1,1 % (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa
Barat 2003). Adanya peningkatan produksi perikanan, menyebabkan penerimaan
devisa yang berasal dari ekspor hasil perikanan juga meningkat.
18
2) Jumlah kapal dengan motor tempel
Periode tahun 1998-2002, jumlah perahu/kapal perikanan di laut
menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 12.30%, yaitu dari 10,789 buah pada
tahun 1998 menjadi 13,201 buah pada tahun 2002. Sedangkan pada dua tahun
terakhir juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21.85%.
3) Jumlah kapal tanpa motor
Periode tahun 1998-2002, jumlah perahu/kapal perikanan di laut
menunjukkan penurunan rata-rata sebesar –2.61%, yaitu dari 2,596 buah pada
tahun 1998 menjadi 2,096 buah pada tahun 2002.
4) Total kapal yang beroperasi di Jawa Barat
Periode tahun 1998-2002, jumlah perahu/kapal perikanan di laut
menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 17.70%, yaitu dari 15,459 buah pada
tahun 1998 menjadi 15,918 buah pada tahun 2002. Begitu juga pada dua tahun
terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5.38%, yaitu dari 13,524 buah
pada tahun 2001 menjadi 15,918 buah pada tahun 2002.
(2) Produksi
Periode tahun 1998-2002, perkembangan produksi perikanan tangkap
Provinsi Jawa Barat meningkat pada tahun 2001 – 2002 rata-rata 7,18%, yaitu dari
147,042 ton pada 2001 menjadi 157,600 ton pada tahun 2002.
19
cukup pesat merupakan potensi pasar yang cukup besar, namun dari segi
kemampuan daya beli dan kesadaran akan arti pentingnya ikan sebagai bahan
makanan yang bergizi tinggi masih cukup rendah, sehingga daya serap pasar akan
produk perikanan oleh konsumen lokal/regional juga masih cukup rendah.
Potensi konsumen yang besar dan terus meningkat ini hakekatnya dapat
merangsang tumbuh kembangnya usaha perikanan sistem agribisnis dan bisnis
kelautan serta perluasan kesempatan kerja. Namun, kondisi nelayan sebagai
produsen yang masih lemah dari aspek sosial ekonomi menyebabkan
produktivitasnya juga rendah. Rendahnya produktivitas usaha mereka disebabkan
oleh rendahnya pendidikan, pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi
serta peralatan yang dimiliki. Disamping itu, kondisi dukungan permodalan serta
manajemen usaha juga masih sangat tidak memadai.
Berdasarkan data statistik, pada tahun 2003 jumlah rumah tangga perikanan
(RTP) perikanan Jawa Barat sebanyak 531.652 RTP setara dengan 2.658.260 jiwa
atau sekitar 7% dari jumlah penduduk Jawa Barat. Sebagian besar dari jumlah
RTP perikanan tersebut memiliki kondisi sosial ekonomi yang masih berada
dibawah garis kemiskinan bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Kemiskinan yang dihadapi meliputi: material, pendidikan dan status sosial, yang
semuanya itu bukan disebabkan karena terbatasnya sumber daya ikan, tetapi erat
hubungannya dengan terjadinya perubahan ekonomi, belum meratanya
pembangunan, serta disebabkan oleh prilaku budaya sebagian besar nelayan yang
belum mendukung ke arah perubahan yang positif. Memperhatikan kondisi
semacam itu, maka perhatian khusus perlu diberikan kepada upaya perlindungan
dan pengembangan perikanan skala kecil dalam rangka meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup nelayan serta memajukan desa pantai. Dalam kaitan ini peran
KUD perlu semakin ditingkatkan dengan mengikutsertakan sektor swasta dan
BUMN/BUMD dengan meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator.
20
wilayah pantai utara sudah maju dengan fishing ground yang lebih jauh sedangkan
di pantai selatan masih rendah.
Jawa Barat memiliki sumber informasi teknologi pemanfaatan sumber daya
perikanan dan kelautan yang cukup memadai, baik UPTD (Unit Pelaksana Teknis
Daerah) maupun adanya UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pusat dan Perguruan
Tinggi unggulan yang berlokasi di Jawa Barat (Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Jawa Barat, 2005), yaitu :
(1) Sarana UPTD :
1) Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) di Wanayasa;
2) Balai Pengembangan Benih Ikan Laut, Payau dan Udang (BPBILAPU)
di Pangandaran;
3) Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar (BPBPAT) di
Cijengkol;
4) Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut, Payau dan Udang
(BPBPLAPU) di Sungaibuntu;
5) Balai Pengembangan dan Pelestarian Perikanan Perairan Umum
(BPPPPU);
6) Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (BPMHP) di
Cirebon;
7) Balai Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPPP) di Muara
Ciasem;
8) Balai Pengembangan Teknologi Penangkapan dan Potensi Kelautan
(BPTPK) di Cirebon.
(2) Sarana UPT Pusat :
1) Balai Riset Budidaya Air Tawar di Bogor;
2) Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) di Sukabumi.
3) Perguruan Tinggi Unggulan, yaitu IPB, ITB dan UNPAD.
(3) Sarana dan prasarana perikanan dan kelautan :
1) Sarana/prasarana penangkapan: Pelabuhan Perikanan Nusantara
(PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), fasilitasi peralatan tangkap
(kapal, jaring, pancing, motor/mesin).
21
2) Sarana/prasarana penunjang pemasaran/pengolahan: Pasar Ikan,
Holding Ground, Cold Storage, Work Shop, Laboratorium Uji Mutu,
termasuk SPBN untuk pasokan bahan bakar mesin kapal.
3) Sarana dan prasarana budi daya : Jaringan Irigasi, Waduk/Bendungan,
Kolam Air Tenang (KAT), Kolam Air Deras (KAD), Keramba Jaring
Apung (KJA), Hatchery, UPR, dan TPHT.
22
permukaan serta secara fisik berukuran besar, yang terdiri atas spesies antara lain:
tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna strip biru selatan, cakalang, tongkol,
setuhuk/marlin, tenggiri, layaran, ikan pedang, cucut/hiu dan lemadang. Keempat
adalah ikan karang, yaitu kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang,
yang terdiri atas spesies antara lain: ekor kuning, pisang-pisang, kerapu, baronang,
kakak tua, napoleon, dan kerondong (morai). Kelima adalah udang penaid, yaitu
kelompok udang yang terdiri atas spesies antara lain: peneid, kepiting, rajungan,
rebon dan udang kipas. Keenam adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang
potensinya paling kecil (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004).
Data potensi dan JTB di atas dapat mengalami perubahan ke arah yang
positif, yakni terjadi kenaikan. Berdasarkan hasil pengkajian stok (stock
assessment) yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001,
diperoleh potensi SDI di perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton
pertahun, dengan rincian 5,14 juta ton pertahun berasal dari perairan teritorial dan
perairan wilayah serta 1,26 juta ton pertahun berasal dari ZEEI. Data ini masih
bersifat sementara, karena masih akan didiskus ikan lebih lanjut dengan Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumber daya Ikan Laut sebelum dikukuhkan dalam
peraturan perundang-undangan (PUSRIPT-BRKP, 2003).
23