Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KASUS NEWMONT MINAHASA TELUK BUYAT

A. Pendahuluan
Bermulai dari beroprasinya PT. Newmont Minahasa Raya di Desa Ratotok, Kecamatan
Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, berbagai masalah mulai bermunculan,
terutama yang berkaitan dengan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan. Seperti
jenis ikan yang berkurang, sering ditemukan ikan mati secara massal akibat keracunan,
perubahan kontur perairan serta terjadi pendangkalan akibat limbah yang terus menerus
dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat menurun, dan yang paling parah adalah
timbulnya penyakit-penyakit aneh.
Puncaknya pada tanggal 20 juli 2004, LSM Kelola Sulawesi Utara menyatakan lebih dari
100 warga diduga menderita penyakit minamata akibat terkontaminasi logam berat Arsen
dan Merkuri. Ikan yang diperoleh pun mengalami benjolan dan sejumlah warga setempat
menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal ini juga yang dialami oleh salah seorang
bayi bernama Andini Lenzun, yang menjadi korban jiwa dalam masalah ini. Pada hari yang
sama, empat warga Buyat yang didampingi oleh LBH Kesehatan, Yayasan Sahabat
Perempuan, Yayasan Suara Nurani melaporkan Menkes dan PT. NMR ke Mabes Polri.
Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan Presiden Direktur PT. NMR serta
Pelaksana Tugas Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi pers. PT. NMR
membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat dengan alasan selama ini pihaknya telah
mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pihak PT. NMR menuding bahwa
pencemarnya adalah penambangan liar dan akan melayangkan somasi pada pihak yang
menyatakan pihaknya telah melakukan pencemaran.
Pada 22 juli 2004 Pemerintah memberangkatkan tim terpadu untuk menyelidiki kasus
pencemaran Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mangondow,
Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes Polri, Kementerian Lingkungan Hidup,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Departemen Kesehatan.
B. Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus :
1. Terdakwa : PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) dan Direktur PT. NMR Sdr. Richard
Ness, Menkes.
2. Saksi-saksi: Masyarakat warga Teluk Buyat.
3. Korban: seorang bayi yang Bergama Andini Lenzun.
4. Anggota Tim Teknis Penanganan Kasus Buyat (KLH dan instansi terkait).

C. Penyelesaian kasus
Sesuai dengan rencana dan persetujuan Departemen Energi & Sumber Daya Mineral
(ESDM), PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan menghentikan pengolahan bijih
emas pada 31 Agustus 2004. Selain itu, sejak tanggal 5 Agustus 2005 sampai dengan 27
Januari 2006 telah dilaksanakan sidang sebanyak 12 kali di Manado. Pemeriksaan dalam
sidang sementara ditujukan kepada :Terdakwa yaitu PT. Newmont Minahasa Raya (NMR)
dan Direktur PT. NMR ( Sdr. Richard Ness; Saksi-saksi: Masyarakat warga Teluk Buyat;
Saksi dari pihak PT. NMR yaitu penyusun dokumen AMDAL PT.NMR; Anggota Tim
Teknis Penanganan Kasus Buyat (KLH dan instansi terkait); Pejabat KLH yang berhubungan
dengan kasus tersebut. Namun pada 16 Pebruari 2006 telah terjadi kesepakatan antara
pemerintah dan Newmont Minahasa raya melalui Perjanjian Itikad Baik (Good Will
Agreement) dengan salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT. NMR memberi
dana sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300 miliar) untuk program pengembangan masyarakat
dan pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.

D. Keterkaitan dengan masalah etika bisnis


PT.NMR merupakan perusahaan yang tidak menjalankan etika dalam berbisnis, karena
tidak memenuhi prinsip prinsip etika bisnis. Terutama dalam prinsip kejujuran dan keadilan,
yang dapat dilihat dari kasus diatas dimana PT NMR sangat merugikan masyarakat dengan
membuang limbah secara sengaja. Walaupun sudah terbukti bersalah pihak PT NMR tetap
tidak mau mengakui dan bersikeras bahwa sudah menjalankan SOP pengaturan limbah
secara optimal.

E. Simpulan

Kasus Newmont ini merupakan salah-satu dari sekian banyak bentuk kejahatan korporasi
atau corporate crime yang terjadi di Indonesia. Susah banyak bukti yang menunjukan bahwa
Multi National Corpration (MNC) hanya memikirkan keuntungan semata, tanpa
memperdulikan lingkungan dan penduduk disekitarnya. Masih banyak kasus-kasus kejahatan
korporasi lainnya yang belum tertangani dengan baik oleh pemerintah seperti: kasus
Monsanto, Freeport, Lapindo dan lain-lain.

Kebijakan investasi pemerintah yang memberikan konsesi pada investor asing untuk
mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ternyata bukan hanya menghasilkan devisa
bagi negara, tetapi juga sebaliknya telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan membawa
masalah kesehatan bagi penduduk di sekitarnya. Karena itu pemerintah perlusegera
merumuskan ketentuan perundangan yang terkait dengan kejahatan korporasi baik yang akan
membawa dampak pada keselamatan hidup manusia maupun sistem lingkungan, agar
terdapat kepastian hukum jika terjadi kasus serupa. Dengan demikian maka pemerintah
Indonesia dapat lebih berhati-hati lagi dalam memberikan konsesi pada perusahaan asing
yang hendak mengeksploitasi kekayaan alam di Indonesia. Kasus Newmont ini dapat
dijadikan pelajaran berharga, yang dapat dimanfaatkan dalam mencegah dan/atau
meminimisasi dampak negatif sekaligus memaksimalkan dampak positif dari aktifitas
perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai