Anda di halaman 1dari 28

ASKEP TETANUS

Niken Andalasari
PENDAHULUAN
• Tetanus: gangguan neuromuskular akut berupa trismus,
kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin
spesifik Clostridium tetani.
• Akibat komplikasi luka: Vulnus laceratum (luka
robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustio (luka
bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka
terkontaminasi, luka tali pusat.  tetanus prone wound
• Angka kematian penderita tetanus sangat tinggi sekitar
50 %.
• Perlu pencegahan dan tatalaksana yang tepat.
ETIOLOGI
• Clostridium tetani
• gram positif
• Berbentuk Spora, dan vegetatif.
• Tidak invasif dan terlokalisir pada jaringan yang rusak
• Bentuk spora terdapat pada tanah, rumput, kayu,
kotoran hewan dan manusia.
• Bentuk vegetatif membutuhkan suasana anaerob
pada luka dan jaringan nekrosis.
• Bentuk vegetatif memproduksi eksotoksin neurotoksin
tetanospasmin dan tetanolysmin.
• Toksin inilah yang menimbulkan gejala – gejala
penyakit tetanus.
PATOGENESIS
• Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui
luka. Bentuk spora berubah menjadi bentuk vegetatif dalam
suasana luka yang anaerob.
• Kuman tidak menyebar. Tetapi mengeluarkan ekotoksin,
yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
• Tetanolisin dapat menghancurkan sel darah merah
menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya
bakteri.
• Tetanospasmin: protein toksik terhadap sel saraf. diabsorbsi
oleh organ saraf di ujung saraf motoric, atau aliran darah
menuju SSP.
• Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat dengan
sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi.
PATOGENESIS (2)
• Tetanospasmin yang terikat pada neuron akan
memblok pelepasan neurotransmitter.
• Neuron pelepas gamma aminobutyric acid (GABA)
dan glisin sangat sensitif terhadap tetanospasmin 
kegagalan penghambatan refleks respon motorik
terhadap rangsangan sensoris.
• Kejang rangsang dan spasme.
PATOGENESIS (3)
• Kekakuan dimulai pada tempat masuknya kuman atau
pada otot masseter (trismus),
• toxin masuk ke sumsum tulang belakang  kekakuan
berat otot lurik pada dada, perut dan mulai timbul
kejang.
• toksin mencapai korteks serebri, menderita akan mulai
mengalami kejang umum yang spontan.
TANDA DAN GEJALA
• Masa inkubasi: bervariasi antara 2 hari atau beberapa
minggu bahkan beberapa bulan, pada umumnya 8 – 12
hari.
• Suhu tubuh normal hingga demam
• Tetanus lokal  otot sekitar luka kaku
• Tetanus generalisata
• Trismus: sulit/tidak bisa membuka mulut
• Kaku otot kuduk, perut, anggota gerak
• Sukar menelan
• Ophistotonus
• Kejang dan nyeri hebat.
• Sekujur tubuh berkeringat.
STADIUM KLINIS
• pada anak.
• Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm)
belum ada kejang rangsang, dan belum ada kejang
spontan.
• Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm),
kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan.
• Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm),
kejang rangsang, dan kejang spontan.
• Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :
• Stadium 1 : trismus
• Stadium 2 : opisthotonus
• Stadium 3 : kejang rangsang
• Stadium 4 : kejang spontan
KOMPLIKASI
• Anoksia otak
• fraktur vertebra
• Aspirasi, pneumonia
• Low intake, Dehidrasi
• Disfungsi otonom: hiper/hipotensi
• Kematian
PENCEGAHAN
• Debridemen dan rawat luka
• Imunisasi aktif.
• Imunisasi Pasif.
• Antibiotik
TATALAKSANA TETANUS
1. Pemberian antitoksin tetanus
2. Penatalaksanaan luka
3. Pemberian antibiotika
4. Penanggulangan kejang
5. Perawatan penunjang
6. Pencegahan komplikasi
• Pemberian antitoksin tetanus. selama 2 – 5 hari berturut –
turut
• ATS : 10.000 – 20.000 IU IM (dewasa) dan 10.000 IU IM (anak),
• HTIG : 3.000 IU – 6000 IU IM (dewasa) dan 3000 IU IM (anak).
• Penatalaksanaan luka.
• Cross Incision dan debridemen luka segera.
• Rawat terbuka untuk mencegah keadaan anaerob.
• Bila perlu di sekitar luka dapat disuntikan ATS.
• Pemberian antibiotika.
• Penisilin Penisilin sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM (dewasa)
selama 5 hari. 50.000 IU/kg BB/hari (anak), dilanjutkan
hingga 3 hari bebas panas.
• Tetrasiklin 4x 500 mg/hari (dewasa). 40 mg/KgBB/hari (anak),
dibagi dalam 4 dosis.
• Metronidazol 3 x 1 gram IV.
PENAGGULANGAN
KEJANG.
• Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan
serangan kejang.
• Pemberian anti kejang
• Fenobarbital (Luminal) A: Mula – mula 60 – 100 mg IM,
kemudian 6 x 30 mg per oral. Maksimum 200 mg/hari. D: 3 x
100 mg IM
• Klorpromazin (Largactil) A: 4 – 6 mg/kg BB/hari, mula – mula
IM, kemudian per oral. D: 3 x 25 mg IM
• Diazepam (Valium) A: Mula – mula 0,5 – 1 mg/kg BB IM,
kemudian per oral 1,5 – 4 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
dosis. 3 x 10 mg IM Atau 0,2-0,5 mg/kg BB IV bila kejang.
• Klorhidrat. A: 3 x 500 – 100 mg per rectal
• midazolam 2-3 mg / jam
• Bila belum teratasi,  muscle relaxant + ventilator  ICU
PERAWATAN
PENUNJANG.
• tirah baring,
• oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur,
• cairan infus dan diet per NGT
• Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan / keluaran,
elektrolit
• konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
PENCEGAHAN
KOMPLIKASI.
• anoksia otak dengan
• pemberian antikejang, sekaligus mencegah
laringospasme,
• jalan napas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi
(pemasangan tuba endotrakheal) atau lakukan
rakheotomi berencana, pemberian oksigen.
• pneumonia
• membersihkan jalan napas yang teratur, pengaturan
posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika.
• fraktur vertebra: pemberian antikejang yang
memadai.
PROGNOSIS
• faktor yang memperburuk:
• masa inkubasi yang pendek,
• stadium penyakit yang parah
• penderita yang lanjut usia, neonatus,
• kenaikan suhu yang tinggi,
• pengobatan yang lambat,
• adanya komplikasi seperti status konvulsivus, gagal
jantung, fraktur vertebra, pneumonia.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
• Identitas: Tn. M/54 tahun (00-18-77-62)
• MRS: 07 Mei 2017
ANAMNESIS
• KU: Tidak bisa membuka mulut
• Pasien kesulitan membuka mulut sejak seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Semakin lama semakin
memberat. Saat ini tidak bisa membuka mulut sama
sekali.
• Pasien juga mengeluhkan kesulitan menelan makanan
dan minuman. Sejak dua hari sebelum MRS pasien
sama sekali tidak bisa makan dan minum.
• Saat ini pasien juga mengeluhkan kekakuan dan
kejang di seluruh tubuh disertai rasa nyeri yang hebat
terutama di punggung. Pasien tetap sadar saat
kejang. Kejang bila mendengar suara yang ramai.
• Dua minggu sebelum MRS tangan kanan pasien
tercapit kepiting di tambak. Berobat di PKM
mendapatkan perawatan luka dan suntikan.
• Pasien sudah lama tidak mendapatkan Imunisasi.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum: Sakit berat
• Kesadaran: Compos Mentis, GCS= 4-5-6
• Tekanan Darah 110/70 mmHg
• Respiration Rate 24 x/menit
• Suhu 37.3 C
• Nadi 100 x/menit
• Kepala/Leher
• Anemis (-)
• Icterus (-)
• Cyanosis (-)
• Dyspneu (-)
• Trismus 0 cm
• Pembesaran Kelenjar Getah bening (-/-)
• Thorax
• Inspeksi: simetris, retraksi (-/-), ictus cordis (-)
• Palpasi: simetris, ictus cordis ICS 5 Sinistra
• Perkusi: sonor/sonor, batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-,
Suara jantung (s1,s2) tunggal reguler, murmur (-), gallop (-
)
• Abdomen
• Inspeksi: dinding perut tampak tegang, opistotonus (+)
• Auskultasi: Bising ususng (+) normal
• Palpasi: dinding perut kaku, Hepar/Lien sulit dievaluasi,
• Perkusi: timpani
• Extrimitas
• CRT 2 detik
• Edema -/-/-/-
• Spasme +/+/+/+

Anda mungkin juga menyukai