Anda di halaman 1dari 59

BREAK EVEN POINT,

DEPRESIASI DAN
PAJAK
ANJAR ANGGRAINI (1708541061)
NI LUH GEDE IZTA M (1708541054)
SARAH VERONICA H (1708541077)
MONISA MAHDAVIKA A (1708541070)
Analisis Break-Event
Point Investasi
Analisis Break-Event Point Investasi

• Pembangunan fasilitas sebenarnya tidak perlu dilakukan sekaligus dalam kapasitas maks
imum (full capacity), mungkin saja dapat dilakukan seiring dengan kebutuhan aktual dari
produksi, di mana kebutuhan produksi aktual biasanya akan mengikuti perilaku pertumbu
han pasar (product life cycle).

• Untuk mengetahui pada kondisi bagaimana pembangunan fasilitas investasi perlu


dilakukan sekaligus atau perlu dilakukan secara bertahap, dan kalau bertahap kapan
tahap-tahapan tersebut sebaiknya dilakukan, sehingga akan menghasilkan suatu investas
i yang optimal dan produktif, maka melalui analisis break even investasi ini sebagian dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dapat dijawab.

• Untuk itu, analisis break even point menjadi penting untuk dipahami dalam rangka melaku
kan analisis yang lebih mendalam terhadap suatu rencana investasi.
Contoh Soal 1

 Suatu proyek investasi pembangunan fasilitas produksi menyediakan dua


alternatif metode pembangunan, yaitu antara membangun fasilitas dengan
satu tahap (full capacity) atau membangun dengan cara bertahap.

 Jika dibangun untuk full capacity, diperlukan biaya investasi Rp. 12 miliar,
sedangkan jika dibangun dua tahap, tahap pertama diperlukan biaya inves
tasi Rp. 8,4 miliar dan tahap kedua Rp. 10,2 miliar.

 Jika semua fasilitas akan habis dalam waktu 40 tahun dengan nilai sisa =
0, biaya operasi dan perawatan relatif sama untuk kedua metode, analisisl
ah sejauh mana keputusan tersebut sensitif pada suku bunga berjalan 8%
pertahun.
Contoh Soal 1

Penyelesian:
𝑃𝑊𝐶𝐴 dari metode satu tahap adalah Rp. 12 miliar.
𝑃𝑊𝐶𝑩 dua tahap konstruksi adalah:
𝑃𝑊𝐶𝑩 = 𝐼𝟏 + 𝐼𝟏 (P/F, i, n)
= 8,4 + 10,2 (P/F, 8%, n)
Jika n = 8 → PWCB = 8,4 + 10,2 (0,5403) = Rp. 13,911 miliar
Jika n = 10 → PWCB = 8,4 + 10,2 (0,4632) = Rp. 13,125 miliar
Jika n = 12 → PWCB = 8,4 + 10,2 (0,3971) = Rp. 12,450 miliar
Jika n = 15 → PWCB = 8,4 + 10,2 (0,3152) = Rp. 11,615 miliar
Analisis Break-Event Point Investasi
Grafik BEP dari dua metode pelaksanaan :

Metode A akan sensitif terhadap metode B, jika PWC A = PWC B, di mana PWC B akan sama
jika tahap 1 dan 2 berada antara n = 12 dan 15 tahun yang akan datang.
Analisis Break-Event Point Investasi
Jika diinterpolasikan akan diperoleh:

12,450 − 12 0,450
𝑛 = 12 + = 12 + = 12,539
12,450 − 11,615 0,835
(15-12) = 13,6 tahun = 14 tahun

Kesimpulan :
alternative sensitive pada umur proyek 15 tahun.

Jika kapasitas maksimum dibutuhkan sebelum 14 tahun yang akan datang, sebaiknya
dibangun full capacity dari sekarang.
Sebaliknya, jika kapasitas maksimum akan dibutuhkan setelah 14 tahun yang akan dat
ang, sebaiknya fasilitas dibangun dua tahap, yaitu tahap pertama sekarang dan tahap,
kedua 14 tahun yang akan datang.
Contoh Soal 2

• Jika pada soal sebelumnya asumsi biaya operasionalnya diganti, di mana biaya
operasional untuk alternatif full capacity tahun pertama 1.200 juta rupiah dan tiap
tahun meningkat gradient 150 juta rupiah/tahun,

• Sedangkan biaya operasional untuk pembangunan bertahap, tahun pertama 720 jt


rupiah dan meningkat gradient 120 juta rupiah/tahun,

• akan dihitung sensitivitas alternatif pada suku bunga 10%/tahun.


Contoh Soal 2

Penyelesian :

Alternatif A

PWC dicari untuk umur yang berbeda, yaitu:


𝑃𝑊𝐶𝐴 = 𝐼𝐴 + 𝐴𝐶 (P/A, i, n) + G (P/G, i, n)
𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200 (P/A, 10% , n) + 150 (P/G, 10%, n)
Jika n = 5 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(3,791) + 150 (6,8620) = Rp. 17.578,5 juta
Jika n = 6 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(4,355) + 150 (9,6840) = Rp. 18.678,6 juta
Jika n = 7 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(4,868) + 150 (12,763) = Rp. 19.756,1 juta
Jika n = 8 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(5,335) + 150 (16,029) = Rp. 20.804,4 juta
Jika n = 9 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(5,759) + 150 (19,421) = Rp. 21.824 juta
Jika n = 10 → 𝑃𝑊𝐶𝐴 = 12.000 + 1.200(6,144) + 150 (22,891) = Rp. 22.806,5 juta
Contoh Soal 2

Penyelesian :

Alternatif B

PWC dicari untuk umur yang berbeda, yaitu


𝑃𝑊𝐶𝐵 = 𝐼𝐵1 + 𝐴𝐶 (P/A,i,n) + G (P/G,i,n) + 𝐼𝐵2 (P/F,i,n)
𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720 (P/A,i,n)+120 (P/G,i,n)+10.200 (P/F,i,n)
Jika n = 5 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(3,791)+120(6,862)+10.200 (0,6209) = Rp. 18.286,14 juta
Jika n = 6 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(4,355)+120 (9,684) +10.200 (0,5645) = Rp. 18.455,58 juta
Jika n = 7 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(4,868)+120(12,763)+10.200 (0,5132) = Rp. 18.671,16 juta
Jika n = 8 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(5,335)+120(16,029)+10.200 (0,4665) = Rp. 18.922,98 juta
Jika n = 9 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(5,759)+120(19,421)+10.200 (0,4241) = Rp. 19.202,82 juta
Jika n = 10 → 𝑃𝑊𝐶𝐵 = 8.400+720(6,144) +120 (22,891) +10.200 (0,3855) = Rp. 19.502,70 juta
Analisis Break-Event Point Investasi
Dengan memasukkan nilai PWC dari masing-masing alternatif pada Grafik berikut, diperoleh titik potong (BEP)
antara kedua alternatif pada tahun ke 5,7 atau dibulatkan pada tahun ke-6.

Kesimpulan:
Jika kebutuhan full capacity sebelum tahun ke-6
sebaiknya dilakukan pembangunan dengan kapasitas
maksimum sekarang,
sebaliknya, jika kebutuhan full capacity setelah tahun
ke-6, sebaiknya fasilitas dibangun bertahap, yaitu
tahap pertama sekarang dan tahap kedua setelah
tahun ke-6.
Depresiasi Dan Pajak

1 Pengertian Depresiasi Aset

2 Tujuan Depresiasi Aset

3 Metode Depresiasi

4
1. Pengertian Depresiasi Aset
Depresiasi adalah penyusutan atau penurunan nilai aset
bersamaan dengan berlalunya waktu. Sebagaimana dike-
tahui pengertian aset mencakup current asset dan fixed
asset, namun aset yang terkena depresiasi hanya fixed
asset (aset tetap) yang pada umumnya bersifat fisik, sep-
erti bangunan, mesin/peralatan, armada, dan lain-lain.
Oleh karena itu, aset yang dimaksud dalam hal ini adalah
fixed asset.

4
1. Pengertian Depresiasi Aset
Depresiasi dibedakan menjadi beberapa sebab :

1. Penyusutan fisik (Deterioration), yaitu peyusutan yang


disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fisik (perfo
rmance) dari suatu asset untuk menghasilkan produksi
karena keausan dan kemerosotan.
2. Penyusutan Fungsional (Obsolescence), yaitu penyusu
tan dan penurunan karena kekunoan/usang.
3. Penyusutan Moneter (Monetary Depreciation), Penyus
utan yang disebabkan adanya perubahan tingkat suku
bunga moneter.
4
2. Tujuan Depresiasi Aset
1. Untuk menyediakan dana pengembalian modal yang
telah di investasikan dalam kekayaan fisik, dana ini sifat-
nya sebagai saving untuk menjamin kontinuitas/keberlanj
utan usaha bila mesin habis masa pakainya dan perlu dig
anti dengan yang baru.

2. Untuk memungkinkan adanya biaya penyusutan yang


dibebankan, tiap bankan pada biaya produksi atau jasa y
ang dipenggunaan aset-aset.

3. Sebagai dasar pengurangan pembayaran pajak-pajak


4
pendapat/usaha yang harus dibayarkan.
3. Metode Depresiasi
01 Metode Straight of Line Depreciation (SLD)

02 Sum of Years Digits Depresiation (SOYD)

03 Declining Balance Decresiation (DBD)

04 Double Declinning Balance Decreciation (DDBD)

05 Declinning Balance Decreciation to Convertion Depreciation

06 Unit Production of Depreciation

07 dan lain sebagainya


1. Metode Stright of
Line Depreciation
(LSD)
Metode Stright of Line Depreciation (LSD)

 Metode depresiasi garis lurus (SLD) adalah metode paling sede


rhana dan yang paling sering dipakai dalam perhitungan depres
iasi aset, karena metode ini relatif sederhana. Metode ini pada
dasarnya memberikan hasil perhitungan depresiasi yang sama
setiap tahun selama umur perhitungan aset.
 Parameter – parameter yang diperlukan dalam perhitungan ini
adalah :
1. Nilai Investasi
2. Umur produktif asset/ lamanya asset akan dikenakan
depresiasi
3. Nilai sisa aset pada akhir umur produktif asset
Metode Stright of Line Depreciation (LSD)

 Rumus:
1
𝑆𝐿𝐷 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
 Dimana:
- SLD = Jumlah Depresiasi Per Tahun
- I = Investasi (nilai asset awal)
- S = Nilai sisa asset akhir umur produktif
- N = Lamanya asset akan didepresiasi.
 Jumlah asset yang telah didepresiasi selama t tahun adalah :
𝑡
෍ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁 𝑡
 Nilai buku tiap akhir t tahun depresiasi adalah : 𝐵𝑉1 = 𝐼 − ෍ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = 𝐼 − (𝐼 − 𝑆)
𝑁
Metode Stright of Line Depreciation (LSD)

Nilai buku aset setiap akhir tahun jika dibuatkan grafiknya akan membentuk garis
lurus :
Contoh Soal

Sebuah perusahaan angkutan mempunyai beberapa buah truk dengan harga


Rp 1.080 juta/buah. Berdasarkan pengalaman truk-truk yang sama mempu-
nyai umur produktif selama 5 tahun dan setelah itu truk dapat dijual dengan
harga 360 juta. Hitunglah besarnya depresiasi yang harus dikeluarkan tiap
tahun, jumlah depresiasi selama 3 tahun dan nilai buku pada akhir tahun
ketiga tersebut jika metode depresiasi yang diterapkan adalah SLD.
Contoh Soal

Depresiasi per tahunan adalah :


1
𝑆𝐿𝐷 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
1
𝑆𝐿𝐷 = (1.080 − 360)
5
𝑆𝐿𝐷 = 𝑅𝑝 144 𝑗𝑢𝑡𝑎/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Jumlah depresiasi yang dibayarkan selama 3 tahun adalah:
𝑡
σ 𝐷𝑒𝑝𝑡 = (𝐼 − 𝑆)
𝑁
3
σ 𝐷𝑒𝑝3 = (1080 − 360)
5
σ 𝐷𝑒𝑝3 = 3 × 144
σ 𝐷𝑒𝑝3 = 𝑅𝑝 432 𝑗𝑢𝑡𝑎
Contoh Soal

Nilai buku pada akhir tahun ketiga adalah:


𝐵𝑉1 = 𝐼 − σ 𝐷𝑒𝑝𝑡
𝐵𝑉1 = 𝐼 − σ 𝐷𝑒𝑝3
𝐵𝑉1 = 1080 − 432
𝐵𝑉1 = 𝑅𝑝 648 𝐽𝑢𝑡𝑎
Adapun Jadwal Tahunan Depresiasi asset di perlihatkan dalam tabel berikut :
2. Sum of Years
Digits Depresiation
(SOYD)
Metode Stright of Line Depreciation (LSD)

 Metode ini mempunyai pola pembayaran depresiasi yang tidak sama setiap
tahunnya, yaitu didasarkan alas bobot digit dari tahun pemakaian. Pada tah
un-tahun awal depresiasi yang dikeluarkan lebih besar dari tahun berikutny
a, di mana penurunannya merupakan fungsi dari berkurangnya umur aset t
ersebut.
𝒖𝒎𝒖𝒓 𝒔𝒊𝒔𝒂 𝒂𝒔𝒆𝒕
 Rumus : SOYD1 = (𝑰 − 𝑺)
𝑺𝒖𝒎 𝒐𝒇 𝒚𝒆𝒂𝒓 𝒅𝒊𝒈𝒊𝒕 𝒅𝒆𝒑𝒓𝒊𝒔𝒊𝒂𝒔𝒊

 Dimana : SOYD1 = Depresiasi SOYD periode ke-t


 Umur sisa aset = n, yaitu umur aset — jumlah periode depresiasi yang tela
h dibayarkan atau : n = N-(t-1)
𝑵
 Sum of year digits depreciation = ∑digit = 𝟐 (𝑵 + 𝟏)
Metode Stright of Line Depreciation (LSD)

Maka : Grafik SOYD ditunjukkan dibawah ini :


𝑛
SOYDt = (𝐼 − 𝑆)
σ𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡

𝑁−(𝑡−1)
SOYDt = (𝐼 − 𝑆)
σ𝑑𝑖𝑔𝑖𝑡
Contoh Soal

Suatu aset dengan nilai investasi Rp 720 juta, umur 7 tahun nilai sisa
120 juta rupiah akan dihitung besarnya depresiasi/ tahunan, dan nilai
buku setiap, tahunnya
Penyelesaian: Maka :
Investasi (I) = Rp. 720 juta 𝑁
Nilai sisa (S) = Rp. 120 juta ∑digit= (𝑁 + 1)
2
Umur asset = 7 tahun 7
∑digit= (7 + 1)
2

∑digit= 28
Contoh Soal

𝑵−(𝒕−𝟏)
SOYDt = (𝑰 − 𝑺)
σ𝒅𝒊𝒈𝒊𝒕

7−(1−1) 7
t = 1 → SOYD1 = (720 − 120) = (600) = 150
28 28
7−(2−1) 6
t = 2 → SOYD2 = (720 − 120) = (600) = 128,57
28 28
7−(3−1) 5
t = 3 → SOYD3 = (720 − 120) = (600) = 107,14
28 28
7−(4−1) 4
t = 4→ SOYD4 = (720 − 120) = (600) = 85,71
28 28
7−(5−1) 3
t = 5 → SOYD5 = (720 − 120) = (600) = 64,28
28 28
7−(6−1) 2
t = 6 → SOYD6 = (720 − 120) = (600) = 42,86
28 28
7−(7−1) 1
t = 7 → SOYD7 = (720 − 120) = (600) = 21,43
28 28
Contoh Soal

Untuk mendapatkan nilai buku dan jumlah depresiasi yang telah


dibayarkan setiap periode diperlihatkan pada tabel berikut:
3. Declining Balance
Depretiation (DBD)
Declining Balance Depreciation (DBD)

Metode Declining Balance Depreciation (DBD) mempunyai asumsi


bahwa nilai aset menurun lebih cepat pada tahun-tahun permulaan
daripada tahun-tahun akhir dari usia kegunaannya. Dengan
metode ini, nilai jual (nilai sisa) harus lebih besar daripada nol.
Depresiasi dihitung berdasarkan laju/tingkat penyusutan tetap (R)
yang dikalikan dengan nilai aset tahun sebelumnya.
Rumus DBD disajikan sebagai :

𝑫𝑩𝑫𝒕 = 𝑹 × 𝑩𝑽𝒕−𝟏 Jika :𝐵𝑉𝑡−0 = I atau harga asset awal


Maka : 𝐷𝐵𝐷1 = R × 𝐼
Dimana : 𝐷𝐵𝐷2 = R × 𝐵𝑉1
𝐷𝐵𝐷𝑡 = Depresiasi pada tahun ke-t 𝐵𝑉1 = 𝐼 − R × 𝐼
𝐵𝑉𝑡−1 = Nilai buku tahun ke-t = 𝐼−𝑅 𝐼
𝑅 = Tingkat/laju depresiasi tahunan 𝐵𝑉2 = 𝐵𝑉1 − R × 𝐵𝑉1
= (𝐼 − 𝑅)2 𝐼
Maka : 𝐵𝑉𝑡 = (1 − 𝑅)2 𝐼
Jika : 𝐵𝑉𝑡 = 𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑅 × 𝐵𝑉𝑡−1
= (1 − 𝑅)𝐵𝑉𝑡−1
Jika : 𝐵𝑉0 = 1
𝐷𝐵𝐷𝑡 = 𝑅(1 − 𝑅)𝑡−1 × 𝐼
𝐵𝑉𝑛 = 𝑆
1
𝑆 𝑛
Maka : R = 1 − 𝐼
Contoh Soal

Harga awal suatu aset adalah Rp. 600 juta, umur 7 tahun, nilai
sisa Rp. 100 juta rupiah. Hitung besar depresiasi/tahun dan nilai
buku tiap tahunnya !

Penyelesaian:
Investasi (I) = Rp. 600 juta
Nilai sisa (S) = Rp. 100 juta
Umur asset = 7 tahun
Contoh Soal

Penyelesaian:
Investasi (I) = Rp. 600 juta
Nilai sisa (S) = Rp. 100 juta
Umur asset = 7 tahun
Maka:
1
𝑆 𝑛
R=1−
𝐼
1
100 7
R=1− = 0,225 = 22,5%
600
Tabel Depresiasi dan Pajak
𝟏
Periode (t) 𝑺 𝒏
𝑫𝑩𝑫𝒕 𝑩𝑽𝒕
𝐑=𝟏−
𝑰
0 - - 600

1 22,5%(600) = 135 465

2 22,5%(465) = 104,625 360,375

3 22,5%(360,375) = 81,084375 279,290625

4 22,5%(279,290) = 62,840390625 216,450234375

5 22,5%(216,450) = 48,701302734375 167,748931640625

6 22,5%(167,7489) = 37,743509 130,0059

7 22,5%(130,0059) = 29,251327 100,7545


Grafik DBD
4. Double Declining
Balance Depreciation
(DDBD)
Double Declining Balance Depresiation

Jika metode penyusutan DBD digunakan untuk tujuan


perhitungan-perhitungan pajak, maka tingkat penyusutan
maksimum yang dibenarkan adalah dua kali tingkat
penyusutan metode garis lurus (SLD).
Jadi, untuk suatu aset dengan usia pemakaian yang
diperkirakan “n” tahun, maka tingkat penyusutan
1
maksimum adalah 2(𝑛). Metode penyusutan seperti ini
dinamakan DDBD
Double Declining Balance Depresiation

Dalam keadaan lain, dimungkinkan tingkat penyusutan


sebesar 1,50 atau 1,25 kali tingkat penyusutan garis lurus.
Double Declining Balance Depreciation merupakan
kelipatan 200 × 𝑆𝐿𝐷
1
Di mana : 𝑆𝐿𝐷𝑡 = (I − S)
𝑁
Jika : 1 − 𝑆 = 𝐵𝑉𝑡−1
1
Maka : 𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 )
5
D𝐷𝐵𝐷 = 200% × 𝑆𝐿𝐷𝑡
1
= 200% × (𝐵𝑉𝑡−1 )
𝑁
2
Sehingga : D𝐷𝐵𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 )
𝑁
Double Declining Balance Depreciation

Pada saat 𝑡 = 0, BV = 𝐼, maka: • Total depresiasi DDBD pada tahun ke-n


2 2(1) 2 0 adalah :
t = 1 → 𝐷𝐷𝐵𝐷1 = 𝑁 𝐼 = 𝑁 1−𝑁
𝟐 𝒏
2 2(1) 2(1) 2 1
∑𝑫𝑫𝑩𝑫𝒏 = 𝟏 𝟏 − 𝟏 − 𝑵
t = 2 → 𝐷𝐷𝐵𝐷2 = 𝑁 𝐼− 𝑁 = 𝑁 1−𝑁 • Nilai buku (Book value) pada tahun ke-n
2 2 1 2(1) 2
t = 3 → 𝐷𝐷𝐵𝐷3 = 𝐼− 𝑁 − 𝑁 1−𝑁 adalah :
𝑁
2 2 BV = Investasi − ∑𝐷𝐷𝐵𝐷𝑡
2(1) 2 2 2(1) 2 𝑛
= 1−2 + = 1− 2
𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 𝑁 BV𝑛 = 1 − 1 1 − 1 −
𝑁
⋮ 𝒏
𝟐
𝟐(𝑰) 𝟐 𝒏−𝟏 BV𝒏 = 𝑰 𝟏 − 𝟏 −
t = 𝑛 → 𝑫𝑫𝑩𝑫𝒏 = 𝑵
𝟏−𝑵 𝑵
Double Declining Balance Depreciation
Contoh Soal
Suatu aset bernilai 600 juta rupiah, umur 7 tahun, nilai sisa 100 juta
rupiah. Hitung besar depresiasi dan nilai buku tiap tahunnya!

Penyelesaian
2(600) 2 1−1 1200 0
 Investasi (I) = Rp. 600 juta  𝑡 = 1, 𝐷𝐷𝐵𝐷1 = 1−7 = 0,7143 = 171,428
7 7
Nilai sisa (S) = Rp. 100 juta 2(600) 2 2−1 1200 1
Umur asset = 7 tahun 𝑡 = 2, 𝐷𝐷𝐵𝐷2 = 7 1−7 = 7 0,7143 = 122,451
2(600) 2 3−1 1200 2
𝑡 = 3, 𝐷𝐷𝐵𝐷3 = 7 1−7 = 7 0,7143 = 87,467
Besar Depresiasi : 2(600) 2 4−1 1200 3
𝑡 = 4, 𝐷𝐷𝐵𝐷4 = 7 1−7 = 7 0,7143 = 62,4777
𝟐 ⁞
𝑫𝑫𝑩𝑫𝒕 = 𝑩𝒐𝒐𝒌 𝑽𝒂𝒍𝒖𝒆𝒕−𝟏
𝑵 2(600) 2 7−1 1200 6
𝑡 = 7, 𝐷𝐷𝐵𝐷7 = 1−7 = 0,7143 = 22,770
atau 7 7
𝒏−𝟏
𝟐𝑰 𝟐
𝑫𝑫𝑩𝑫𝒏 = 𝟏−
𝑵 𝑵
Double Declining Balance Depreciation
Contoh Soal
Suatu aset bernilai 600 juta rupiah, umur 7 tahun, nilai sisa 100 juta
rupiah. Hitung besar depresiasi dan nilai buku tiap tahunnya!

Penyelesaian

 Investasi (I) = Rp. 600 juta  Nilai Buku Pada Akhir Periode :
Nilai sisa (S) = Rp. 100 juta
𝒏
Umur asset = 7 tahun 𝟐
BV𝒏 = 𝑰 𝟏 −
𝑵
7
2
BV7 = 600 1 −
7
BV7 = 56,9187
5. DDBD to
Convertion SLD
DDBD to Convertion SLD

Salah satu persoalan dalam metode Jika 𝐵𝑉𝑛 = 𝑆 , akan menimbulkan


DDBD adalah nilai buku periode akhir masalah dalam menetapkan nilai aset
tidak selalu sama dengan nilai sisa. perusahaan, karena berpotensi
memunculkan biaya semu (sunk cost).
Beberapa kemungkinan dari nilai buku Untuk menghindari hal tersebut, ada 2
akhir periode dibandingkan dengan metode yang dapat dilakukan, yaitu :
nilai sisa : 1. Melanjutkan perhitungan depresiasi
• 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡=𝑛 > 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎 sampai ditemukan nilai sisa.
• 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡=𝑛 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎 2. Menggabungkan metode DDBD
• 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒𝑡=𝑛 < 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎 dengan SLD
DDBD to Convertion SLD
Hubungan Nilai Buku dengan Nilai Sisa disajikan dalam grafik di bawah ini :

Metode pertama tidak selalu dapat dilakukan, terutama jika umur asset
tidak mungkin lagi di tambah atau asset betul-betul tidak produktif lagi.
Metode kedua yaitu menggabungkan metode DDBD dan SLD yang
disebut dengan Metode DDBD to Convertion SLD.
DDBD to Convertion SLD
Grafik DDBD to Convertion SLD :

Untuk mengetahui kapan DDBD dikonversikan ke SLD, apakah pada titik A,B, atau C
dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu :
1. Metode Pemakaian Tabel
2. Metode Perhitungan Langsung.
DDBD to Convertion SLD
1. Metode Pemakaian Tabel
Diberikandalamtabel di samping, dimana kolom
tahun awal penggunaan SLD dipandu dengan
nilai rasio antara nilai sisadengan investasi.
• Jika angka rasio yang diperoleh 0 s.d < 0,05 di
pakai kolom2.
• Jikarasionya0,05s.d<0,10dipakaikolom 3.
• Jika rasionya 0,10 s.d. < 0,12 dipakai kolom4.
• Sedangkanjika rasionya ≥ 0,12 dipakai kolom
5. Kolom ke- 1menyatakan umur investasi/
aset yang akan didepresiasikan, maka nilai
sel yang berada antara hasil rasio dengan
umur aset menyatakan tahun awal penggan
tian metode DDBD ke SLD.
Contoh Soal

Suatu aset bernilai Rp. 5.400 juta,


mempunyai umur depresiasi 5tahun
dengan nilai sisaditargetkan Rp. 180
juta.
Hitung dan tentukan besarnya depresi
asi dengan menggunakan metode DD
BD to Convertion SLD
Contoh Soal

Penyelesaian:
Investasi (I) = Rp. 5.500 juta MakarasioS/I=180/5400=0,033 jadi rasionya
Nilai sisa (S) = Rp. 180 juta beradapadakolom ke-2 Didapat dari tabel
Umur asset = 5 tahun bahwa tahun peragantian metode (n) = 4, artinya
metode berubah dari DDBDkeSLDpadatahun ke-
4
2(5400) 2 10800
t=1𝐷𝐷𝐵𝐷1 = (1− )1−1= (0,60)0 = 2.160
5 5 5

2(5400) 2 10800
t=2𝐷𝐷𝐵𝐷2 = (1− ) 2−1= (0,60)1 = 1.296
5 5 5

2(5400) 2 10800
t=3𝐷𝐷𝐵𝐷3 = (1− ) 3−1= (0,60)2 = 777,6
5 5 5
Contoh Soal

Nilai buku pada akhir periode ke-3 Dengandemikian, jadwal lengkapdepresiasiasetadalah:


adalah:
2
BVn=𝐼(1− ) 𝑛
𝑁
2
BV3= 5400(1− ) 3
5

BV3=1.166,4

SLDuntuk 2tahunsisa( tahun ke-4dan ke-5)


1
𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑆)
𝑁−(𝑛−1)
1
𝑆𝐿𝐷4= (1.166,4− 180) = 493,2
5−(4−1)
DDBD to Convertion SLD
1. Metode Perhitungan Langsung
Metode perhitungan langsung, di mana masing-maisng metode menghitung depresiasi tiap tahun-
nya, depresiasi yang terbesar untuk tahunyang samadipakaisebagaipilihan. Hanyasajadalamperhi
tungan SLDtidak memakai rumus 1/N(I-S),tetapi rumus yang dipakaiadalah:
1
𝑆𝐿𝐷𝑡 = (𝐵𝑉𝑡−1 − 𝑆)
𝑁−(𝑛−1)
Dimana:
N-(n-1) = umur asettersisa
𝐵𝑉𝑡−1 = nilai buku periodetahunsebelumnya dari metode DDBD

Langkahperhitunganadalahsebagaiberikut
1. Hitung depresiasidenganmetode SLDdan DDBDsecarabersamaan
2. Bandingkannilai SLDdanDDBDuntuk masing-maisngtahun yang sama
3. SaatnilaiSLD DDBD,makakonversi dilakukan
Contoh Soal

Dengan contoh yang sama dengan sebelumnya,


Diketahui:
Investasi (I) = Rp. 5.500 juta
Nilai sisa (S) = Rp. 180 juta
Umur asset = 5 tahun
6. Unit of Production
Depreciation
Unit Production of Depreciation

• Beberapa jenis aset tidak begitu terpengaruh oleh variabel waktu, tetapi lebih banyak ditentukan oleh prod-
uktivitas kerjanya, seperti pesawat terbang, mesin-mesin tertentu yang sangat terpengaruh oleh aktivitas
produksinya, danberbagaiasetdalambentuk depositalam

• Aset-asettersebut depresiasinyadihitungtidak selalumerupakanfungsi waktu, tetapi berdasarkanfungsi


produksinya.

• Misalnya, umur pesawat terbang tersebut tidak dihitung berdasarkan indikator tahun berapa dia dibuat,
atau seberapa tahun dia telah dioperasikan, tetapi sudah berapa lama jam terbangnya, begitu juga untuk
nilai sisa deposit yang terkandung dalam perut bumi setelah dieksploitasi tidak ditentukan berapa lama
dieksploitasi, tetapi sebaliknya, sudah berapa banyak deposit tersbut diambil dan seberapa banyak yang
masih tersisa.
Unit Production of Depreciation

Rumus Umum :

𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊𝒕
𝑼𝑷𝑫𝒕 = (𝑰 − 𝑺)
𝝈𝒏𝟏 𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊

Dimana:
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖𝑡 ∶ jumlah produksi padatahundimaksud
σ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∶jumlah produksi keseluruhan (sesuai estimasi)
Contoh Soal

Suatu mesin ekskavator yang dibeli dengan harga Rp 4.200 juta digunakan untuk
menambang pasir/ kerikil. Berdasarkan spesifikasinya ekskavator tersebut mampu
menambang pasir sebanyak 50.000m3 dan setelah itu masihmempunyai nilai sisa
RP.900juta.Jikajadwal kerja penambangan seperti tabel di bawah, hitunglah depres-
iasi tahunan ekskavatortersebut.
Contoh Soal

Penyelesaian:

𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊𝒕
𝑼𝑷𝑫𝒕 = 𝑰−𝑺
𝝈𝒏𝟏 𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊
4000𝑚3
t=1 𝑈𝑃𝐷1 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp264 juta
50000𝑚3
6000𝑚3
t=2 𝑈𝑃𝐷2 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp392 juta
50000𝑚3
10000𝑚3
t=3 𝑈𝑃𝐷3 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp660juta
50000𝑚3
10000𝑚3
t=4 𝑈𝑃𝐷4 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp660 juta
50000𝑚3
15000𝑚3
t=5 𝑈𝑃𝐷5 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp990 juta
50000𝑚3
5000𝑚3
t=6 𝑈𝑃𝐷6 = (𝑅𝑝 4200−𝑅𝑝 900)=Rp330 juta
50000𝑚3
Contoh Soal

Jadi, jadwal pembayaran depresiasi adalah :


Thank you

Anda mungkin juga menyukai