Anda di halaman 1dari 35

PENCEGAHAN FRAUD

Fraud berpengaruh secara langsung terhadap keuntungan perusahaan. Sementara perusahaan


besar mungkin dapat bertahan akibat enam atau tujuh macam fraud, sebuah perusahaan kecil
atau organisasi nirlaba mungkin tidak akan pernah dapat bertahan. Untuk bertahan dalam pasar
yang kompetitif saat ini, perusahaan harus proaktif dalam memerangi fraud.
Ketika akuntan memikirkan pencegahan fraud, mereka berpikir pengendalian intern.
Pihak luar bertanya Apa yang dimaksud pengendalian intern?' Pengendalian intern adalah
seperangkat aturan dan prosedur yang mengendalikan berjalannya perusahaan. Secara teori, jika
prosedur ditetapkan dengan benar dan semua orang mengikutinya, kesalahan terhindari dan fraud
tidak terjadi.
Masalahnya adalah orang yang melakukan fraud seringnya adalah orang yang
menganggap pengendalian intern sebagai bagian dari agenda mereka sendiri. Mereka melanggar
aturan ketika mereka melakukan fraud, dan kemudian biasanya melanggar lebih banyak
peraturan untuk menutupi fraud.
Jadi, Pengendalian intern, ketika ditetapkan dengan benar, dapat mencegah banyak fraud.
Dasar-Dasar Pengendalian Intern
Pada setiap waktu, manajemen perusahaan memikul tanggung jawab utama untuk
menetapkan, mempertahankan, dan menegakkan sistem yang aman dan terkendali, checks and
balances. Biaya untuk membuat, menerapkan, dan memelihara pengendalian yang efektif bisa
tinggi. Seperti halnya keputusan bisnis, penting untuk mempertimbangkan biaya terhadap
manfaat yang dapat dicapai dengan pengendalian.
Ingat, bagaimanapun, bahwa risiko fraud intern adalah tinggi. Fraud Examiners
memperkirakan bahwa 5% sampai 6% dari pendapatan suatu perusahaan hilang karena fraud
setiap tahun. Seorang eksekutif mungkin berkata, ''Tidak dengan perusahaan saya'' Mungkin
benar bahwa sebuah perusahaan tertentu belum menemukan besarnya fraud intern. Walaupun
demikian, tidak berarti hal itu tidak terjadi. Biaya pencegahan fraud dan manajemen harus
mempertimbangkan terhadap risiko fraud total tahunan perusahaan sebelum mengambil
keputusan tentang uang yang akan dibelanjakan dalam upaya pencegahan.
Bahkan ketika aturan pembatasan anggaran, penting bagi manajemen untuk mengadakan
setidaknya beberapa tingkat pengendalian. Ada beberapa checks and balances yang tidak mahal
untuk diterapkan (seperti pemisahan fungsi, rekonsiliasi tepat waktu, dan sejenisnya), dan
semuanya harus dilakukan, dengan sangat minimal.

Tentu saja, beberapa pengendalian dapat jauh lebih efektif dan aman daripada yang lain,
tetapi mahal. Walau biaya sebagai pertimbangan utama, namun pengenalian tidak boleh
diabaikan sama sekali, tapi manajemen harus mencari metode biaya-efektif yang membawa
regulasi ke daerah aman secara memadai.
Pengendalian intern terkait dengan fraud dapat dibedakan dalam tiga kategori:
1. Pengendalian Preventif.
Berfokus pada melindungi aset dan informasi perusahaan dengan menghentikan fraud yang
terjadi.
2. Pengendalian Detektif.
Bertujuan untuk menemukan fraud ketika itu terjadi, diharapkan sesegera mungkin.
3. Pengendalian Korektif.
Memperbaiki masalah yang ditemukan, sehingga fraud selanjutnya dapat dicegah dan
terdeteksi secara lebih baik.
Ketiga kategori ini sangat penting untuk membentuk pengendalian intern yang efektif.
Jika salah satu hilang, dua lainnya secara otomatis menjadi kurang efektif. Ambil contoh,
pengendalian korektif. Hal tersebut mungkin termasuk hukuman yang ditentukan akan dikenakan
setelah fraud telah ditemukan. Jika sebuah perusahaan memilih untuk tidak menghukum mereka
yang melakukan fraud, proses lain menjadi kurang efektif karena segera karyawan amati bahwa
kebijakan tersebut tidak diberlakukan. Dengan demikian, kebijakan tidak berarti bagi karyawan
dan mereka lebih cenderung melanggar aturan tersebut.
Pengendalian Intern dan Sarbanes-Oxley
Undang-Undang Sarbanes-Oxley tahun 2002 (SOX) umumnya berlaku untuk perusahaan publik
di Amerika dan auditornya, tetapi banyak perusahaan publik multinasional dan perusahaan
swasta yang mengikuti peraturan tersebut secara sukarela. SOX umumnya mensyaratkan:
1. Manajemen menilai efektivitas struktur pengendalian intern perusahaan atas pelaporan
keuangan. Apakah pengendalian efektif untuk menjamin bahwa laporan keuangan akan
disajikan secara akurat?
2. Sebuah laporan auditor tentang penilaian manajemen. Apakah auditor yakin bahwa
manajemen melakukan penilaian terhadap pengendalian intern secara akurat?
3. Standar audit yang baru dan aturan untuk perusahaan audit dengan klien publik. Auditor
perusahaan publik dibatasi dengan pelayanan yang dapat mereka berikan kepada klien
mereka, untuk memastikan independensi mereka.
Persyaratan umum SOX lainnya mencakup ketentuan mengenai whistleblower, di mana
perusahaan harus membentuk mekanisme, pelaporan (rahasia) anonim bagi karyawan. Hal ini

paling sering dilakukan dengan hotline anonim, hal ini dapat diatur melalui penyedia jasa, yang
menjamin kerahasiaan penelepon. Perusahaan juga harus mengungkapkan apakah Kode Etik
telah ditetapkan untuk para eksekutif dan tersedia untuk umum. SOX mendefinisikan konflik
kepentingan dan melarang tindakan tertentu, seperti pinjaman pribadi pejabat eksekutif atau
direksi.
SOX tidak menentukan perangkat pengendalian intern tertentu yang harus ada pada
perusahaan. Ada elemen tertentu dari pengendalian intern yang diperlukan, seperti ketentuan
whistleblower dan evaluasi manajemen terhadap pengendalian intern, tetapi peraturan tersebut
tidak menentukan besaran perangkat pengendalian intern.
Memahami apa yang tidak dipersayaratkan SOX bagi perusahaan mungkin lebih penting
daripada mengetahui apa yang dipersyaratkan. Banyak orang dan investor tidak mengerti bahwa
SOX sebenarnya mensyaratkan sangat sedikit cara perbaikan substantif atas pengendalian intern
perusahaan. Selama manajemen mau mengakui secara terbuka bahwa pengendaliannya tidak
baik, perusahaan tidak dipaksa untuk meningkatkan pengendalian intern.

TIPS DAN TEKNIK


Menimbang Program Whistleblower?
1. Anonymous hotline mengurangi setengah fraud.
2. Informasi/kabar rahasia merupakan metode terkemuka dalam mendeteksi fraud.
3. Mempromosikan suatu budaya di mana karyawan melihat whistleblowing sebagai komponen
penting dari etika lingkungan yang melindungi masa depan mereka.
4. Pertimbangkan memperluas program whistleblower kepada pemasok, pelanggan, dan lainlain di luar organisasi.
5. Program harus bersifat rahasia, dan pelapor harus diyakinkan bahwa tidak akan ada
pembalasan.
6. Pengaduan terhadap manajemen senior harus disampaikan langsung kepada komite audit.

Audit dan Pengendalian Intern


Audit yang dilakukan oleh auditor independen lebih terfokus pada prosedur berbasis
risiko, efektivitas pengendalian intern perusahaan menjadi sorotan.
Audit berbasis risiko berfokus pada identifikasi fungsi dan rekening (akun) di sebuah
perusahaan yang menimbulkan risiko tertinggi terjadinya kesalahan atau penyimpangan yaitu,
area yang paling berisiko terjadinya salah saji dalam laporan keuangan.

Tidak hanya mencari hasilnya (salah saji laporan keuangan), auditor mencari penyebab
(kekurangan pengendalian). Jadi fokusnya adalah mengevaluasi kualitas dalam proses pelaporan
keuangan, bukan hanya memeriksa catatan akuntansi.
Pernyataan pada Standar Audit, (SAS) 99 Pertimbangan Fraud dalam Audit Laporan
Keuangan, memberikan auditor pedoman khusus tentang masalah fraud dalam perusahaan.
Standar ini mengharuskan auditor untuk mengidentifikasi risiko fraud dalam perusahaan; mereka
diharapkan untuk mengasumsikan bahwa pengakuan pendapatan yang tidak benar merupakan
risiko fraud, seperti halnya pengabaian manajemen atas pengendalian intern.
Jadi auditor mungkin akan sedikit lebih sadar akan isu seputar pengendalian intern dan
dampaknya terhadap laporan keuangan. Namun, ini tidak berarti bahwa auditor eksternal lebih
menyukai untuk mendeteksi fraud daripada sebagaimana yang mereka telah lakukan di masa
lalu.
Aktivitas Pengendalian di dalam sebuah Perusahaan
Kebijakan dan prosedur perusahaan dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, yang paling
umum akan dibahas dalam bagian ini. Salah satu bagian yang paling jelas dari pengendalian
intern suatu perusahaan adalah perlindungan terhadap aset. Ini berarti bahwa perusahaan
mengamankan aset fisik melalui pintu-pintu terkunci, mengamankan meja dan lemari arsip,
tempat penyimpanan terkunci, dan penggunaan lencana identifikasi. Catatan yang teliti tentang
aset dan informasi yang dimiliki oleh perusahaan juga harus dijaga.
Selain itu, pengamanan cek kosong, komputer menggunakan password, dan data
dilindungi dengan perangkat lunak keamanan. Akses ke data yang diberikan hanya kepada
mereka yang membutuhkannya, dan upaya untuk mengakses sistem komputer dari luar
dikendalikan dan dipantau. Membatasi akses ke informasi digital ini sangat penting di era
informasi. Komputerisasi data rentan terhadap hacker dan karyawan yang tidak puas, dan
informasi pelanggan harus rajin dijaga.
Pemisahan fungsi adalah aspek lain dari pengendalian intern. Dalam perusahaan kecil, ini
adalah salah satu pengendalian intern yang paling banyak diabaikan. Ini menyedihkan, karena
tidak terlalu sulit untuk membagi tugas antara karyawan sehingga seorang karyawan tidak
memiliki terlalu banyak kendali atas daerah tertentu. Namun, perusahaan-perusahaan kecil
enggan untuk mengambil langkah ini, karena tidak selalu mudah atau efisien untuk membagi
tugas antar karyawan. Tapi hanya membutuhkan satu fraud bagi perusahaan untuk menyadari
pentingnya pemisahan tugas dan usaha yang sedikit dan biaya yang sedikit dibandingkan dengan
risiko fraud.

Inti dari pemisahan fungsi adalah memisahkan fungsi kasir, pencatat, dan penandatangan
dokumen (otorisator) di perusahaan. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan piutang usaha,
kasir akan memiliki kepemilikan aset-pembayaran pelanggan secara tunai atau cek. Fungsi
pencatatan, termasuk memperbarui rekening nasabah ke rekening pembayaran dan pencatatan
deposito bank. Karyawan dalam fungsi otorisasi hanya akan diizinkan untuk mencatat
penyesuaian rekening atau otorisasi transaksi yang tidak biasa lainnya.
Dengan memisahkan ketiga fungsi tersebut, maka kecil kemungkinan bahwa pembayaran
pelanggan akan dicuri. Jika orang yang memegang uang mencuri, ini akan terlihat ketika
rekening nasabah dan rekening bank direkonsiliasi oleh karyawan lain. Sangat mudah untuk
melihat mengapa orang yang memiliki uang tidak boleh membuat entri ke rekening nasabah atau
rekening bank, atau merekonsiliasi keduanya. Ini juga jelas bahwa setidaknya orang ketiga harus
terlibat dalam proses untuk memungkinkan penyesuaian ke rekening, dan ini tidak harus
dilakukan oleh kasir, mencegahnya menyesuaikan rekening untuk menutupi pencurian.

KISAH NYATA
Pemisahan Fungsi
Sebuah perusahaan manufaktur kecil memiliki satu orang yang mengendalikan seluruh proses
akuntansi perusahaan. Manajer akuntansi menjawab surat, mendepositokan pembayaran
pelanggan, memperbarui rekening nasabah, mencatat saldo rekening bank, dan merekonsiliasi
laporan bank. Dia juga memiliki kewenangan untuk membukukan jurnal penyesuaian ke sistem
akuntansi.
Tiga tahun kemudian, ditetapkan bahwa manajer akuntansi telah mencuri sejumlah besar uang.
Dia mencuri begitu banyak sehingga perusahaan terhuyung di tepi kebangkrutan.
Pencurian tersebut mudah dilakukan karena tidak ada pengawasan dari fungsi akuntansi dan
sama sekali tidak ada pemisahan fungsi. Bahkan tanpa satu orang lain yang terlibat dalam proses
pembayaran pelanggan, itu memudahkan manajer akuntansi untuk mengambil pembayaran
pelanggan dan mengatur rekening pelanggan untuk menutupi pencurian. Rekening bank selalu
seimbang karena ia melakukan penyesuaian ke rekening itu juga.
Otorisasi transaksi yang tepat berkaitan dengan tingkat otoritas karyawan untuk
mengajukan, menyetujui, dan mencatat transaksi. Kegiatan dalam kategori ini bisa mencakup
penandatanganan transaksi (baik tanda tangan pada kertas atau persetujuan digital),
memverifikasi bahwa otorisasi yang tepat telah diberikan sebelum transaksi selesai, dan
mengambil tindakan korektif jika transaksi selesai tanpa otorisasi yang tepat. Sebagai contoh,
sebuah perusahaan mungkin memiliki kebijakan bahwa setiap transaksi di bawah $10.000 dapat

disetujui oleh supervisor wilayah tetapi lebih dari jumlah itu manajer supervisor wilayah harus
melakukan persetujuan. Ini adalah contoh dari pengendalian otorisasi, dan komponen lebih lanjut
akan mencakup tindak lanjut oleh seseorang di dalam perusahaan untuk memastikan bahwa
tingkat kelayakan yang diperoleh otorisasi untuk transaksi lebih dari $10.000.
Penting juga untuk menentukan bahwa otorisasi tidak dipalsukan. Hal ini bisa terjadi
melalui tanda tangan palsu di atas kertas, atau melalui akses tidak sah ke data komputer untuk
memberikan otorisasi elektronik. Salah satu komponen akhir dari pemeriksaan otorisasi adalah
menentukan apakah sistem otorisasi sedang dielakkan. Misalnya, jika transaksi $14.000
memerlukan tingkat yang lebih tinggi otorisasi, seorang karyawan mungkin cenderung
melanggar menjadi dua transaksi $7.000, sehingga meniadakan kebutuhan untuk otorisasi
tambahan.
Salah satu cara untuk memeriksa apakah transaksi sedang diproses dengan benar adalah
melalui pemeriksaan independen atas kinerja. Pengecekan tersebut dapat mencakup hal-hal
seperti audit mendadak atas rekening, rekonsiliasi catatan, jumlah uang di laci, dan jumlah
persediaan fisik. Karena jenis pemeriksaan ini memerlukan tingkat independensi, maka harus
dilakukan oleh orang lain selain mereka yang ditugaskan menjaga rekening, catatan, atau aset.
Sebagai contoh, pengujian jumlah persediaan tidak boleh dilakukan oleh pegawai yang
mengawasi gudang atau karyawan yang mencatat persediaan. Sebaliknya, harus dilakukan oleh
seseorang di luar fungsi-fungsi tersebut, yang tidak akan memiliki kepentingan dalam
memanipulasi salah satu hitungan. Orang tersebut bisa jadi auditor internal atau petugas
akuntansi terkait dengan piutang, dan bukan catatan persediaan.

KISAH NYATA
Tindakan Anti-Fraud Secara Umum
Menurut Asosiasi CFE, 75% dari perusahaan yang menjadi korban dari fraud internal
menggunakan audit eksternal sebagai langkah anti-fraud. Lima puluh sembilan persen
perusahaan korban menggunakan audit internal untuk membantu mencegah fraud, dan 46%
memanfaatkan pelatihan fraud untuk memerangi fraud.
Mekanisme pelaporan anonim, seperti hotline fraud karyawan, adalah salah satu cara
untuk mempertahankan pengendalian. Jika karyawan melakukan hotline secara serius, yakinlah
bahwa mereka benar-benar akan tetap anonim, terdorong untuk menggunakannya, dan tindakan
yang diambil berdasarkan laporan anonim, mereka akan lebih cenderung memanfaatkannya.
Karena mekanisme pelaporan dilakukan dengan serius, karyawan perlu mengetahui bahwa
tindakan yang tepat nyata-nyata dilakukan, sejauh bahwa hal itu adalah sah dan praktis.

KISAH NYATA
Efektivitas Hotline Anonymous
Menurut Asosiasi CFE, organisasi yang telah menerapkan hotline fraud atau mekanisme
pelaporan anonim menderita kerugian karena fraud rata-rata hanya setengah dari yang tidak
melakukan mekanisme tersebut. Perusahaan dengan hotline memiliki kerugian rata-rata
$100.000, sedangkan mereka yang tidak memiliki kerugian rata-rata $200.000.
Bagian umum akhir dari pengendalian intern adalah Aktivitas pengendalian. Manajemen
dapat dan harus memantau akses ke komputer, bangunan, area penyimpanan, dan sistem
akuntansi. Dalam era informasi ini, perlu untuk memantau hal-hal seperti penggunaan e-mail,
usaha-usaha cracking password, dan perubahan atau penyesuaian rekening.
Tips dan Teknik
Aktivitas Pengendalian Utama dalam sebuah Perusahaan

Perlindungan atas aset. Keamanan fisik dan keamanan data.

Pemisahan tugas. Tidak memberikan satu orang terlalu banyak otoritas atau akses; memiliki
pegawai yang cross-check (memeriksa satu sama lain) sebagai bagian proses normal
perusahaan.

Otorisasi yang Baik. Memastikan bahwa transaksi telah diotorisasi dan bahwa aturan yang
terkait dengan otorisasi telah diberlakukan.

Pemeriksaan independen terhadap kinerja. Surprise audit dan analisis internal lainnya
terhadap kepatuhan kebijakan dan prosedur.

Mekanisme pelaporan anonim. Sebuah hotline yang dilakukan secara serius dan benar-benar
dimanfaatkan oleh karyawan.

Aktivitas pemantauan. Meneliti dan pelacakan akses ke data komputer, bangunan, aset, dan
sistem akuntansi

Kerangka Kerja Pencegahan Fraud


Salah satu kerangka kerja pencegahan fraud yang diusulkan adalah program tiga-bagian
yang diterapkan untuk setiap departemen dan karyawan. Program pencegahan fraud
komprehensif ini tidak hanya berupa rencana satu dimensi yang berfokus pada kegiatan

departemen akuntansi, melainkan harus dilaksanakan seluruh perusahaan untuk hasil yang
terbaik.
Program seperti itu bisa jadi mahal dan membutuhkan bulanan atau tahunan untuk
melaksanakannya secara penuh. Selain itu, program pencegahan fraud yang paling efektif
komprehensif tidak akan menjadi proyek satu kali. Ini akan memerlukan kerja berkelanjutan
seperti perusahaan memantau efektivitas program, selalu memperbarui untuk menjaga perubahan
dalam operasi dan teknologi, dan meningkatkan proses berdasarkan hasil program.
Program tiga bagian termasuk pendidikan fraud, investigasi fraud, dan teknik pencegahan
fraud secara proaktif. Ketiganya pada akhirnya bergantung satu sama lain, sehingga
menghilangkan salah satunya akan merusak kerangka kerja secara keseluruhan dan membuatnya
tidak efektif secara keseluruhan. Setiap bagian dibagi menjadi empat komponen utama, dan
komponen tersebut berupa siklus, selesai semua komponen maka akan dimulai lagi proses dari
awal.
Tips dan Teknik
Komponen Program Pencegahan Fraud yang Komprehensif

Pendidikan Fraud: mengajari karyawan tentang risiko fraud.

Investigasi Fraud: Investigasi kasus yang diduga fraud.

Pencegahan Fraud: mengevaluasi, merancang, dan menerapkan pengendalian yang proaktif


mencegah fraud.

Pencegahan Fraud: Pendidikan


Pendidikan fraud yang merupakan bagian dari program dimulai dengan Pengenalan
Fraud'. Semua karyawan menerima pelatihan kesadaran akan fraud, dan bersamaan dengan ini,
manajemen berkumpul di hadapan para karyawan. Karyawan harus yakin bahwa pencegahan
fraud pada umumnya, dan pendidikan fraud pada khususnya, penting bagi mereka sebagai
individu dan bagi perusahaan secara keseluruhan. Tentu, manajemen dan eksekutif harus ikut
serta dalam program ini juga. Mereka dianggap sebagai teladan bagi semua karyawan lainnya,
sehingga kerjasama mereka adalah kunci untuk pelaksanaannya.
Pelatihan kesadaran akan fraud ini penting karena penelitian telah menunjukkan bahwa
karyawan adalah pengawas perusahaan yang sangat baik, bersedia untuk melaporkan fraud jika
mereka mengetahuinya dan memberitahukan manajemen. Hal ini masuk akal, kemudian, untuk
memberi mereka alat yang mereka butuhkan dalam membantu mendeteksi fraud. Pada awalnya,
semua karyawan harus diberikan satu sampai dua jam pelatihan yang memperkenalkan mereka
tentang fraud, bagaimana berkomitmen, siapa pelakunya, dan seperti apa fraud itu. Secara

berkelanjutan, pelatihan serupa harus diberikan kepada karyawan baru, dan pelatihan terbaru
harus dilakukan setiap tahun untuk semua karyawan.
Target pelatihan harus dilakukan untuk departemen dan fungsi pekerjaan yang mungkin
memiliki kasus fraud yang lebih tinggi. Pengembangan strategi pelatihan adalah langkah
pertama, karena hal itu perlu untuk menentukan siapa yang lebih membutuhkan dari pada
sekedar dasar-dasar fraud. Perusahaan kemudian harus mengembangkan program pelatihan
sehingga manajemen tahu apa yang akan diajarkan sebelum proses pendidikan dimulai.
Karyawan kunci dapat membantu dalam menyusun rencana tersebut, termasuk program
pelatihan dan bahan materinya.
Ketika strategi pelatihan sudah disusun, adalah penting untuk menentukan departemen
mana yang berrisiko lebih besar untuk terjadinya fraud dan departemen yang memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk mendeteksi fraud. Tentu saja, fungsi keuangan dan akuntansi
akan menerima pelatihan lebih dari pada departemen lain. Pelatihan tambahan juga dapat
diberikan kepada karyawan yang berurusan dengan pengendalian persediaan atau aset berisiko
lainnya. Karyawan dapat menerima sejumlah pelatihan, tergantung pada tugas pekerjaan mereka
dan jenis fraud yang mungkin mereka hadapi.
Salah satu komponen pendidikan fraud meliputi pengembangan partisipatif program
pendidikan, serta partisipasi dalam pengembangan kebijakan dan prosedur pencegahan fraud.
Jadi selain karyawan menerima pelatihan tentang fraud, mereka juga dapat didorong untuk
membantu mengembangkan teknik pencegahan. Hal ini tentu masuk akal untuk meminta
masukan dari karyawan selaku ujung tombak perusahaan. Pengetahuan itu dapat digunakan tidak
hanya untuk pengembangan program pendidikan, tetapi untuk membantu dalam pengembangan
prosedur pencegahan fraud.
Lokakarya triwulanan untuk memperbarui pelatihan kesadaran akan fraud harus
direncanakan, rotasi karyawan sehingga mereka masing-masing berpartisipasi dalam setidaknya
satu lokakarya per tahun. Karyawan dapat didaftar untuk melatih karyawan lainnya. Ini bisa
menjadi metode pengajaran yang sangat efektif jika dilakukan oleh orang-orang yang termotivasi
untuk membantu dan yang telah berpengalaman berbicara di depan umum.
Sebenarnya, merancang program pendidikan pencegahan fraud tidak terlalu sulit jika
manajemen menggunakan tenaga profesional anti-fraud yang berpengalaman dalam hal ini dan
jika fokus tetap pada ''dunia nyata'' Artinya, selama sesi pendidikan tersebut fokusnya adalah
pada situasi nyata selama karyawan berada di tempat kerja. Mereka tidak perlu belajar banyak
teori tentang bagaimana dan mengapa fraud terjadi. Mereka perlu mengetahui kenyataan tentang
fraud, seperti apa yang mungkin terjadi di perusahaan mereka, bagaimana mereka bisa melihat

sesuatu yang salah, apa informasi yang diperlukan, dan apa yang akan terjadi setelah mereka
melaporkan dugaan fraud.
Pendidikan anti-fraud di sebuah perusahaan tidak boleh hanya mewajibkan karyawan di
kelas pelatihan. Seharusnya pelatihan tersebut menjadi sesi yang berharga bagi karyawan untuk
berpikir tentang bagaimana mereka dapat membantu manajemen mendeteksi dan mencegah
fraud.
Tips dan Teknik
Merancang Program Anti-Fraud Pendidikan

Pengenalan fraud: mengapa begitu penting bagi karyawan untuk belajar tentang fraud.

Cara umum bagaimana fraud bisa dilakukan di suatu tempat bisnis dalam perusahaan.

Pembahasan tentang bidang perusahaan yang sangat rentan terhadap fraud.

Bagaimana fraud terdeteksi. Apa yang harus diwaspadai dan apa yang merupakan perilaku
yang mencurigakan yang harus dilaporkan.

Bagaimana melaporkan fraud; meliputi metode pelaporan anonim sampai metode orang
dalam. Siapa yang harus menerima informasi?

Apa yang kita lakukan dengan informasi tentang fraud-bagaimana informasi dievaluasi dan
mengikuti tahapannya. Bagaimana kita melindungi identitas orang yang melaporkan dugaan
fraud.

Siapa yang harus dihubungi jika perlu informasi lebih lanjut tentang fraud.

Pencegahan Fraud: Investigasi


Bagian investigasi fraud dari program pencegahan fraud yang komprehensif diperlukan
meskipun perusahaan memiliki pengendalian atas fraud yang benar-benar efektif diterapkan dan
jarang terjadi fraud oleh karyawan. Idealnya, kebutuhan investigasi akan berkurang jika
pengendalian preventif lebih efektif. Namun, kebutuhan untuk investigasi tidak akan berkurang,
mengingat beberapa fraud akan tetap terjadi dan bahwa investigasi dapat memberikan efek jera.
Ketika karyawan melihat bahwa perusahaan menyelidiki dugaan fraud, mereka cenderung tidak
akan terlibat di dalamnya.
Investigasi fraud didiskusikan secara rinci dalam Bab 6, tetapi beberapa dasar yang
terkait dengan pembahasan program yang komprehensif tetap akan dibahas. Langkah pertama
dalam mengembangkan bagian investigasi dari program ini adalah mengidentifikasi indikator
fraud dan proses pemantauan. Manajemen harus peduli pada bendera merah yang
mengindikasikan fraud dalam perusahaan, dan mengembangkan proses untuk mengevaluasi
bukti dan mengembangkan penyelidikan.

Mengevaluasi fraud dalam konteks pengendalian intern sebuah perusahaan adalah


penting sebagai bagian penyelidikan dari program pencegahan fraud yang komprehensif. Tidak
banyak perusahaan melakukan hal ini, namun hal itu dapat berperan dalam mencegah fraud di
masa yang akan datang. Melakukan penyelidikan memberikan kesempatan ideal
untuk memeriksa pengendalian yang terkait dalam fraud. Pengendalian mana yang bekerja atau
tidak bekerja dalam situasi ini? Mengapa mereka tidak bekerja, dan bagaimana mereka bisa
diperbaiki? Para investigator harus mengevaluasi pengendalian tambahan yang mungkin telah
menghentikan fraud dan menentukan apakah mereka akan praktis untuk dikembangkan dan
dilaksanakan.
Setelah melakukan penyelidikan dengan menggunakan metodologi perusahaan, hasilnya
harus dikomunikasikan kepada para pihak yang berkepentingan. Pada perusahaan publik, yang
mungkin adalah manajemen senior dan komite audit dewan direksi. Di perusahaan swasta,
kemungkinan adalah pemilik dan dewan direksi. Keputusan tentang tindakan disiplin dan
tindakan hukum harus dibuat, dengan mengingat bahwa mendisiplinkan mereka yang mencuri
dari perusahaan dapat memiliki efek jera pada calon pelaku fraud lain.
Bagian akhir yang penting dari komponen investigasi program pencegahan fraud yang
komprehensif adalah pelacakan kejadian fraud, menganalisa apa yang terjadi dan siapa yang
terlibat, menganalisis pengendalian yang terkait, dan memanfaatkan temuan untuk mencegah
fraud di masa yang akan datang. Setiap fraud hasil intelijen kompetitif dapat membantu
manajemen memperbaiki pelatihan, kebijakan, dan prosedur dan mencegah fraud di masa yang
akan datang.
Pencegahan Fraud: Teknik Pencegahan Proaktif
Bagian ketiga dari program pencegahan fraud yang komprehensif terdiri dari teknik
pencegahan fraud proaktif. Jika tiga porsi itu harus dibandingkan berdasarkan biaya, waktu, dan
usaha yang terlibat, ini akan menjadi bagian paling penting dari program. Di sinilah semua
pengendalian intern dikembangkan dan diimplementasikan, dan komitmen biaya dan waktu
untuk bagian ini mungkin sangat sedikit pada bagian penyelidikan dan pendidikan.
Proses pengembangan pengendalian intern yang sesuai dalam perusahaan selalu harus
dimulai dengan penilaian risiko. Jika manajemen tidak tahu risiko, bagaimana mungkin bisa
merancang pengendalian? Oleh karena itu, hal tersebut penting tidak hanya untuk
mengidentifikasi risiko yang dihadapi oleh perusahaan tetapi untuk merankingnya sesuai dengan
tingkat keparahan sehingga risiko yang paling penting dapat diatasi terlebih dahulu.
Setiap bisnis banyak menghadapi risiko umum yang sama, terutama dalam sistem
akuntansi. Risiko umum meliputi pengendalian persediaan, pencatatan data akuntansi
pendapatan, serta kelebihan atau kekurangan pelaporan aset. Mungkin juga ada risiko yang

umum bagi perusahaan dalam industri tertentu. Sebagai contoh, perusahaan telekomunikasi
mengeluarkan biaya jaringan dan tidak tepat membebankan biaya risiko yang terkait dengan
jaringan, seperti yang terlihat dalam fraud the WorldCom.
Sebenarnya, ada risiko khusus perusahaan. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan
memiliki tingkat utang yang tinggi dibandingkan dengan pesaingnya, tekanan untuk memenuhi
persyaratan utang dan melakukan pembayaran utang dapat menciptakan risiko tertentu pada
laporan keuangan. Risiko khusus perusahaan dapat berupa kegiatan operasional, pihak-terkait,
atau berkaitan dengan struktur perusahaan.
Setelah risiko yang tepat telah diidentifikasi, manajemen harus mengembangkan strategi
untuk menangani mereka. Hal ini mencakup hal memprioritaskan risiko, menentukan mana yang
paling berisiko, yang dapat menciptakan kerugian keuangan terbesar, yang memiliki kepentingan
regulasi, dan yang paling penting dari sudut pandang operasi. Mudah-mudahan, perusahaan telah
memiliki beberapa pengendalian intern untuk menghadapi risiko yang teridentifikasi, dan strategi
pengembangan akan dilakukan atas efektivitas pengendalian saat ini.
Yang juga penting adalah mengidentifikasi risiko yang mungkin membutuhkan
perubahan operasional dan menentukan perubahan yang mungkin paling diterima karyawan.
Pertama membuat perubahan yang akan diterima dengan baik oleh karyawan dapat membantu
menciptakan dukungan awal untuk program pencegahan fraud. Perusahaan harus menentukan
beberapa daerah di mana perbaikan cepat dapat dilakukan dan hasil positif dapat cepat terlihat.
Hal ini bisa menguatkan karyawan dan membantu mereka dengan ide pencegahan fraud.
Langkah-langkah berikut harus diambil untuk menjamin penilaian yang menyeluruh atas
risiko dan kegiatan pengendalian dalam perusahaan:

Langkah 1. Pastikan bahwa mereka yang berpartisipasi dalam evaluasi tersebut memiliki
pemahaman yang menyeluruh tentang bisnis.

Langkah 2. Identifikasi bidang fungsional yang akan dinilai, dan mengembangkan proses
untuk memastikan bahwa semua area dievaluasi.

Langkah 3. Mengidentifikasi akun signifikan dalam sistem akuntansi yang akan dievaluasi,
serta kelas-kelas transaksi yang harus diperiksa.

Langkah 4. Perhatikan tujuan pelaporan keuangan perusahaan dan menilai risiko sekitar
mereka.

Langkah 5. Memperoleh pemahaman yang rinci tentang kegiatan pengendalian perusahaan


saat ini, dan menguji mereka untuk menentukan bagaimana mereka telah dilaksanakan,
bagaimana mereka bekerja, dan bagaimana mereka mempengaruhi angka yang tercatat dalam
sistem akuntansi.

Langkah 6. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, menentukan efektivitas kegiatan


pengendalian saat ini. Juga, mengidentifikasi kekurangan dan asersi laporan keuangan yang
dapat dipengaruhi oleh kekurangan-kekurangan ini.

Langkah 7. Mengevaluasi kekurangan dan memulai pengembangan baru untuk


meningkatkan kegiatan pengendalian intern.
Proses ini harus melibatkan karyawan dari seluruh perusahaan jika hal tersebut praktis

dan diinginkan untuk melakukannya. Karena semua departemen di seluruh perusahaan akan
memiliki pengendalian baru yang diterapkan, adalah penting bahwa manajemen mencarinya dari
dalam perusahaan dan bantuan dari karyawan kunci. Para karyawan kunci memiliki pengetahuan
yang pertama dari banyak risiko dan solusi yang mungkin, sehingga mereka adalah sumber alami
informasi dalam pengembangan prosedur pencegahan fraud.
Salah satu cara untuk melihat pengembangan strategi untuk menciptakan dan
melaksanakan kebijakan pencegahan proaktif dan prosedur adalah rencana bisnis. Tindakan yang
akan diambil adalah memetakan tujuan dan prioritas dan mencari tahu kapan ini akan
dilaksanakan, yang akan terlibat dan apa peran mereka, dan apa hasil yang diinginkan. Rencana
ini akan menjadi sesuatu yang manajemen perbarui secara berkelanjutan, karena waktu dan
peserta mungkin berubah sebagai proyek berjalan.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pencegahan dan prosedur dimulai dengan
penciptaan mekanisme pelaporan. Bagaimana fraud dilaporkan? Ini harus mencakup
menciptakan hotline anonim dan mendistribusikan pedoman pelaporan fraud kepada manajemen.
Manajer dan eksekutif harus menyempatkan diri menerima laporan fraud dan akan selalu
menerima laporan-laporan ini.
Kemudian kerja keras benar-benar dimulai. Perkembangan pengendalian intern
merupakan jantung dari seluruh program pencegahan fraud yang komprehensif. Ini
dikembangkan dalam pengidentifikasian risiko dan pemberlakuan peraturan. Perusahaan harus
mengembangkan kebijakan dan prosedur dengan menggunakan pendekatan metodologi dan
waktu yang diperlukan dalam bagian dari proses strategis.
Kebijakan dan prosedur harus dilaksanakan, dan hal itu dianjurkan untuk dikembangkan
sebagai serangkaian kecil prosedur, mengimplementasikannya, dan kemudian mengembangkan
serangkai bagian kecil lain dan mengimplementasikannya. Ini lebih baik daripada menghabiskan
berjam-jam di balik pintu tertutup mengembangkan prosedur dan kemudian mencoba untuk
melaksanakan semuanya sekaligus. Dengan mengembangkan dan kemudian menerapkan
serangkaian kecil prosedur, manajemen dapat menerima umpan balik dan melihat bagaimana hal
tersebut terjadi. Penyesuaian segera dapat dilakukan saat membuat rangkaian prosedur
berikutnya.

Ketika menerapkan prosedur baru pengendalian intern, penting bahwa karyawan harus
diinstruksikan pada prosedur, bagaimana mereka bekerja, dan apa peran mereka. Manajemen
juga harus berkonsultasi dengan karyawan selama proses implementasi untuk menentukan
apakah ada prosedur yang tidak bisa dijalankan atau tidak efisien. Hal ini sesuai untuk merevisi
prosedur yang sedang mereka terapkan jika sesuatu yang terlihat bagus di papan gambar
tampaknya tidak bekerja dengan baik dalam kenyataan.
Evaluasi formal kebijakan dan prosedur merupakan bagian akhir dari pelaksanaan
pencegahan fraud proaktif. Hal ini penting untuk menentukan apakah karyawan mengikuti atau
tidak aturan baru, dan untuk dapat memonitor kepatuhan secara berkelanjutan. Jika karyawan
tidak mengikuti prosedur yang baru, manajemen harus menentukan mengapa. Apakah karena
prosedur tidak praktis atau tidak mungkin dalam praktek? Apakah prosedurnya terlalu rumit?
Apakah seorang karyawan hanya mematuhinya saja? Apakah pengendalian yang dianggap tidak
efektif? Manajemen perlu mengevaluasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan membuang
prosedur yang bersangkutan jika mereka tidak bekerja, meningkatkan prosedur jika perlu, atau
mengambil tindakan terhadap karyawan yang tidak patuh. Jika kontrol dianggap efektif, apakah
ada kesempatan untuk membuat mereka lebih baik dan lebih efektif?
Bila semua ini telah selesai, sekarang saatnya untuk kembali ke awal dan menilai kembali
pengendalian intern. Pertama pada daftar adalah bidang usaha baru tersebut. Jika usaha dan
operasi telah berubah sejak perusahaan memulai proses penerapan program pencegahan fraud
yang komprehensif, daerah-daerah perlu dievaluasi terlebih dahulu.
Menilai kembali bisnis dan operasi yang ada tidak boleh memakan waktu hampir sama
atau mahal seperti yang pertama kalinya. Manajemen harus dapat menjaga program ini, tidak
sepenuhnya menulis ulang hal itu. Perusahaan harus mempertimbangkan untuk membuat jadwal
tahunan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian di berbagai departemen atau fungsi. Jenis
perencanaan atas pekerjaan dan memastikan bahwa setiap departemen terus berjalan.
KISAH NYATA
Merancang dan Menerapkan Program Pencegahan Fraud Komprehensif
Sebuah perusahaan publik yang besar memutuskan bahwa waktunya tepat untuk mengevaluasi
kembali efektivitas perusahaan untuk mencegah fraud, dan manajemen ingin melampaui
Sarbanes Oxley dalam usahanya. Dipastikan bahwa ini tidak akan menjadi proyek ini tidak
akan menjadi suatu kegiatan yang ditakuti, bahwa semua orang mengharapkan akan segera
berakhir.
Manajemen mengambil pendekatan bahwa ini adalah cara bisnis baru yang akan dilakukan.
Pencegahan fraud akan menjadi fokus yang berkelanjutan yang tidak akan berakhir setelah

beberapa pengendalian intern baru didirikan. Tingkat senior eksekutif terlibat langsung,
mengatakan kepada karyawan dalam tatap muka bahwa perusahaan telah melakukan perubahan
untuk pencegahan yang lebih baik, dan fraud merupakan fokus baru yang ada di sini untuk
dilaksanakan.
Ringkasan Pencegahan Fraud Secara Umum
Pencegahan fraud yang efektif sangat bergantung pada pengendalian intern yang efektif
dalam perusahaan. Pengendalian intern dibagi menjadi pengendalian preventif, detektif, dan
korektif. Pada dasarnya, pengendalian akan membantu menghentikan fraud di perusahaan dan
mendeteksi ketika hal itu terjadi.
Sarbanes-Oxley (SOX) telah mewajibkan hal tersebut bagi perusahaan publik untuk
mengevaluasi dan melaporkan pengendalian intern atas pelaporan keuangan. prosedur
pengendalian khusus tidak ditentukan oleh SOX, untuk sebagian besar. Selain itu, undangundang tersebut tidak membutuhkan banyak perkembangan substantif dalam perusahaan.
Secara umum, pengendalian intern pada perusahaan harus fokus menjaga aset,
memisahkan fungsi, memastikan otorisasi transaksi, memeriksa kinerja secara independen,
memungkinkan untuk pelaporan anonim atas fraud, dan memonitor aktivitas karyawan.
Kerangka kerja yang efektif pencegahan fraud mencakup tiga komponen utama:
pendidikan fraud, investigasi fraud, dan upaya proaktif pencegahan fraud. Komponen pendidikan
yang

menawarkan

karyawan

kesempatan

untuk

belajar

tentang

fraud,

bagaimana

mengidentifikasi, dan bagaimana melaporkannya. Komponen investigasi ini difokuskan pada


mengambil tindakan ketika pengendalian gagal dan karyawan melakukan dan menyembunyikan
fraud. Kerangka kerja bagian pencegahan proaktif membutuhkan upaya signifikan lebih dari
yang lain dan bertujuan untuk mengukur risiko perusahaan dan mengevaluasi prosedur
pengendalian. Setelah itu selesai, manajemen harus merancang prosedur dan kebijakan yang
secara khusus menangani dan mengurangi risiko fraud.
Pencegahan Fraud Di Indonesia
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:

Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di
dalam diri setiap orang.

Opportunities (kesempatan): berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau


masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.

Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu


untuk menunjang hidupnya yang wajar.

Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu
individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures
berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.
Saat ini segala upaya yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembagalembaga lainnya sudah cukup baik. Belajar dari pengalaman di masa lalu dan mencontoh
keberhasilan penerapan pemberantasan korupsi di beberapa negara, Desain Pencegahan dan
Pemberantasan korupsi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia yang ditawarkan oleh penulis adalah Memperkuat Status Quo. Maksudnya adalah
tidak membuat Desain Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang benar-benar baru namun
hanya mencoba menyempurnakan cara pencegahan dan pemberantasan korupsi yang telah
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Masyarakat dengan melihat strategi
pemberantasan korupsi dinegara-negara lain
Desain Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ini terdiri dari dua bagian utama. Pertama,
adalah Usaha Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Pendek dan yang kedua Usaha
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang. Usaha-usaha dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi ini diharapkan dapat menghadapi faktor penyebab korupsi seperti yang
dijelaskan dalam GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologne. Menurut penulis,
setidaknya inilah langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi yang bisa diterapkan
di Indonesia.

1)

Usaha Jangka Pendek

Penegakan Hukum secara Tegas dalam Menyelesaikan kasus-kasus korupsi


Perangkat hukum yang dimiliki oleh Indonesia sebenarnya sudah cukup memiliki taring dalam
hal pendefinisian dan kejelasan sanksi atas tindak pidana korupsi namun dalam praktiknya tidak
dimanfaatkan dengan maksimal. Upaya yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Penerapan hukuman maksimal atas tindak pidana Korupsi
Peraturan perundang-undangan telah mengatur hukuman maksimal untuk berbagai macam
tindak pidana korupsi, mulai dari membayar denda, penjara bahkan sampai hukuman mati.
Dalam praktiknya hukuman ini sangat jarang ditegakkan secara maksimal, padahal undangundang saja mengakui Korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Seharusnya untuk suatu
kejahatan luar biasa maka hukuman yang ditimpakan atasnya pun seharusnya juga luar biasa.
Maka dari itu sangat penting Pemerintah mengambil langkah untuk mewajibkan vonis
hukuman maksimal dan kumulatif untuk tiap-tiap tindak pidana korupsi yang dilakukan. Hal
ini agar tercipta penegakan hukum yang konsisten dan tegas, serta menimbulkan efek jera
agar di masa yang akan datang tidak ada lagi yang berani melakukan tindak pidana korupsi.
2. Pengembalikan atas Kerugian Negara
Atas korupsi yang telah dilakukan oleh oknum-oknum dalam pemerintahan, tidak cukup
hanya dengan pelaksanaan hukuman berupa penjara saja namun harus diikuti dengan
pengembalian atas kerugian Negara yang timbul atas perbuatan korupsinya tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk menyadarkan bahwa semua yang bukan milik kita tidak boleh diambil
tanpa izin, dan jika telah dilakukan maka pelakunya harus menerima hukuman dan
mengembalikan apa yang telah diambil sebelumnya.

Membangun Pers yang Kritis sebagai Media Kontrol Sosial


1. Mengembalikan Netralitas Pers
Pers selama ini selalu dijadikan media politis dan sangat sering terjadi media menjadi
kendaraan politik oknum-oknum tertentu untuk memberitakan hall-hal yang dapat
menguntungkan mereka maupun menjatuhkan lawan politik mereka. Seharusnya Pers
dikembalikan kepada fungsi awalnya sebagai media penyedia informasi yang netral dan
dapat dipercaya, kritis dan tidak ditumpangi kepentingan pihak-pihak tertentu. Hal ini dapat
dilakukan dengan memperketat seleksi penerimaan karyawan, khususnya reporter, anchor,

dan editor pada lembaga pers. Selain itu semua yang bekerja sebagai pers juga tidak boleh
memiliki afiliasi dengan orang-orang yang berada di dunia politik, agar nantinya tidak bias.
Disinilah Dewan Pers Nasional dapat menjalankan fungsi sebagai pengawas, agar tidak ada
lagi berita yang mengelu-elukan oknum-oknum tertentu atau menjatuhkan pihak-pihak
tertentu.

2. Pemberitaan Kasus Korupsi secara Tuntas


Di setiap jiwa reporter atau wartawan pasti ada keinginan untuk mencari dan mengabarkan
kebenaran kepada khalayak ramai. Di sinilah peran aktif pers sebagai pencari kebenaran bisa
dilihat, dari cara mereka mengikuti kasus korupsi yang sudah ada, sejak mulai adanya
indikasi sampai proses sidang atas kasusnya selesai, termasuk pengembalian kepada Negara
atas apa yang telah dikorupsi, semuanya harus terus menerus terpantau dan dikabarkan
kepada masyarakat secara transparan. Dalam keadaan yang seperti ini pula dapat dilihat
integritas orang-orang yang bekerja di bidang pers dalam menjalankan amanah yang mereka
pegang.

Membagun situasi politik yang sehat dan bersih


Menurut hasil riset dari tahun 2009 sampai sekarang, diketahui bahwa lembaga paling korup di
Indonesia adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini dapat terjadi karena bermula dari proses
pemilihan umum yang tidak sehat dan bersih. Usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
situasi politik di Indonesia antara lain:
1. Mengadakan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat dan pemilih pemula
Dengan dilakukannya hal ini, diharapkan akan muncul kader-kader yang berkualitas dan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu pun meningkat. Hal ini dapat dimulai dengan
memberikan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada calon pemilih
potensial (pemilih pemula). Sangat penting untuk membuat pemilih pemula ini mengerti
bahwa suara mereka itu berarti, sehingga harus digunakan sebaik-baiknya untuk memilih
Walikota, Bupati, Gubernur, Anggota Dewan ataupun Presiden berdasarkan kemampuan dan
track record mereka.
2. Meningkatkan kesadaran dalam berpolitik sehingga timbul situasi politik yang bersih.
Misalnya dengan memulai dari menindak tegas pelaku money politic baik di lingkup
internal partai politik maupun di lingkup masyarakat. Selain itu senantiasa menekankan
pentingnya menjaga amanat yang sudah diberikan.

3. Laporan keuangan partai politik harus disampaikan secara transparan. Dengan


demikian maka pengaruh pemilik modal terhadap kepentingan politik dapat tereduksi.
Sehingga diharapkan pemerintah tidak akan tersandera oleh kepentingan pemilik modal.
Dengan dilakukannya transparansi laporan keuangan partai politik maka upaya-upaya
negatif dalam aktifitas politik (misal: politik uang) dapat diminimalkan.

Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang baik (Good Governance)


Seiring dengan telah diberlakukannya sistem desentralisasi dalam pemerintahan Indonesia,
penerapan konsep dasar tata kelola pemerintahan yang baik, hendaknya digali dari best practices
yang telah dirancang dan diperkenalkan terlebih dahulu oleh beberapa pemerintah
provinsi/kota/kabupaten di wilayah Indonesia. Daerah-daerah yang secara sukarela membenahi
sistem administrasinya, antara lain adalah Kabupaten Solok, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Jembrana, Kota Yogyakarta, Provinsi Gorontalo, Kota Palangkaraya, kota Denpasar, dan
beberapa daerah lainnya. Lingkup perbaikan sistem administrasi yang mereka lakukan secara
umum meliputi perbaikan layanan publik, penegakan hukum, administrasi, keuangan, dan
partisipasi aktif dari masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip yang transparan,
akuntabel, efisien, konsisten, partisipatif, dan responsif. Wujud konkrit dari penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik tersebut berupa:
penerapan pakta integritas bagi seluruh pegawai, dengan mengucapkan sumpah untuk bekerja
secara profesional dan secara moral rela mengundurkan diri bila di kemudian hari terbukti

menyimpang dari ketentuan yang berlaku;


memperkenalkan layanan satu atap satu pintu (one stop services) dengan menyederhanakan
prosedur layanan, mengedepankan transparansi melalui pengumuman persyaratan, dan
besarnya biaya pengurusan baik dalam lingkup perizinan maupun yang bukan perizinan serta

waktu penyelesaian yang cepat dan batas waktu yang jelas;


pencairan anggaran dengan menyederhanakan jumlah meja yang dilalui dalam proses
pengurusan pencairan anggaran; pemberian tunjangan kinerja, yakni pemberian uang
tambahan yang didasarkan prestasi kerja bagi setiap individu pegawai. Sumber dana yang
dapat digunakan adalah melalui penghapusan semua honor dan memberlakukan pemberian

satu honor menyeluruh kepada pegawai yang didasarkan pengukuran atas prestasi kerja;
penerapan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang konsisten, penegakan hukum yang
tegas bagi yang melanggarnya. Merubah sistem pengadaan barang dan jasa melalui sistem
elektronik (e-procurement);

menerapkan anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan perwakilan masyarakat dalam


menyusun rencana anggaran belanja tahunan yang didasarkan atas kebutuhan riil daerah serta

membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran;


mendorong partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan
yang konstruktif bagi usaha pemerintah dalam membangun masyarakat serta dalam memantau
pelaksanaan program kerja pemerintah untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang
transparan.

Dengan penerapan prinsip-prinsip di atas terbukti daerah-daerah yang disebutkan di atas telah
berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan dipadukan dengan program yang
pro terhadap investasi berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja serta pengurangan
kemiskinan. Keberhasilan di daerah-daerah tersebut harus disebarluaskan ke daerah lain agar
terwujud Indonesia yang makmur dan berbudaya.

2)

Usaha Jangka Panjang

Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini


Penanaman nilai-nilai anti korupsi seharusnya sudah dimulai sejak usia sangat dini. Hal ini
tentunya tidak lepas dari peran aktif dua institusi utama tempat anak-anak memperoleh nilai dan
menerapkannya dalam kehidupan mereka. Kedua institusi ini merupakan keluarga dan sekolah.
Upaya yang dapat dilakukan dalam menanamkan nilai anti korupsi kepada anak-anak melalui
kedua institusi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan Materi Pendidikan Anti Korupsi Untuk Orang Tua dan Pengajar
Selama ini, penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam keluarga hanya dilakukan secara
sukarela oleh setiap keluarga tanpa memiliki arahan yang jelas. Sementara, peranan
penanaman nilai di dalam keluarga sangatlah signifikan dalam membentuk karakter
seseorang anak. Di dalam keluargalah anak menemukan dan meniru nilai yang diakarkan dan
yang ditunjukkan oleh orang tuanya. Oleh sebab itu, ada baiknya pemerintah mencoba
memaksimalkan peran para orang tua untuk mendidik karakter anti korupsi anak-anak
mereka di rumah. Dalam rangka melakukan hal tersebut secara efektif, sebaiknya pemerintah
mengembangkan teknik edukasi khusus untuk mensosialisasikan pendidikan tersebut kepada
para orang tua dan pengajar.
2. Memasukkan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum sekolah sejak dini

Saat ini di institusi pendidikan dasar tidak ada kurikulum khusus yang mengajarkan
pendidikan anti korupsi. Nilai-nilai moral hanya diajarkan melalui pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang kebanyakan dilakukan dengan mengajarkan
teori melalui ceramah atau penugasan di kelas. Sementara pendidikan anti korupsi sangat
penting untuk diajarkan di sejak dini dan dilakukan oleh institusi formal tempat anak-anak
memperoleh pendidikan sejak dini. Berdasarkan fakta ini maka sebaiknya pemerintah
mewajibkan Pendidikan Anti Korupsi untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Adapun
metode pengajaran yang sebaiknya dilakukan untuk Pendidikan Anti Korupsi, selain materi
di kelas, yaitu dengan praktik langsung di lapangan, misalnya dengan melakukan kunjungan
ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau ke Indonesia Corruption Watch (ICW), atau
dengan melakukan sosialisasi. Bisa juga dengan menantang anak-anak untuk membuat
tulisan atau gambar, atau puisi dan lagu mengenai korupsi di sekitar mereka dan bagaimana
mereka bisa berbuat sesuatu untuk mencegah dan memberantasnya

Pembenahan sistem pendidikan moral value


Pendidikan moral dalam masyarakat sangatlah penting dan harus dibudayakan sejak dini, hal ini
dapat dilakukan dengan cara-cara mudah dan sangat dapat diterapkan oleh semua orang tanpa
kecuali. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Membudayakan hidup sederhana
Budaya hidup sederhana dan tidak berlebihan sebaiknya dibiasakan sejak kecil. Selain dalam
keluarga, pemerintah dapat mengambil peran aktif sebagai pembuat aturan untuk membuat
semua lapisan masyarakat menerapkan pola hidup seperti ini. Contoh nyata yang dapat
dilakukan adalah mewajibkan siswa menggunakan transportasi umum dan melarang orang tua
mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah dengan kendaraan pribadi. Selain itu, yang dapat
dilakukan adalah mewajibkan penggunaan seragam (lengkap dengan seragam sepatu dan tas)
untuk menciptakan kesederhanaan dalam jiwa anak-anak. Ini akan mengajarkan mereka
bahwa walaupun mereka mampu tapi sebaiknya tidak ditunjukkan secara berlebihan.

2. Membudayakan sikap jujur


Sikap jujur merupakan akar dari nilai anti korupsi, hal ini dapat dilaksanakan dengan tidak
hanya menerapkan sistem punishment apabila seorang anak diketahui berbohong, namun juga
melalui sistem reward berupa pemberian apresiasi kepada anak yang berani mengaku salah,

namun tentunya apresiasi ini tidak dimaksudkan untuk menghapuskan hukuman yang
seharusnya diterima, karena kesalahan tetaplah kesalahan yang harus diterima konsekuensinya
3. Menanamkan budaya malu
Belakangan ini sepertinya budaya malu sudah tidak lagi menjadi sesuatu yang dibanggakan
oleh Negara kita. Oknum-oknum yang melakukan korupsi tetap saja bisa dengan bangga
mencalonkan diri dalam pemilihan umum, ataupun tampil di depan khalayak umum tanpa
merasa bersalah. Budaya ini sangat erat kaitannya dengan pembentukan karakter sejak dini.
Budaya malu jika berbuat sesuatu yang tidak pantas dan tidak benar secara moral harus
ditanamkan dengan kuuat kepada semua orang. Cara yang paling efektif adalah dengan
melakukannya sejak dini, tidak hanya diajarkan dengan lisan namun juga ditunjukkan dengan
contoh.

Melanjutkan Reformasi Birokrasi


Perubahan atau reformasi birokrasi ini sebenarnya telah dilakuan sejak akhir tahun 2005 yang
lalu dengan diterapkannnya pilot

project reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan,

Mahkamah Agung dan Badan Pemeriiksa Keuangan. Selanjutnya dikembangkanlah suatu


kerangka kerja reformasi birokrasi yang diwujudkan dalam Peraturan Presiden No.81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20
Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, sasaran
dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi di Indonesia untuk tahap I (2010-2014) adalah
sebagai berikut:

1. Terwujudnya Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.


Ini dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi dan Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Terwujudnya Peningkatan kualitas layanan publik kepada masyarakat
Ini dapat dilihat dari Integritas Pelayanan Publik dan peringkat kemudahan berusaha.
3. Meningkatnya kapabilitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
Ini dapat dilihat dari Efektivitas Pemerintahan dan Instansi Pemerintah yang Akuntabel

Sebagai ilustrasi pengukuran keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia maka


kita bisa melihat dari hasil

Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan

Transparency International, pada tahun 2010 Indonesia menempati peringkat ke-110 dari total
178 negara dengan total nilai 2,8 dari skala 10. Pada tahun 2011 Indonesia menempati peringkat
ke-100 dari total 183 negara yang diteliti dengan nilai total 3 dari skala 10, sementara pada tahun
2012 menempati peringkat ke-118 dari total 176 negara dengan nilai total 32 dari skala 100. Dari
statistik yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa Indonesia belum menunjukkan perkembangan
secara signifikan dalam hal persepsi masyarakat mengenai korupsi
Pada dasarnya, reformasi birokrasi yang sangat santer didengungkan ini bisa mengarah ke jalan
yang terang benderang dan penuh harapan atau ke jalan suram penuh kerikil dan duri, tergantung
bagaimana kita sebagai pihak yang terlibat mendefinisikan sikap kita. Dalam rangka membuat
reformasi birokrasi berhasil, menurut penulis ada tiga perubahan mendasar yang harus segera
dilakukan, yaitu:
1. Perubahan pola pikir;
2. Perubahan pola sikap dan
3. Perubahan pola tindak
Hal ini perlu dilakkan agar dapat mewujudkan suatu birokrasi yang transparan, efektif dan
efisien serta dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam praktiknya di Indonesia, pada dasarnya semua instansi pemerintah secara bertahap akan
diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi. Namun akibat terbatasnya anggaran yang
dimiliki negara perlu dilakukan pilot project terlebih dahulu, selain untuk dievaluasi dampaknya
juga untuk dijadikan pembelajaran (lesson learn) bagi instansi lain yang akan direformasi.
Dipilihnya empat instansi saja didasarkan pada pengalaman pelaksanaan reformasi birokrasi
oleh negara-negara di Asia, Amerika, dan Australia. Dari pengalaman negara-negara tersebut
diputuskan bahwa kriteria prioritas pilot project adalah lembaga yg mengelola keuangan (tidak
seluruhnya tetapi yang rawan KKN), lembaga yang menangani pemeriksaan keuangan dan
penertiban aparatur dan lembaga/aparat penegakan hukum.
Tahapan yang dilalui dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia cukup banyak. Hal ini
tentunya menuntut kesiapan dan membutuhkan jangka waktu yang panjang. Hingga saat ini
pengalaman reformasi birokrasi yang berjalan sesuai tahapan tersebut baru dimiliki oleh
Departemen Keuangan. Rezising dalam struktur organisasi dan golden shake hand bagi pegawai
yang tidak lulus kompetensi merupakan beberapa kondisi yang terjadi di internal Departemen

Keuangan. Peningkatan renumerasi yang kemudian diterima di Departemen Keuangan diikuti


dengan perbaikan SOP dan peningkatan layanan dan juga peningkatan pengawasan. Karena
seperti diakui sendiri oleh Menteri Keuangan, berapa pun peningkatan gaji yang diterima oleh
pegawai di Departemen Keuangan tetap belum cukup untuk menghalangi perilaku yang korup
karena begitu banyaknya godaan-godaan atau pun tawaran-tawaran suap yang berpuluh bahkan
beratus kali lebih besar daripada kenaikan gaji yang diterimanya. Namun setidaknya dengan
kenaikan gaji tersebut tidak ada alasan bagi pegawai di Departemen Keuangan untuk melakukan
korupsi akibat desakan ekonomi (Corruption by greed).
Pencegahan Fraud di Wilayah ASEAN
A. Singapura
Selain maju dalam bidang ekonomi dan infrastruktur, tingkat pemberantasan korupsi di
Singapura juga tergolong sangat bagus bila dibandingkan dengan Negara lain di Asia Tenggara.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan Transparency International, pada tahun
2012 Singapura menempati peringkat terbaik ke-5 dari total 176 negara yang diteliti oleh
Transparency International.
Walaupun Singapura tergolong Negara yang paling kecil korupsinya, namun tetap saja
pemerintah Singapura menciptakan badan anti korupsi yang disebut CPIB (Corrupt Practices
Investigation Bureau). Undang-undang yang mengatur tentang korupsi yaitu Prevention of
Corruption Act (PCA) sudah ada sejak tahun 1960 dan telah berkali-kali dilakukan perubahan
dan pada tahun 1989 diperbarui dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act.
Tugas dari CPIB adalah:

Menjaga intergritas dari public service dan memastikan adanya transaksi yang bebas korupsi
di sektor pubik dan swasta.

Melakukan pencegahan korupsi dengan menganalisa cara kerja dan prosedur dari lembagalembaga publik untuk mengidentifikasi kelemahan administrasi yang ada di lembaga tersebut
yang dapat menimbulkan peluang melakukan korupsi dan malpraktek

Keberhasilan upaya pemberantasan korupsi di Singapura dipengaruhi oleh beberapa faktor,


antara lain sebagai berikut:

Budaya penegakan hukum yang tegas

Pendidikan Anti Korupsi kepada masyarakat

Political will yang kuat dari pemimpin

B. Vietnam
Meskipun Vietnam sudah menetapkan Cyberlaw yang dibuat untuk mencegah tindakan
cybercrime, tapi tetap saja tidak bisa membuat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
takut akan aturan tersebut. Pada tahun 2008, Cybercrime berhasil membuat Vietnam mengalami
kerugian mencapai USD 1.76 miliar atau setara dengan Rp. 1,8 triliun. Banyak perusahaan di
Vietnam tidak mepunyai system keamanan yang handal. Selain itu, kurang adanya perlindungan
terhadap penjahat cyber menyebabkan hampir 60 juta komputer yang terinfeksi virus dan 461
situs diserang oleh hacker. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya sistem pengamanan di
berbagai perusahaan. Dari data yang dikeluarkan, 70% perusahaan belum memiliki perjanjian
resmi tentang system keamanan internet. Bahkan, 80% perusahaan tidak mengetahui informasi
tentang system informasi keamanan yang jelas. Untuk itu, demi melindungi asetnya, Vietnam
tengah menggeber penggunaan system keamanan yang memadai bagi perusahaan. Terlebih
pertumbuhan internet di sana sangat menunjang pertumbuhan ekonomi mereka.
Direktur Viet Nam Computer Emergency Response Team (VNCERT) Vu Quoc Khanh
menyatakan bahwa meskipun system informasi keamanan ditingkatkan tetap saja tidak cukup
kuat untuk mencegah tindakan cyber crime ini. Hal ini disebabkan karena pintarnya seorang
hacker dalam menemukan cara-cara baru dalam menyerang suatu website. Dalam menanggapi
ini, Khanh menyarankan kepada website administrator untuk menanamkan aturan keamanan
yang ketat di mana jika mereka menemukan sesuatu yang mencurigakan harap melaporkan
langsung ke VNCERT. Kemudian juga Menteri informasi dan komunikasi sering mengadakan
pertemuan untuk membahas jaringan system keamanan untuk mencegah cyber crime yang
semakin berkembang.
Modus dari kegiatan kejahatan ini adalah penyebaran virus dan hacking. Motif dari kejahatan ini
termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan para
penyerang dengan sengaja merusak komputer dari perusahaan yang menyebabkan kerugian
finansial negara. Kejahatan kasus cybercrime ini dapat termasuk jenis hacking dan cracking dan
bisa juga penyebaran virus dengan sengaja. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime
menyerang hak milik (against property).
Pencegahan Fraud di Wilayah ASIA

A. China

Komitmen kuat penguasa China untuk memberantas korupsi dimulai sejak masa pemerintahan
Perdana Menteri Zhu Rongji (1997-2002). Pemberantasan korupsi yang dilakukan merupakan
bagian dari reformasi birokrasi. Langkah ini memberikan kepastian hukum sehingga mendorong
iklim investasi yang baik dan pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang 2004, pemerintahan Hu telah menghukum sebanyak 164.831 anggota partai karena
menguras uang negara lebih dari 300 juta dollar AS. Sebanyak 15 diantaranya menteri. Selama 6
bulan pertama 2007, angka resmi menyebutkan 5.000 pejabat korup dijatuhi hukuman. Terakhir,
mantan Direktur Administrasi Negara untuk Makanan dan Obat-obatan Zheng Xiaoyu yang
terbukti menerima suap 6,5 juta yuan (sekitar Rp 75 miliar) dieksekusi mati.
Sebenarnya korupsi di China jauh lebih besar dari yang dipublikasikan secara resmi. Di The
International Herald Tribune, Jim Yardly menyebutnya boom in corruption. Apalagi pers dan
internet masih dikendalikan partai. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan
Transparency International menunjukan China mendapat skor 39 terakhir di tahun 2012 bisa jadi
tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, mengingat survey ini didasarkan pada persepsi
pengusaha yang berada di bawah tekanan rejim komunis.
Tindakan yang begitu tegas dan hukuman yang bisa dikatakan berat bagi koruptor di negara tirai
bambu ini bagi pemerintahannya tidak dapat dilihat hanya sekedar dari sudut pandang hukum
sebagai konsekuensi dari pelanggaran hukum positif dan kerugian negara yang ditimbulkan,
namun melihat korupsi dari sudut pandang budaya masyarakatnya. Korupsi telah mengubah cara
pandang, perilaku dan gaya hidup. Gaya hidup koruptor yang cenderung santai, tidak mau
bekerja keras, dan suka bermewah-mewahan sangat bertolak belakang dengan budaya kerja
keras dan hidup sederhana masyarakat China. Berkaitan dengan itu, pemerintah China melarang
penayangan iklan barang mewah di radio dan televisi.
Lembaga anti korupsi di China yaitu CPC, sejak November 2007 hingga Juni 2012 telah
menangani 630.000 kasus korupsi dan berhasil menyeret 24 ribu aparatur negara ke meja hijau.
Dari kesemua kasus, terdapat kasus-kasus besar yang terjadi di Negara China. Sebut saja, kasus
yang melibatkan mantan ketua Partai Komunis China Chongqing, Bo Xilai, termasuk mantan
menteri Kereta Api China, Liu Zhijun, dan juga yang lainnya seperti mantan walikota Sehnzhen
Xu Zongheng. Para koruptor diadili di Peoples Court China di bawah pimpinan Mahkamah
Agung, sedangkan Undang-Undang anti korupsi yang digunakan adalah China Criminal Code
(KUHP China)

Kebebasan pers dan informasi di China merupakan isu yang sangat sensitif karena masih
dikendalikan oleh Partai Komunis. Namun mulainya instansi pemerintah menempatkan
informasi di posisi yang lebih proaktif melalui situs web dan siaran pers termasuk situs online
Badan Pencegahan Antikorupsi di China yang memfasilitasi pengaduan terhadap pelayanan
publik sedikit menggambarkan pergeseran pemerintahan China yang semula tertutup menjadi
pemerintahan yang lebih transparan.
B. Korea Selatan
Komisi Anti-Korupsi dan Hak Sipil di Korea Selatan yang dikenal sebagai ACRC (AntiCorruption and Civil Rights Commission), terbentuk pada 29 Februari 2008 dari peleburan
Ombudsman Korea Selatan dengan Komisi Independen Melawan Korupsi dan Komisi Banding
Administratif. Konsolidasi tiga organisasi ini ditujukan untuk menyediakan layanan yang lebih
cepat dan lebih nyaman bagi warga Negara untuk melaporkan keluhan atas layanan publik dan
banding administratif yang intinya melawan korupsi. ACRC melaksanakan tiga fungsi, yaitu:

Menangani dan menindaklanjuti keluhan masyarakat dan memperbaiki system.

Membangun masyarakat yang bersih dengan mencegah dan menghalangi korupsi di sektor
publik.

Melindungi hak masyarakat dari praktik illegal dan tidak adil melalui sistem banding
administratif

Usaha Pemberantasan Korupsi yang dilakukann oleh ACRC adalah sebagai berikut:
a.

Koordinasi Kebijakan Anti-Korupsi Nasional

i. Koordinasi Inisiatif Anti-Korupsi Nasional


ACRC merumuskan kebijakan anti-korupsi nasional untuk diterapkan pada pemerintahan
dan membahas serta mengkoordinasikan langkah-langkah pencegahan korupsi jangka
pendek dan jangka panjang.

ii.

Menilai Integritas Organisasi Publik


ACRC menilai tingkat integritas organisasi sektor publik dengan melakukan survei atas
warga negara yang telah memiliki pengalaman langsung atas pelayanan publik, dan secara
teratur mengevaluasi inisiatif anti-korupsi yang diambil oleh organisasi publik.

iii.

Menutup Kelemahan Hukum dan Peraturan


ACRC membuat rekomendasi untuk membantu instansi pemerintah melakukan
amandemen hukum dan secara teratur mengawasi pelaksanaan rekomendasi yang telah
diberikan sebelumnya.

iv.

Melakukan Kajian Dampak Korupsi


Dengan sistem ini, setiap usulan pemberlakuan dan perubahan peraturan, serta peraturan
yang masih berlaku diperiksa untuk mencari adanya faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya praktek korupsi.

b. Mendorong Kemitraan Sukarela


i. Meningkatkan Kepedulian Masyarakat terhadap Isu-Isu Korupsi
ACRC melakukan berbagai program kepedulian masyarakat untuk mendorong kerjasama
dan partisipasi warga negara dalam meningkatkan integritas nasional. Dalam rangka
meningkatkan kepedulian akan risiko korupsi dan membangun suatu sistem yang
berkelanjutan , ACRC berfokus pada pendidikan anti korupsi untuk pelajar dan pegawai
negeri.

ii. Mempromosikan Kerjasama Masyarakat-Swasta dalam melawan korupsi


ACRC mendukung manajemen Dewan Kebijakan Masyarakat Transparan (Policy Council
for Transparent Society) yang didekasikan untuk mempromosikan kerja sama publik dan

swasta dalam pemberantasan korupsi. ACRC membantu kelompok masyarakat menjalankan


Pusat Anti-Korupsi (Anti-Corruption Centers) untuk melaksanakan berbagai macam
kegiatan pencegahan korupsi seperti pengawasan, pelatihan dan kampanye. ACRC juga
membantu bisnis dalam hal yang berkaitan dengan manajemen etik dan merekomendasikan
standar kode etik bisnis untuk perusahaan domestik.
.
iii.Bergabung dengan Upaya Global Pemberantasan Korupsi
ACRC menjaga hubungan dekat dengan organisasi internasional dan lembaga anti-korupsi .
ACRC sudah bekerjasama dengan PBB, OECD, APEC dan TI untuk mempromosikan dan
menerapkan perjanjian internasional

c.
ii.

Memantau dan Mendeteksi Praktik Korupsi


Menerima Laporan Korupsi
Semua orang dapat melaporkan tindakan korupsi kepada ACRC.

iii.

Menegakkan Kode Etik Pejabat Publik


Untuk meningkatkan etika pelayanan umum, ACRC menetapkan Kode Etik Pejabat Publik
pada bulan Februari 2003 sebagai pedoman etis. ACRC mengawasi kepatuhan dan
menyelidiki pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai-pegawai sektor publik.

d. Melindungi dan Memberikan Imbalan kepada Whistle Blower


Korea Selatan telah menerapkan Undang-undang Perlindungan Pelapor untuk Kepentingan
Umum sejak 30 September 2011 dalam rangka melindungi pelapor yang mengadukan
adanya penyelewengan baik di sektor publik maupun swasta. Tindakan perlindungan dan
pemberian imbalan yang dilakukan oleh ACRC antara lain sebagai berikut:
i. Jaminan Kerja

ACRC melakukan tindakan untuk menjamin pelapor tetap dipekerjakan, termasuk


pengembalian di posisi semula, pemindahan ke tempat lain maupun penangguhan tindakan
disipliner terhadap mereka jika mereka
ii. Kerahasiaan
Undang-undang anti-korupsi dan pendirian serta operasi ACRC melarang tindakan
membuka identitas pelapor tanpa persetujuan mereka, terlebih ketika ada potensi bahaya
terkait dengan tindakan mereka.
iii.

Keselamatan
ACRC dapat meminta kepala otoritas keamanan/polisi untuk melakukan tindakan yang
dianggap perlu untuk menjamin keselamatan dan melindungi pelapor, keluarga pelapor,
sanak saudara, maupun teman pelapor.

iv.

Imbalan Keuangan
ACRC menyediakan imbalan untuk para pelapor selain itu ACRC juga dapat memberikan
atau merekomendasikan hadiah jika laporan atas korupsi tersebut adalah untuk kepentingan
publik.

C. Jepang
Jepang tidak memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur pemberantasan korupsi, hal
tersebut dikarenakan korupsi digolongkan sebagai tindak kriminal biasa, bukan merupakan
kejahatan yang luar biasa seperti di Indonesia. Undang-undang negara Jepang yang didalamnya
mengatur delik tindakan kriminal terkait korupsi antara lain:
1. The Unfair Competition Prevention Act (Act no 47 of 1993),
2. The Penal Code (Act no 45 of 1907)
3. National Public Service Ethics Act (Act No 129 of 1999) (Ethics Act)
4. National Public Service Ethics Code (Gov. Ordinance No 101 of 2000)
5. The Act on Prevention of Transfer of Criminal Proceeds (Act no 22of 2007)
6. The Whistleblowing Legislation Act(Act no 122 of 2004)
7. The Act Prohibiting Acceptance of Profits for Intermediation by those Engaged in Public
Service (Act No 130 of 2000) (Profits for Intermediation Act)

Selain kepolisian dan kejaksaan, terdapat lembaga-lembaga lain yang terkait dengan pencegahan
dan pemberantasan korupsi di Jepang, yaitu:
a. The Japan Financial Intelligence Center (JAFIC);
b. The Japan Fair Trade Commission (JFTC);
c. The National Public Service Ethics Board (Ethics Board);
d. The Board of Audit of Japan (Dewan Audit).

Berhasilnya pemerintahan Jepang dalam membersihkan institusi dan menang dalam perang
melawan korupsi tidak lepas dari dukungan masyarakat dan dengan budaya malu yang kuat.
Walaupun tidak ada undang-undang maupun lembaga khusus yang menangani tindak pidana
korupsi, namun berdasarkan data yang dihimpun oleh Transparency International, Jepang
termasuk negara dengan tingkat korupsi yang tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya
budaya penegakan hukum malu.
Budaya penegakan hukum malu jauh lebih efektif daripada ancaman hukuman yang berat. Di
Jepang budaya inilah yang menjadi senjata utama dalam pencegahan korupsi. Di Jepang, politisi
dan pejabat pemerintah yang baru diindikasikan melakukan tindak pidana korupsi akan langsung
mengundurkan diri tanpa diminta. Bahkan banyak diantaranya yang langsung mengakui
kesalahannya sebelum dibawa ke pengadilan. Pengacara yang menangani kasus korupsi juga
menyarankan klien mereka untuk segera mengaku apabila memang bersalah agar mendapatkan
keringanan hukuman. Media di Jepang juga berperan penting dalam menyebarkan berita korupsi
sehingga masyarakat langsung tahu dan menciptakan tekanan publik agar orang yang dinilai
korup segera mundur.

Pencegahan Fraud di Dunia Internasional


A. Amerika Serikat
Amerika Serikat memang tidak memiliki lembaga khusus yang bertugas memberantas korupsi
seperti KPK di Indonesia, namun pemberantasan korupsi dilaksanakan dengan kerjasama
beberapa institusi sebagai berikut:
1.

Bagian Integritas Publik Divisi Kriminal DepartemenKehakiman (The Public Integrity


Section of Department of Justice's Criminal Division)

2.

Kantor Etika Pemerintah (Office of Government Ethics)

3.

Biro Investigasi Federal (FBI/Federal Bureau of Investigation)

4.

Dewan Inspektur Jenderal untuk Integritas dan Efisiensi (Council of Inspectors General
on Integrity and Efficiency/CIGIE).

Amerika Serikat mengambil pendekatan multi-lembaga untuk memerangi dan mencegah


korupsi. Departemen Kehakiman beserta FBI dan PIS merupakan lembaga anti-korupsi utama.
Sementara itu, fungsi-fungsi anti-korupsi lainnya seperti menegakkan transparansi dan
memastikan kode etik di sektor publik ditaati akan ditangani oleh OGE, OMB, GAO, serta
komisi etika dan inspektorat jenderal pada lembaga federal dan legislatif.
Media merupakan unsur yang sangat penting dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Freedom House 2012 menilai Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki sistem
terkuat dalam perlindungan hukum bagi kebebasan pers. Kebebasan pers dan kebebasan
berbicara dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat.

B. Finlandia
Finlandia tidak memandang korupsi sebagai tindakan kriminal khusus atau luar biasa, sehingga
tidak diperlukan kebijakan khusus yang menangani tindak pidana korupsi. Meskipun demikian
sikap anti-korupsi dimasukkan dalam kebijakan umum. Hal ini disebabkan karena korupsi adalah
akibat dari buruknya politik ataupun pemerintahan sehingga yang harus ditekan adalah
penyebabnya.
Korupsi diatur dalam Undang-Undang Prosedur Administrasi dan Undang-Undang Hukum
Pidana. UU Prosedur Administrasi memiliki kaitan dengan perilaku dan etika pegawai dalam
instansi pemerintah.
Beberapa lembaga/ badan/ biro yang terkait dan turut serta dalam menangani kasus-kasus
korupsi diantaranya adalah:
1. Criminal Investigation of Corruption
Dalam menangani kasus korupsi, Finlandia menyerahkan tanggung jawab pada Criminal
Investigation of Corruption. Berbeda dengan KPK di Indonesia, CIC hanya bertugas untuk
mendukung polisi dalam menangani kasus korupsi dan hanya dapat bertugas ketika diminta
oleh kejaksaan.
2. GRECO (Groups of States Against Corruption) Networks

Jaringan GRECO yang dikembangkan oleh Kementerian Kehakiman, memiliki peran yang
cukup luas, selain pemerintah lokal, jaringan ini juga meliputi sektor privat, komunitas riset
dan organisasi non-pemerintah.
3. The National Audit Office
Untuk melakukan audit pengendalian internal, Finlandia memiliki The National Audit Office.
Lembaga ini bersifat independen dan bertugas melakukan audit keuangan dan kinerja, tidak
jauh dengan tugas BPK di Indonesia.
Masyarakat Finlandia dikenal sangat menjunjung tinggi etika dan kejujuran. Kejujuran penting
karena kepercayaan adalah hal utama menurut budaya masyarakat Finlandia. Bagi mereka,
kehilangan kepercayaan berarti kehilangan alasan untuk terus bertahan.
Ada beberapa hal yang menjadi pendorong keberhasilan pemberantasan korupsi di Finlandia,
yaitu:
1. Pendidikan
Sistem pendidikan di Finlandia merupakan yang salah satu yang terbaik di dunia.
Dampaknya, tingkat pendidikan masyarakat sangat tinggi dan sangat menyadari hak dan
kewajiban sebagai warga negara.
2. Peran Masyarakat dan Media
Hukum bukan untuk dilanggar, tidak seperti sebagian besar rakyat Indonesia, masyarakat
Finlandia sangat taat terhadap hukum. Pelanggaran terhadap hukum menimbulkan rasa malu.
Tidak terkecuali korupsi, masyarakat tidak memberikan toleransi pada pelaku korupsi.
Sikap masyarakat yang sangat anti-korupsi ini berdampak pada kontrol sosial yang tinggi,
sementara pengawasan yang terbaik terhadap pemerintahan adalah kontrol sosial yang
dilakukan oleh masyarakat.
Media juga memiliki peran signifikan terhadap identifikasi kasus korupsi. Penyuapan
merupakan tindakan kriminal yang serius dan sangat jarang terjadi, oleh karena itu media
sangat tertarik dengan kasus-kasus korupsi seperti ini. Korupsi yang diberitakan secara besarbesaran dianggap sangat memalukan bagi pelaku dan benar-benar dapat menimbulkan efek
jera.

3. Peran Lembaga dan Pemerintah


Komitmen pemerintah Finlandia dalam menekan angka korupsi dibuktikan dalam beberapa
hal seperti:

1. Pendidikan yang terbuka untuk setiap orang


2. Demokrasi yang berfungsi dengan baik
3. Administrasi publik yang transparan
4. Birokrasi pemerintahan yang sederhana
5. Pengambilan keputusan di tingkat pejabat rendah namun sesuai kompetensi dan
tanggung jawabnya
6. Pos-pos pelayanan utama pemerintah tidak diganggu oleh kepentingan politik
7. Usaha pemerintah dalam mempertahankan nilai-nilai keterbukaan terhadap publik.

C. Inggris
Inggris membentuk satuan tugas khusus dalam kepolisian yang berfokus pada pemberantasan
dan pencegahan korupsi maupun kasus suap. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat
pertahanan Inggris terhadap kejahatan kerah putih di sektor keuangan dan membasmi praktek
penipuan.
Para pelaku perbankan dan bisnis sektor keuangan lainnya menyumbang sekitar sepersepuluh
dari ekonomi Inggris. Namun sektor tersebut dipenuhi oleh berbagai skandal, sehingga penting
bagi pemerintah bertindak tegas.
Satgas yang akan mulai beroperasi pada April 2015, akan berada di bawah Badan Kejahatan
Nasional Inggris, NCA, yang setara FBI. Satgas ini akan terdiri dari para pakar dari NCA dan
spesialis dari sejumlah instansi pemerintah lainnya.
Pemerintah Inggris juga bekerja sama dengan Lembaga Penanganan Kasus Penipuan Serius, atau
SFO, yang telah memimpin penyidikan dan pencegahan terkait sejumlah kasus korupsi dan
penipuan keuangan. Namun, hingga saat ini, pemerintah Inggris belum memberikan detail
kerjasama antar dua unit ini.
Lembaga ini juga menyelidiki sejumlah kasus penipuan kelas kakap, seperti manipulasi suku
bunga antar bank dan dugaan suap yang menyeret perusahaan pembuat mesin, Rolls Royce
Holdings Plc.
Pencegahan Fraud di Inggris
Untuk mencegah dan memberantas korupsi dan kegiatan fraud lainnya, Inggris telah membentuk
satuan tugas khusus dalam kepolisian yang berfokus pada pemberantasan dan pencegahan

korupsi. Satuan ini juga bertanggung jawab untuk mencegah, mengadili, dan memberantas kasus
fraud lainnya termasuk kasus suap.
Satuan ini rencananya berkonsentrasi pada pencegahan kegiatan fraud dan akan berada di bawah
Badan Kejahatan Nasional Inggris, NCA, yang setara FBI di Amerika Serikat.
Pemerintah Inggris juga bekerja sama dengan Lembaga Penanganan Kasus Penipuan Serius, atau
SFO, yang telah memimpin penyidikan dan pencegahan terkait sejumlah kasus korupsi dan
penipuan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai