Anda di halaman 1dari 3

KASUS KEBAKARAN LADANG TRAGEDI MONTARA DI LAUT TIMOR

Ledakan kilang Montara milik PTTEP Australasia pada 21 Agustus 2009 lalu di Laut
Timor mencemari hingga ke perairan Indonesia. 13 Tahun berlalu tragedi kasus ledakan
kilang montara, meledaknya kilang minyak dan gas (migas) Montara di Laut Timor wilayah
Australia yang berdekatan dengan perbatasan Indonesia. Satu dari puluhan ladang migas
milik perusahaan patungan Thailand dan Australia, PTTEP Australasia, di perbatasan
perairan itu meledak dan ribuan barel minyak mencemari seantero Laut Timor.
Dalam kasus tragedi Montara di Laut Timor tentunya banyak mengakibatkan kerugian
dampak pencemaran tidak hanya sampai di daratan Australia, tetapi juga mendarat di
beberapa pantai selatan wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT, sejumlah
pembudidaya rumput laut terkena dampak pencemaran yang luar biasa. Produksi rumput laut
dan ikan turun drastis, serta beberapa fakta menunjukkan adanya dampak kesehatan pada
organ tubuh manusia.1
Tumpahan minyak ini, menyebabkan 90.000 kilometer persegi telah mencemari Laut
Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 % tumpahan minyak ini
terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia.
Menurut penelitian dari USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada
2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60
persen terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak
yang mati.
Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan
kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan
kenaikan harga ikan di Kota Kupang naik. Berbagai penyakit juga timbul di masyarakat,
seperti gatel-gatel, borok dan lain-lain. Kematian juga menjadi masalah pada kasus ini
termasuk sejumlah saksi penting kasus Montara ini.2
13 tahun berlalu, kelanjutan tragedi Montara di Laut Timor menurut Menteri
kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan untuk terus diusut di
dalam dan luar negeri. Yang saat ini menunggu Peraturan Presiden keluar agar Tim Task
Force Montara segera mengeksekusi Perpres tersebut, jika Perpres tersebut sudah terbit maka
Indonesia akan melayangkan gugatan di dalam negeri yang akan dikoordinir oleh
kementerian lingkungan hidup dan kehutanan sebagai koordinatornya, dan untuk proses
hukum di luar negeri yang akan bertindak sebagai koordinatornya yaitu Kementerian Hukum
dan HAM (KemenkumHAM). Hal ini dilakukan untuk memperjuangkan hak para rakyat.
Dalam kasus ini para petani rumpu laut yang terkena dampak dari tumpahan minyak
menunjukkan ruam dan bekas luka mengerikan di lengan dan bagian tubuh lainnya.
Berdasarkan data yang dimiliki ada sekitar 100 lebih petani rumpu laut yang meninggal
dunia, kedua saksi kunci meninggal dunia, dengan ini ada ratusan petani rumput laut terus
berjuang untuk menyuarakan ketidakadilan tersebut kepada pemerintah Australia dan juga
kepada perusahaan yang mengakibatkan tumpahan minyak itu terjadi.
pengadilan memberikan putusan dan memenangkan gugatan Indonesia. Hakim Pengadilan
Federal David Yates memutuskan bahwa tumpahan minyak mengakibatkan kerugian secara
material dan menyebabkan kematian, serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata

1
Heri Soba, Tragedi Montara dan Perlunya Investigasi Bersama RI-Australia, Beritasatu.com,
Tanggal 15 Mei 2022, Pukul 14.52
2
Ibid.,
pencarian para petani. Dalam putusannya Yates menyatakan PTTEP tidak menyanggah bukti
bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara dan karenanya
menghukum perusahaan tersebut untuk memberi ganti rugi sebesar Rp252 juta kepada
penggugat utama dari gugatan kelompok (class action) tersebut.
Untuk diketahui, Pengadilan Federal Australia di Sydney akhirnya memenangkan gugatan
class action 15,481 petani rumput laut dan nelayan di 2 kabupaten di Nusa Tenggara Timur
yakni Kabupaten Kupang dan Rote Ndao pada Maret tahun 2021 lalu.
Atas keputusan itu, Sanda berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp253 juta, 40 persen lebih
kecil dari tuntutan karena ketidakpastian perhitungan pendapatan Sanda. Soal perusahaan
juga harus membayarkan bunga dari kerugian Sanda, akan diputuskan nantinya.

Melansir Energy Bulletin, proyeksi ganti rugi mencapai US$300 juta atau Rp4,32 triliun
(kurs Rp14.400 per dolar AS). Hitung-hitungan ini muncul karena gugatan dilayangkan oleh
15 ribu petani rumput laut. Juru Bicara PTTEP menyebut pihaknya kecewa dengan keputusan
tersebut dan menekankan bahwa klaim yang dibuat perusahaan harus diputuskan secara
terpisah. "PTTEP secara hati-hati mempertimbangkan keputusan ini dan kesempatan untuk
naik banding," katanya.
Redaksi telah menghubungi kantor pusat PTTEP Indonesia di nomor telepon 021 7697437
dan menghubungi lewat e-mail, namun hingga berita diturunkan yang bersangkutan belum
merespons.3
Hakim Pengadilan Federal Australia, David Yates, mengatakan tumpahan minyak yang
bersumber dari ledakan anjungan minyak di lepas pantai Montara milik PTT Exploration dan
Production (PTTEP), perusahaan asal Thailand pada 21 Agustus 2009 telah menyebabkan
kerugian secara material, kematian, serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata
pencaharian masyarakat setempat.4
Peraturan Presiden yang akan segera diterbitkan yaitu tentang penanganan kasus tumpahan
minyak di Montara hal ini memperkuat task force atau satuan tugas Montara, sebagai strategi
untuk melakukan akselerasi penuntasan kasus montara, Indonesia akan mengajukan gugatan
kepada PTTEP di dua tingkat, yakni domestik dan internasional. Kemudian akan dilakukan
penuntutan perdata yang berdasarkan kepada kerusakan ekologi di wilayah Indonesia akibat
dari tragedi tumpahan minyak montara. Kerugian yang dialami oleh Indonesia menjadi tiga
jenis yakni kerugian ekonomi, kerugian ekologi, serta kerugian Kesehatan. Setelah perpres
terbit wakil Menteri lingkungan hidup dan kehutanan yaitu Alue Dohang mengatakan akan
memastikan Kembali jumlah kerugian yang diderita oleh Indonesia untuk melakukan
penuntutan hal ini termasuk mengidentifikasi beberapa tergugat baru dari yang pernah
Indonesia lakukan pada proses hukum yang sebelumnya. Kemudian akan diterbitkan surat
kuasa khusus untuk Aparatur Sipil Negara, kejaksaan Agung, maupun Advokat untuk
membantu pemerintah dalam Menyusun tuntutan atau gugatan. 5

KASUS PENCEMARAN LAUT OLEH NEW MONT


3
CNN Indonesia, Kronologi Petani RI Menang Gugatan Tumpahan Minyak Montara, Tanggal 15 Mei 2022,
Pukul 14.00
4
CNN Indonesia, Penyelesaian Kasus Montara, Tanggal 15 Mei 2022, Pukul 15.17
5
Putu Indah Savitri, Kehadiran Pemerintah Indonesia dalam kasus tumpahan minyak montara, Antara News,
tanggal 15 Mei 2022, pukul 16.02
PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan tambang emas
penanaman modal asing (PMA) yang merupakan anak perusahaan Newmont Gold Company,
Denver, (USA). Kontrak Karya (KK) PT NMR disetujui tanggal 6 November 1986 oleh
Presiden RI kala itu, Jenderal Soeharto, bersamaan dengan 33 naskah kontrak karya lainnya
yang disetujui. Wilayah konsensi dalam Konrak Karya meliputi 527.448 hektar di desa
Ratotok, kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sebanyak 80 % saham
dimiliki Newmont Indonesia Ltd. yang berkantor di Australia dan sebesar 20 saham oleh PT.
Tanjung Sarapung milik pengusaha Jusuf Merukh. Proyek ini terdiri atas deposit utama di
Mesel dan dua lainnya di Leons dan Nibong.
Tahun 1996 PT. NMR mulai berproduksi. Sejak saat itu lah PT. NMR mulai membuang
limbahnya melalui pipa ke perairan laut Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten
Bolaang Mongondow. Wilayah tambang PT. NMR sendiri adalah Desa Ratatotok, perbatasan
antara Kabupaten Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow. Setiap hari, sebanyak 2.000
ton tailing disalurkan PT. NMR ke dasar perairan Teluk Buyat. Dari lokasi tambang tailing
dialirkan melalui pipa baja sepanjang 10 km menuju perairan Teluk Buyat di kedalaman 82
meter. Mulut pipa pembuangan tersebut berjarak 900 meter dari bibir pantai Buyat.
Bersamaan dengan pembuangan limbah tailing di perairan Teluk Buyat, nelayan yang
bermukim di sekitar Teluk Buyat mulai mendapatkan puluhan ikan mati di wilayah perairan
tempat mereka mencari nafkah.6
Pemerintah pusat menyimpulkan, perusahaan tambang emas PT. NMR telah mencemari
lingkungan di Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Laporan audit internal Newmont yang
dibeberkan dalam harian New York Times (22/12), juga ditemukan oleh Tim Terpadu
Penanganan kasus Buyat. Pembuangan sebanyak 33 ton merkuri langsung, sudah dicurigai
oleh tim terpadu dalam laporannya tertanggal November 2004. pemerintah Indonesia
kemudian mengajukan gugatan hukum secara perdata maupun pidana terhadap PT. NMR dan
presiden direkturnya, Richard Bruce Ness. Mereka dituntut untuk memenuhi kewajiban clean
up selama 30 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Nomor 23 Tahun
1997, juga dituntut membayar ganti rugi materiil US$ 117 juta (sekitar Rp 1,058triliun) dan
ganti rugi imateriil Rp 150 miliar, selain tindak penegakan hukum.
Namun gugatan hukum yang dilakukan pemerintah Indonesia tersebut menemui kegagalan.
Dalam sidang putusan kasus pidana lingkungan tersebut, PT. NMR sebagai terdakwa I dan
Richard Ness sebagai terdakwa II dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Hal menarik yang patut di ungkapkan di sini adalah adanya bentuk campur tangan
asing terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Duta Besar Amerika Serikat, Ralph L.
Boyce mendatangi Mabes Polri dan menemui Presiden Megawati untuk mempengaruhi
proses penanganan kasus Buyat. Boyce juga menyatakan bahwa penahanan eksekutif PT.
NMR akan memperburuk iklim investasi.10 Dalam kondisi demikian maka terjadi
imperialisme, yang didefinisikan Cohen sebagai suatu hubungan dominasi atau kontrol yang
efektif, politik atau ekonomi, langsung atau tak langsung dari suatu negara atas negara lain.11
Sebagaimana akhir dari perjalanan kontroversi kasus Buyat ini yang mencapai klimasksnya
setelah terjadinya negosiasi antara pemerintah dan PT. NMR yang ditandai dengan pemberian
ganti rugi sebesar US$ 30 juta.7

6
KiKi Lutfillah, Kasus Newmont Pencemaran di Teluk Buyat, Jurnal Kybernan Vol. 2, No. 1, Maret 2011
7
Ibid.,

Anda mungkin juga menyukai