Anda di halaman 1dari 15

• Dinda Febrianti

• Indri Leomita Redi


• Inez Pricillia Rahmah
• Masrifah Ulandari
• Nurcahaya Sihombing
• Wulan Sari
istilah klasik sudah cukup lama
digunakan dalam bidang musik, tari, teater,
dan juga seni rupa di barat. Dalam sejarah
seni, zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno
yang melahirkan produk-produk seni yang
tinggi lazim kita sebut sebagai zaman klasik.
Biografi Ringkas R. Tjetje Somantri
Lahir pada tahun 1891 putra
pasangan R. Somantri Kusuma dan
Nyi R. Siti Munigar. Ia berasal dari
keluarga ‘priyayi’ atau menak. Sejak
kecil Tjetje Somantri telah menjadi
anak yatim karena ayahnya
meninggal tatkala bayi Tjetje belum
lahir. Dibawah asuhan pamannya,
Tjetje Somantri tumbuh sebagai anak
cerdas dan pemberani.
Tjetje Somantri mengenyam pendidikan yang
cukup baik, seperti layaknya putra menak yang
pada masa kolonial mendapat hak untuk
menikmati pendidikan. Sekolah dasar yang hanya
bisa dimasuki oleh golongan ‘priyayi’ yaitu
Holandsch Inlandsche School (H.I.S) diselesaikan
oleh Tjetje Somantri pada tahun 1907. kemudian
ia dimasukan ke jenjang sekolah menengah, yaitu
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs(M.U.L.O). Sang
paman menginginkan kelak agar Tjetje memiliki
jabatan yang bagus pada kepamongprajaan ia
dimasukkan ke sekolah kepamongprajaan
Middelbare Opleiding school voor Inlandsche
Ambternaren (M.O.SV.I.A) (Irawati, 1998 : 95)
tetapi tidak selesai.
Tjetje Somantri pertama kali bekerja sebagai
karyawan di kantor kepamongprajaan di Purwakarta.
Hanya saja, karena kota ini kurang memberi peluang bagi
Tjetje Somantri untuk menuangkan kreativitas
berkesenian, ia sering meninggalkan tugas untuk pergi ke
Bandung.
Tjetje Somantri pernah memangku jabatan yang
cukup lumayan ketika itu, yaitu sebagai Mantri Polisi
Kehutanan di Kantor Kehutanan Purwakarta. Di kantor ini
pun ia tetap saja banyak meninggalkan tugas, dan akhirnya
ia minta untuk bisa berpindah pekerjaan di Bandung.
Di bandung ia bisa diterima sebagai karyawan sebuah
Bank yang bernama De Eerste Nederlandsche Indische
Spaarks en Hipotheekbank (Dents) (Caturwati, 1992 : 64-
65)
Di kota bandung lah Tjetje Somantri sangat beruntung
mendapat peluang bisa bertemu dengan Tb. Oemay
Martakusuma, yang dalam karirnya sebagai seorang
koreografer bisa menjadi kolaborator bahkan inspirator
Tjetje yang sangat kreatif dan produktif.
Peluang Tjetje Somantri untuk berkarya makin
bertambah besar ketika kemudian ia diminta pindah
pekerjaan ke kantor Jawatan Kebudayaan Jawa Barat, tempat
Oemay Martakusuma memiliki posisi yang paling terhormat,
yaitu orang pertama di kantornya di bidang kesenian.

Dalam kehidupan berkeluarga, Tjetje Somantri sempat


menikah 4 kali, dan istrinya yang keempat, yaitu Nyi Anom
yang sempat mendampingi sang suami sampai akhir
hayatnya. Tjetje Somantri hanya mempunyai keturunan
seorang putra, yaitu R. Effendi Somantri yang dilahirkan dari
Nyi R. Iyoh Mariah, istri ketiga nya.
R Tjetje Somantri sebagai Penari
Serba Bisa
Tjetje Somantri memiliki penguasaan teknik
gerak dari tari topeng cirebon, kemudian tari tayub
yang telah dibakukan dan disempurnakan oleh
Sambas Wirakusuma, tari wayang, dan pencak silat.
Tahun-tahun awal kepindahan Tjetje Somantri
dari Purwakarta ke Bandung telah memberi peluang
pula baginya untuk tampil dalam genre pertunjukan
yang lain, yaitu wayang wong Priangan.
1. Di Garut tahun 1946 ia menata dan mengajarkan Tari Dewi dan Tari
Anjasmara ke I dan II.
2. tahun 1947/48 menata Tari Puragabaya, Tari Topeng Menak Jingga, Tari
Kendit Birayung, Tari Sulintang, dan Tari Dewi Serang tahun 1948
3. Di Bandung dalam wadah B.K.I (sejak 1948), pada tahun 1949 Tjetje
menciptakan Tari Komala Gilang Kusumah, Tari Nyamba, Tari Ratu Graeni,
Tari Topeng Koncaran, dan Tari Srigati
4. Tahun 1950 menata Tari Golek Purwokertoan.
5. Tahun 1951 membuat Tari Rineka Sari
6. Tahun 1952 mencipta karya tarinya yang paling spektakuler yaitu Tari
Kukupu
7. Tari Sekar Putri dibuat antara tahun 1952-54.
8. Tari Merak diciptakan pada tahun 1955, Tari Golek Rineka tahun 1957,Tari
Nusantara sekitar tahun 1958.
9. Tari anjasmara III, Tari Sekar Arum, dan Tari Renggarini tahun 1958.

Hingga tahun 1963 Tjetje telah menyumbangkan karyanya sebanyak


empat puluh empat karya tari.

Popularitas Tjetje Somantri makin bertambah cemerlang ketika ia mulai


dikenal oleh Presiden Soekarno pada tahun 1947, yang pada waktu itu
Bung Karno berkunjung ke Garut.
Karakteristik karya-karya R. Tjetje
Somantri
Penampilan Tjetje Somantri dalam tarian-
tariannya telah disusupi oleh nuansa karakterisasi Tari
Jawa. Hanya saja, karena kebutuhan penampilan Tjetje
Somantri dalam tariian-tarian tersebut tidak serumit
kebutuhan karakterisasi dalam pertunjukan wayang
wong Jawa Tengah, baik gaya Jogjakarta maupun
Surakarta.
jika diamati, karya-karya Tjetje Somantri dari 44 karya tarinya,
hanya tujuh yang menampilkan tokoh pria.
1. Tari Kandagan semula bernama Renggarini kemudia digubah
kembali menjadi tari putra halus yang lincah, yang dari segi
karakterisasinya bukan putri halus dan bukan pula putra gagah,
di Bali lazim disebut sebagai karakter bebancihan..
2. Tari Nyamba yang menampilkan kesatria halus tetapi dinamis.
3. Tari Topeng Koncaran menampilkann tiga karakter. Bagian
pertama penari belum memakai kedok, bagian kedua ia mulail
mengenakan kedok, bagian ketiga sang penari menggambarkan
Menakjingga.
4. Tari Panji Nayadirama menggambarkjan kesatria panji yang
halus dan rendah hati.
5. Tari Kendit Birayung menampilkan kiprah raja kepiting yang
gagah bernama Kendit Birayung.
6. Tari topeng menakjingga
7. Tari Purabayaga
Citra kecantikan wanita Sunda yang dipancarkan
lewat tari karya Tjetje Somantri terkesan lincah dan
menggemaskan, berbeda dengan citra kecantikan wanita
Jawa dalam Tari Jawa yanng terkesan tenang
menghanyutkan.
Dengan karya-larya tari putri yang cukup banyak itu,
Tjetje Somantri berhasil mengangkat tari-tarian putri
sebagai bentuk presentasi estetis, dan bukan sebagai slah
sebuah komponen dalam pertunjukan Tayuban yang
berfungsi sebagai huburan pribadi bagi kaum pria.
Karakterisasi Busana Karya-Karya
R.Tjetje Somantri
Ada dua gaya busana pada karya-karya Tjetje
Somantri, yaitu gaya yang masih mengacu pada busana
Tari Jawa, dan busana yang benar-benar diciptakan untuk
karya-karya tari yang baru.
Contoh: Busana yang masih mengacu pada busana Tari
Jawa adalah busana Tari Anjasmara, Tari Panji, Tari Kendit
Birayung, Tari Topeng Menakjingga. Adapun tari-tarian
yang busananya khusus dirancang untuk tarian teersebut,
misalnya Tari Kukupu dan Tari Merak
Contoh:
Busana Tari Topeng Menakjingga sebagai kesatria gagah
dan galak yang berkarakter monggawa ladak. Penutup
kepalanya mengacu pada penutup kepala Topeng Cirebon
yaitu Tekes atau Sobrah dengan Lungsen yang melintang,
pada penutuo kepala di atas telinga tergantung untaian
hiasan yang disebut rawis. pada bagian awal , penari
belum mengenakan kedok, dan baru setelah menari
sejenak, ia mengenakan kedok.
Karakterisasi Gerak Karya-Karya
R.Tjetje Somantri
Karakterisasi pada karya-karya Tjetje Somantri tidak
serumit yang terdapat pada karakterisasi pada Tari Jawa,
karena yang diperlukan oleh Tjetje somantri adalah
repertoar-repertoar non drama tari, yang kebanyakan
ditampilkan dlam bentuk solo atau kelompok.
Dengan meminjam istilah-istilah karakter dari
wayang wong Yogyakarta, Tjetje Somantri lebih tertarik
pada tipe-tipe karakter ngeceng encot untuk karya-karya
tari putri; kagok kinantang untuk karya-karya tari putra
halus; dan kalang kinantang untuk karya-karya tari
putragagah dan dinamis.
Contohnya: Tipe karakter putra gagah yang agresif
bahkan terkesan agak galak, seperti misalnya yang
ditampilkan pada karya Topeng Menakjingga, rupanya
Tjetje Somantri mendapat inspirasi dari tipe karakter
kalang kinantang dan bapang pada Tari Jawa.

Anda mungkin juga menyukai