Anda di halaman 1dari 30

FRAUD PREVENTION

Oleh:
Dr. Eindye Taufiq, Ak, CA

DISAMPAIKAN PADA KULIAH “ AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD AUDIT”


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UPN “VETERAN” JAKARTA
JAKARTA
Pendahuluan
 Manajemen mempunyai tanggung jawab utama untuk menciptakan
budaya antifraud di dalam suatu perusahaan. Graycar (2000),
menjelaskan bahwa kunci pencegahan fraud pada setiap
perusahaan berhubungan dengan pengembangan dan perbaikan
sistem pengendalian fraud yang efektif.
 Pondasi sistem seperti itu adalah filosofi manajemen yang sensitif
terhadap fraud risk. Unsur utama sistim tersebut berupa: perekrutan
staf secara saksama, integritas budaya dan pencegahan kerugian di
dalam organisasi, dan pengauditan secara teratur terhadap
transaksi-transaksi oleh audit internal.
Pendahuluan
 Berbagai hasil survei yang sudah pernah dilakukan, menemukan
bahwa fraud pada umumnya dilakukan oleh karyawan dan
manajemen organisasi dibanding oleh orang luar, seperti survey
yang dilakukan oleh KPMG (2004), menemukan bahwa hanya 32%
fraud dilakukan oleh para pihak di luar organisasi, selebihnya
sebanyak 68% dilakukan oleh karyawan dan manajemen organisasi.
Pedoman AICPA untuk Pencegahan
Fraud
AICPA (2000), mengeluarkan suatu pedoman untuk membantu
organisasi dalam pencegahan dan pendeteksian fraud. Pedoman ini
antara lain mengidentifikasi tindakan yang perlu diambil organisasi
untuk pencegahan fraud, yaitu sebagai berikut:
1. Culture of Honesty and Ethics
a) Setting the Tone at the Top
b) Creating a Positive Workplace Environment
c) Hiring and Promoting Appropriate Employees
d) Training
e) Notification and Confirmation
f) Discipline
Pedoman AICPA untuk Pencegahan
Fraud
2. Antifraud Processes and Controls
a) Identifying and Measuring Fraud Risks
b) Mitigating Fraud Risks
c) Implementing and Monitoring Appropriate Internal Controls
3. Appropriate Oversight Process
a) Audit Committee or Board of Directors
b) Management
c) Other Oversight Resources (Internal and external auditors)
Tanggungjawab Manajemen
Manajemen juga dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih
besar untuk memastikan bahwa potensi kecurangan bisa dicegah
seminimal mungkin. Langkah-langkah yang harus diambil sebagai
tindakan pencegahan terhadap fraud adalah :
1. Menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan dan asistensi (creating
a culture of honesty, openness, and assistance)
2. Menghilangkan kesempatan untuk berbuat curang (eliminating
opportunities for fraud)
Tanggungjawab Manajemen (Lanjutan)
Terdampat empat faktor dalam mencegah terjadinya kecurangan yaitu
dengan menciptakan suatu budaya kejujuran, keterbukaan, dan saling
membantu. Keempat faktor tersebut adalah :
1. Merekrut pegawai yang jujur dan melatihnya tentang kesadaran
akan akibat kecurangan (hiring honest people and training them in
the fraud awarenessi)
2. Menciptakan lingkungan kerja yang positif (creating a positive work
environtment)
3. Mengembangkan kode etik organisasi (developing a organization
code of ethics)
4. Menerapkan program asistensi bagi karyawan (implementing
employee assistance programs)
Metode Pencegahan Fraud
W. Steve Albrect, et., all (2003) menjelaskan metode yang dapat
digunakan untuk menghilangkan kesempatan untuk berbuat curang,
yaitu :
1. Menerapkan pengendalian internal yang baik (installing good
internal control)
2. Mengurangi kolusi (discouraging collusion)
3. Mengingatkan kepada pemasok dan kontraktor terhadap kebijakan
perusahaan (alerting vendors and contractors to company policies)
4. Pemantauan terhadap karyawan (monitoring employee)
5. Petunjuk hubungan telpon langsung (tip hotlines)
6. Menciptakan suatu ekspektasi terhadap hukum (creating on
expectation of punishement)
Metode Pencegahan Fraud (Lanjutan..)
W. Steve Albrect, et., all (2003) menjelaskan metode yang dapat
digunakan untuk menghilangkan kesempatan untuk berbuat curang,
yaitu :
7. Melakukan audit kecurangan secara proaktif (proactive fraud
auditing). Audit kecurangan dilakukan dengan empat tahapan :
a) Mengidentifikasi resiko yang muncul
b) Mengidentifikasi gejala adanya kecurangan untuk setiap
temuan
c) Membuat program audit yang secara proaktif untuk menemukan
gejala dan temuan
d) Melakukan investigasi terhadap gejala yang diidentifikasi
Fraud Prevention Check-up
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), untuk
mencegah kecurangan dapat dilakukan dengan Fraud Prevention
check-up dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Fraud risk oversight , yaitu : apakah dewan direksi atau pihak lain
dalam penugasan (seperti komite audit, manajemen dan auditor
internal) telah melakukan pengawasan risiko kecurangan yang
tepat.
2. Fraud risk ownership, yaitu : apakah orang-orang yang memiliki
kekuasaan dalam suatu organisasi, telah bertanggungjawab untuk
mengelola semua resiko kecurangan dalam organisasi dan
berkomunikasi secara eksplisit dengan manajer yang bertanggung
jawab mengelola resiko kecurangan pada daerah mereka.
Fraud Prevention Check-up (Lanjutan…)
3. Fraud risk assessment, yaitu : apakah organisasi telah
menggunakan penaksiran resiko untuk mengidentifikasi,
mengungkur dan memprioritaskan dalam mendeteksi dan
menangani kecurangan.
4. Fraud risk tolerance and risk management policy, yaitu : apakah
dewan direksi dalam organisasi telah mengidentifikasi dan
menyetujui batas toleransi untuk setiap resiko kecurangan dan
apakah dewan direksi dalam organisasi telah mengidentifikasi dan
menyetujui setiap kebijakan tentang kecurangan, dan bagaimana
mengatur resiko kecurangan tersebut.
Fraud Prevention Check-up (Lanjutan…)
5. Process level anti fraud control or reengineering, yaitu ;
a) Apakah organisasi telah menerapkan batasan untuk
mengurangi atau menghapus melalui proses reengineering
masing-masing dari penaksiran risiko kecurangan yang
signifikan. Dasar pengendalian adalah pemisahan tugas yang
berkenaan dengan ototrisasi, penjagaan asset dan pencatatan
dan pelaporan transaksi.
b) Untuk apa organisasi menerapkan ukuran untuk setiap level
proses perancangan pencegahan, menghalangi dan
mendeteksi masing-masing resiko yang signifikan dalam
penaksirannya.
Bentuk Pencegahan Fraud
Scott Green (2004) dalam bukunya “Manager’s guide to The Sarbanes-
Oxley act : Improving Internal Controls To Prevent Fraud” menjelaskan
bentuk-bentuk pencegahan kecurangan dalam suatu organisasi atau
perusahaan, yaitu :
1. Membangun struktur pengendalian intern yang baik, pengendalian
internal terdiri atas lima komponen yang saling terkait :
a) Lingkungan pengendalian (control environment)
b) Penaksiran resiko (risk assessment)
c) Standar pengendalian (control activities)
d) Informasi dan komunikasi (information and communication)
e) Pemantauan (monitoring)
Bentuk Pencegahan Fraud (Lanjutan…)
2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian
a) Review kinerja
b) Pengolahan informasi
c) Pengendalian phisik
d) Pemisahan tugas
e) Otorisasi transaksi
3. Meningkatkan kultur organisasi
a) Keadilan
b) Transparansi
c) Akuntabilitas
d) Tanggungjawab
Bentuk Pencegahan Fraud (Lanjutan…)
4. Mengefektifkan fungsi internal audit
a) Internal audit departemen harus memiliki kedudukan yang
independent dalam organisasi perusahaan dalam arti kata tidak
boleh terlibat kegiatan operasional perusahaan dan
bertanggungjawab kepada atau melaporkan kegiatannya
kepada top manajemen
b) Harus ada dukungan yang kuat dari top kepada internal audit
department
c) Internal audit departemen harus memiliki sumber daya yang
professional, capable, bias bersikap objektif dan memiliki
integritas serta loyalitas yang tinggi
d) Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka
mendeteksi kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan
Fungsi Internal Audit dalam
Pencegahan Fraud
Ratliff & Reding (2002) menjelaskan bahwa audit internal dituntut untuk
dapat mempersiapkan pemeriksaan ke hampir semua operasi bisnis,
termasuk sistem pengendalian, kinerja sistem informasi akuntansi,
pemenuhan aturan, laporan keuangan, fraud, lingkungan pelaporan dan
kinerja manajemen. Oleh karena itu auditor internal harus mempunyai:
1. Analytical and critical thinking skills.
2. An efficient method to gain an adequate understanding of any
auditee— individual, organization, or system.
3. New concepts, principles, and techniques of internal control.
4. An awareness and understanding of risk and opportunity related to
both the auditee and the auditors.
Fungsi Internal Audit dalam
Pencegahan Fraud (Lanjutan…)
5. Development of general and specific audit objectives for any audit
project.
6. Selection, collection (using a broad array of audit procedures),
evaluation, and documentation of audit evidence, including the use
of statistical and non-statistical induction.
7. Reporting audit results in a variety of formats to a variety of
recipients.
8. Audit follow-up.
9. Professional ethics.
10. Audit technology applicable across a variety of types of audit reports
(Ramamoorti, 2003).
Fungsi Internal Audit dalam
Pencegahan Fraud (Lanjutan…)
 IIA secara formal menaksir kembali dan mengevaluasi prinsip-
prinsip, orientasi, dan dasar pengetahuan tentang kemampuan-
kemampuan dan keahlian-keahlian profesi audit internal. Terdapat
empat tujuan strategis dari The IIA yang berupa visi audit internal
yaitu: 1) enhance the economic value of internal auditing; 2) ensure
consistently high quality internal auditing; 3) strengthen the
professional standing of internal auditing; and 4) achieve broad
market awareness of internal auditing (Guidance Task Force/GTF
Report, 1999 dalam Ramamoorti, 2003) .
Pencegahan Fraud dalam Aktivitas
Perusahaan
Green, 2004 menjelaskan bagaimana cara untuk mencegah munculnya
fraud dalam aktivitas perusahaan, yaitu :
1. See The Treats Coming
2. Know Yourself
3. Identify Where You Are Vulnerable
4. Protect Your Self
5. Monitor Your Health
Tindakan Mengurangi Fraud
The Natioal Commission on Fraudulent Financial Reporting (The
Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent dalam financial
reporting, yaitu :
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi
terhadap integritas proses pelaporan keuangan (financial reporting)
2. Mengidentifikasikan dan memahami faktor-faktor yang mengarah ke
fraudulent financial reporting
3. Menilai resiko fraud dalam financial reporting di dalam perusahaan,
serta
4. Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang
memadai untuk financial reporting
Pencegahan Fraud
Mulfrod dan Comiskey (20020 menulis buku terkait dengan creative
accounting yang berjudul “The Financial Numbers Game : Detecting
Creative Accounting Practise”. Buku tersebut digunakan untuk
mengetahui secara tepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent
accounting). Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya resiko terdapat fraudulent financial reporting di perusahaan
antara lain :
1. Terdapat kelemahan dalam pengendalian internal
2. Perusahaan tidak memiliki komite audit
3. Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara pihak
manajemen dengan karyawan perusahaan
Pengklasifikasian Creative Accounting
Klasifikasi dari Creative Accounting Practise menurut Mulfrod and
Comiskey, terdiri atas ;
1. Pengakuan pendapatn fiktif (regcognizing premature or ficticios
revenues)
2. Kapitalisasi yang agresif dan kebijakan amortisasi yang terlalu
besar (Aggressive Capitalization and Extended Amortization
Policies)
3. Pelaporan yang salah atas aktiva dan utang (Misreported Assets
and Liabilities)
4. Perekayasaan laporan Laba Rugi (Creative with the Income
Statement)
5. Timbul masalah atas pelaporan arus kas (Problem with Cash Flow
Reporting)
Aturan Independensi Akuntan Publik
Peraturan khusus perlu untuk menjaga kualitas jasa akuntan publik,
khususnya jaminan mengenai independensi akuntan publik agar tidak
terlibat dalam upaya melakukan fraud yang berkonspirasi dengan
manajemen perusahaan. Aturan tersebut adalah \
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
423/KMK.06/2002 Tanggal 30 September 2002 Tentang Jasa
Akuntan Publik
2. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) nomor
: Kep- 20/PM/202 tentang Independensi Akuntan yang memberikan
jasa audit di Pasar Modal
Pentingnya Budaya Etika
 Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap
pembentukan perilaku etis dan pencegahan terhadap fraud, karena
budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan karyawan.
 Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, etis dan tidak
etis. Untuk itu sangatlah penting mengembangkan nilai-nilai budaya
etika di dalam perusahaan. Penerapan budaya etika dapat dilakukan
dengan menerapkan top-down.
Chiness Walls/Firewall
Chiness wall atau firewall merupakan bentuk sistem penghalangan
informasi yang diimplementasikan di dalam perusahaan yang ditujukan
untuk memisahkan dan mengisolasi orang-orang yang membuat
keputusan atau orang-orang yang dapat mempengaruhi keputusan
tersebut sehingga menyebabkan resiko penyalahgunaan terhadap
informasi yang merugikan perusahaan dapat diminimalisir.. Beberapa
contoh penerapan chiness wall adalah :
1. Instruksi untuk menjaga informasi yang bersifat rahasia
2. Instruksi untuk tidak membaca, mendngarkan tipe-tipe informasi
yang khusus/tertentu
3. Pengawasan atas kepatuhan prosedur perusahaan
4. Pemisahan tanggung jawab karyawan
Faktor Penentu Pencegahan Fraud
1. Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi
2. Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif
3. Perekrutan dan Promosi Pegawai
4. Pelatihan yang Berkesinambungan
5. Menciptakan Saluran Komunikasi Yang Efektif
Fraud Risk Assessment
ACFE merilis sebuah panduan untuk melakukan Fraud Risk
Assessment atau pengukuran resiko fraud dalam suatu organisasi.
Fraud Risk Assessment yang dirilis ACFE ini bertujuan membantu
pemeriksa fraud dalam mengidentifikasi apa saja resiko fraud dalam
suatu organisasi dan apa saja langkah-langkah yang diperlukan untuk
menanggulangi fraud tersebut (fraud risk response).
Fraud Risk Assessment
Fraud Risk Assessment memastikan bahwa :
1. Mengidentifikasi resiko inheren fraud dalam suatu organisasi
2. Mengevaluasi kecenderungan dan signifikansi resiko fraud yang
telah diidentifikasi
3. Mengevaluasi siapa saja dan departemen apa yang paling mungkin
melakukan fraud dan apa saja kemungkinan metode fraud yang
dilakukan
Fraud Risk Assessment
Fraud Risk Assessment memastikan bahwa :
4. Mengidentifikasi kontrol preventif dan detektif yang terkait dengan
resiko fraud di atas
5. Mengevaluasi apakah kontrol tersebut beroperasi secara efektif dan
efisien
6. mengidentifikasi resiko fraud residual yang diakibatkan tidak adanya
atau tidak efektifnya kontrol
7. Melakukan respon terhadap resiko fraud residual
Fraud Risk Assessment
Berikut ini adalah contoh daftar pertanyaan untuk mengukur resiko fraud
yang digunakan dalam fraud risk assessment:
1. Adakah kebijakan perusahaan mengenai penerimaan hadiah,
diskon, jasa, dan sejenisnya, baik dari pelanggan maupun supplier?
2. Adakah kebijakan perusahaan mengenai proses tender atau
bidding pembelian?
3. Apakah dilakukan review pada proses pembelian untuk
mengidentifikasi supplier atau vendor yang selalu diprioritaskan
(favored vendor)?
4. Apakah dilakukan review pada proses pembelian untuk
mengidentifikasi penggelembungan harga atau pemahalan (mark
up)?

Anda mungkin juga menyukai