Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis
ekstra pulmonal yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia (Tandiyo, 2010). Etiologi
• Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang
belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( dari tipe human dan dari tipe bovin) dan 5 – 10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan asam, dan cepat mati apabila terkena matahari langsung. Patofisiologi
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra.
Kemudian, terjadi hiperemia dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain eksudat menyebar ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat menembus ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Manifestasi klinis
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan
penyakit TB yang lain, yaitu badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun, suhu tubuh meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah punggung. Pada anak kecil biasanya diikuti dengan sering menangis dan rewel. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah
Pott’s paraplegia. Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas kanalis spinalis. Pemeriksaan Penunjang
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang
harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah: 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas: 1. Terapi konservatif 2. Terapi operatif ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SPONDILITIS TB A. Pengkajian 1. Daftar Riwayat Hidup Nama : Tn. I Masuk ke RS : 24 April 2013 Usia : 21 tahun Tanggal lahir : 11 Juni 1992 Jenis kelamin : laki-laki Agama : Islam Pekerjaaan : pelajar Status : belum menikah Anak ke- : satu dari empat bersaudara Diagnosa Medis : Spondilitis TB 2. Daftar Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Klien memiliki riwayat tuberculosis paru pada tahun 2007 dan menjalani pengobatan 9 bulan namun tidak tuntas (putus obat sekitar 7 atau 8 bulan). 2) 3 tahun lalu sudah muncul pembengkakkan kelenjar getah bening hingga mengeluarkan nanah (disekitar leher). Sejak itu klien sakit-sakitan namun tidak pernah berobat ke RS 3) Sekitar 3 tahun lalu klien jatuh disekolah, dan langsung tidak dapat berjalan selama 1 tahun. Selama itu klien hanya beraktivitas dirumah dengan bantuan keluarga. Setelah itu lama kelamaan terjadi pembesaran skrotum/orchitis. Pembesaran sempat pecah dan mengeluarkan darah, namun kembali membesar dan lama kelamaan terasa nyeri. 4) Jarak kurang lebih 3 bulan kemudian mulai muncul benjolan di tulang belakang. Pada mulanya kecil dan tidak terlalu mengganggu sehingga klien dan keluarga tidak melakukan apa-apa. 5) berangsur-angsur tonjolan semakin besar hingga membuat tubuh klien melengkung. Meski begitu klien dan keluarga belum memeriksakannya ke dokter/RS, namun hanya meminum obat ramuan cina. b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Klien mengatakan kadang merasa sangat nyeri
dibagian tonjolan tersebut saat digerakkan maupun hanya disentuh, sakit bertambah ketika dibawa berjalan. 2. Klien mengatakan rasa nyeri hampir dirasakan setiap waktu dengan skala 2-4 dan masih bisa ditahan. 3. Pergerakan tulang belakang sangat terbatas karena terdapat gibbus di tulang belakang sekitar torakolumbar 4. Klien mengatakan mengalami pembesaran skrotum/orchitis 5. Berat badan klien 47 kg dengan tinggi badan 167 cm (Klien mengalami kekurangan berat badan) 3. Nutrisi dan Metabolic
klien tidak ada gangguan muntah dan mual serta tidak
memiliki alergi terhadap makanan tertentu 4. Eliminasi
a. Klien mengatakan defekasi 1x sehari
b. Klien mengatakan tidak sakit, tidak berdarah saat defekasi. c. klien hanya sesekali mengeluhkan nyeri saat buang air kecil karena klien mengalami pembesaran testis akibat infeksi sekunder dari TB. d. klien mengatakan biasanya BAK >5x sehari 5. Aktivitas dan latihan
a. klien cukup mandiri dalam beraktivitas dengan keadaan
tulang yang mengalami skoliosis dan kifosis, namun aktivitas klien lebih banyak dihabiskan dengan duduk di kursi atau tempat tidur karena klien tidak terlalu kuat untuk berdiri lama b. Klien sering merasa kesemutaan pada kedua ekstremitas bawah c. Pergerakan tulang belakang sangat terbatas karena terdapat gibbus di tulang belakang sekitar torakolumbar d. Klien mengatakan merasakan nyeri hampir setiap waktu dengan skala 2-4 dan masih bisa ditahan. 6. Istirahat dan tidur
a. posisi tidur tidak mampu telentang sepenuhnya,
biasanya punggung harus disangga oleh bantal b. klien tidur dengan posisi miring atau duduk. B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik b.d Ketidakmampuan fisik secara terus
menerus 2. Resiko cidera b.d Hambatan fisik 3. Hambatan mobilitas Fisik b.d Kaku sendi C. Intervensi Dx 1: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokal, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 4. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 5. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Dx 2: 1. Sediakan lingkungan yang man untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien 3. Memasang side rail tempat tidur 4. Menyediakan tempat tidur yang yaman dan bersih 5. Membatasi pengunjung Dx 3: 1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebuthan 3. Kaji kemampuan pasien untuk mobilisasi 4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan 5. Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien 6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. E. Evaluasi Dx 1: 1. Mampu mengontrol nyeri 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Dx 2: 1. Klien terbebas dari cedera 2. Mapu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury 3. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Dx 3: 4. Klien meningkat dalam aktifitas fisik 5. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas OM SANTIH, SANTIH, SATIH OM
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis