Anda di halaman 1dari 23

Pertemuan 6

Kimia Analitik

Dosen Pengasuh :

Dra. Erti Praputri, M. Si.


TITRASI
I. Titrasi Asam Kuat Oleh Basa Kuat ----- pH TE = 7
Dari kurva titrasi terlihat bahwa JM, Bb dan Ff dapat dipakai untuk menentukan
titik akhir karena ;
I. Trayek pH JM sekalipun jauh dari TE, tetapi masih dibagian yang curam
II. Trayek pH Bb mendekati titik ekivalen dan pada bagian yang curam
III. Trayek pH Ff tidak jauh lewat TE, masih curam.
 Yang paling baik dipakai Bb ( 6 – 7,6 )
Pada bagian yang curam titik akhir titrasi tajam.
II. Titrasi Asam Lemah Oleh Basa Kuat.
Pemilihan indikator sangat tergantung dari kekuatan asam yang bersangkutan.
Titrasi asam asetat dengan NaOH pada TE, pH + 9 --- indikator yang cocok
Ff (8,2 – 10).
TITRASI
III. Titrasi Basa Kuat oleh Asam Kuat ----- pH TE = 7
Sebaiknya titrasi dihentikan ;
III. Dengan Ff kalau hilang warna merah (Baru saja hilang),
IV. Denagn Bb kalau mencapai warna biru dan kuning (Asal sudah berubah)
V. Dengan Jm kalau sudah tidak kuning lagi (Baru saja/sedikit berubah)
IV. Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat
III. NH4OH (Kb = 10-5) dengan konsnetrasi 0,1 M. TE pH + 5. Ff dan Bb tidak
dapt digunakan.
IV. Jm dapat dipakai, titrasi harus dihentikan asal sudah terjadi perubahan
warna
TITRASI

V. Titrasi Garam Asam Lemah oleh Asam Kuat

Titrasi NaCN 0,1 M (Ka HCN = 2 x 10-9 TE pH + 5


keadaannya = Titrasi NH4OH

Dari I s/d V dapat disimpulkan :

Makin besar daerah curam kurva


(makin panjang bagian curam)
makin leluasa pemilihan indikator.
Bentuk Kurva dan Panjang Bagian Curam Tergantung dari ==

1. Kesempurnaan Reaksi,

berhubungan dengan kekuatan asam dan basa yang tersangkut


dalam titrasi. Baik yang bereaksi sebagai titran dan titrat maupun
hasil reaksi.

1. Konsentrasi Titran dan Titrat,

Asam kuatpun bila terlalu encer akan menunjukkan daerah curam


terlalu pendek sehingga sukar di titrasi.
pH Larutan pada TE
pH TE berbeda-beda tergantung pada jenis titran dan titrat dan
sering juga tergantung pada konsentrasi titran dan titrat pH TE
menentukan indikator apa yang dapat digunakan.
pH TE = pH larutan yang terdapat pada TE dan larutan itu
Ialah ===
1. Larutan Garam (dalam titrasi asam oleh basa dan sebaliknya)
1. Asam/Basa Kuat, larutan garamnya mempunyai pH 7 sehingga agak leluasa
pemilihan indikator baik yang bertrayek pH dibawah 7, sekitar 7 ataupun
diatas 7.
2. Asam kuat, basa lemah, larutan garamnya pH <7. Karena garam tersebut
mengalami hidrolisa sehingga terjadi kelebihan ion H+ menurut rumus :

Kw . Cg atau POH = ½ ( 14 – P Kb + P Cg )
[ H+ ] =
Kb
Indikator yang cocok mempunyai trayek pH dibawah 7 (misalnya JM)
c. Asam lemah, basa kuat ; Larutan garamnya mempunyai pH > 7.
Karena garam tersebut terjadi dari asam lemah dan basa kuat akan
terus terhidrolisis sehingga :

Kw . Cg atau POH = ½ ( 14 – P Ka + P Cg )
[ OH-] =
Ka
Indikator yang cocok mempunyai trayek pH >7 ( Ff )

2. Larutan asam lemah dan garam (dalam titrasi garam asam lemah oleh
asam kuat). Dengan sendirinya pH larutan rendah yakni :

[ H+ ] = Ka. Ca atau PH = ½ ( P Ka + P Ca )

3. Larutan basa lemah dan garam (dalam titrasi garam dari basa lemah
oleh basa kuat). Maka pH larutan > yakni :

[ OH-] = Kb . Cb atau POH = ½ ( P Kb + P Cb )

Indikator yang harus dipakai mempunyai trayek pH > 7


TABEL. Beberapa Indikator Asam-Basa yang Penting

Warna
Nama pKi Jenis Trayek pH
A B
1. Asam Pikrat 2,3 a 0,1 – 0,8 TB - Kn Keterangan :
2. Biru Timol 1,65 a 1,2 – 2,8 Mr - Kn Ki = -log konstanta pengionan
P
8,90 a 8,0 – 9,6 Kn - Br
a = asam
3. 2,6-Dinitrofenol 2,0 – 4,0 TB - Kn
4. Kuning metil 3,2 b 2,9 – 4,0 Mr - Kn B = basa
5. Jingga metil 3,4 b 3,1 – 4,4 Mr - Ji A = warna asam
6. Hijau Bromkesol 4,9 a 3,8 – 5,4 Kn - Br
B = Warna basa
7. Merah metil 5,0 b 4,2 – 6,3 Mr - Kn
8. Lakmus 4,5 – 8,3 Mr - Br Br = biru
9. Purpur bromkresol 6,12 a 5,2 – 6,8 Kn - Pr Ji = Jingga
10. Biru bromtimol 7,3 a 6,0 – 7,6 Kn - Br Kn = kuning
11. Merah fenol 8,0 a 6,4 – 8,0 Kn - Mr
Mr = merah
12. p--Naftolftalein 7,0 – 9,0 Kn - Br
13. Purpur kresol a 7,4 – 9,6 Kn - Br Pr = purpur
14. Fenolftalein a 8,2 – 10,0 TB - Mr TB = tidak berwarna
15. Timolftalein a 9,3 – 10,5 TB - Br Vi = violet
16. Kuning alizarin R 10,1 – Kn - Vi
17.1,3,5- 12,0 TB - Ji
Trinitrobenzen 12,0 –
14,0
KOMPLEKSOMETRI

=== Suatu titrasi berdasarkan pembentukan senyawa komplek.


Pada titrasi ini pengomplek yang stabil adalah EDTA (Etilen Diamin
Tetra Asetat)

HOOC – CH2 CH2COOH


N – CH2 – CH2 – N
HOOC – CH2 CH2COOH
Pengomplek ini cocok
untuk titran ion
Ca+2 + Na2H2Y CaH2Y + 2Na+
logam.

250 ml EDTA x N EDTA x 20,04


ArCa = 40,08 ------ %Ca+2 = X X 100%
Berat setara = 20,04 50 Berat (mg)

Ag+ + 2 CN- ------ Ag(CN)2- Bilangan koordinasi


Atom pusat Ligan Ion Komplek -- stabil

Asam EDTA tidak larut dalam air, tetapi garam dinatriumnya larut dalam air.
Keuntungan dipakai EDTA sebagi pengomplek
 Lebih ekonomis.
 Dapat bereaksi dengan setiap logam kecuali logam alkali.
 Ligannya membentuk persenyawaan Hexadentat
 Kestabilan kompleknya lebih stabil

Selama titrasi berlangsung antara garam dinatrium dengan ion logam


selalu terjadi pelepasan H+
Ca+2 + H2Y= ------- CaY= + 2H+
 Oleh karena terbentuk ion H+ selama titrasi maka untuk
mencegah terjadinya perubahan pH, haruslah kedalam larutan
yang akan dititrasi ditambahkan buffer.

Indikator logam === Zat warna yang dapat membentuk komplek


dengan ion logam pada daerah pH tertentu
(Konsentrasi logam dalam larutan)
Syarat-syarat suatu indikator logam :

1. Reaksi harus sedemikian rupa sehingga pada saat sebelum titik akhir hampir
semua logam membentuk komplek dengan EDTA
2. Reaksi warna harus selektif.
3. Komplek indikator logam harus cukup stabil karena jika tidak stabil akan mudah
terurai sehingga tidak akan didapat warna yang jelas, tetapi kompleknya
haruslah kestabilannya lebih kecil dari komplek logam EDTA.
4. Harus ada perbedaan yang jelas antara warna indikator dan warna komplek
indikator logam.
5. Indikator harus peka terhadap ion logam sehingga sedapat mungkin perubahan
warna terjadi pada titik ekivalen.

Contoh ===  EBT (Eriochrom Black T)


pH = 10, untuk Mg, Cd, Ca, Zn, Pb.
 Xylenol Orange
 Kalkon (pH = 8) ----- Ca tercampur Mg
ARGENTOMETRI
===Titrasi ion perak dan ion-ion halogen
(Titrasi menentukan halida tertentu dengan menggunakan
larutan standar AgNO3)

3 CARA TITRASI ARGENTOMETRI ====

1. CARA MOHR
2. CARA VOLHARD
3. CARA FAYANS
1. CARA MOHR
=== Dipakai untuk penentuan Chlorida dan
Bromida, tidak dapat digunakan untuk penentuan
ionida/tiocyanat ----- akan terjadi adsorpsi

Bila suatu larutan chlorida dititrasi dengan larutan AgNO3 maka akan terjadi reaksi

Ag+ + Cl- ----- AgCl p

Ag+ + Br- ------ AgBr p.k


Baru mengendap bila
AgCl + K2CrO4 ------ Ag2CrO4 m
seluruh AgCl telah

 Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indikator K2CrO4 yang


dengan ion Ag+ berlebih menghasilkan Ag2CrO4 m.
 Kelebihan dari AgCl p mulai berubah warna ----- m.
 Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana netral/basa lemah.
2. CARA VOLDHARD
=== Ion halogen diendapkan oleh ion Ag
berlebih. Kelebihan ion Ag dititrasi dengan
larutan KCNS / NH4CNS

 Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan


indikator Fe+3 yang dengan CNS berlebih
menghasilkan larutan berwarna merah darah.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam.

H+
Ag+
+ CNS -
berlebih
AgCNS 

Fe+3 + CNS- FeCNS+2 (m)


Contoh Soal ===

== Suatu sampel seberat 0,8168 g yang mengandung ion chlorida dianalisis
dengan metoda Volhard. Sampel dilarutkan dalam air dan ditambahkan 50 ml AgNO 3
0,1214 M untuk mengendapkan ion chlorida. Kelebihan ion chlorida dititrasi dengan
KCNS 0,1019 M ternyata diperlukan 11,76 ml. Hitung %Cl dalam sampel !

Penyelesaian :

m mol AgNO3 = m mol Cl- + m mol KCNS


50 x 0,1214 = m mol Cl- + 11,76 x 0,1019
m mol Cl- = 4,872
4,872 m mol x 35,453 mg/mol
%Cl- = x 100%
816,5 mg

%Cl- = 21,15
3. CARA FAYANS
 Suatu halogenida dengan AgNO3 membentuk Ag x  yang pada titik ekivalen
dapat mengadsorpsi berbagai zat warna. Dengan demikian terjadi perubahan
warna.
 Chlorida dapat dititrasi dalam suasana netral / sedikit basa dengan indikator
flouresein atau dalam suasana asam lemah dengan indikator dikhloroflorisen.
 Bromida, Ionida, Tiosianat dapat dititrasi dalam suasana asam lemah (pH =2)
dengan indikator eosin.

Fluoresein : Suatu asam organik lemah (HFl)


Jika fluoresein ditambahkan pada titrasi, anion Fl- tidak diserap oleh
perak khlorida selama ion chlorida berlebih. Akan tetapi bila ion Ag
dalam keadaan berlebih ion Fl- dapat ditarik kepermukaan partikel
bermuatan positif.

(AgCl) . Ag+ Fl- Berwarna merah muda


Beberapa Indikator Adsorpsi

Indikator Ion Yang Dititrasi Titran Keadaan

1. Diklorofluoresein Cl- Ag+ pH 4


2. Fluoresein Cl- Ag+ pH 7 – 8
3. Eosin Br-, I-, CNS- Ag+ pH 2
4. Torin SO4= Ba+2 pH 1,5 – 3,5
5. Hijau Brom Kresol CNS- Ag+ pH 4 – 5
6. Lembayung Metil Ag+ Cl- pH 1 - 6
PERMANGANOMETRI

 Titrasi berdasarkan oksidasi oleh ion permanganat (MnO 4) -- sebagai


larutan Standar Sekunder & Indikator biasa disebut Oksidimetri.
 Dapat dilakukan dalam suasan asam, basa dan netral ==

Dalam suasana asam

MnO4- + 8H+ + 5e- ------ Mn+2 + 4H2O


Dalam suasana basa
MnO4- + e- ------ MnO2
Dalam suasana netral
MnO4- + 2H2O + 3e- ------ MnO2 + 4OH-
Dalam praktek titrasi selalu dilakukan dalam suasana asam
sebab ====

1. Daya oksidasi KMnO4 dalam suasana asam lebih besar.


2. Dalam suasana basa/netral terbentuk MnO2  berwarna coklat
kehitaman yang mengganggu titik akhir titrasi sebab pada titra
si ini tidak dipakai indikator
KMnO4 ---- larutan standar sekunder. Sebagai larutan standar primer
dipakai :
FeSO4 (NH4)2SO4 6H2O, Na2C2O4, H2C2O4, dan As2O3.
Apabila titrasi dalam suasana asam jangan gunakan HCl karena ion Cl- dari
HCl akan dirobah oleh KMnO4 ----- Cl2. (mempengaruhi pengamatan).
H+ (HCl)
Cl- + MnO4- Cl2 + Mn+2
H+ (H2SO4)
MnO4- + C2O4-2 Mn +2
+CO2
+ 85 C (reaksi cepat)
0

Ca dalam batu marmer ------ CaC2O4 dititrasi dengan KMnO4


IODOMETRI & IODIMETRI
 Iodometri (Titrasi tidak langsung)
= Suatu titrasi redoks dimana peniternya Na2S2O3 , I-
(pereduksi) ----- I2, dititrasi dengan Na2S2O3
 Iodimetri (Titrasi langsung)
= suatu titrasi redoks dimana peniternya Yod (I2)

2 Na2S2O3 + I2 --------- 2NaI + N2S4O6


Cara Iodo dipakai untuk menentukan Zat Pengoksidasi.

CONTOH == Penentuan suatu zat pengoksidasi (H2O2).


Oksidator ini (H2O2) + KI dan asam ------ Iodium, kemudian
Iodium dititrasi dengan Na2S2O3
H2O2 + 2KI + 2HCl -------- I2 + 2KCl + 2H2O
Sebagai indikator dipakai larutan kanji yang dapat membentuk senyawa
absorbsi dengan Iodium yang dititrasi dengan Na2S2O3.
PRINSIP IODO & IODIMETRI

Kesetimbangan Iodium dan Iodida

I2 + 2e- 2I-
1 grol I2 = 2 grek

Pembuatan Larutan Kanji ===


1 gram amilum diaduk lebih dulu dengan 20 ml air, kemudian
adonan ini dimasukan ke dalam 80 ml air mendidih. Biarkan
campuran mendidih kira-kira 2 menit, dinginkan + HgI2 sebagai
pengawet (karena larutan kanji mudah terurai).
Na2S2O3 === Larutan standar sekunder ------ tidak stabil.
Untuk itu setiap pemakaian standarisasi dulu
dengan K2Cr2O7

 Iod digunakan sebagai zat pengoksidasi (Iodimetri).


 Ion Iodida digunakan sebagai zat pereduksi (Iodometri)
INDIKATOR KANJI (AMILUM)
Kanji (Amilum) terdiri dari 2 komponen :
Amilosa
Amilopektin
 Amilum membentuk komplek dengan Iod dan memberikan warna biru
gelap (biru tua). Dalam suasana sedikit asam.
  Amilose dengan Iod --- memberikan warna biru tua.
  Amilopektin --- memberikan warna kemerahan (warna yang susah
menghilangkannya).
 Maka yang biasa digunakan adalah amilum yang sedikit mengandung
Amilopektin.
 Untuk titik akhir sudah tercapai digunakan indikator amilum :
 Iodimetri ---- Warna biru hilang
 Iodometri --- warna biru timbul dengan Iodium berlebih
Iodometri === Bisa tanpa indikator, karena I2 yang keluar sewaktu analat +
KI ------- I2, sewaktu dititer dengan Tio akan berobah
warna dari coklat menjadi coklat muda ----- kuning.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai