Anda di halaman 1dari 12

Perwatan Jenazah Ritual

Upacara Ngaben Hindu-Bali


Oleh kelompok 1
Rismala
Lena syahputri
Novi wulandari
Aprin
Beby yanti novikasari
Misas riyani
Sesy palupy ramadhani
Perawatan jenazah
• Kematian ( death ) merupakan kondisi terhentinya pernafasan,
nadi dan tekanan darah serta hilangnya respon terhadap
stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot dan terhentinya
aktivitas otak. Perubahan tubuh setelah kematian :
1. Rigor mortis ( kaku ) terjadi setelah 2 – 4 jam setelah
kematian
2. Algor mortis ( dingin ) suhu tubuh perlahan – lahan turun
3. Post mortem decomposition yaitu terjadi livor mortis pada
daerah tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat
menimbulkan banyak bakteri
Ritual Upacara Ngaben Hindu-Bali
• Ritual kematian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia
sebagai penanda bahwa manusia itu adalah mahluk beragama dan
berbudaya. Penyelenggaraan upacara kematian merupakan sesuatu
yang sakral dan sangat memperngaruhi kehidupan manusia dan ritual
kematian diselenggarakan guna tercipta kehidupan masyarakat yang
seimbang selaras.
Lanjutan…..
• Hal ini juga sama seperti Upacara Ngaben yang di laksanakan umat
Hindu-Bali yang juga masuk dalam Upacara Pitra yadya, upacara yang
ditunjukan kepada leluhur. Kata Ngaben sendiri berasal dari kata
api. Penggunaan peralatan dan prosesi yang cukup panjang dan
membutuhkan biaya yang cukup besar (150-200 juta rupiah)
menandakan betapa pentingnya proses peralihan kehidupan sampai
kematian.
Ritual Ngulapin
• Ritual Ngulapin adalah proses penyucian peti
yang berisi jenazah yang dilakukan oleh
Pinandita.
Ritual memandikan jenazah
• Jenazah diletakan diatas pepaga (meja) kemudian dimandikan oleh
keluarganya. Dalam proses ini kemaluan jenazah akan ditutupi oleh
kain hitam, sementara bajunya akan dibuka. Kemudian kain hitam
sebagai penutup kemaluan akan di ganti dengan daun teratai (bagi
wanita) dan daun terong (bagi laki-laki) dan akan dipakaikan pakaiaan
adat lengkap. Diberikan bunga melati di lubang hidung, belahan kaca
di atas mata, dan daun intaran di alis. Dengan tujuan mengembalukan
kembali fungsi bagian dari tubuh dan jika roh mengalami reinkarnasi
agar dianugrahi badan yang lengkap. Upacara memandikan jenazah
ini dilakukan di halaman rumah keluarga.
Ritual narpana
• Setelah jenazah dimandikan, jenazah akan dimasukan keadalam peti.
Petugas rohaniwan akan melaksanakan Narpana. Keluarga akan
memercikan tirta : penglukatan, pembersihan tirta khayangan.
Kemudian dilanjutkan dengan mamasukan barang-barang yang akan
ikut dibakar, dan kemudian peti akan ditutup.
Ritual Pakiriman Ngutang
• Jenazah yang ada di dalam peti kemudian dinaikan katas Bade, yaitu
menara penyusung jenazah diiringi dengan suara Baleganjur (gong
khas Bali). Dalam perjalan menuju ke tempat pembakaran Bade akan
di arak berputar tiga kali berlawanan arah jarum jam, yang memiliki
makna sebagai simbol pengembalian unsur panca Maha Bhuta
ketempatnya masing-masing. Perputaran ini berarti perpisahan
dengan keluarga, lingkungan masyarakat, dan dunia ini.
Ritual ngising
• Ngising adalah acara puncak dari Upacara Ngaben, yaitu pembakaran
jenazah. Jenazah akan dibaringkan ditempat yang disediakan, disertai
sesaji kemudian diperciki oleh pendeta pemimpin upacara dengan
Tirta Pengentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan
Puja Mantra dari pendeta. Setelah selesai barulah jenazah dibakar
hingga hangus, tulang-tulang hasil pembakaran kemudian diulek
(digilas) dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading yang telah
dikeluarkan airnya.
Ritual ngayud
• Ritual terakhir dari Upacara Ngaben adalah Ngayud, yaitu
menghanyutkan abu yang sudah dimasukan ke dalam kelapa gading
ke laut atau ke sungai. Yang memiliki makna menghanyutkan segala
kekotoran yang tertinggal dalam roh.
kesimpulan
• Serangkaian ritual yang ada pada Upacara Ngaben juga memiliki
beberapa arti, yaitu sebagai jalan agar bisa melaksanaan pembayaan
hutang terhadap leluhur (Pitra Rina) yang wajib dilakukan oleh
seorang anak dari hasil kerjanya sendiri bukan dengan harta warisan
dari orang tuanya. Yang kedua adalah agar memiliki kesempatan
untuk bisa melaksanakan ajaran Putra Sesana dan Aji Sesana,
sehingga dapat melahirkan anak yang Suputra dan Aji Sadhu Dharma
percepatan proses pengembalian “Panca Maha Bhuta” kepada sang
Hyang Prakerti, Maya Sang Hyang Widhi. Yang terakhir memberi
kesempatan pada masyarakat sekitar lingkungannya unruk berkama
yang baik, sehingga tercipta masyarakat sosial yang sesuai ajaran Tri
Hitakarana.

Anda mungkin juga menyukai