Anda di halaman 1dari 163

Oleh :

Ir. Zulkarnain Sikuru, M.Si


KONTRAK PERKULIAHAN
Nama Mata Kuliah : Irigasi dan Bangunan Air
Kode Mata Kuliah : 417 TS 3
Pengajar : Ir, Catrin Sudarjat,M.PSDA
Ir. Zulkarnain Sikuru,M.Si
Semester : IV (Genap) thn 2017
Hari Pertemuan/jam : Kamis, 08:00 – 10:00
Tempat Pertemuan : Ruang A-2

A. Pengantar
Irigasi dan Bangunan Air merupakan mata kuliah keahlian
keterampilan yang merupakan mata kuliah yang mengenalkan
dasar-dasar analisis dan perhitungan bangunan air terapan dalam
proyek dan desain teknis (engineering design and project).
B. Perkuliahan
Irigasi dan Bangunan air diberikan 3 sks per minggu, 2 x 60 menit
tatap muka, dengan rincian :
- tatap muka 2 x 60 menit
- tugas mandiri 2 x 60 menit
- kerja kelompok 2 x 60 menit
Perkuliahan terdiri dari ± 14 – 16 kali tatap muka per semester
termasuk evaluasi, dengan rincian :
- tatap muka ± 12 – 14 kali
- mid semester /ujian tengah smester (UTS) 1 kali
- ujian utama/ujian akhir smester (UAS) 1 kali
C. Hak dan Kewajiban mahasiswa
Hak mahasiswa :
1. Mendapatkan materi yang sudah ditetapkan dalam GBPP dan SAP mata
kuliah.
2. Dosen yang bersangkutan harus hadir minimal 75 % dari jadwal yang telah
ditetapkan.
3. Mahasiswa berhak meminta tambahan mata kuliah jika perkuliahan kurang
dari 75 % atau jika dirasa materi yang diberikan masih kurang.
4. Mahasiswa yang menghadiri perkuliahan ≤ 75 % tidak boleh mengikuti ujian
akhir semester.
5. MID/UTS dan UAS akan diberitahu kemudian, dengan sifat ujian BUKU
TERBUKA (OPEN BOOK)
6. Ujian susulan dapat dilakukan dengan lampiran surat keterangan sakit atau
dengan alasan yang dapat diterima.
7. Ujian susulan dilakukan paling lambat 6 hari setelah ujian berlangung
Kewajiban Mahasiswa :
1. Tugas utama mahasiswa adalah mempelajari tiap sub pokok bahasan dan
merangkum ( sebagai tugas) materi kuliah tiap kali tatap muka untuk dinilai
2. Untuk dapat mengikuti MID dan UAS, harus hadiri kuliah ≥ 75 % tatap muka
3. Mahasiswa wajib menyelesaikan 100% tugas dan kuis yang diberikan dan
menyerahkannya pada waktu yang telah disepakati, setiap tugas yang terlambat
akan diberi nilai kurang, dan mahasiswa harus mengikuti semua ujian, UAS
tidak dievaluasi/tidak dinilai bila belum/tidak mengikuti ujian MID/UTS
4. Mahasiswa wajib mengikuti kuliah tepat waktu / penuh : terlambat > 10 menit
setelah kuliah berlangsung tidak diperkenakan masuk ikut kuliah dan yang
keluar/meninggalkan perkuliahan sebelum waktu kuliah selesai dianggap
tidak hadir kuliah/alpa (kecuali ada izin dozen)
5. Selama kuliah berlangsung, harus menjaga ketenangan / ketertiban (tidak
membuat kegaduhan , ngobrol dengan teman), handphone tidak diaktifkan.
6. Berpakaian sopan dan rapi sesuai peraturan akademik Universitas.
7. Tidak ada ujian perbaikan nilai dalam bentuk apapun
D. Penilaian Hasil Studi
- Proses pemberian nilai studi adalah proses menetapkan taraf penguasaan
/ kemampuan mahasiswa atas suatu materi yang telah dikuliahkan
- Taraf penguasaan kemampuan mahasiswa diukur dengan suatu instrumen
pengukuran yang dinyatakan dengan skor.
- Hasil penilaian akhir mata kuliah dinyatakan dengan nilai huruf ,
A, B, C, D (lulus) dan E (Error) / tdk lulus (mengulang pada smester
genap tahun ajaran berikut)
- Penentuan nilai akhir suatu mata kuliah adalah sbb:
Kehadiran = 10%, Tugas = 15%, Ujian MID/UTS = 30%, UAS = 45%
- Besaran nilai kelulusan
86 - 100 = A
76 - 85 = B
66 - 75 = C
56 - 65 = D
< 56 = E
Pertemuan I

Pokok Bahasan

Pendahuluan

Sub Pokok Bahasan


1. Latar belakang

2. Beberapa pengertian
3. Maksud dan Tujuan
PENDAHULUAN
Latar Belakang

● Sejarah kehidupan manusia hubungan antara manusia dengan sumber daya


sudah terjalin sejak berabad-abad yang lalu
● Kerajaan-kerajaan besar masa lampau yang sempat mencapai kejayaannya

baik di Indonesia maupun di belahan dunia yang lain, sebagian besar muncul
dan berkembang dari tepi sungai (kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Mesir,
Mesopotamia dll)
● Kenyataan sejarah membuktikan bahwa manusia yang tidak bisa bersahabat
dan melestarikan keberadaan sumber daya air akan surut dan runtuh
kejayaannya, yang disebabkan tidak hanya semata-mata karena bencana
yang ditimbulkan oleh perilaku sungai, namun kebanyakan akibat
menurunnya fungsi sumber daya air sungai sehingga mematikan beberapa
sarana dan prasarana yang penting bagi kehidupan manusia
● Beberapa hal penting yang menyebabkan eratnya hubungan manusia dengan sumber

daya air antara lain :


a. Kebutuhan manusia akan makanan nabati
Bahwa untuk kelangsungan hidup manusia membutuhkan makanan nabati yang
didapat dari usahnya dalam mengolah tanah dengan tumbuhan penghasil
makanan Untuk keperluan tumbuh dan berkembangnya tanaman, memerlukan
penanganan khusus terutama dalam kebutuhan pengaturan airnya dengan
membuat bangunan dan saluran yang berfungsi sebagai prasarana pengambil,
pengatur dan pembagi air sungai untuk pembasahan lahan pertaniannya.
b. Kebutuhan akan kenyamanan dan keamanan hidupnya
Bahwa dalam keadaan biasa dan normal sungai adalah mitra yang baik bagi
kehidupan manusia. Namun dalam keadaa atau saat-saat tertentu, sungai menjadi
musuh manusia yang merusak keamanan dan kenyamanan hidupnya, sehingga
manusia membangun bangunan-bangunan air sepanjang sungai yang bertujuan
melindungi mereka dari bencana kerusakan yang diakibatkannya dan
memanfaatkan sumber daya air sungai untuk sebesar-besarnya kehidupan
manusia
Beberapa Pengertian

a. Irigasi :
adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak, untuk
mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi
pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan
melalui keberlanjutan sistem irigasi.

b. Daerah pengaliran :
adalah Daerah pada pengaliran sungai(DPS), diamana apabila
terjadi peristiwa-peristiwa alam dan perubahan hidro-klimatologi,
akan mempengaruhi pengaliran pada sungai tersebut
c. Daerah Irigasi (DI) atau daerah pengaliran :
adalah kesatuan wilayah kesatuan wilayah atau daerah yang
mendapat air dari dari satu jaringan irigasi

d. Daerah Potensial :
adalah daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk
dikembangkan
e. Daerah Fungsional :
adalah bagian dari daerah potensial yang telah memiliki jaringan
irigasi yang telah dikembangkan, luas derah fumgsional ini sama
atau lebih kecil dari daerah potensial

e. Jaringan irigasi :
adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan, dan
diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pengambilan, pemberian dan penggunaannya
f. Petak Irigasi :
adalah petak lahan yang memperoleh pemberia air irigasi dari satu jaringan
irigasi

g. Penyediaan irigasi :
adalah penentuan banyaknya air yang dapat dipergunakan untuk
menunjang pertanian

h. Pembagian air irigasi :


adalah penyaluran air yang dilaksanakan oleh pihak yang berwenang dalam
eksploitasi pada jaringan irigasi utama hingga ke petak tersier

i. Pembagian air irigasi :


adalah penyaluran jata air irigasi dari jaringan utama ke petak tersier

j. Penggunaan air irigasi


adalah pemanfaatan air irigasi di tingkat usaha tani
Tujuan dan Manfaat
A. Tujuan

● Tujuan pembuatan suatu bangunan air di sungai :


adalah sebagai upaya manusia untuk meningkatkan faktor yang
menguntungkan dan memperkecil atau menghilangkan faktor yang
merugikan dari suatu sumber daya air terhadap kehidupan manusia

● Tujuan irigasi :
adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat
persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal.

● Tujuan irigasi pada suatu daerah :


adalah upaya untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan
mendistribusikan secara teknis dan sistematis
B. Manfaat suatu sistem irigasi

1. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada


daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah
pertanian dapat di airi sepanjang waktu , baik pada misim kemarau
maupun pada musim penghujan
3. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang
mengandung lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat
menerima unsur-unsur penyubur
4. Untuk kolmatase , yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawah) dengan
endapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi
5. Untuk penggelontoran air kota, yaitu dengan dengan menggunakan air
irigasi, maka kotoran/sampah di kota digelontor ke tempat yang telah
disediakan dan selanjutnya dibasmi secara alamiah
Pertemuan II

Pokok Bahasan
Teknik Irigasi

Sub Pokok Bahasan


1. Kualitas air irigasi
2. Sistem irigasi dan Klasifikasi jaringan irigasi
4. Cara pemberian air irigasi
TEKNIK IRIGASI
Kualitas air irigasi

● Air irigasi yang baik adalah air yang dapat memenuhi segala fungsi air tanpa
menimbulkan efek samping yang dapat mengganggu
pertumbuhantanaman dan merusak struktur serta kesuburan tanah.
● Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 1
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003).
● Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air yang meliputi
parameter fisik, kimia dan mikrobiologis
● Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang
dapat diamati secara visual/kasat mata
● Yang termasuk dalam parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan
partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu dan sebagainya
● Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air,
seperti kandungan oksigen, bahan organik, mineral atau logam, derajat
keasaman, nutrient/hara, kesodahan dan sebagainya.
● Parameter mikrobiologis menyatakan kandungan mikro organisme dalam air
seperti bakteri, virus dan mikroba pathogen lainnya.
● Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian air sungai dapat dinyatakan
dalam kondisi baik atau cemar
● Sebagai acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah baku mutu air,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001
(Kementrian Lingkungan Hidup 2002).
● Tidak semua air cocok untuk digunakan bagi kebutuhan air irigasi
Air yang dinyatakan kurang baik untuk air irigasi adalah yang
mengandung :
a. bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau manusia yang memakan
tanam itu
b. bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik
c. tingkat keasaman air (Ph)
d. tingkat kegaraman air
e. bakteri yang membahayakan manusia atau binatang yang memakan
tanaman yang diairi dengan air tersebut
Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi

1. Sistem Irigasi
Sistem irigasi terbagi menjadi 3 (tiga) type :
a. Irigasi Sistem Gravitasi
Irigasi sistem gravitasi merupakan sistem irigasi dimana sumber air
diambil dari air yang ada dipermukaan bumi yaitu dari sungai, waduk
dan danau di dataran tinggi dengan pengaturan dan pembagian air irigasi
ke petak-petak yang membutuhkan dilakukan secara gravitasi.
b. Irigasi Sistem Pompa
Irigasi sisstem pompa merupakan sistem irigasi dimana air irigasi
diambil dengan cara dipompa dari air sungai seperti Stsiun Pompa
Gambarsari dan Pasangrahan (sebelum ada Bendung Gerak Serayu) atau
dari air tanah (seperti pompa air suplesi di D.I Simo kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta)
c. Irigasi Pasang-surut
● Yang dimaksud dengan sistem Irigasi Pasang-surut adalah suatu sistem
irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa
pasang-surut air laut
● Areal yang yang direncanakan untuk sistem irigasi ini adalah areal yang
mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-surut air laut

2. Klasifikasi Jaringan Irigasi


A. Klasifikasi jaringan irigasi jika ditinjau dari cara pengalirannya
1. Saluran terbuka (open chanel) yaitu saluran yang dibuat terbuka,
sehingga air yang mengalir tanpa ditutup oleh apapun.
2. Jaringan pipa (pipe network) yaitu irigasi yang menggunakan jaringan
pipa, air mengalir di dalam pipa dan dialirkan ke tanaman.
B. Ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya,
maka klasifikasi jaringan irigasi dibagi atas 3 (tiga ) tingkatan yaitu :
a. Jaringan Irigasi Sederhana
b. Jaringan Irigasi Semi teknis
c. Jaringan Irigasi Teknis

a. Jaringan Irigasi Sederhana

● Di dalam jaringan irigasi ini pembagian air tidak diukur atau diatur
sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang.
● Persediaan air biasanya berlimpah
● Kemiringan berkisar antara sedang dan curam, sehingga hampir-
hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.
● Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisir namun memiliki kelemahan

kelemahan serius yakni :


1. Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak
di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai
daerah rendah yang subur.
2. Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya
dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri.
3. Umurnya pendek karena bangunan penangkap air bukan bangunan
tetap/permanen
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis

● Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di


sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur
di bagian hilirnya.
● Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di
jaringan saluran.
● Sistim pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana.
● Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang
lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah :
● Pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang pematus.
● Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran
pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawahsawah ke saluran pembuang.
● Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.
● Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan
yang umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang sampai 150 ha.
● Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.
● Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan
kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter.
● Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran,
pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih, secara efisien
● Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan
mempengaruhi pembagian air di jaringan utama
● Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1
Sumber dan Cara Pemberian Air Irigasi

A. Sumber Air Irigasi


Sumber air dalam irigasi dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
1. Mata Air, yaitu air yang terdapat di dalam tanah, seperti sumur, air artesis, dan
air tanah.
Mata air banyak mengandung zat terlarut sehingga mineral bahan makan
tanaman sangat kurang dan pada umumnya konstan.
2. Air Sungai, yaitu air yang terdapat di atas permukaan tanah..
Air sungai ini berasal dari dua macam sungai, yaitu sungai kecil yang debit
airnya berubah-ubah dan sungai besar.
Air sungai banyak mengandung lumpur yang mengandung mineral sebagai
bahan makan makanan, sehingga sangat baik untuk pemupukan dan juga
suhunya lebih rendah daripada suhu atmosfer
3. Air Waduk, yaitu air yang terdapat di permukaan tanah, seperti pada
sungai,
● Air waduk ini sedikit mengandung lumpur, sedangkan zat terlarutnya
sama banyaknya dengan air sungai.
● Air waduk dapat dibedakan menjadi 2(dua) macam, menurut jenis
pembuatannya yaitu :
○ waduk alami dan
○ waduk buatan manusia.
● Air waduk juga dibedakan menjadi 2(dua) macam menurut
keuntungan/manfaat yang diperoleh, yaitu :
○ waduk multi purpose atau waduk dengan keuntungan yang
diperoleh lebih dari satu. Misalnya air waduk digunakan selain
untuk pertanian juga untuk perikanan, penanggulangan banjir,
pembangkit listrik dan pariwisata.
○ waduk yang hanya digunakan untuk pertanian saja.
B. Cara Pemberian Air Irigasi

pemberian air melalui permukaan tanah,

pemberian airpemberian
melalui bawah permukaan tanah
air melalui
/ resapan,
bawah permukaan tanah / resapan
4 CARA
PEMBERIAN
AIR IRIGASI
pemberian air dengan pancaran / penyiraman

pemberian air dengan tetesan


1. Pemberian Air Melalui Permukaan Tanah
● cara pemberian air irigasi melalui permukaan tanah yang dapat berupa :
a. Perluapan penggenangan bebas, jika debit air besar sehingga tinggi muka
air melampaui tanah di kiri kanannya (air akan bebas meluap ke kiri dan ke
kanan).
b. Perluapan penggenangan terkendali, cara pemberian air dengan cara ini
yaitu air dialirkan dari parit pada satu sisi suatu petak sawah, air dialirkan ke
petak sawah yang telah ditentukan letaknya maupun ukurannya.
c. Sistem kalenan, cara pemberian air dengan cara ini yaitu penggenangan
diberikan pada kalenan-kalenan yang dibuat sejajar lajur-lajur tanaman, air
diberikan pada parit pemberi dengan menggunakan pipa atau hevel.
d. Dengan petak penggenangan atau check sungai, yaitu sistem pemberian
air yang umumnya dipakai untuk tanaman buah-buahan dengan membuat
cekungan di bawah tanaman yang akan di airi.
Proses pemberian air ke cekungan tersebut dengan sistem pengairan
terbuka.
● Yang termasuk cara pemberian air irigasi lewat permukaan antara lain :
a. Wild flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada
waktu banjir cukup tinggi sehingga daerah akan cukup sempurnah
dalam pembasahannya (cara ini hanya cocok apabila cadangan dan
ketersediaan air cukup banyak)
b. Free flooding : daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa
bagian / petak, kemudian air dialirkan dari bagian yang tinggi
kebagian yang rendah
c. Check flooding : air dari tempat pengambilan(sumber air) dimasukan
kedalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang
kecil.
Keuntungan cara ini adalah air tidak dialirkan pada daerah yang
sudah diairi
d. Border strip method : daerah pengaliran dibagi dalam luasan yang
kecil dengan galengan 10 x 100 m2 sampai 10 x 200m2, kemudian air
dialirkan ke dalam tiap petak melalui pintu-pint
e. Zig-zag method : daerah pengaliran dibagi dalam sejumlah petak
berbentuk jajaran genjang atau persegi panjang, kemuidian tiap petak
dibagi lagi dengan bantuan galengan dan akan mengalir melingkar
sebelum mencapai lubang pengeluaran
f. Bazin method : cara ini biasa dipakai diperkebunan buah-buahan
dengan cara tiap bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air
dimasukkan kedalamnya melalui selokan lapangan seperti pada check
fliiding.
g. Furrow method : cara ini digunakan pada pada perkebunan bawang
dan kentang serta buah-buahan lainnya yaitu air alirkan melalui lembah
di antara gundukan tempat tanaman tersebut ditanam.
2. Pemberian Air Melalui Bawah Permukaan Tanah atau Resapan
a. Peresapan dengan sistem terbuka.
Pada sistem ini, air dialirkan pada saluran-saluran yang telah
mengelilingi suatu petak sawah, sehingga air dapat meresap ke kiri
dan ke kanan. Umumnya diberikan di bawah zone perakaran dan di
atas muka air tanah. Dengan adanya daya kapiler, maka air dapat
naik ke atas sehingga air dapat diserap dan dimanfaatkan oleh
tanaman.
b. Peresapan dengan saluran tertutup.
Pada sistem ini, air dialirkan pada pipa porous yang dimasukkan ke
dalam tanah sehingga air dapat diserap dan dapat meresap ke
tanah disekitarnya. Cara ini jarang digunakan karena pipa porous
yang digunakan harus di tahan terhadap air (tidak cepat lapuk) dan
juga pemasangannya mahal.
3. Pemberian Air dengan Penyiraman
Pemberian air dengan cara pancaran. Ialah dengan cara air
dipancarkan ke udara dengan menggunakan pipa berporasi atau alat
pancar yang bisa berputar untuk memperoleh pemerataan, sehingga air
jatuh di atas tanaman yang menyerupai hujan.
Cara ini sering disebut sprinkler irrigation.

4. Pemberian Air denagan Cara Tetesan


Pemberian air dengan cara tetesan adalah pemberian air dengan cara
ini yaitu air dialirkan dengan menggunakan pipa-pipa yang pada tempat
tertentu diberi perlengkapan jalur keluarnya air (lubang-lubang). Lubang
tersebut diletakkan sedikit di atas tanah tetapi tidak terlalu tinggi,
sehingga air dapat menetes terus-menerus,
Cara ini biasa disebut trickle irrigation.
Pertemuan III

Pokok Bahasan
Kebutuhan Air Irigasi

Sub Pokok Bahasan

1. Beberapa Pengertian
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman
3. Kebutuhan air tanaman
KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Beberapa Pengertian

● Kebutuhan air irigasi adalah volume air yang diperlukan untuk


memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air
untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh
alam melalui hujan dan kntribusi air tanah
● Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor :

a. Penyiapan lahan
b. Penggunaan konsumtif
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif
● Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha
● Kebutuhan air belum termasuk di jaringan tersie dan utama
● Efisiensi dihitung dalam kebutuhan pengambilan air irigasi
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Irigasi

1. Topografi
Keadaan topografi mempengaruhi kebutuhan air tanaman :
Lahan yang miring membutuhkan air yang lebih banyak dari pada lahan
yang datar karena air akan cepat mengalir menjadi aliran permukaan
(run-off) dan sedikit yang mengalami infiltrasi artinya kehilangan air lebih
banyak di lahan miring)

2. Hidrologi
● Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air tanaman :
● Makin banyak curah hujan, makin sedikit kebutuhan air tanaman
dikarenakan hujan efektif akan lebih besar membasahi tanaman
3. Klimatologi
● Keadaan cuaca adalah salah satu syarat penting untuk pengelolaan pertanian
karena tanaman tanaman tidak dapat bertahan dalam keadaan buruk
● Dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya, maka
dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode yang tepat
dan sesuai dengan keadaan tanah
● Cuaca dapat digunakan untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan
evapotranspirasi ( sangat bergantung pada jumlah jam penyinaran matahari
dan radiasi matahari)
● Untuk penentuan tahun / periode dasar bagi rancangan irigasi harus
dikumpulkan data curah hujan dengan jangka waktu sepanjang mungkin
● Selain data curah hujan diperlukan pula penyelidikan evaporasi, kecepatan
angin, arah angin, suhu udara, jumlah jam penyinaran matahari, dan
kelembaban
4. Tekstur Tanah
● Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan tanah tempat
untuk tumbuh
● Tanah yang baik untuk usaha pertanian adalah tanah yang mudah
dikerjakan dan bersifat produktif serta subur.
● Tanah yang baik memberi kesempatan pada akar tanaman untuk
tumbuh dengan muda, menjamin sirkulasi air dan udara, baik pada
zona perakaran dan secara relatif memiliki persediaan hara serta
kelembaban tanah yang cukup
● Kelembaban tanah perlu dipelihara, air yang diberikan tidak boleh
berlebihan
● Pemberian air harus sesuai dengan kebutuhan dan sifat tanah serta
tanaman
● Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi untuk tanaman
adalah sebagai berikut :
1. Jenis tanaman
Jenis tanaman sangat menentukan jumlah kebutuhan airnya, misalnya
tanaman padi, membutuhkan lebih banyak air dibandingkan tanaman lainnya
seperti palawija.
2. Jenis Tanah
Jenis Tanah sangat mempengaruhi pemakaian air bagi tumbuhan , misal
tanah berpasir pasti berbeda dengan jenis tanah lempung atau lumpur.
3. Kehilangan Air
Maksud dari kehilangan air disini adalah saluran kadang kadang bisa menjadi
besar dari perkiraan dari perhitungan karena adanya kebocoran bukan hanya
penguapan.
4. Pemakaian Air
Adapun cara pemakaian sangat mempengaruhi kebutuhan air,sehingga dalam
hal cara pemakaian air, harus dipilih agar cara yang dilakukan hemat.
● Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi (NFR) didekati dengan metode Water Balance dengan
parameter :
1. Kebutuhan air untuk tanaman (ETc)
2. Kebutuhan air akibat perkolasi dan rembesan (P)
3. Kebutuhan air untuk pergantian lapisan air (WLR)
4. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PL)
5. Curah hujan efektif (Ref)
6. Kebutuhan air bersih di sawah untuk padi : NFR = Etc + P – Re + WLR
7. Kebutuhan air bersih untuk palawija : NFR = Etc + P – Re
8. Kebutuhan bersih air dipintu pengambilan ( intake) ( DR )
● Hubungan Kebutuhan Air Irigasi dengan Kebutuhan Air Tanaman
• Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
• Air tersebut dapat berasal dari air hujan maupun air irigasi.
• Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk
dan dialirkan melalui system jaringan irigasi, guna menjaga
keseimbangan jumlah air di sawah.
• Keseimbangan air yang masuk dan keluar dari suatu lahan digambarkan seperti
berikut :

Air Hujan Air Bagi


(R) Tanaman
(ET)

Lahan
Air Irigasi
Pertanian
(IR)

Air bagi Air mrembes


Pengolahan Perkolasi dn
tanah Infiltrasi
(Pd) (P & I)
● Agar terjadi keseimbangan air di suatu lahan pertanian maka :

Air utk Air utk


Kebutuhan Jumlah air kebutuhan pengolahan Air yang
air irigasi hujan tanaman tanah merembes
(IR) (R) (ET) (Pd) (P&I)

○ Dirumuskan sebagai : IR = ( ET + Pd + P& I) - R


○ Jika tidak ada hujan R = 0, maka jumlah air irigasi IR = (ET + Pd ) - R
Kebutuhan Air Tanaman

● Kebutuhan air suatu tanaman didefinisikan sebagai :


“jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui
evapotranspirasi ( ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada
sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai
kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi
produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu

● Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi, transpirasi yang


kemudian dihitung sebagai evapotranspira

1. Evaporasi
○ Evaporasi adalah perubahan air dari bentuk cair ke bantuk gas dan
menguap dari permukaan tanah, air atau daun tanaman ke udara
○ Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lamanya penyinaran matahari, udara
yang bertiup (angin), kelembaban udara
○ Beberapa metode untuk menghitung besarnya evaporasi, diantaranya
adalah metode Penman

Rumus evaporasi Metode Penman : Eo = 0,35 (Pa - Pu) (1 + U2/ 100)

Dimana :
Eo = Penguapan /evaporasi ( mm/hari )
Pa = Tekana uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mmHg)
Pu = Tekanan uap sebenarnya (mmHg)
U2 = Kecepatan angin pad ketinggian 2m (mile/hari), sehingga untuk
mendapatkaan bentuk U2 dalam m/det harus dikali dengan 24 x 60
x 60 x 1600
Contoh soal :
Diketahui : suhu bola kering 30⁰C, suhu bola basah 26⁰C dan kecepatan
angin 1m/det ,
Ditanyakan : Berapa besar evaporasi yang terjadi
Penyelesaian :
Evaporasi dihitung dengan rumus : Eo = 0,35 (Pa - Pu) (1 + U2/ 100)
○ Pa = tekanan uap jenuh pada suhu 30⁰C = 31, 86 mmHg (Tabel 1)
○ Selisih suhu bola kering dan bola basah : 30⁰C - 26⁰C = 4,0 maka dari Tabel 2
diperoleh Kelembaban trelatif = 68% ,
○ Pu = tekanan uap = 31,86 mmHg x 68% = 21,65 mmHg
○ U2 = Tekanan angin 1m/det = 1m/det x 24jam x 60 menit x 60 det = 86400m/hr
= 58 mile/hari
○ Evaporasi Eo = 0,35 (31,86-21,65)(1 + 58/100) = 4 mm/hari

Tabel 1. Tekanan Uap Jenuh

0⁰C P (mm/Hg)

20 17,55
30 31,86
40 55,40
Tabel tekanan uap jenuh
0⁰C P(mm/Hg)
- 60 0,008
- 40 0,096
-20 0,783
-10 1,964
- 1 4,220
-0(air+es+uap) 4,580
10 9,210
20 17,55
30 31,86
40 55,40
50 92,60
60 149,60
80 355,40
100 760,0(1atm)
110 1,074
125 1,740
200 11,650
250 29,770
300 64,300
350 123,710
Tabel 2. Kelembaban

Pembacaan Selisih antara suhu bola kering dan bola basah


thermometer 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5, 6,0 6,5 7,0

Derajat Centigrd (⁰C ) Presentase ( % )

25 100 95 90 86 82 78 74 71 67 64 61 58 56 53 50
26 100 95 91 86 82 78 75 71 68 65 62 59 52 54 51
27 100 95 91 87 83 79 75 72 68 65 62 59 57 54 52

2. Transpirasi
○ Transpirasi adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan tubuh
tanaman dan memasuki atmosfir
○ Laju transpirasi dipengaruhi oleh: intensitas penyinaran matahari, tekanan uap
air diudara, suhu dan kecepatan angin
○ Transpirasi dari tubuh tanaman pada siang hari dapat melampaui evaporasi dari
permukaan air atau permukaan tanah basah, dan sebaliknya pada malam hari
lebih kecil bahkan tidak ada transpirasi
3. Evapotranspirasi
○ Evapotranspirasi Evapotranspirasi sering disebut sebagai kebutuhan konsumtif
tanaman yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal
tanaman dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman
○ Untuk menghitung kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi
dipergunakan persamaan :
ETc = Kc × ETo
Keterangan :
ETc = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
ETo = evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Kc = koefisien konsumtif tanaman
○ Beberapa metode pendugaan evapotranspirasi acuan :
a. Metode Blaney – Cridle
b. Metode Thornthwaite
c. Metode Panci Evaporasi
d. Metode Penman
a. Metode Blaney – Cridle
Metode ini untuk memperkirakan besarnya evapotranspirasi potensial (ETo)
pada awalnya dikembangkan untuk memprakirakan besarnya konsumsi air
irigasi di Amerika Serikat. Dengan persamaan :
ETo = c [P ( 0,46 T + 8)] mm/hari.
Keterangan :
c p T = Koefisien Tanaman Bulanan = Presentase Bulanan jam-jam Hari Terang
dalam Tahun = Suhu Udara (0C)

b. Metode Thornthwaite
Metode ini memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas
untuk berlangsungnya proses ET, dengan asumsi suhu udara berkorelasi
dengan efek radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses ET.
ETo = 1,6 [(10 T/I)]a a = 0,49 + 0,0179 I – 0,0000771 I2 + 0,000000675 I3
Keterangan :
Ti = Suhu Rata-rata Bulanan
(0C) = Indeks Panas Tahunan
c. Metode Panci Evaporasi
○ Teknik pengukuran ET paling sederhana adalah dengan menggunakan Panci
untuk mendapatkan angka indeks potensial evapotranspirasi.
○ Cara perhitungan ini memerlukan satu angka koefisien yang harus dievaluasi
tingkat ketepatannya.
○ Besarnya evapotranspirasi ditentukan dengan menggunakan persamaan :

ETo = Kp × Ep
Keterangan :
Kp = Koefisien Panci
Ep = Evaporasi Panci (mm/hari)
d. Metode Penman
○ Metoda ini dikembangkan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi
potensial (PET)
○ Besarnya evapotransipirasi ditetapkan dengan menggunakan persamaan :

ETo = c (W . Rn + (1 – W) f(u) (ea – ed) )


Keterangan :
C = faktor penyesuaian untuk meniadakan pengaruh kondisi cuaca siang
dan malam
W = Faktor tertimbang yang berhubungan dengan temperatur
Rn = Radiasi netto yang setara dengan evaporasi (mm/hari)
f(u) = suatu fungsi yang berhub ungan dengan angin
(ea – ed) = perbedaan antara tekanan uap jenuh pada rerata temperature udara
dan rerata tekanan uap aktual di udara (mbar).
Soal latihan :
Diketahui : suhu bola kering 30⁰C, suhu bola basah 27⁰C dan kecepatan
angin 1m/det ,
Ditanyakan: Berapa besar evaporasi (Eo) yang terjadi
Pertemuan IV

Pokok Bahasan
Kebutuhan Air Irigasi

Sub Pokok Bahasan


1. Efisiensi Irigasi
2. Pola Tanam dan Sistem Golongan
KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Efisiensi Irigasi

● Efisiensi Irigasi ( EI ) adalah perbandingan antara jumlah air yang nyata


bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan dengan jumlah air yang diberikan
yang dihitung dalam persen (%)

● Air yang diambil dari sumber air (sungai atau waduk) yang dialirkan ke areal
irigasi tidak semua dimanfaatkan oleh tanaman karena terjadi kehilangan air
berupa penguapan disaluran irigasi, rembesan dari saluran atau keperluan lain
(rumah tangga)
● Yang termasuk efisiensi irigasi adalah meliputi efisiensi pengaliran, efisiensi
pemakaian dan efisiensi penyimpanan

1. Efisiensi Pengaliran
○ Efisiensi pengaliran adalah besarnya efisiensi yang ditentukan oleh
kehilangan air yang dialami selama pengaliran sejumlah air yang
dilepaskan dari bengunan sadap ke areal irigasi
○ Besarnya efisiensi pengaliran dihitung berdasarkan persamaan :
EPNG = ( Asa / Adb ) x 100%

dimana :
NPNG = Efisiensi pengairan
Asa = Air yang sampai di irigasi
Adb = Air yang diambil dari bangunan sadap

2. Efisiensi Pemakaian
○ Efisiensi pemakaian adalah perbandingan antara air yang dapat ditahan pada
zone perakaran dalam periode pemberian air, dengan air yang diberikan pada
areal irigasi
○ Besarnya efisiensi pemakaian dihitung berdasarkan persamaan :

EMPK = (Adzp/Asa) x 100%


dimana :
EMPK = Efisiensi pengairan
Asa = Air yang sampai di irigasi
Adzp = Air yang dapat ditahan pada zone perakaran
3. Efisiensi Penyimpanan
○ Apabila keadaan sangat kekurangan jumlah air yang dibutuhkan untuk mengisi
lengas tanah pada zone pengakaran adalah Adk, maka efisiensi pengakaran
adalah :
EPNY = (Adk/Asp) x 100%
dimana :
EPNY = Efisiensi penyimpanan
Asp = Air yang tersimpan
Adk = Air yang diberikan

○ Nilai efisiensi dapat pula terjadi pada saluran primer, bangunan bagi, saluran
sekunder dsb.
○ Pada prinsipnya Nilai efisiensi EF = [( Adbk – Ahl)/Adbk] x 100%

dimana :
EF = Efisiensi
Adbk = Air yang diberikan
Ahl = Air yang hilang
Pola Tanam dan Sistem Golongan

1. Pola Tanam

○ Pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan
dalam satu tahun,
○ Pola tanam ni diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara
optimal untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan menghindari resiko
kegagalan.
○ Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang
sepernuhnya tergantung dari hujan sehinga pemilihan jenis / varietas yang
ditamanpun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun
curah hujan.
○ Pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam
polikultur.
a. Pola tanam monokultur adalah pola tanam dengan menanam tanaman
sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja
b. Pola tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis
tanaman pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan
menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.

○ Untuk itu penentuan pola tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan
○ Contoh Pola tanam yang dapat dibakai adalah seperti pada Tabel 3

Tabel 3. Pola Tanam

Ketersediaan air untuk j aringan irigasi Pola Tanam dalam satu tahun

1. Tersedia air cukup banyak Padi - Padi - Palawija

2. Tersedia air dalam jumlah cukup Padi - Padi - Kosong


Padi - Padi - Palawija

3. Daerah yang cenderung kekurangan air Padi - Padi - Kosong


Palawija - Padi - Kosong
2. Sistem Golongan

● Sumber air tidak selalu dapat mnyediakan air irigasi yang dibutuhkan,
shingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik
● Kebutuhan air tertinggi dalam petak tersier adalah Qmax yang didapat
sewaktu merencanakan seluruh sistem irigasi
● Pada saat air tidak memenuhi kebuituhan air tanaman dengan pengaliran
menerus, maka pemberian air tanaman diberikan secara bergilir
● Dalam musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis, maka
pemberian air tanaman akan diberikan/dprioritaskan kepada tanaman yang
telah direncanakan
● Dalam pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam tidak serentak,
tetapi bergilir menurut jadwal yang ditentukan dengan maksud aga supaya
penggunaan air lebih efisien
● Sawah dibagi menjadi golongan-golongan, dan saat permulaan pekerjaan
sawah bergili menurut golongan masing-masing
● Keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem giliran :
- berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal
waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan)

● Hal-hal yang tidak menguntungkan dari sistem giliran :


- timbulnya komplikasi sosial
- eksploitasi lebih rumit
- kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih timggi
- jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih
sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua
- siklus/gangguan serangga, pemakaian insektisida

● Contoh Soal
Petak tersier seluas 135,65 ha terdiri dari 3 petak sub tersier dengan
masing-masing luas sbb :
● Contoh Soal

Petak tersier seluas 135,65 ha terdiri dari 3 petak sub tersier dengan masing -
masing luas dan kebutuhan air sbb :
- Sub tersier a luas 53,10 ha dengan kebutuhan air 2,84 lt/det/ha
- Sub tersier b luas 47,55 ha dengan kebutuhan air 2,95 lt/det/ha
- Sub tersier c luas 35,00 ha dengan kebutuhan air 3,26 lt/det/ha

A. Perhitungan Debit Rencana

Pemberian air secara terus menerus dapat dilakukan selama Q > 65 Qmaks
Bila Q < 65 Qmaks maka pemberian air dilakukan secara bergiliran.

a. Pemberian air bila Q = 100% Qmaks.


Petak a luas 53,10 ha dapat air = 53,10 x 2,84 lt/det = 150,80 lt/det
Petak b luas 47,55 ha dapat air = 47,55 x 2,95 lt/det = 140,27 lt/det
Petak c luas 35,00 ha dapat air = 35,00 x 3,26 lt/det = 114,10 lt/det
Jumlah Qmaks. = 405,17 lt/det
b. Pemberian air bila Q = 65% Qmaks maka,Q = 65/100 x 405,17 = 263,36lt/det.

Perhitungan Q berdasarkan pada pemberian air giliran sub tersier I


Periode I : sub tersier a dan b diairi
Luas a + b = 53,10 + 47,55 = 100,65 ha maka :
sub tersier a = 53,10/100,65 x 263,36 lt/det = 138,94 lt/det
sub tersier b = 47,55/100,65 x 263,36 lt/det = 124,42 lt/det

Periode I I : sub tersier a dan c diairi


Luas a + c = 53,10 + 35,00 = 88,10 ha maka :
sub tersier a = 53,10 / 88,10 x 263,36 lt/det = 158,73 lt/det
sub tersier c = 35,00 / 88,10 x 263,36 lt/det = 104,63 lt/det
Periode III : sub tersier b dan c diairi
Luas b + c = 47,55 + 35,00 = 82,55 ha maka :
sub tersier b = 47,55 / 82,55 x 263,36 lt/det = 151,70 lt/det
sub tersier c = 35,00 / 82,55 x 263,36 lt/det = 111,66 lt/det
c. Pemberian air bila Q = 65% Qmaks maka,Q = 65/100 x 405,17 = 263,36lt/det.
c. Pemberian air bila Q = 30% Qmaks maka,Q = 35/100 x 405,17 = 121,55 lt/det.

Air sebanyak 121 lt/det tidak dapat diberikan secara porporsional dalam waktu
bersamaan dan dipakai hanya untuk mengairi satu petak sawah tersier secara
bergiliran

d. Hasil hitungan diatas dihimpun dalam satu tabel sbb :

Petak Luas Q ( lt/det ) Q Rencana


Sub tersier ( ha ) 100% 65% 35% ( lt/det )
a 53,10 150,80 158,73 121,55 158,73
b 47,55 140,27 151,70 121,55 151,70
c 35,00 114,10 111,66 121,55 121,55
Jumlah 135,65 405,17 263,36 121,55

Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa debit yang terbesar tidak
selalu didapat dari Q = Qmaks, sehingga Q rencana tidak dapat begitu saja
ditemukan dari pembagian debit pada 100% Qmaks
B. Perhitungan Jam Rotasi

● Jangka waktu Rotasi


setiap kali rotasi = 7 hari

● Rotasi I
Semua petak mendapat air secara terus menerus

● Rotasi II
2 golongan dibuka 1 golongan ditutup
A + B = (53,10 + 47,55/(53,10 + 47,55 + 35) x 336/2 = 124 jam = 5 hari 5 jam
B + C = (47,55 + 35,00/(53,10 + 47,55 + 35) x 336/2 = 102 jam = 4 hari 6 jam
A + C = (53,10 + 35,00/(53,10 + 47,55 + 35) x 336/2 = 109 jam = 4 hari 13 jam

● Rotasi III
1 golongan dibuka 2 golongan ditutup
A = 53,10 /(53,10 + 47,55 + 35) x 168/2 = 65 jam = 2 hari 18 jam
B = 47,55 /(53,10 + 47,55 + 35) x 168/2 = 58 jam = 2 hari 11 jam
C = 35,00 /(53,10 + 47,55 + 35) x 168/2 = 43 jam = 1 hari 19 jam
Pemberian air
Rotasi I Rotasi II
terus menerus
Hari Q = 30 – 65% Q = < 35%
Q = 65 – 100%
Jam Petak yang diairi Jam Petak yang diairi Jam Petak yang diairi
Senin 6:00 6:00 6:00
Selasa B
Rabu A+B 17:00
Kamis B
Jumat 12:00
Sabtu 11:00 A
Minggu A+B+C
Senin B+C 6:00
Selasa B
Rabu 17:00 17:00
Kamis C
Jumat A+C 12:00
Sabtu A
Mingg
Senin 6:00 6:00 6:00
Pertemuan V

Pokok Bahasan
Kebutuhan Air Irigasi

Sub Pokok Bahasan


Kebutuhan Air Lahan
KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Kebutuhan Air Lahan
1. Penyiapan Lahan
● Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irgasi pada
suatu proyek irigasi.
● Faktor-faktor yang menentukan besar kebutuhan air untuk penyiapan lahan :
○ Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelasaikan pekerjaan penyiapan lahan
○ Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
● Faktor-faktor yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan :
○ Tersedianya tenaga kerja dan ternak atau traktor untuk menggarap tanah
○ Perpendekan jangka waktu penyelesaian pekerjaan penyiapan lahan agar tersedia
cukup waktu untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua

● Faktor-faktor tersebut diatas saling berkaitan dan kondisi sosial budaya yang ada
didaerah penanaman padai akan mempengaruhi pula lamanya waktu yang diperlukan
untuk penyiapan lahan
● Sebagai pedoman :diambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan
lahan dipetak tersier dan bilamana akan menggunakan peralatan mesin secara luas
maka jangka waktu penyiapan lahan diambil 1 bulan
a. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
● Jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah disawah
● Kebutuhan air untuk penyiapan lahan diperkirakan berdasar rumus :
(Sa – Sb)N.d
PWR = + Pd + Fl …………………………………….(1)
1000
dimana :
PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = porositas tanah dalam (%) pada rata-rata untuk kedalaman tanah
d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Fl = kehilangan air disawah selama 1 hari
● Pada tanah bertekstur berat tanpa retak- retak, kebutuhan air untuk
penyiapan lahan diambil 20mm , termasuk air untuk penjenuhan dan
pengolahan tanah
b. Kebutuhan air selama penyiapan lahan
● Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan, digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zajlstra (1968) yang
didasarkan pada lajur air konstan dalam lt/dt selama penyiapan lahan
dengan rumus :
k k
IR = Me /(e - T) …………………………………(2)
dimana :
IR = kebutuhan air irigasi ditengkat persawahan (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi
disawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P (mm/hari)
Eo = evaporasi yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan lahan (mm/hari)
P = perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50mm (50+
200=250mm)
e = bilangan eksponen : 2,7182
2. Penggunaan Konsumtif (consumtive use)
Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk
proses fotosintetis dari tanaman yang dihitung dengan rumus :
Etc = Kc . Eto ……………………………………………(3)

dimana :
Etc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto = evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Kc = koefisien tanaman

3. Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara
permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh).
Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya
dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara
permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1995).
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah daerah tinjauan yang dipengaruhi
oleh karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan lahannya
Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik laju perkolasi
dapat mencapai 1-3mm/hari
Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan terjadi kehilangan 5
mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.
Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar
antara 1 - 3 mm/hari.
Berdasarkan tekstur tanah lempung berliat dengan permeabilitas sedang, maka laju
perkolasi dapat dipakai berkisar 1 - 3 mm/hari. Dengan perhitungan ini nilai perkolasi
diambil sebesar 2 mm/hari, mengikuti kondisi eksisting di lapangan
Perkolasi yang biasa disebut peresapan kedalam tanah sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan tekstur tanah.
Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari, pada tanah bertekstur
pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung berpasir laju perkolasi
mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah bertekstur lempung laju perkolasi mencapai 2-3
mm/hari, pada tanah lempung berliat mencapai 1-2 mm/hari.
4. Penggantian Lapisan Air (Water Layer Requirment )
● Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan sesuai
kebutuhan.
● Jika tidak ada penjadwalan penggantian dilakukan sebanyak 2 kali
masing-masing 50mm selama 0,5 bulan atau sekali pemberian
100mm selama 1 bulan (atau 3,3mm/hari) atau 2 bulan setelah
transplantasi.

5. Curah Hujan Efektif


Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah
hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun
Re = 0,7 x ½ Rs ( setengah bulanan dengan T = 5 tahun )…………(4)
dimana :
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
Rs = curah hujan minimum dengan periode ulang 5 tahun (mm)
6. Kebutuhan Air Disawah Untuk Petak Tersier
a. Perkiraan banyaknya air untuk irigasi pada petak sawah
● Perkiraan banyak air untuk irigasi didasarkan pada faktor-faktor : janis
tanaman, jenis tanah, cara pemberian air, cara pengolahan tanah,
banyaknya curah hujan, waktu penanaman, iklim, pemeliharaan
saluran/bangunan dan eksploitasi.
● Banyaknya air untuk irigasi pada petak sawah dapat ditentukan dengan
rumus:
Ir = S + Et + P - Re …………………………………(6)
dimana :
Ir = kebutuhan air untuk irigasi
S = kebutuhan air untuk pengolahan tanah atau penggenangan
Et = evapotranspirasi : Crop Consumptive Use
Re = curah hujan efektif
b. Kebutuhan air untuk Padi disawah Petak Tersier
1). Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (Net Field Reqiurement/NFR) dengan
menggunakan rumus :
NFR = Etc + P – Re +WLR…………………………………………..................(7)
NFR = LP- Re………………………………………………………….................(8)
Keterangan :
NFR = Kebutuhan bersih air disawah (l/det/ha)
LP = Kebutuhan air selama pengolahan lahan (mm/hari)
Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
E = Efisiensi Irigasi secara keseluruhan
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
WLR = Penggunaan lapisan air (mm/hari) untuk penggenangan.
2). Kebutuhan air irigasi untuk padi dengan rumus
RWR = NFR / e.............................................................................................(9)
3). Kebutuhan air penyiapan lahan untuk padi rumus (1)
4). Kebutuhan air untuk palawija (Second Crop Water Requirement) (SWR)
SWR = (Etc – Re) / e....................................................................................(10)
5). Kebutuhan air penyiapan lahan untuk palawija
NFR = ETp – Re
Keterangan :
NFR : Kebutuhan air untuk padi atau palawija (mm)
ETp : Evapotranspirasi konsumtif (mm)
Pd : Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm)
P : Kehilangan air akibat perkolasi

c. Kebutuhan air untuk Tanaman Ladang dan Tebu

1). Penyiapan Lahan


Banyaknya air yang dibutuhkan tergantung pada kondisi tanah dan
pola tanaman yang diterapkan
Jumlah air untuk penyiapan lahan dianjurkan 50 - 100mm tanaman
ladang dan 100 – 200mm untuk tebu
2). Penggunaan Konsumtif
● Seperti halnya untuk padi, dianjurkan untuk indeks evapotranspirasi digunakan rumus
evapotranspirasi Penman modifikasi :
ET = Eto x kc
dimana :
ET = evatranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto = evaporasi tetapan/acuan (mm/hari)
kc = koefisien tanaman
● Dalam penjabaran harga-harga koefisien untuk dipakai secara umum di Indonesia
dipakai asumsi sebagai berikut :
a. Evapotranspirasi harian 5 mm
b. Kecepatan angin 0 – 5 m/dt
c. Kelembaban relatif minimum 70 %
d. Frekwensi irigasi/curah hujan per-7hari

3). Perkolasi
● Pada tanaman ladang, perkolasi air kedalam tanah bawah hanya akan terjadi setelah
pemberian air irigasi.
● Dalam mempertimbangkan efisiensi, perkolasi harus dipertimbangkan
4). Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif dapat dihitung dengan rumus yang diperkenalkan
oleh USD Soil Conservation Service.

Contoh perhitungan kebutuhan air


Diketahui :
- Evapotranspirasi pada bulan Oktober = 153,45 mm
- Curah hujan rencana = 187,14 mm
- Pola tanam Padi Dalam – Padi Ganjah
- Awal tanam bulan September
- Koefisien pada bulan kedua = 1,2
- Perkolasi pada bulan kedua = 155 mm
- Pengolahan tanah = 170 mm
Penyelesaian :
- Curah hujan efektif = 0,7 x 187,14 = 131 mm
- Pemakaian konsumtif = 1,2 x 153,45 = 171,86 mm
- Kebutuhan air untuk tanaman = 171,86 + 155 = 326,86 mm
- Kebutuhan air disawah = 326,86 + 170 - 131 = 365,86 mm
- Kebutuhan air disawah (1ha)/hari = 365,86 x 1ha x (10000 x 31 x 24 x 3600)/100
= 1,37lt/ dt/ha
Pertemuan VI

Pokok Bahasan
Sistem Jaringan Irigasi

Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian Umum
2. Petak Irigasi
3. Saluran irigasi
SISTEM JARINGAN IRIGASI
Pengertian Umum

● Sistem jaringan irigasi adalah satu kesatuan bangunan dan saluran yang
dipergunakan untuk mengatur jalannya air irigasi, dimulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian, pemberian hingga pemanfaatannya.
● Secara umum jaringan irigasi di bagi jadi jaringan utama, sekunder dan tersier.
● Dalam suatu sistem jaringan irigasi dibedakan 4 (empat) unsur fungsional pokok
yaitu :
- Bangunan utama ( head works) dimana air diambil dari sumbernya (sungai atau
waduk
- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air kepetak-petak tersier
- Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif : air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air
ditampung di dalam suatu sistem pembuangan dalam petak tersier.
- Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan
air ke sungai atau saluran-saluran alam.
Petak Irigasi
● Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi dari satu jaringan
irigasi yang sama
● Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu peta
yang disebut peta petak dilengkapi garis-garis kontur dengan skala 1:2500
● Peta petak memperlihatkan :
- Bangunan-bangunan utama
- Jaringan dan trase saluran irigasi
- Petak-petak primer, sekunder dan tersier
- Lokasi bangunan
- Batas-batas daerah irigasi
- Jaringan dan trase jalan
- Daerah-daerah yang tidak diairi (misal : desa-desa)
- Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (misal : tanah jelek, terlalu tinggi)
● Petak irigasi umumnya terbagi atas 3(tiga) agian yaitu petak primer, petak
sekunder dan petak tersier
1. Petak Primer
● Petak primer dilayani oleh saluran primer yang mengambil airnya langsung
dari sumber air (biasanya sungai)
● Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer

2. Petak Sekunder
● Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder.
● Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder
● Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi
yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang.
● Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah.
● Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi
saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya.
3. Petak Tersier
● Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier.
● Petak tersier harus terletak berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau
saluran primer, terkecuali bila petak-petak tersier tidak secara langsung terletak
disepanjang jaringan saluran irigasi utama
● Petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas misal : parit, jalan, batas desa
● Pada petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi
tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bimbingan pemerintah.
● Petak tersier yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi
tidak efisien.
● Untuk menentukan layout, perlu dipertimbangkan aspek-aspek berikut :
- Luas petak tersier
- Batas-batas petak tersier
- Bentuk petak tersier yang optimal
- Kondisi medan
a. Petak Tersier Yang Ideal
● Petak tersier dikatan ideal jika masing-masing pemilik sawah memiliki
pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke
jaringan pembuang, serta dapat mengangkut hasil pertanian dan
peralatan mesin atau ternak mereka ke dan dari sawah melalui jalan
petani yang ada.
● Untuk mencapai pola pemilikan sawah yangt ideal di dalam petak
tersier, petani harus dapat membentuk petak-petak sawah mereka
dengan cara saling menukar bagian-bagian tertentu dari sawah
mereka atau dengan cara- cara lain (seperti Gambar 4.1)

b. Ukuran dan Bentuk Petek Tersier


1) Ukuran dan bentuk petak tersier tergantung pada besarnya biaya
pelaksanaan jaringan irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya
eksploitasi dan pemeliharaan jaringan, dengan demikian maka :
- Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50 - 100 ha dan dapat ditambah
sampai maksimum150 ha bila keadaan topografi memungkinkanatau
mengharuskan demikian
- Bentuk optimal suatu petak tersier tergantung pada biaya minimum
pembuatan saluran, jalan dan box bagi karena semua petak kuarter diberi air
dari satu saluran tersier
- Bentuk optimal suatu petak tersier adalah bujur sangkar, karena akan sulit
pembagian air pada petak yang berbentuk persegi panjang
2) Petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi akan menjadi lebih tinggi karena :
- Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air
- Saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih sedikit
- Lebih sedikit petani yang terlibat sehinnga kerja sama mudah/baik
- Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman
- Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa
4. Petak Kuarter
a. Ukuran dan bentuk petak kuarter bergatung pada :
- ukuran sawah,
- keadaan topografi,
- tingkat teknologi yang dipakai,
- kebiasaan bercocok tanam,
- biaya pelaksanaan,
- sistem pembagian air dan efisiensi
b. Ukuran petak kuarter adalah 8-15 ha
- lebar petak bergantung pada cara pembagian air, di derah datar atau
bergelombang petak kuarter harus dapat membagi air ke dua sisi
- lebar maksimum petak kuarter dibatasi sampai dengan 400m2 (2 x 20m)
- pada tanah terjal dimana saluran kuarter mengalirkan air ke satu sisi saja,
maka lebar maksimum diambil 300m
- Panjang maksimum petak tersier ditentukan oleh panjang saluran kiuarter
yang diizinkan (500m)
5. Pengembangan petak tersier dan kuarter
Kriteria pengembangan petak tersier dan kuarter adalah :
- Ukuran petak tersier ……………………………………………………. ………….. 50 -100 ha
- Ukuran petak kuarter ………………………………………… ............... ………. …. 8 – 15 ha
- Panjang saluran tersier ……………………………………….................................... ˂ 1500 m
- Panjang saluran kuarter …………………………………………………. ………......... ˂ 500 m
- Jarak antara saluran dan pembuang ………………………….................................. ˂ 300 m

6. Batas Petak
Batas-batas petak tersier dan kuarter didasarkan pada kondisi topografi karena itu maka :
- Diatur sedemikian rupa sehingga 1 petak tersier terletrak dalam 1 daerah administrasi
desa agar E & P jaringan lebih baik.
- Jika ada 2 desa di petak tersier yang sangat luas, maka dianjurkan agar membagi petak
tersier tsb. menjadi 2 petak sub tersier yang berdampingan sesuai dengan daerah
masing-masing
- Batas petak kuarter adalah berupa saluran irigasi pembuang kuarter yang memotong
kemiringan medan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier atau primer
yang mengikuti kemiringan medan
- Jika memungkinkan batas-batas petak bertepatan dengan batas-batas milik
Saluran tersier
40m

40m

Jalan petani
Saluran kuarter

Pembuang kuarter

100m 100m

Gambar 4.1 Petak Tersier yang deal


Gambar 4.2 Bentuk optimal petak tersier
6. Kondisi Medan
Type-type medan dapat diklasifikasikan sbb :

Type Medan Kemiringan (%)

Medan terjal ˃ 2
Medan bergelombang 0,25 – 2
Medan berombak 0,25 – 2,
pada umumnya kurang dari 1 dan
ditempat tertentu mungkin lebih besar
Medan sangat datar ˂ 0,25

a. Layout pada Medan Terjal


● Pada medan terjal dengan tanah hanya mengandung lempung sangat
rawan terhadap bahaya erosi oleh aliran air yang tidak terkendali akibat
dari kecepatan air pada saluran tanpa pasangan lebih besar dari batas
yang di izinkan
● 2(dua) skema layout yang cocok untuk keadaan medan terjal ditunjukan pada
gambar 4.3 dan 4.4.
- Gambar 4.3 memperlihatkan situasi dimana sepasang saluran tersier
mengambil air dari saluran primer dikedua sisi saluran sekunder.
- Gambar 4.4 menunjukkan situasi umum lainnya dengan suatu bangunan
sadap tersier saja
- Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dari box bagi pertama dan
biasanya diberi pasangan
- Pada gambar 4.3 saluran tersier paralel dengan saluran secunder pada
satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter melalui box bagi disisi
lainnya.
- Pada gambar 4.4 saluran tersier dapat memberikan airnya ke saluran
kuarter kedua sisi
- Pada medan yang sangat curam, sebaiknya dipakai flume (belon tulang)
Gambar 4.3 Skema layout petak tersier pada medan terjal (1)
Gambar 4.4 Skema layout petak tersier pada medan terjal (2)
b. Layout pada MedanAgak Terjal
● Pada medan agak terjal kebanyakan petak tersier mengambil airnya sejajar
dengan saluran sekunder yang akan merupakan batas petak terswier di satu
sisi dan batas untuk sisi yang lainnya adalah pembuang primer.
● Jika batas-batas jalan atau desa tidak ada, batas atas dan bawah akan
ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang.
● Gbr 4.5 dan 4.6 menggambarkan 2 skema layout ; Gbr. 4.5 untuk petak yang
lebih kecil 500m serupa dengan Gbr 4.3 kecuali saluran irigasi dan saluran
pembuang dibuat terpisah
● Jika ada batas-batas blok terpisah dari 500mm, maka harus ada saluran
kuarter garis tinggi yang kedua
● Gambar 4.6 menunjukan bahwa salah satu dari sistem ini mencakup saluran
tersier kedua mengikuti kemiringan medan
Gambar 4.5 Skema layout petak tersier pada medan agak terjal (1)
Gambar 4.6 Skema layout petak tersier di daerah terjal (2)
c. Layout pada Medan Bergelombang
● Jika keadaan medan tidak teratur, maka tidak mungkin untuk memberikan
skema layout, untuk itu maka hendaknya diatur trase saluran tersier pada kaki
bukit dan memberikan air dari salah satu sisi saluran kuarter yang mengalir
paralel atau dari kedua sisi saluran kuarter yang mungkin kearah bawah
punggung medan (Gambar 4.7)
● Saluran pembuang yang pada umumnya berupa saluran pembuang alam dan
letaknya lcukup jauh dari saluran irigasi, biasanya akan melengkapi sistim
punggung medan dan sisi medan.
● Situasi dimana saluran irigasi harus melintasi saluran pembuang sebaiknya
dihindari
● Jalan inspeksi akan mengikuti saluran tersier dan juga berarti mengikuti
punggung medan
● Sebaiknya dibuat jalan petani dimana perlu, sehingga tidak ada titik yang
jauhnya 350 m dari jalan
Gambar 4.7 Skema layout petak tersier di daerah datar bergelombang
d. Layout pada Medan Datar/berrawa-rawa
● Potensi pertanian pada tanah dataran rawa-rawa sering dihambat oleh sistem
pembuangan yang jelek dan air yang tergenang terus-menerus sehinngga merusak
kesuburan tanah.
● Untuk medan datar/rawa-rawa sebelum tanahnya dibuat produktif, harus dibuat sistem
pembuangan yang efisien terlebih dahulu dan layoutnya direncanakan secara
bersamaan dengan saluran pembawa karena keduanya saling melengkapi
● Sistem yang paling baik adalah type tulang ikan (fish bone type) Gambar 4.8 atau
sistem yang mengikuti gelombang bagian bawah kemudian posisi saluran dapat
ditentukan
● Pada medan yang diperlukan saluran pembuang sub kuarter yang sebaiknya berpola
tulang ikan dan dikerjakan oleh petani
● Selanjutnya layout saluran digabungkan pada jaringan pembuang (skema layout
ditunjukkan pada pada Gbr. 4.3), saluran kuarter dapat memberikan air dari kedua
sisinya yang panjangnya sama dengan saluran pembuang kuarter
● Lebar maksimum petak kuarter dapat mencapai 400m
● Kesulitan yang dialami pada dalam memberikan air dari sawah ke sawah pada tanah
datar dapat dikurangi dengan membuat saluran cacing tegak lurus saluran kuarter.
Gambar 4.8 Skema layout petak tersier di daerah datar berawa-rawa
Saluran Irigasi
1. Jaringan Saluran Irigasi
● Jaringan saluran irigasi adalah saluran bangunan, dan bangunan pelengkap yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi
● Secara hirarki jaringan saluran irigasi dibagi menjadi jaringan saluran irigasi utama dan
jaringan saluran irigasi tersier, serta jaringan saluran pembuang utama dan jarinagan
saluran pembuang tersier

a. Jaringan saluran irigasi utama


○ Saluran irigasi primer membawa air dari jaringan utama kesaluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi.
○ Batas akhir saluran irigasi primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir ( lihat
gambar 4.9 )
○ Jaringan saluran irigasi primer menerima air irigasi yang dibawah oleh saluran oleh
saluran pembawa dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada
bangunan utama)
b. Jaringan saluran irigasi Tersier
○ Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier kemudian ke saluran kuarter
○ Batas ujung saluran tersier adalah box bagi kuarter yang terakhir.
○ Saluran kuarter mambawa air dari box bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah

c. Jaringan saluran Pembuang Utama


○ Saluran pembuang utama mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder keluar daerah irigasi
○ Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alam yang
mengalirkan kelebihan air kesungai, anak sungai atau ke laut
○ Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang
alam dan keluar daerah irigasi
b. Jaringan saluran pembuang Tersier
Saluran pembuang tersier membawa terlatak di antara petak-petak tersier
yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air
baik dari pembuang kuarter maupun sawah-sawah dan dibuang ke dalam
jaringan pembuang sekunder

2. Dimensi Saluran Irigasi


○ Untuk dapat mengalirkan air irigasi yang aman dan ekonomis, saluran
pembawa berbentuk trapesium yang paling umum dipakai
○ Jenis saluran yang dipakai pada umumnya saluran tanah karena biayanya
jauh lebih murah dibanding dengan saluran pasangan
○ Kemiringan saluran sangat menentukan ukuran serta jenis saluran yang akan
dipakai agar suatu saluran dapat mengalirkan air dengan aman dan efisien,
○ Dalam merencanakan kemiringan saluran digunakan asumsi-asumsi yang
berkaitan dengan parameter perhitungan sebagaimana pada Tabel 4.1
berikut :
Tabel 4.1 Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran

Q ( m³/det) m n k
0,15 – 0,30 1,0 1,0 35
0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35
0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35
0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35
1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40
1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40
3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40
4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40
5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5
6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5
7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5
9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5
10,00 – 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45
11,00 – 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45
15,00 – 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45
25,00 – 40,00 2,0 6,5 – 9,6 45

Keterangan : m = kemiringan talud


n = perbandingan lebar dasar saluran dan kedalaman air
k = koefisien kekasaran Strickler
● Dengan berdasarkan informasi parameter perhitungan kemiringan saluran dimensi
saluran dapat dihitung dengan cara sbb :
a. Hitung kecepatan pengaliran dengan menggunakan rumus Strickler
2/3 1/2
V = k. R . I

Dimana : V = kecepatan pengaliran (m/det)


k = koefisien kekasaran Srickler
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan dasar saluran (rencana)
m = kemiringan talud

c. Hitung jari-jari hidrolis dengan rumus R = P/A

Dimana : R = jari-jari hidrolis ( m )


P = keliling basah = b + 2h √ 1 + m²
A = luas penampang saluran (m²)
h = tinggi air disaluran
b = lebar dasar saluran ( m )
c. Hitung debit rencana dengan rumus Q = V . A

dimana : Q = debit rencana (m³/det)


A = luas penampang saluran (m² )= bh + mh² = h²(n + m)
h = tinggi air (m)
m = kemiringan talud
n = b/h

d. Menentukan dimensi saluran


○ Untuk mendapatkan dimensi saluran yang dapat menampung debit rencana,
maka dari rumus Q = V . A , dihitung h dan b dengan cara coba-coba ( trial
and error )

○ Perbandingan antara b dan h, kecepatan air dan kemiringan talud tergantung


dari debit sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.1 Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran

Q (m ³/det) b/h V (m/det) m


0,00 - 0,15 1,0 0,25 – 0,30 1,0 : 1,0
0,15 - 0,30 1,0 0,30 – 0,35 1,0 : 1,0
0,30 - 0,40 1,5 0,35 – 0,40 1,0 : 1,0
0,40 - 0,50 1,5 0,40 – 0,45 1,0 : 1,0
0,50 - 0,75 2,0 0,45 – 0,50 1,0 : 1,0
0,75 - 1,50 2,0 0,50 – 0,55 1,0 : 1,0
1,50 - 3,00 2,5 0,55 – 0,60 1,0 : 1,5
3,00 - 4,50 3,0 0,60 – 0,65 1,0 : 1,5
4,50 - 6,00 3,5 0,65 – 0,70 1,0 : 1,5
6,00 - 7,50 4,0 0,70 1,0 : 1,5
7,50 - 9,00 4,5 0,70 1,0 : 1,5
9,00 - 11,00 5,0 0,70 1,0 : 1,5
11,00 - 15,00 6,0 0,70 1,0 : 1,5
15,00 - 25,00 8,0 0,70 1,0 : 2,0
25,00 - 40,00 10,0 0,75 1,0 : 2,0
40,00 - 80,00 12,0 0,80 1,0 : 2,0
○ Untuk keperluan irigasi dipakai :
- Kecepatan minimum (V) = 0,25 m/det
- Lebar dasar minimal (b) = 0,30 m
- Tinggi jagaan (F), tergantung dari debit Q ( dilihat tabel 4.2 )

Tabel 4.2 Hubungan Q dan F (tinggi jagaan)


Q (m ³/det) F
0,00 - 0,30 0,30
0,30 - 0,50 0,40
0,50 - 1,50 0,50
1,50 - 15,00 0,60
15,00 - 25,00 0,75
> 25 1,00

○ Lebar tanggul (w) tergantung dari jenis saluran seperti pada tabel dibawah
Saluran W

Tersier dan kuarter 0,50


Sekunder 1,00
Induk 2,00
Cara Perhitungan :
○ Andaikan kedalaman air h = ho
○ Hitunglah kecepatan yang sesuai (Vo)
○ Hitunglah penampang basah yang diperlukan (Ao) = Q/Vo
○ Dengan Ao hitunglah kedalaman air yang baru (h1)
○ Bandingkan h1 dan ho :
Jika h1 - ho < 0,005 maka h1 = h rencana
Jika h1 - ho > 0,005 maka ambil h1 sebagai kedalaman air
andaian yang baru dan hitunglah kembali prosuder tersebut sampai
diperoleh h1 – ho < 0,005
Contoh soal perhitungan dimensi saluran Utama

Sebuah saluran utama debit rencana :


Q renc. = A x V
= 27.88 ha x 1.34 l/dt/ha
= 37.39 lt/dt
= 0.037 m3/dt

Direncanakan saluran pasangan


k = 60
b = 0,60 m
m = 0 (Saluran Segiempat)
I = 0,00050
Dengan cara coba-coba ( trial and error) maka didapat h = 0,19 m

Luas Penampang basah ( A )


A = (b + mh ) h
A = (0,60 + 0 x 0,19) x 0,19
= 0,12 m²
Keliling Basah ( P )
P = b + 2h √(1+m²)
P = 0.60 + 2 x 0.19 √ (1 + 0²)
= 0.99 m
Jari-jari hidrolis( R )
R = A/P = 0,12 m
Kecepatan air ( V )
V = 60 x 0,12⅔ x 0,00050½
= 0,32 m/dt
Jadi dimensi defenitif saluran
b = 0,60 m
h = 0,19 m
I = 0,00050
m=0m
W pas = 0,20 m
W tanggul = 0,40 m
Dengan : A = 27.88 Ha ; Q = 0,037 m3/dt ; V = 0,320 m/dt ; k = 60
Contoh soal perhitungan dimensi saluran tersier

Diketahui :
A = 27.00 Ha
Q = 27.00 x 1.20 = 32.4 l/dt = 0.0324 m3/det

Diminta : Menghitung dimensi saluran tersier

Perhitungan :
b = 0.35 m (ditetapkan)
m=0
k = 60
n = 1.00 b / h = 1.00
h = 0.35 m
A = ( 0.35 + 0 x 0.35 ) 0.35 = 0.1225 m2
P = 0.35 + 2 x 0.35 √ (1 + 02) = 1.050 m
V = Q/A = 0,0324/0,1225 = 0,264 m/dt
R = A/P = 0,1225/1,050 = 0,116 m, R⅔ = 0,238
2
I = V
k . R⅔
= ( 0,264
) = 0,000341
60 . 0,238

Kesimpulan :
A = 27.00 Ha.
Q = 0.032 m3/det
b = 0.35 m
h = 0.35 m
n =1
m =0
k = 60
3. Standar Perencanaan Saluran
● Standar perencanaan yang digunakan dalam merencanakan saluran irigasi
adalah :
○ Standar irigasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengairan
Kementerian Pekerjaan Umum, dalam buku Pedoman Kriteria
Perencanaan Teknis Irigasi, edisi Agustus 1980.
○ Selain dari pada itu juga digunakan kriteria dari sumber-sumber lain yang
terdapat dalam literaturliteratur.
● Kriteria perencanaan untuk saluran primer, skunder, tersier dan kuarter
berdasarkan buku standar diatas.
a. Saluran Primer dan Sekunder
(1) Bentuk Penampang
○ Bentuk penampang saluran umumnya direncanakan sebagai saluran
terbuka (open channel) yang berbentuk trapesium, tanpa lapisan
pelindung
○ Bentuk penampang melintang saluran dipilih sebagai berikut.
○ Daerah timbunan
W 2 mH + B W Wr

fb
1 h
m H
B
Gambar 1. Bentuk penampang saluran di daerah timbunan

○ Daerah galian
2 mH + B Wr
Keterangan:
fb B = lebar dasar saluran, m.
H
1 h H = tinggi air, m.
m fb = tinggi jagaan (freeboard), m.

B H = tinggi total saluran, m.


m = perbandingan sudut dalam saluran
Gambar 1. Bentuk penampang saluran di daerah galian
Ne = perbandingan sudut sebelah luar
Nc = perbandingan sudut sebelah dalam
Wr = lebar jalan inspeksi, m
W = lebar atas tanggul, m.
(2) Perbandingan lebar saluran dan tinggi air (B/h)
● Menurut buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, 1980; lebar dasar saluran
minimum 30 cm.
● Perbandingan lebar dasar saluran dan tingi air (B/h) tergantung dari besar debit yang
akan mengalir, seperti terlihat pada Tabel 1.

(3) Kemiringan lereng atau talud (m, Nc, Ne)


● Kemiringan lereng atau talud adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang
melalui puncak saluran dan panjang garis horisontal yang melalui tumit saluran.
● Kemiringan lereng atau talud juga tergantung dari jenis bahan atau material saluran
yang digunakan
● Tinggi timbunan dapat mempengaruhi terhadap stabilitas saluran, sehingga dalam
menentukan besar kemiringan talud perlu dievaluasi terhadap stabilitas kelongsoran
lereng.
● Untuk kondisi normal, standar irigasi memberikan harga kemiringan lereng seperti pada
Tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan (B/h)

Debit saluran (m3/det) (B/h)


< 0,30 1
0,30 - 050 1,5
0,50 - 1,50 2
1,50 - 3,00 2,5
3,00 - 4,50 3
4,50 - 6,00 3,5
6,00 - 7,50 4
7,50 - 9,00 4,5
9,00 - 11,00 5
11,00 - 15,00 6
15,00 - 25,00 8
25,00 - 40,00 10
40,00 – 80,00 12
Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi
Tabel 2. Harga kemiringan lereng, (m)
m
Debit saluran
(m3/det) Dengan lapisan Tanpa lapisan
pelindung pelindung
< 1,50 1,0 0,5

1,50 – 15,00 1,5 1,0

> 15,00 2,0 1,5

Sumber : Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi.

● Bila kedalaman galian lebih dalam dari tinggi saluran, maka diperlukan kemiringan lereng
dalam (Nc) Tabel 3 dan kemiringan lereng luar (Ne) Tabel 4

Tabel 3. Harga kemiringan lereng dalam, Nc Tabel 4. Harga kemiringan lereng luar, Ne

Tinggi timbunan
Ne
Nc Tanpa lapisan
Kedalaman galian, (m)
(m) pelindung
Tanah biasa Batu cadas < 1,0 1,0

1,0 – 2,0 1,5


<3 1 : 1,0 1 : 0,5
2,0 – 3,0 1,8

>3 1 : 1,5 1 : 0,5 3,0 – 5,0 2,0

Sumber : Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi.


(4) Tinggi jagaan (freeboard), fb
● Tinggi jagaan (freboard), fb yaitu jarak vertikal tanggul saluran dengan tinggi
muka air saat debit maksimum.
● Tinggi jagaan sebuah saluran, ditetapkan berdasarkan debit saat banjir
● Tinggi jagaan (fb) minimum untuk saluran irigasi menurut satandar adalah
seperti pada Tabel 5
Tabel 5. Tinggi jagaan, fb
Debit saluran Tinggi jagaan, fb
(m3/det) (m)
< 0,30 0,30
0,30 – 0,5 0,40
0,50 – 5,00 0,50
5,00 – 15,00 0,60
15,00 – 25,00 0,75
> 25,00 1,0
Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi
(5) Lebar atas tanggul (Wr) dan lebar berm (W),
○ Bila tanggul saluran digunakan sebagai jalan inspeksi, maka lebar dan
ukuran tanggul tersebut direncanakan sebagai jalan inspeksi.
○ Namun bila jalan inspeksi tidak dibuat diatas tanggul, maka tanggul dibuat
sama seperti pada berm, seperti pada Tabel 6.

Table 6. Lebar atas tanggul dan berm

Lebar atas tanggul Wr, Lebar berm, W


Saluran
(m) (m)
Tersier ≥ 1,5 1,0
Sekunder ≥ 1,5 1,5
Primer 2,0
Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi

b. Perhitungan Saluran Primer dan Sekunder


(1) Rumus pengaliran
○ Aliran yang terjadi di dalam saluran dianggap aliran seragam (uniform
flow)
○ Untuk menghitung kecepatan aliran dan kemiringan saluran (gradien hidrolis),
dipakai rumus Manning.
2/3 1/2
V = 1/n R .I

dimana:
V = kecepatan rata-rata aliran, m/det
n = nilai koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis, m
S = kemiringan atau gradien hidrolis

○ Debit yang mengalir di dalam saluran, dapat dihitung menurut rumus


kontinuitas :
Q= A.V
dimana:
Q = debit air yang mengalir, m3/det.
A = luas penampang basah saluran, m2.
V = kecepatan rata-rata aliran, m/det.
(2) Nilai koefisien kekasaran dasar saluran menurut Manning dan Strickler
○ Nilai koefisien kekasaran dasar saluran (n) menurut Manning tergantung
dari kondisi saluran.
○ Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kekasaran tersebut, baik
untuk saluran alam maupun saluran buatan, antara lain:
- Kekasaran permukaan saluran,
- Ada tidaknya tanaman/tumbuhan dalam saluran,
- Ketidakteraturan saluran,
- Trase saluran,
- Pengendapan dan penggerusan,
- Hambatan di dalam saluran, misalnya adanya balok-balok, pilar
jembatan dan lain-lain.
○ Menurut Strickler besarnya nilai kekasaran dasar saluran (Kst)
tergantung dari ukuran butiran sedimen atau ukuran butiran-butiran
tanah saluran
○ Menurut standar irigasi, harga n atau Kst dilihat dari Tabel 7.
Tabel 7. Nilai koefisien kekasaran dasar saluran
Koefisien kekasaran
Kondisi saluran
n Kst
1. Saluran tanpa pelindung

- debit : > 10 m3/det 0,020 50,00

- debit : 5 – 10 m3/det 0,021 47,50

- debit : 1 – 5 m3/det 0,022 45,00

- debit : 0,2 – 1 m3/det 0,023 42,50

- debit : < 0,2 m3/det 0,025 40,00

2. Saluran dengan pelindung

- Beton 0,015 66,70

- Pasangan batu 0,020 50,00

- Pipa beton 0,013 76,90

(3) Kecepatan aliran di dalam saluran


○ Kecepatan minimum yang diijinkan, atau kecepatan tanpa pengendapan
(non settling velocity) yaitu kecepatan aliran yang tidak menimbulkan
pengendapan atau sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air
○ Kecepatan maksimum yang diijinkan atau kecepatan tahan erosi (non
erodible velocity) adalah kecepatan rata-rata terbesar yang tidak
menimbulkan erosi pada tubuh saluran.
○ Kecepatan minimum dan maksimum yang diijinkan menurut standar irigasi
seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Kecepatan aliran yang diijinkan


Maksimum Minimum
Jenis Saluran
(m/det) (m/det)
Saluran tanah 0,25 0,80
Saluran pasangan batu 0,25 2,00
Saluran beton 0,25 3,00
Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi

○ Jika kecepatan standar tsb. menghasilkan gradien hidrolis yang tidak mungkin
karena kondisi topografi yang terlalu datar, maka dapat ditentukan kecepatan
aliran yang memenuhi kecepatan minimum dan maksimum seperti di atas.
○ Kecepatan standar yang disarankan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kecepatan aliran standar
Debit (m3/det) Kecepatan aliran standar (m/det)
< 0,15 0,25 – 0,30
0,15 – 0,30 0,25 – 0,35
0,30 – 0,40 0,30 – 0,40

0,40 – 0,50 0,35 – 0,45


0,50 – 0,75 0,40 – 0,50
0,75 – 1,50 0,40 – 0,55
1,50 – 3,00 0,45 – 0,60
3,00 – 4,50 0,50 – 0,65
4,50 – 6,00 0,55 – 0,70
6,00 – 7,50 0,60 – 0,70
7,50 – 9,00 0,60 – 0,70
9,00 – 11,00 0,60 – 0,70
11,00 –15,00 0,60 – 0,70
15,00 – 25,00 0,65 – 0,70
Sumber : Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi.
(4) Dimensi saluran
○ Saluran direncanakan sebagai saluran terbuka yang berbentuk trapesium

A = luas penampang basah, (m2)


fb
1 = h(B + m.h)
m h H
P = keliling basah,(m)
B
= B + 2h √ 1 + m²
R = jari-jari hidrolis, (m) = A : P = {h (B + m.h)} : {(B + 2h √ 1 + m² )}
Q = debit saluran, m3/det = V.A

○ Langkah-langkah untuk mendimensi saluran


(a) Bila debit rencana sudah ditetapkan, pilih nilai kekasaran Manning (n),
perbandingan (B/h), talud (m) dan kecepatan standar, lihat Tabel 7,
Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 9.
(b) Menghitung luas penampang basah, A.
Q rencana
Dari rumus Q = V . A, maka diperoleh : A = V standar
(c) Dari hubungan (B/h) seperti pada Tabel 1 dan luas penampang basah
A = h(B + m.h), maka tinggi air (h) dapat ditentukan dan dilihat pula nilai
lebar dasar saluran (B).
(d) Tentukan nilai lebar dasar saluran baru (Bb) yang sesuai, agar praktis.
Dengan nilai lebar dasar saluran baru Bb, maka dari persamaan
A = h(Bb + m.h) di dapat nilai tinggi air yang baru, hb.
(e) Tentukan gradient hidraulik saluran dengan rumus Manning
⅔ ½ ½ n .V
V = 1/n.R .S maka S =
R⅔
n² V
S=
R⅔
dimana :
S = gradien hidrolis.
V = kecepatan aliran standar, m/det.
n = nilai koefisien kekasaran Manning.
R = jari-jari hidrolis, m.
= hb (Bb + m.hb) : (Bb + 2 hb √1 + m²
(6) Tambahkan tinggi jagaan dari Tabel 5 yang sesusai dengan debit rencana,
maka diperoleh tinggi total saluran (H).
(7) Untuk tujuan praktis, maka dibuat dimensidimensi standar sehingga dimensi
saluran yang direncanakan tidak terlalu banyak tipe.

c. Perhitungan Saluran Tersier dan Kuarter


(1) Bentuk penampang saluran
○ Untuk saluran tersier dan kuarter, seluruhnya direncanakan sebagai
saluran terbuka (open channel) tanpa pasangan dan berbentuk trapesium.
W 2mH W

fb
H
h

Gambar Bentuk penampang saluran tersier-kuarter

○ Besaran-besaran untuk dimensi saluran tersier dan kuarter seperti pada


Tabel 10 berikut.
Tabel 10 Dimensi saluran tersier dan kuarter
Uraian Tersier Kuarter
Perbandingan (B/h 1.0 1,0
Talud dalam (m) 1,0 1,0
Tinggi jagaan minimum (fb) 0,30 m 0,20 m
Lebar jalan tanggul (Wr) 2,00 m -
Lebar tanggul (W) 0,50 m 0,20 m
Talud luar (n) - -
- untuk dh < 1,0 m 1,0 1,0
- untuk dh > 1,0 m 1,5 -
Sumber: Pedoman Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi

Catatan:
H adalah tinggi tanggul dari elevasi tanah asli (sawah) yang
disyaratkan, tidak boleh kurang dari 0,30 m, hal ini untuk menjamin
terlayaninya sawah dengan memuaskan.
(2) Disain hidrolis saluran
○ Beberapa perhitungan dan asusmsi adalah sebagai berikut :
(a). Rumus pengaliran dan koefisien pengaliran
Q = A.V = A. 1/n . R⅔ . S½
Nilai koefisien kekasaran Manning (n), untuk saluran tersier dan kuarter
diamnbil n = 0,025 atau Kst = 40.
(b). Perhitungan dimensi saluran
○ Untuk keperluan praktis baik perencanaan maupun pelaksanaan, maka
dibuat 5 (lima) tipe dimensi saluran seperti pada Tabel 11

Tabel 11 Tipe saluran, lebar dasar, tinggi aliran dan tinggi jagaan.
Tipe Lebar dasar B,(m) Tinggi aliran h,(m) Tinggi jagaan fb,(m)
I 0,30 0,30 0,30
II 0,40 0,40 0,30
III 0,50 0,50 0,30
IV 0,60 0,60 0,30
V 0,70 0,70 0,30
○ Dalam memilih tipe saluran tersier dan kuarter yang layak, perlu
diperhatikan kecepatan pengaliran yang menyebabkan pengendapan
maupun erosi.
○ Untuk itu ditetapkan besarnya kecepatan standar, kecepatan minimum
dan kecepatan maksimum seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Kecepatan standar, min. dan maks. pada saluran tersier dan kuater.

Debit Kecepatan aliran (m/det)


Saluran
(m³/det) Standar Maks. Min.
Tersier 0,25 0,25 – 0,35 0,20 0,60
0,15 0,20 – 0,30 0,20 0,60
Kuarter - 0,15 – 0,25 0,10 0,40
d. Langkah-langkah untuk mendimensi saluran :

(1). Bila debit rencana sudah diketahui, pilih kecepatan standar seperti pada
Tabel 12, kemudian hitung A = Q/V.
(2). Karena perbandingan (B/h) = 1 dan talud m = 1, maka
A= h (B +mh) = 2h² sehingga h = √A/2
(3). Pilih tipe saluran yang sesuai dari Tabel 11.
(4). Hitung gradien hidrolis, dengan rumus:
2 2 4/3
S=n.V /R
dimana :
n = 0,25.
V = kecepatan aliran standar, Tabel 12.
R = jari-jari hidrolis.
S = gradien hidrolis.
Contoh perhitungan dalam perencanaan dimensi saluran irigasi,

1. Saluran Primer

Q (Debit rencana) = 24 m3/det.


V (Kecepatan standar) = 0,70 m/det (lihat Tabel 9).
Perbandingan, B/h = 8 (lihat Tabel 1).
Talud, 1 : m = 2 (lihat Tabel 2), maka m = 2.
Luas penampang basah, A = Q : V
= 24 : 0,70
= 34,2857 m2.
Dari nilai B/h = 8, maka B = 8h, dan m = 2 Sehingga A = h (B + m.h)
34,2857 = h(8h +2h)
34,2857 = 10.h²
h² = 3,42857
h = √ 3,42857 = 1,581m ,
B = 8h = 8 x 1,581 = 12,684 m
Ambil lebar dasar saluran baru, Bb = 13 m, maka tinggi air yang baru dapat dicari
dengan menggunakan rumus : A = (hb)(Bb + m.hb)
34,2857 = (hb)(13 +2.hb)
34,2857 = 13.hb + 2(hb)2 2(hb)2 + 13(hb) – 34,2857 = 0
Dengan rumus abc, diperoleh nilai hb = 2 m.
Tinggi jagaan, fb = 0,75 m ( lihat Tabel 5).
Tinggi saluran H = hb +fb = 2 + 0,75 = 2,75 m.
Kemiringan saluran (gradien hidrolis) :

S = n² V²/ R4/3
n = 0,020 ( lihat Tabel 7)

R = (hb)(Bb.m.hb) : (Bb + 2hb√1 + m² )

= (2)(13 +2.2) : (13 +2.2 √ 1 + 2² = 34 : 21.944 = 1,5493 m.

S = (0,020)2 (0,70)2 : (1,5493)4/3


= (0,000196) : (1,792726) = 0,0109 %.
2. Saluran Sekunder

Q (debit rencana) = 3,684 m3/det.


V (kecepatan rencana) = 0,50 m/det (lihat Tabel 9).
Perbandingan B/h = 3 (lihat Tabel 1).
Talud, 1 : m = 1,5 (lihat Tabel 2), maka m = 1,5.
Luas penampang basah, A = Q : V = 3,684 : 0,5 = 7, 368 m2.
Dari nilai B/h = 3, maka diperoleh B = 3h dan m = 1,5

Sehingga A = h (B + m.h)
7,368 = h (3h + 1,5h)
7,368 = 4,5 h2

h = √ 7,368 : 4,5 = √1,637 = 1,279 m.


B = 3h = (3)(1,279) = 3,837 m.
Ambil lebar dasar saluran baru Bb = 4 m, maka tinggi air yang baru dapat dicari
sebagai berikut: A = hb(Bb + m.hb)
7,368 = hb(4 + 1,5.hb) atau 1,5.hb2 + 4.hb – 7,368 = 0
1,5.hb2 + 4.hb – 7,368 = 0
Dengan rumus abc, diperoleh hb = 1,2531 m.
Tinggi jagaan, fb = 0,50 m
Tinggi saluran H = hb + fb = 1,2531 + 0,50 = 1,7531 m.
Ambil H = 1,80 m.
Kemiringan saluran, S
S = ( n²V² ) : (R 4/3 )
n = 0,022 (lihat Tabel 7)
R = hb(Bb + m.hb) : (Bb + 2.hb) √1+ m²

= 1,2531(4+1,5.1,2531) : (4+2.1,2531√1 + !,5²)


= 0,865 m.
S = (0,022)² (0,50)² : (0,865) 4/3
= 0,01468 %.
3. Saluran Tersier
Debit rencana, Q = 0,166 m3/det.
Kecepatan standar, V = 0,25 m/det (lihat Tabel 12).
Perbandingan B/h = 1 (lihat Tabel 10).
Talud dalam, m = 1 (lihat Tabel 10).
Luas penampang basah, A = Q : V
= 0,166 : 0,25 = 0,664 m2.
Dari nilai B/h = 1 dan m = 1, maka:
A = h (B + m.h)
= h (h +1.h) = 2 h² atau h² = A/2 sehingga :
h = √A/2 = √0,664/2 = 0,5761 m ∼ 0,60 m
Dari Tabel 11, didapat saluran tipe V dengan :
B = 0,60 m
h = 0,60 m
fb = 0,30 m
Kemiringan saluran (gradien hidrolis), S
S = (n² V² ) : (R 4/3 )
n = 0,025
R = h(B +m.h) : (B+2h √1 + m²

= 0,60 (0,60 +1,60) : (0,60 +2,0,60√1+ 1²


= 0,72 : 2,297 = 0,3134 m
S = (0,025)² (0,25)² : (0,3134) 4/3

= 0,0183 %.

4. Saluran Kuarter
Debit rencana, Q = 0,034 m3/det
Kecepatan standar, V = 0,15 m/det (lihat Tabel 12)
Perbandingan B/h = 1 (lihat Tabel 10)
Talud dalam, m = 1 (lihat Tabel 10)
Luas penampang basah, A = Q : V
= 0,034 : 0,15
= 0,2266 m2
Tinggi air , h = √ A/2
= √ 0,2266/2
= 0,3366 = 0,40 m
Dengan h = 0,40 maka dari Tabel 11 didapat tipe saluran adalah tipe II dengan :
B = 0,40 m.
h = 0,40 m.
fb = 0,30 m.
Kemiringan saluran (gradien hidrolis), S.
S = (n ².V ² ) : (R 4/3 )
n = 0,025
V = 0,15 m/det.

R = h (B+mh) : (B+2h √ 1 + m²
= 0,40 (0,40 + 1.0,40) : (0,40 +2.0,40 √1 + 1²

= 0,32 : 1,5313
= 0,2089 m.

Jadi, S = (0,025)² (0,15)² : (0,2089) 4/3


= 0,0113 %
4. Standar Tata Nama
Nama yang diberikan untuk petak, saluran, bangunan dan daerah irigasi harus jelas,
pendek dan ridak mempunyai tafsiran ganda
Gambar 4.9 Saluran-saluran primer dan sekunder
Gambar 4.10 Standar sistem tata nama untuk skema irigasi
Gambar 4.11 Standar sistem tata nama untuk bangunan-bangunan irigasi
Gambar 4.12 Standar sistem tata nama petak rotasi dan kuarter
Gambar 4.13 Skema tata nama jaringan pembuang
Pertemuan VII

Pokok Bahasan
Sistem Jaringan Irigasi

Sub Pokok Bahasan


Bangunan irigasi
SISTEM JARINGAN IRIGASI
Pertemuan VIII

Pokok Bahasan
Bangunan Utama Irigasi

Sub Pokok Bahasan


1. Umum
2. Bagian-Bagian Bangunan Utama
3. Tipe Bangunan Utama
4. Perencanaan Hidrolis
5. Analisa Stabilitas

Anda mungkin juga menyukai