Universitas Andalas
Legal Opinion
Kuasa Hukum :
Eunike A. Napitupulu || Imelia Ermanda ||
Martin N. Situmeang
Kepada
Yth. Masyarakat Pesisir Kabupaten Buleleng
Provinsi Bali
Di- Tempat
Dengan hormat,
Kami, Dr. Martin Situmeang S.H., M.H., Eunike Agalia Napitupulu, S.H., M.H., Imelia
Ermanda, S.H., M.H., Advokat pada Organisasi Nirlaba PEJUANG IKLIM INDONESIA
(PII), beralamat di Jalan Dr. GSSJ Ratulangi No. 34, Kec. Menteng, Jakarta Pusat, Provinsi
DKI Jakarta, selaku kuasa hukum dari Masyarakat pesisir Kabupaten Buleleng berdasarkan
surat penunjukan konsultan hukum dengan nomor 34/PII/SPn/30/VII/2023 tanggal 29 Juli
2023.
Sehubungan dengan permohonan masyarakat pesisir Kabupaten Buleleng mengenai
pemberian pendapat hukum ( Legal Opinion ) terhadap dugaan pencemaran lingkungan akibat
tumpahan minyak yang dilakukan PT. Mega Petro Jaya (Persero) akibat kebocoran pada sumur
pengeboran milik mereka. Maka, kami sebagai konsultan hukum masyarakat Kabupaten
Buleleng menyampaikan Opini Hukum dengan didasarkan pada kualifikasi bahwa pendapat
hukum ini terbatas pada Hukum Republik Indonesia serta pendapat hukum ini diberikan
berdasarkan Hukum Republik Indonesia yang berlaku hingga tanggal diberikannya pendapat
ini dan sepanjang pengetahuan kami (the best of our knowledge). Kami sebagai Konsultan
Hukum dari Pejuang Iklim Indonesia menyampaikan opini hukum terkait hal-hal yang
dimaksud sebagai berikut:
I. Permasalahan
Adapun pokok permasalahan hukum yang dijadikan fokus dalam pembuatan opini
hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah upaya hukum yang dapat diajukan oleh masyarakat yang dirugikan dari
kebocoran minyak untuk melaporkan PT MPJ (Persero)?
2. Hal-hal apa saja yang perlu disiapkan oleh advokat Pejuang Iklim Indonesia (PII)
selaku wakil dari masyarakat untuk mengajukan tuntutan terhadap PT MPJ (Persero)?
3. Pelanggaran apa yang telah dilakukan oleh PT MPJ (Persero) dan bagaimana bentuk
pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada PT MPJ (Persero) sebagai
konsekuensi dari pelanggaran yang telah dilakukan?
1
Wau, H. S. M., Azwar, T. K. D., Yefrizawati, Y., & Barus, U. M, “Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta yang Keliru (Studi Putusan MA Nomor 628 K/PDT/2020”), JURNAL MERCATORIA, 15(1),
10–18 (2022), hal. 4, https://doi.org/10.31289/mercatoria.v15i1.6243 diakses 30 Juni 2023
peraturan kemudian diperluas mencakup : “Suatu perbuatan yang walaupun tidak
bertentangan dengan hukum apabila ternyata bertentangan dengan kepatutan
dalam pergaulan masyarakat”.
Definisi perbuatan melawan hukum menurut M.A Moegini Djodjodirdjo di dalam
bukunya yang berjudul Perbuatan Melawan Hukum adalah kealpaan berbuat, yang
melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
atau melanggar kesusilaan ataupun bertentangan dengan kepatutan yang harus
diindahkan dalam pergaulan masyarakat tentang orang lain atau barang. 2 Oleh
karena itu, apabila dikaitkan dengan fakta kasus atas tindakan yang dilakukan PT
MPJ (Persero) dalam melakukan pencemaran minyak terhadap perairan Laut Jawa
hingga Bali merupakan perbuatan melawan hukum karena di dalamnya melanggar
hak masyarakat dalam mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan
bertentangan dengan kewajiban hukum perusahaan dalam bertanggung jawab
terhadap pelestarian lingkungan sekitarnya.
b. Harus ada kerugian yang diderita, kerugian yang disebabkan oleh perbuatan
melawan hukum dapat berupa kerugian materiil maupun non materiil yang nyata-
nyata diderita dan keuntungan yang seharusnya diperoleh. Kerugian non materiil
merupakan kerugian yang bersifat psikologis, misalnya: ketakutan, sakit atau
kehilangan kesenangan hidup serta terganggunya aktivitas akibat dari perbuatan
orang lain tersebut yang bisa dinilai dengan uang.
Berdasarkan fakta, masyarakat pesisir Bali Utara secara materiil dirugikan atas
pencemaran minyak yang dilakukan oleh PT MPJ (Persero) terutama bagi nelayan
dan pemilik tambak udang, bandeng, dan garam yang mencari penghasilan untuk
bertahan hidup lewat hal tersebut telah kehilangan pendapatan mereka, bila
diperhitungkan dengan rincian pendapatan rata-rata Rp 80.000/hari. Selain itu juga
ada kerugian atas ditutupnya sejumlah tempat wisata pantai sebagai akibat dari
tumpahan minyak, jika diperhitungkan dengan rincian pendapatan rata-rata Rp
200.000/hari. Kerugian non materiil dapat diuraikan berdasarkan dampak
psikologis dan kesehatan masyarakat yang terganggu akibat pencemaran minyak
yang bisa dinilai dengan uang, dimana masyarakat khawatir dan sebagian
menunjukan gejala depresi dalam memikirkan tekanan bagaimana memenuhi
2
Djojodirdjo, M. A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum Tanggung Gugat (aansprakelijkheid) Untuk
Kerugian Yang Disebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1982), [20].
kebutuhan hidup dan memberi makan keluarga mereka. Selain itu, kerugian juga
dialami terhadap kesehatan berpuluh-puluh ribu orang yang mengalami gejala
mual, pusing, sesak nafas, batuk dan infeksi saluran pernapasan lainnya akibat
dampak dari kebocoran minyak, bahkan sebagian didiagnosis terkena penyakit
cacar api yang dikatakan memiliki keterkaitan dengan pencemaran tumpahan
minyak tersebut. Mengenai kerugian non materiil ini apabila diperhitungkan adalah
mencapai hingga Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah). Terhadap kerugian
materil dan non materiil tersebut secara nyata diketahui oleh umum (noteire feiten),
sehingga haruslah menjadi perhatian serius majelis hakim dalam memberikan
putusan yang seadil-adilnya bagi masyarakat yang dirugikan.
c. Harus ada hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan;
Hubungan kausalitas terdiri dari beberapa sebab yang merupakan peristiwa,
sehingga kerugian bukan hanya disebabkan adanya perbuatan, tetapi terdiri dari
beberapa syarat dari perbuatan. Hal ini sesuai dengan pendapat atau teori yang
dikemukakan oleh Von Buri, yaitu: Harus dianggap sebagai sebab dari pada suatu
perubahan adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat.
Karena dengan hilangnya salah satu syarat tersebut, akibatnya tidak akan terjadi
dan oleh sebab tiap-tiap syarat-syarat tersebut conditio sine qua non untuk
timbulnya akibat, maka setiap syarat dengan sendirinya dapat dinamakan sebab. 3
Hubungan kausalitas yang merupakan salah satu unsur dari perbuatan melawan
hukum dapat dikatakan bahwa kerugian itu timbul disebabkan adanya perbuatan
yang sifatnya melawan hukum. Berdasarkan hal tersebut kerugian materil dan non
materiil masyarakat pesisir Bali Utara barulah terjadi sebagai akibat dari terjadinya
pencemaran minyak akibat kelalaian yang dilakukan oleh PT MPJ (Persero),
mengenai kerugian atas kesehatan masyarakat pesisir Bali juga dibuktikan dengan
surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa kandungan yang terdapat dalam
minyak mentah akibat pencemaran di laut merupakan penyebab dari setiap gejala-
gejala yang masyarakat rasakan karena terpapar zat beracun melalui saluran
pernapasan ataupun konsumsi ikan yang mengandung zat beracun hasil dari
pencemaran air laut dengan minyak mentah oleh PT MPJ (Persero).
d. Harus ada unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian, kesalahan yang timbul harus
dapat diukur secara objektif harus dibuktikan bahwa manusia biasa dapat menduga
3
R.Setiawan.Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bina Cipta, Bandung, 2007). [87].
kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah seseorang
untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan secara subjektif harus dibuktikan
bahwa pelaku memiliki keahlian untuk berbuat dan dapat menduga akibat
perbuatannya. (Tidak berbuat sesuatu yang seharusnya sehingga mengakibatkan
timbulnya kerugian). Dalam hal ini seharusnya PT MPJ (Persero) dapat
memperkirakan setiap kemungkinan dampak buruk yang terjadi beserta telah
memperhitungkan penanggulangan yang akan dilakukan apabila terjadi hal-hal
yang yang tidak diinginkan, seperti memperkirakan cuaca di laut sebelum
pengeboran sumur dilakukan atau memastikan prosedur pengeboran sudah
dilakukan secara maksimal, dan sebagainya.
4
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Liberty, Yogyakarta, 2002), [67].
Prosedur gugatan class action ini selanjutnya diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002
tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, dimana syarat gugatan class action
haruslah terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum serta
tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompok serta jumlah pengajuan
gugatan sedemikian banyak sehingga tidak efektif apabila gugatan dilakukan secara
sendiri-sendiri.
5
Gatot Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia, (Rineka Cipta Jakarta, 2013), [124]
6
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993), [126].
7
Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia Asas Subsidiaritas dan Asas Precautionary
dalam Penegakan Hukum Pidana Lingkungan, (Mandar Maju, Bandung, 2007), [49].
(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”
Berdasarkan pasal tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur sebagai berikut:
Definisi “setiap orang” pada unsur ini adalah menunjuk pada subjek pelaku tindak pidana
yang didakwa telah melakukan perbuatan yang diuraikan dalam surat dakwaan yang
dapat dilakukan oleh setiap orang dan dapat dipertanggungjawabkan serta cakap secara
hukum. Definisi “Setiap orang” pada UU PPLH adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Lebih lanjut
dapat dilihat dalam Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU PPLH dimana tindak pidana
lingkungan hidup dapat dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi
perintah atau yang orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut. Inti dari pasal tersebut adalah hakim dapat menjatuhkan pidana kepada
pelakunya yang berupa badan usaha dan orang yang memberikan perintah, atau
pidananya dijatuhkan kepada salah satunya yaitu kepada badan usaha atau orang
memberi perintah saja, dalam hal ini dapat dikenakan. Pasal 116 ayat (2) UU PPLH ini
menganut prinsip vicarious liability, dimana yang dikenakan pertanggungjawaban adalah
pemimpin badan usaha atau siapa saja yang memberi tugas atau perintah atas setiap
perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau karyawannya, dalam hal ini dapat dilihat
dalam Anggaran Dasar PT MPJ (Persero) mengenai jajaran direksinya.
8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum pidana Indonesia, (Bandung,PT.Eresco, 1989), [72].
hati atau kealpaan9, seperti halnya penjelasan R. Soesilo bahwa maksud dari “karena
salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, alamat kurang perhatian. Van
Hammel menyatakan bahwa 2 hal yang terdapat dalam kealpaan adalah tidak ada
penduga duga dan tidak ada penghati-hatian. Menurut Syahrul Machmud dalam delik
hukum lingkungan maka untuk bisa membedakan mengenai secara sengaja dengan,
kealpaan atau kelalaian maka yang harus diperhatikan adalah dalam delik dengan sengaja
berarti niat jahatnya telah ada sejak awal, sedangkan delik kealpaan niat jahatnya belum
ada dari awal, namun akibat perbuatannya tersebut alam tercemar dan/rusak. 10
Dikaitkan dengan fakta yang ada pada kasus ini, PT MPJ (Persero) pada tanggal
15 Juli 2022 melakukan pengeboran sumur di kilang minyak mereka, namun ternyata
telah terjadi kebocoran gelembung gas yang diduga disebabkan oleh anomali tekanan
saat pengeboran sumur CCA-4 yang terletak di sebelah selatan Pulau Madura. Akibat
selanjutnya dari pengeboran sumur tersebut adalah terhadap menara pengeboran milik
PT MPJ (Persero) mengalami kemiringan sekitar delapan derajat, alhasil petugas ahli di
bidang perminyakan tersebut turun tangan untuk mengatasinya. Namun pada saat ingin
ditangani oleh petugas ahli dari PT MPJ (Persero) disinyalir telah terjadi badai laut
berintensitas tinggi sehingga menghambat penanganan petugas PT MPJ (Persero).
Kemudian pada tanggal 18 dan 19 Juli 2022, lapisan minyak mulai muncul dan tepatnya
di tanggal 20 Juli 2022 mulailah sumur tersebut tumpah dan mencemari Laut Jawa ke
arah timur. Dalam hal ini, seharusnya PT MPJ (Persero) sudah dapat memprediksikan
dan mengetahui bahkan sadar akan kemungkinan bahwa akan terjadi badai laut
berintensitas tinggi pada tanggal 15 juli tersebut, namun dari pihak PT MPJ (Persero)
tetap melakukan pengeboran sumur CCA-4 di kilang minyak mereka tanpa
mengantisipasi cuaca yang seharusnya sudah diketahui. Terlihat bahwa tindakan yang
dilakukan PT MPJ (Persero) berupa kelalaian dan tidak mengindahkan segala
kemungkinan buruk yang akan terjadi. PT MPJ (Persero) juga telah melakukan upaya
pencegahan seperti melakukan teknik oil bloom, yaitu teknik penanggulangan tumpahan
minyak yang harus dilakukan pertama kali ketika melihat adanya tumpahan minyak di
perairan. Fungsi utama dari Oil Boom adalah untuk melokalisir tumpahan minyak agar
9
Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, (Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2003) [177].
10
Syahrul Machmud, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana
Lingkungan Di Indonesia. Fungsionalisasi Azaz Ultimum Remedium Sebagai Pengganti Azaz Subsidaritas,
(Bandung, Mandar Maju, 2012), [235].
tidak melebar. Namun, upaya tersebut gagal akibat badai laut yang terjadi sehingga oil
boom ini tidak dapat beroperasi apabila ketinggian gelombang laut mencapai 3-4 meter.
Berdasarkan keilmuan dan praktik beberapa perusahaan kilang minyak, terdapat
beberapa upaya yang dapat dilakukan apabila suatu perusahaan minyak mengalami
kebocoran, akan tetapi pihak PT MPJ (Persero) tidak berupaya untuk mengatasi
permasalahannya dan meminta bantuan dengan melakukan interaksi kepada lembaga
pemerintah terkait seperti SKK Migas, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, Polri, Kemenko Bidang
Kemaritiman dan Basarnas untuk dapat dinyatakan sebagai keadaan darurat.
Ad. 3 Mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air laut. Penetapan Baku Mutu Air Laut ini meliputi Baku Mutu
Air Laut untuk Perairan Pelabuhan, Wisata Bahari dan Biota Laut. Dalam kasus ini, baku
mutu air laut untuk biota laut dapat dilihat dari fakta yang terjadi terhadap kerusakan
biota laut beserta ekosistemnya seperti ikan, udang, dan bandeng banyak ditemukan mati
di sekitar wilayah perairan yang tercemar bahkan 232.000 pohon bakau dalam 89.19
hektar hutan bakau serta 9,54 hektar padang lamun mengalami kerusakan akibat tercemar
oleh minyak dari PT MPJ (Persero). Mengenai wisata bahari juga mengalami kerugian
dimana Pemerintah Kabupaten Buleleng tersebut menutup sejumlah tempat wisata
pantai. Mengenai parameter baku mutu air laut kandungannya dibatasi dengan ukuran
yang telah ditentukan di dalam Lampiran VIII Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Berdasarkan fakta yang ada dikaitkan dengan unsur tersebut lebih kepada akibat
yang diderita terhadap bahaya kesehatan manusia., Pencemaran minyak oleh PT MPJ
(Persero) tersebut telah memberikan kerugian kepada masyarakat sekitar pesisir, dimana
berpuluh-puluh ribu orang telah terpengaruh oleh dampak kebocoran minyak seperti
mual, pusing, sesak napas, batuk dan infeksi saluran pernapasan lainnya. Kemudian tiga
per empat dari populasi masyarakat setempat telah didiagnosis dengan penyakit herpes
zoster atau cacar api, yaitu penyakit yang berhubungan dengan kulit akibat dari virus
Varicella Zoster (VZV). Bahkan dampak dari pencemaran minyak tersebut dapat
mendatangkan kanker pada manusia akibat zat yang bernama hydrocarbon cyclic yang
terkandung dalam minyak mentah. Setiap kerugian kesehatan yang dialami oleh
masyarakat tersebut telah diperkuat dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh
dokter, sehingga fakta tersebut dapat diakui keabsahannya.
Oleh karena telah terpenuhinya unsur yang terdapat dalam Pasal 99 ayat (1) UU
PPLH, maka PT MPJ (Persero) dapat dituntut secara pidana ke Pengadilan Negeri
Sumenep, karena berdasarkan tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti) yang diatur
dalam pasal 84 ayat (1) KUHAP yaitu “Pengadilan negeri berwenang mengadili segala
perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”, tempat
tindak pidana dilakukan berdasarkan kasus ini adalah tempat kedudukan PT MPJ
(Persero) yaitu di sebelah selatan Pulau Madura tepatnya di Kecamatan Saronggi,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
2. Advokat Pejuang Iklim Indonesia selaku wakil dari masyarakat harus
mempersiapkan beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengajukan tuntutan
kepada PT MPJ (Persero)
a. Tindakan Administratif;
b. Tindakan Perdata (Proses Keperdataan);
c. Tindakan pidana (Proses pemidanaan).
Ketiga bentuk upaya hukum tersebut tidak ada yang menjadi skala prioritas atau
upaya hukum yang pertama dan terakhir. Di dalam pelanggaran lingkungan, tindakan
pidana bukan dan tidak harus menjadi upaya hukum terakhir jika upaya hukum yang lain
tidak terselesaikan. Namun, karena mengingat tempat kejadian pencemaran tidak hanya
ada di Buleleng, Provinsi Bali juga terjadi di Pulau Madura, Jawa Timur sehingga kita
dapat melaksanakan upaya pidana jika masyarakat dari Pulau Madura sendiri tidak
melakukan upaya Pidana karena mengingat asas Ne Bis In Idem yang berarti “Suatu
perkara dengan objek, para pihak serta pokok perkara yang sama dan telah diputus
pengadilan dengan berkekuatan hukum tetap tidak dapat diperiksa maupun diputus
kembali untuk kedua kalinya”. Maka, harus diperhatikan terlebih dahulu apakah
masyarakat Pulau Madura telah mengajukan tindakan pidana apa belum.
Upaya hukum yang dilakukan oleh kami selaku kuasa hukum dari masyarakat
Kabupaten Buleleng adalah melalui tindakan administratif yang akan diajukan kepada
Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini yaitu : Presiden Republik Indonesia,
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia dan
Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia. Sebagaimana Pasal 28 H
ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Selain itu, Objek pengaduan yang dapat diadukan oleh masyarakat berdasarkan Pasal 5
ayat (2) terdiri atas :
a. usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki atau tidak sesuai dengan izin di
bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan;
b. pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
c. perusakan hutan;
d. pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan;
e. pembalakan liar;
f. pembakaran hutan dan lahan;
g. perambahan kawasan hutan;
h. perburuan, peredaran, dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal;
i. konflik tenurial kawasan hutan;
j. pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional; dan/atau
k. usaha dan/atau kegiatan lainnya yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, kehutanan, atau
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 10
(1) Pengaduan dapat disampaikan kepada Instansi Penanggung Jawab baik secara
langsung maupun tidak langsung.
(2) Pengaduan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mendatangi dan menyampaikan pengaduan kepada Sekretariat Pengaduan atau Pos
Pengaduan.
(3) Pengaduan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui Media Pengaduan.
(4) Media pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
a. telepon;
b. faksimili;
c. surat;
d. surat elektronik;
e. website;
f. media sosial;
g. pesan singkat;
h. aplikasi pengaduan; atau
i. media lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi.
a. identitas pengadu berupa nama, alamat, nomor telepon yang bisa dihubungi atau
email;
b. lokasi kejadian;
c. dugaan sumber atau penyebab;
d. waktu, uraian kejadian dan dampak yang dirasakan.
e. penyelesaian yang diinginkan; dan
f. informasi pengaduan pernah atau belum disampaikan ke Instansi Penanggung
Jawab.
(6) Pengaduan dapat disampaikan sesuai dengan format formulir pengaduan atau berisi
informasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Format formulir pengaduan sebagaimana pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan.
Pasal 2
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien
apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam
satu gugatan;
b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang
digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di
antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya;
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya;
d. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian
pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.
Berdasarkan Pasal 2 PERMA No.1 Tahun 2022 bahwa seluruh tata cara yang
telah dijabarkan telah terpenuhi dengan jumlah anggota masyarakat yang mengajukan
gugatan akibat pencemaran yang dilakukan oleh PT. MPJ di lingkungan laut mereka
sehingga mengalami kerugian yang sangat besar dan signifikan, serta tuntutan yang akan
diajukan oleh masyarakat kabupaten Buleleng pada dasarnya memiliki kesamaan fakta
dan peristiwa yang terjadi. Ketentuan mengenai isi gugatan yang akan diajukan oleh
anggota kelompok maupun kami selaku kuasa hukum diatur dalam pasal berikut ini,
yaitu:
Pasal 3
b. Denda Administratif
Dalam hal ini PT MPJ (Persero) dikenai denda administratif mengenai kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melebihi baku mutu air laut sebagaimana telah diatur dalam
Lampiran VIII PP No, 22 Tahun 2021 yaitu terhadap parameter PAH (Poliaromatik
Hidrokarbon) sebesar 0,003 baik untuk wisata bahari maupun biota laut. PT MPJ atas
kelalaiannya menyebabkan melebihi baku mutu air laut dengan kandungan 0,1. Maka
berdasarkan Pasal 520 PP No. 22 Tahun 2021, PT MPJ (Persero) dikenai denda paling
banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Wakil Kelas II (dari Kecamatan Seririt: Desa Banjar Asem, Kalianget, Kalisada,
Lokapaksa, Pengastulan, Sulanyah, Tangguwisia, Umeanyar, dan Kelurahan Seririt)
Kerugian atas kematian ikan, udang, dan bandeng serta rusaknya ekosistem laut yang
mengakibatkan nelayan dan pembudidaya tambak udang, bandeng, dan garam tidak
dapat melakukan aktivitas penangkapan ikan serta bagi pemilik tambak mengalami gagal
panen. Bila diperhitungkan dengan rincian pendapatan rata-rata Rp 80.000/hari sehingga
dalam 1 tahun atau 12 bulan menjadi:
= Rp 80.000 x 30 hari x 12 bulan
= Rp 2.400.000 x 12 bulan
= Rp 28.800.000,-
(dua puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah).
Dimana nominal diatas merupakan kerugian yang diderita oleh perorangan sehingga
untuk kerugian yang dialami oleh 100 orang dalam Wakil Kelas I menjadi:
= Rp 28.800.000,- x 100 orang
= Rp 2.880.000.000
(dua milyar delapan ratus delapan puluh delapan juta rupiah)
3) Wakil Kelas III (dari Kecamatan Gerokgak: Desa Banyupoh, Celukan Bawang,
Gerokgak, Musi, Patas, Pejarakan, Pemuteran, Pengulon, Penyabangan,
Sanggalangit, Sumberklampok, Sumberkima)
Kerugian atas ditutupnya sejumlah tempat wisata pantai sebagai akibat dari tumpahan
minyak. Bila diperhitungkan dengan rincian pendapatan rata-rata Rp 200.000/hari
sehingga dalam 1 tahun atau 12 bulan menjadi
= Rp 200.000 x 30 hari x 12 bulan
= Rp6.000.000 x 12 bulan
= Rp 72.000.000.
(tujuh puluh dua juta rupiah)
Nominal diatas merupakan kerugian yang diderita oleh perorangan sehingga untuk
kerugian yang dialami oleh 100 orang dalam Wakil Kelas III menjadi:
= Rp 72.000.000 x 100 orang
= Rp 7.200.000.000
(tujuh miliar dua ratus juta rupiah)
4) Wakil Kelas IV(dari Kecamatan Seririt: Desa Banjar Asem, Kalianget, Kalisada,
Lokapaksa, Pengastulan, Sulanyah, Tangguwisia, Umeanyar, dan Kelurahan Seririt)
Kerugian atas ditutupnya sejumlah tempat wisata pantai sebagai akibat dari tumpahan
minyak. Bila diperhitungkan dengan rincian pendapatan rata-rata Rp 200.000/hari
sehingga dalam 1 tahun atau 12 bulan menjadi
= Rp 200.000 x 30 hari x 12 bulan
= Rp6.000.000 x 12 bulan
= Rp 72.000.000.
(tujuh puluh dua juta rupiah)
Nominal diatas merupakan kerugian yang diderita oleh perorangan sehingga untuk
kerugian yang dialami oleh 90 orang dalam Wakil Kelas III menjadi:
= Rp 72.000.000 x 90 orang
= Rp 6.480.000.000
(enam milyar empat ratus delapan puluh juta rupiah)
Kerugian Immateriil:
Kerugian yang timbul karena rusaknya lingkungan dan pemulihan lingkungan tersebut
dalam rentang waktu paling cepat lima tahun dan selama itu masyarakat tidak dapat
berusaha dengan baik dan hal tersebut jika dinilai dengan uang sesuai dengan statusnya
berdasarkan ketentuan hukum untuk itu (yurisprudensi Mahkamah Agung RI) adalah Rp
100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Jadi total kerugian Materiil dan Immateriil yang telah diderita masyarakat karena
perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh kelalaian atau kurang hati-hatinya
adalah Rp 4.320.000.000 + Rp 2.880.000.000 + Rp 7.200.000.000 + Rp 6.480.000.000 +
Rp 100.000.000.000 = Rp 120.880.000.000 (seratus dua puluh milyar delapan ratus
delapan puluh juta rupiah)