Anda di halaman 1dari 10

Bedah kasus pidana

(Putusan pelalawan no 228/Pid Sus/


PN.Plw, terdakwa PT. Adei plantation &
industry)
By:
Gabriella Gheby
Reviyan Audrey
Grace Yosephine
Syaka
1. Kasus posisi
2. Permasalahan hukum
• 1. Tidak memiliki izin usaha perkebunan
• Mereka didakwa melanggar Pasal 46 ayat (1) jo pasal 17 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2004
Tentang Perkebunan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Intinya ketiga terdakwa secara bersama-
sama sengaja melakukan usaha perkebunan sawit pola KKPA dengan Koperasi Petani Sejati
Desa Batang Nilo tanpa memiliki izin usaha perkebunan. Aturan Kementerian Pertanian lahan
perkebunan di atas 25 hektar wajib memiliki IUP. Luas lahan sawit pola KKPA dengan PT Adei
Plantation Industry 541 hektar.
• Setelah Koperasi mendapat izin prinsip dari Bupati Pelalawan, PT Adei Plantation And
Industry mulai melakukan pembangunan kebun sawit KKPA seluas 541 ha dengan melakukan
kegiatan pembukaan lahan meliputi–dilakukan oleh PT Logoh Mitra Mandiri: imas tumbang,
membuat jalur tanam, membuat parit dan jalan, membuat kanal, dan steking.
2. Melakukan pembakaran lahan untuk usaha perkebunan
• PT Adei Plantation And Industry diwakili Tan Kei Yoong dan terdakwa Danesuvaran KR Singam
juga didakwa melakukan pembakaran lahan di areal KKPA 540 ha sejak Januari 2014 hingga
jelang sidang Pledooi pada 23 Juli 2014. Kasus IUP Illegal ketahuan setelah polisi menyidik
kasus kebakaran lahan.
• 3. Tidak membagi keuntungan hasil kebun sawit
• Pengakuan para saksi. Amir, 53 tahun, mamak adat suku Peliang, baru terima hasil panen
KKPA Agustus 2013 sebesar Rp 3 juta. Ia dapat uang dari Labora Bancin, Ketua Koperasi
Petani Sejahtera. Amir juga anggota Koperasi Petani Sejahtera.
• Abdul Hakim, 52 tahun, mamak adat, baru terima hasil panen KKPA 1 Agustus 2013 berupa
duit sebesar Rp 2,6 juta. Ia terima pertama kali sejak kebun pola KKPA dibangun dari Labora
Bancin.
• Baharuddin, 40 tahun, anggota Koptan S. Baru sekali menerima uang sebesar Rp 2,6 juta per
anggota pada Juli 2013. Uang tersebut setelah dipotong untuk simpanan wajib, simpanan
pokok, simpanan sukarela.
• Mashudi, anggota Koptan S, 58 tahun. Ia terima baru pertama kali terima uang Rp 2,6 juta
per anggota koperasi pertama kali dari hasil panen KKPA sejak KKPA dibangun PT Adei. “Saya
anggota Koptan S dapat lahan dalam kebun KKPA per KK luasnya 1 kavling dan nantinya akan
dibagi tapi sampai sekarang saksi juga tidak tahu di mana letak dan posisi lahan yang
merupakan bagian saya. Sampai saat ini lahan tersebut juga belum dibagikan oleh PT Adei.”
• Labora Bancin, karyawan PT Adei dan ketua Koptan S, mengaku belum pernah terima dana
hasil sawit kebun KKPA terhitung April 2010-sekarang. Ia merinci lahan lahan yang sudah
ditanam: tahun 2007 seluas 107 ha, tahun tanam 2008 seluas 62 ha, tahun tanam 2009
seluas 212 ha dan tahun tanam 2010 seluas 2010 ha. Total areal KKPA telah tertanam seluas
488 ha. “Setelah diperiksa Polisi pada 30 Juli 2013 kewajibn PT Adei sesuai perjanjian
dibayarkan sebesar Rp 1,014 miliar, peranggota menerima Rp 3 juta per anggota
• 4. Adanya perilaku ketidakadilan dari penjaga di ruang tahanan
• Borgol ke-24 tahanan dilepas dan mereka dimasukkan ke dalam sel sempit
dalam ruang tahanan, kecuali Tan Kei Yoong dan Go Tee Meng. Anehnya, Tan
Kei Yoong dan Goo Tee Meng dapat keluar dari ruang tahanan menuju kantin
bersebelahan dengan ruang tahanan.
3. Analisa hukum
• Dalam putusannnya, hakim memberikan putusan denda, kemudian putusan pidana penjara yang
bersifat pengganti apabila putusan denda tidak dibayar. Menurut Pasal 99 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pidana yang dapat
dikenakan itu adalah pidana penjara dan pidana denda. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
mengenai pertanggungjawaban pidana PT.Adei Plantation tidak perlu membuat adanya istilah
pidana pengganti karena pada pasal tersebut sudah memuat adanya pidana badan bagi korporasi.
Korporasi tentu tidak dapat dikenakan pidana penjara/badan maka pengurus lah yang mewakili.

• Hal ini merujuk pada pasal 116 dan pasal 118 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaa Lingkungan Hidup. Korporasi dalam kasus ini tepat untuk dimintai
pertanggungjawaban pidana terkait kelalaian dari korporasi dalam menjaga wilayah kerjanya
yang mengakibatkan masalah bagi masyarakat sekitar. Pengurus dalam hal ini mengemban
tanggungjawab yang melekat pada dirinya karena hal tersebut telah diatur dan ditetapkan sejak
Korporasi memberikan tanggungjawab sebagai pengurus korporasi.
4. Kesimpulan
Apakah putusan pengadilan negeri telah
tepat?
Alternatif penyelesaian sengketa yang
disarankan
Thank You

Anda mungkin juga menyukai