Obat Topikal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 76

Blok 21

 Obat topikal mrpkan salah satu bentuk obat


yg sering dipakai dalam terapi dermatologi.
Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan
pembawa)
dan zat aktif.
 Kecermatan memilih btk sediaan obat topikal
yg sesuai dgn kondisi kelainan kulit mrpkan
salah satu faktor yg berperan dlm
keberhasilan terapi topikal, di samping faktor
lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek
fisika dan kimia, cara pakai, lama
penggunaan obat agar diperoleh efi kasi yang
maksimal dan efek samping minimal.
 Obat topikal= zat pembawa dan zat aktif
 Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yg
memiliki efek terapeutik
 zat pembawa = bagian inaktif dari sediaan topikal
dapat berbentuk cair atau padat yang membawa
bahan aktif berkontak dengan kulit.
 Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah
dibersihkan, tidak mengiritasi
 Bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa
dan kemudian mudah dilepaskan
 Bahan pembawa dengan komposisi air
 Jika bahan pelarutnya murni air disebut
sebagai solusio.
 Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau
kloroform disebut tingtura
 Cairan digunakan sebagai kompres dan
antiseptik
 Bahan aktif yang dipakai dalam kompres
biasanya bersifat astringen dan antimikroba
Penggunaan kompres terbuka pada:
a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut
atau kronik yang mengalami eksaserbasi
b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang
mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan
untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi
eritema seperti eritema pada erisipelas.
c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat
pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
 Sediaan topikal bbtk padat terdiri atas talcum
venetum dan oxydum zincicum dalam
komposisi yang sama
 memberikan efek sangat superfisial karena
tidak melekat erat sehingga hampir tidak
mempunyai daya penetrasi
 dipakai pada daerah yang luas, pada daerah
lipatan
 Sediaan semisolid berbahan dasar lemak
ditujukan untuk kulit dan mukosa
 Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok yaitu:
1. dasar salep senyawa hidrokarbon,
2. dasar salep serap,
3. dasar salep yang bisa dicuci dengan air
4. dasar salep yang larut dalam air
Dikenal sebagai dasar salep
berlemak seperti vaselin album
(petrolatum), parafin liquidum.
Vaselin album adalah golongan
lemak mineral diperoleh dari
minyak bumi. titik cair sekitar 10-
50°C, mengikat 30% air, tidak
berbau, transparan, konsistensi
lunak.
 sukar dicuci, tidak mengering
dan tidak berubah dalam waktu lama
 Salep ini ditujukan untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak
sebagai penutup
 digunakan sebagai bahan emolien
 bentuk anhidrat (parafin hidrofi lik dan
lanolin
 anhidrat [adeps lanae])
 bentuk emulsi (lanolin dan cold cream)
yang dapat bercampur dengan sejumlah
larutan tambahan.
 Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak
bulu
domba, keras dan melekat sehingga sukar
dioleskan, mudah mengikat air.
 tidak cocok untuk sediaan kosmetik
 Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai
 emolien
 Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam
air
misalnya salep hidrofi lik.
 lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik
 Dasar salep ini tampilannya menyerupai krim
karena fase terluarnya adalah air
 dapat diencerkan dengan air dan mudah
menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologi
 Disebut juga “dasar salep tak berlemak” terdiri
dari komponen cair
 dapat dicuci dengan air karena tidak
mengandung bahan
tak larut dalam air seperti parafi n, lanolin
anhidrat
 Contoh dasar salep ini ialah polietilen glikol.
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam
formulasi salep bergantung pada beberapa
faktor:
 kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar
salep, absorpsi obat, kemampuan
mempertahankan kelembaban kulit oleh
dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar
salep, pengaruh obat terhadap dasar salep
 Salep dipakai untuk dermatosis yang kering
dan tebal (proses kronik)
 Dermatosis dengan skuama berlapis, pada
ulkus yang telah bersih
 Salep tidak dipakai pada radang akut,
terutama dermatosis eksudatif karena tidak
dapat melekat, juga pada daerah berambut
dan lipatan karena menyebabkan perlekatan
 bentuk sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai
 Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi
air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream,
dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream
R/ Cerae alba 5
Cetacei 10
Olei olivarum 60
Aquae ad 100

Contoh krim O/W


R/ Cerae lanett N
Olei sesami aa 15
Aquae ad 100
 Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia
membuat krim karena tidak tersedia
emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari
salep
 jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi
bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi,
misalnya biocream
 Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat
sebagai W/O atau O/W.
 Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi
sial
 Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep
karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan
dan kulit berambut
Contoh emulsi O/W
R/ Acid salicyl 5%
Liq carb deterg 5%
Biocream 20
Aqua 40

Contoh emulsi W/O


R/ Acid salicyl 5%
Liq carb deterg 5%
Biocream 20
Ol. oliv 20
Indikasi krim
 Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial,
 lesi pada rambut, daerah intertriginosa
 campuran salep dan bedak sehingga komponen
pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya
vaselin dan bahan bedak seperti
talcum, oxydum zincicum
 Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak
meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai
lapisan pelindung pada bagian yang diolesi
 Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep,
mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep
Indikasi pasta
 Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial
 suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan
komponen bedak dengan bahan perekat seperti
gliserin
 ditujukan agar zat aktif dapat diaplikasikan secara
luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih
lama dari pada bentuk sediaan bedak serta
berpenetrasi kelapisan kulit
 dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi
sial seperti miliaria.
 Beberapa contoh komposisi bedak kocok
R/ Oxidi zincici
Talci aa 20
Glycerini 15
Aguae ad 100
R/ Oxidi zincici
Talci aa 20
Gliserini 15
Aquae
Spirit dil. Aa ad 100
Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah
 memberikan efek pendingin karena akan
menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol,
misalnya mentholium dan camphora
 bersifat antipruritik
 Jika hendak menambahkan bahan padat

berupa bubuk hendaknya diperhitungkan


sehingga berat bahan padat tetap 40%
Misalnya,
 jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram,
maka berat oxydum zincicum dan talcum harus
dikurangi
R/ Sulfuris precipitatum 20
Oxidi zincici
Talci aa 10
Glycerini 15
Aquae
Spiritus dil aa ad 100
 disebut juga linimen merupakan campuran
bedak, salep dan cairan.
 Sediaan ini sudah jarang digunakan karena
 efeknya seperti krim

Indikasi
 Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering
 Beberapa vehikulum yang merupakan
pengembangan dari bentuk dasar monofase
 sediaan setengah padat yang terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel organik
dan anorganik.
 Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal
dan fase ganda
 Gelfase tunggal terdiri dari makromolekul
organik yang tersebar dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya
ikatan antara molekul besar yang terdispersi
dan cairan.
 Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul
sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom
alam (seperti tragakan).
 Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih
dan halus
 Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari
jaringan partikel yang terpisah misalnya gel
alumunium hidroksida.
 Gel ini merupakan suatu suspensi yang terdiri
dari alumunium hidroksida yang tidak larut
dan alumunium
oksida hidrat
 Sediaan ini berbentuk kental, berwarna
putih, yang efektif untuk menetralkan asam
klorida dalam lambung
 Gel segera mencair jika berkontak dengan
kulit
dan membentuk satu lapisan. Absorpsi
pada
kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik
dipakai pada lesi di kulit yang berambut
 Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan
gel memilliki keistimewaan:
a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
b. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
c. Disukai secara kosmetika.
 dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat
dari getah alami seperti tragakan, pektin,
alginate, borak gliserin
 sediaan yang terdiri dari komponen obat
tidak dapat larut terdispersi dalam cairan
dengan konsentrasi mencapai 20%
 Komponen yang tidak tergabung ini
menyebabkan dalam pemakaian losion
dikocok terlebih dahulu
 Pemakaian losion meninggalkan rasa dingin
oleh karena evaporasi komponen air
 Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah
diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada
anak.
Contoh losion yang tersedia seperti losion
calamin, losion steroid, losion faberi
 sediaan yang dikemas dibawah tekanan,
mengandung zat aktif yg dilepas pada saat
sistem katup yang sesuai ditekan
 Sediaan ini digunakan untuk pemakaian lokal
pada kulit, hidung, mulut, paru
 Komponen dasar aerosol adalah wadah,
propelen, konsentrat zat aktif, katup dan
penyemprot
 merupakan emulsi yang mengandung satu
atau lebih zat aktif menggunakan propelen
untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah
 Foam aerosol merupakan sediaan baru obat
topikal
 Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi
emulsi dan surfaktan serta pelarut
 Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara
lain ketokonazol foam dan betametasone
foam
Keistimewaan foam:
1. Foam saat diaplikasikan cepat mengalami
evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetrasi
2. Sediaan foam memberikan efek iritasi
yang minimal
 bentuk lain solusio yang berisi komponen air
dan alkohol.
 Penggabungan komponen alkohol dan air
menjadikan sediaan ini mampu bertahan
lama
 Sediaan baru pernah dilaporkan berupa solusio
ciclopirox 8% sebagai cat kuku untuk terapi
onikomikosis
MEKANISME KERJA
 Farmakokinetik sediaan topikal secara umum
menggambarkan perjalanan bahan aktif
dalam konsentrasi tertentu yang
diaplikasikan pada kulit dan kemudian
diserap ke lapisan kulit, selanjutnya
didistribusikan secara sistemik.
 Mekanisme ini penting dipahami untuk
membantu memilih sediaan topikal yang akan
digunakan dalam terapi
 Perjalanan sediaan topikal setelah
diaplikasikan pada kulit tergambar pada
Gambar 2.
Gambar 2 Penetrasi melalui tiga kompartemen
kulit18
 Secara umum perjalanan sediaan topikal
setelah diaplikasikan melewati tiga
kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum
korneum, dan jaringan sehat
 Stratum korneum dapat berperan sebagai
reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah
unsur pada obat masih berkontak dengan
permukaan kulit namun belum berpenetrasi
tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara
digosok atau terhapus oleh pakaian
 Unsur vehikulum sediaan topikal dapat
mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif
berikatan pada lapisan yang dilewati seperti
pada epidermis, dermis
 Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat
membawa bahan aktif menembus hipodermis
 Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal
akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis
dan hipodermis
 Penetrasi sediaan topikal melewati beberapa
macam jalur seperti pada Gambar 3
 Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit,
terjadi 3 interaksi:
1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan
aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat
aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil
dan mudah dilepaskan. Interaksi ini telah ada
dalam sediaan.
2. Vehicle skin interaction: merupakan
interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal
aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap
vehikulum
3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif
terlarut dengan kulit (lag phase, rising phase,
falling phase)
Gambar 3 Jalur penetrasi sediaan topikal19
 Penetrasi transepidermal dapat secara
interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan,
obat akan menembus stratum korneum
melalui ruang antar sel pada lapisan lipid
yang mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat
berlangsung pada matriks lipid protein dari
stratum korneum.
 Setelah berhasil menembus stratum korneum
obat akan menembus lapisan epidermis sehat
di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke
pembuluh kapiler
 Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui
difusi obat menembus dinding stratum
korneum sel korneosit yang mati dan juga
melintasi matriks lipid protein startum
korneum, kemudian melewatinya menuju sel
yang berada di lapisan bawah sampai pada
kapiler di bawah stratum basal epidermis dan
berdifusi ke kapiler
 Analisis penetrasi secara folikular muncul
setelah percobaan in vivo.
 Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa
molekul kecil seperti
kafein dapat berpenetrasi tidak hanya
melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui
rute folikular.
 Obat berdifusi melalui celah folikel rambut
dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian
berdifusi ke kapiler
 Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan
melalui lapisan epidermis, lebih baik
daripada
melalui folikel rambut atau kelenjar keringat,
karena luas permukaan folikel dan kelenjar
keringat lebih kecil dibandingkan dengan
daerah kulit yang tidak mengandung elemen
anatomi ini.
 Stratum korneum sebagai jaringan keratin
akan berlaku sebagai membran semi
permeabel, dan molekul obat berpenetrasi
dengan cara difusi pasif
 Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit,
absorpsinya akan melalui beberapa fase:
a. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan
dan belum melewati stratum korneum, se-
 Secara umum, sediaan topikal bekerja melalui 3
jalur di atas (Gambar 3).
 Beberapa perbedaan mekanisme kerja
disebabkan komponen
sediaan yang larut dalam lemak dan larut
dalam air
1. Cairan
 Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek
dominan cairan akan berperan melunakkan
karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang
terdapat di atas permukaan kulit; sebagian kecil
akan mengalami evaporasi
 Dibandingkan dengan solusio, penetrasi
tingtura jauh lebih kuat. Namun sediaan
tingtura telah jarang dipakai karena efeknya
mengiritasi kulit.
 Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain
tingtura iodi dan tingtura spiritosa.
2. Bedak
 Oxydum zincicum sebagai komponen bedak
bekerja menyerap air, sehingga memberi efek
mendinginkan.
 Komponen talcum mempunyai daya lekat dan
daya slip yang cukup besar
 Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit
karena komposisinya yang terdiri dari partikel
padat, sehingga digunakan sebagai penutup
permukaan kulit, mencegah dan mengurangi
pergeseran pada daerah intertriginosa
3. Salep
 Salep dengan bahan dasar hidrokarbon
seperti
vaselin, berada lama di atas permukaan kulit
dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu
salep berbahan dasar hidrokarbon digunakan
sebagai penutup
 Salep berbahan dasar salep serap (salep
absorpsi) kerjanya terutama untuk
mempercepat penetrasi karena komponen
airnya yang besar
 Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan
dasar salep larut dalam air mampu
berpenetrasi
jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai
pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang
dalam
4. Krim
 Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat
dibandingkan dengan O/W karena
komponen
minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan
lama di atas permukaan kulit dan mampu
menembus lapisan kulit lebih jauh
 Namun krim W/O kurang disukai secara
kosmetik
karena komponen minyak yang lama
tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W
memiliki daya pendingin lebih baik dari krim
W/O, sementara daya emolien W/O lebih
besar dari O/W.
5. Pasta
 Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke
lapisan kulit.
 sediaan ini lebih dominan sebagai pelindung
karena sifatnya yangtidak meleleh pada suhu
tubuh
 Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi
mampu menyerap lesi yang basah seperti
serum
6. Bedak kocok
Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih
utama pada permukaan kulit. Penambahan
komponen cairan dan gliserin bertujuan
agar komponen bedak melekat lama di atas
permukaan kulit dan efek zat aktif dapat
maksimal
7. Pasta pendingin
Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan
komponen cairan membuat sediaan ini lebih
mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit,
namun bentuknya yang lengket menjadikan
sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah
jarang dipakai
8. Gel
Penetrasi gel mampu menembus lapisan
hipodermis sehingga banyak digunakan pada
kondisi yang memerlukan penetrasi seperti
sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur
transfolikuler
gel juga baik, disebabkan kemampuan gel
membentuk lapisan absorpsi.
CARA PAKAI
Cara aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya
disesuaikan dengan lesi pada permukaan
kulit.
Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:
1. Oles
 Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara
pakai sediaan topikal yang umum dilakukan.
 Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk
Sediaan
 Banyaknya sediaan yang dioleskan disesuaikan
dengan luas kelainan kulit (tabel 2)
 Penambahan cara oles sediaan dengan
menggosok
 dan menekan juga dilakukan pada obat
 topikal dengan tujuan memperluas daerah
 aplikasi namun juga meningkatkan suplai
 darah pada area lokal, memperbesar absorpsi
 sistemik. Penggosokan ini mengakibatkan
 efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan
penetrasi
 obat.18
2. Kompres
 Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio.
 Komponen cairan yang dominan menjadikan
kompres efektif untuk lesi basah dan lesi
berkrusta.
 Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan
tertutup. Pada kompres terbuka diharapkan ada
proses penguapan.
 Caranya dengan menggunakan kain kasa tidak
tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan
terlampau erat.
 Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam
cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan
pada kulit lebih kurang 30 menit.
 Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi
penguapan, namun cara ini jarang digunakan
karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi
kompres
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
 Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan
penetrasi sediaan; namun cara ini tidak
banyak digunakan.
 Berbagai teknik oklusi menggunakan balutan
hampa udara seperti penggunaan sarung
tangan vinyl, membungkus dengan plastik
 Teknik oklusi mampu meningkatkan
hantaran obat 10-100 kali dibandingkan
tanpa oklusi, namun lebih cepat
menimbulkan efek samping obat, seperti efek
atrofi kulit akibat kortikosteroid
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai
daripada kompres pada pasien dengan
lesi kulit luas seperti pada penderita lesi
vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah
digunakan untuk mandi seperti potassium
permanganate. Namun cara ini sudah tidak
dianjurkan lagi mengingat efek maserasi
yang ditimbulkan
PRINSIP PEMILIHAN SEDIAAN9
1. Pada kulit tidak berambut, secara umum
dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi.
Krim dipakai pada lesi kulit yang kering dan
superfi sial, salep dipakai pada lesi yang tebal
(kronis).
2. Pada daerah berambut, losion dan gel
merupakan pilihan yang cocok.
3. Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif
seperti salep, emulsi W/O dapat
menyebabkan maserasi sehingga harus
dihindari.
4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi,
formulasi berisi alkohol dan asam salisilat
sering mengiritasi sehingga harus dihindari.
5. Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada
lesi basah, mengandung pus, berkrusta.
1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan
zat aktif.
2. Idealnya suatu zat pembawa mudah
dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-
iritasi dan menyenangkan secara kosmetik,
selain itu
zat aktif dalam pembawa mudah dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal
seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak
kocok, pasta, pasta pendingin.
4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam
aerosol, cat, gel.
5. Secara umum sediaan topikal melewati tiga
jalur penetrasi yaitu interseluler, transeluler,
transfolikuler.
6. Mekanisme kerja sediaan topikal berupa
difusi pasif menembus lapisan kulit.
7. Cara pakai sediaan topikal pada umumnya
dioleskan pada permukaan kulit, dan dengan
penambahan cara lain seperti ditekan,
digosok,kompres, dan oklusi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA.
Dermatological pharmacology. In: Hardman
JG, Limbird IE, eds. Goodman and Gillman’s
the pharmacological basis of therapeutic.
10th ed. New York: McGraw Hill
2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL.
Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick
TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen
K, eds. Dermatology in general medicine.
7th ed. New York:McGraw-Hill
3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan
jamur Trichopyton terhadap obat salep,
krim, dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis
4. Sharma S. Topical drug delivery system: A
review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29.
5. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH.
Other topical medication. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th
ed. London: Elsevier Limited, 2006:2056-67.
6. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam
bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI.
Jakarta, 1994.
7. Ansel HC. Introduction to pharmaceutical
dosage forms. Georgia: Lea and Febiger,
1995: 489-95.
8. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi
padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J, Aisyah HS,
eds. Teori dan praktek farmasi industri II.
Edisi ke-3. Jakarta: UI Press, 1994: 1091-9
9. Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ,
Lademann J. Pharmacokinetics and topical
aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ,
Fitzpatrick, eds.

Anda mungkin juga menyukai