Anda di halaman 1dari 43

TUGAS UAS

STRUKTUR BANGUNAN LANJUT

“PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


BAHAYA KEBAKARAN”

Anggota Kelompok:
1. ANINDITA CINTYA A (04.2016.1.03012)
2. RISMA YUNIA FERDANI (04.2016.1.03018)
3. IKE ARDIA PRAMESTI (04.2016.1.03020)
4. SHOFI RACHMANI (04.2016.1.03027)
5. GARDA MARSIANA GERE (04.2016.1.03028)
6. AYU KURNIAWATI (04.2016.1.03046)
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KONDISI DARURAT

7.1 BAHAYA API


Api sudah diketahui banyak orang , bagaimana kebakaran dapat terjadi dan pola penjalaran apinya.
Titik api pada bahan organik terjadi jika ada tiga faktor, yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas yang hadir dalam jumlah tertentu. Intensitas api
tergantung dari jumlah bahan bakar yang ada dalam bangunan, biasanya bahan bakar untuk api tersedia dalam bentuk kertas, kayu dan plastik, serta
bagaimana kondisi permukaan bahan-bahan ini terhadap kemungkinan kehadiran oksigen dan panas. Hal ini dapat dilihat dari betapa cepatnya sehelai
kertas terbakar dibandingkan dengan lambatnya sebuah buku ya ng tebal kebakar. Titik penyebaran api keseluruhan bangunan gedung dapat dilihat
melalui tiga mekanisme ; konduksi, konveksi, dan radiasi.

 Konduksi terjadi jika panas dipindahkan langsung melalui suatu bentuk struktur dari sumber api yang terdekat, sebagaimana yang terjadi pada
pengurukan kekuatan tulangan baja pada struktur beton bertulang jika suhu meningkat di atas 400% C.
 Konvesi terjadi jika gas/ udara panas menngkat di dalam gedung.melalui lubang tangga atau lubang saluran ( shaft).
 Radiasi merupakan penjalaran api menurut garis lurus dari bahan yang terbakar ke bahan terdekat yang mudah terbakar. Jendela kaca merupakan
tempat penjalaran radiasi.
Pada saat terjadi kebakaran , ada empat hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan bahaya api, yaitu: penghuni bangunan (manusia), isi
bangunan (harta), struktur bangunan, dan bangunan yang letaknya bersebelahan. Tiga hal yang pertama berkaitan dengan bahaya api yang ada pada
bangunan yang terbakar. Bahaya utama bagi manusia adalah keracunan akibat terhirupnya asap (non termal). Sekitar 75% kematian manusia pada
bangunan yang terbakar diakibatkan oleh asap, sedang sekitar 25% kematian disebabkan oleh panas yang ditimbulkan oleh api (termal).
Asap akan menyebabkan orang sulit melihat dan mengaburkan pertimbangan akan tindakan yang ingin dilakukan (bingung).

Adapun klasifikasi bangunan terhadap kemungkinan bahya kebakaran dapat dikelompokkan menjadi :

i. Bahaya kebakaran ringan


Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaranmelepaskan panas rendah, dan kecepatan menjalarnya
api lambat.
ii. Bahaya kebakaran rendah kelompok I
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah, penimbunan bahan yang mudah terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,50
meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang.
iii. Bahaya kebakaran sedang kelompok II
Bangunan yang mempunyai nilai emudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar sedang dengan tinggi tidakdari 4,00 meter.
iv. Bahaya kebakaran sedang kelompok III
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi.
v. Bahaya kebakaran berat
Bangunan yang mempunyai nilai kemudahan kebakaran tinggi, dan meepaskan panas yang tinggi an penjalaran api yang cepat.
Berdasarkan pearturan daerah (perda) nomor 3 tahun 1992, ketentuan penanggulangan bahaya kebakaran diwilayah DKI jakarta untuk bangunan dibagi
dalam beberapa klasifikasi :
a.Bangunan rendah( < 14 meter atau 4 lapis )
b.Bangunan menengah (< 40 meter )
c.Bangunan tinggi ( > 40 meter )
d.Bangunan pabrik
e.Bangunan umum dan perdagangan
f.Bangunan perumahan
g.Bangunancampuran

Sedangkan, berdasarkan keputusan menteri pekerjaan umum nomor 02/KPTS/1985, ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahya kebakaran pada
bangunan gedung dibagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu :
1.Bangunan kelas a
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya tiga jam.
2. Bangunan kelas b
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.
3. Bangunan kelas c
Bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya setengah jam.
4. Bangunan kelas d
Bangunan yang tidak tercakup dalam kelas A, B, dan C, tidak diatur dalam ketentuan ini, tetapi diatur secara khusus , seperti: instalasi nuklir dan bangujan-
bangunan yang digunakan sebagai gudangnya bahan-bahan yang mudah meledak.
7.2 SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PASIF

7.2.1. KONSTRUKSI TAHAN API


Konsep konstruksi tahan api terkait pada kemampuan dinding luar, lantai, dan atap untuk dapat menahan api di dalam bangunan atau kompartemen.
Dengan demikian, setiap komponen bangunan, dinding, lantai, kolom, dan balok harus dapat tetap bertahan dan dapat menyelamatkan isi bangunan ,
meskipun bangunan dalam keadaan terbakar.
7.2.2. PINTU KELUAR
A.Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar , diantaranya adalah :
pintu harus tahan tehadap a[i sekurang-kurangnya dua jam
B.Pintu harus dilengkapi dengan minimal tiga engsel

C.Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis ( door closer )
D.Pintu dilengkapi dengan tuas/tungkai pembuka pintu yang berada diluar ruang tangga
E.Pintu dilengkapi tanda peringatan : ‘’TANGGA DARURAT - TUTUP KEMBALI’’
F.Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m² dan diletakkan disetengah bagian atas dari daun pintu.
G.Pintu harus dicat dengan warna merah.
Tabel 7.1 JARAK TEMPUH KELUAR
7.2.3. KORIDOR DAN JALAN KELUAR
 Harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukan  Tanda EXIT atau KELUAR harus diletakan pada setiap lokasi.
arah dan lokasi pintu keluar. Serta dapat dilihat dengan jelas.

 Tanda diberi lampu yang menyala saat kondisi darurat, dengan


kuat cahaya tidak kurang dari 50 lux dan luas tanda minumum
155 cm2 , ketinggian huruf tidak kurang dari 15 cm (tebal huruf
minimum 2 cm).

7.2.4. KOMPARTEMEN
 Merupakan konsep penting dalam usaha penyelamatan dalam bahaya
kebakaran dengan menahan dan membatasi penjalaran api.
 Menyediakan penampungan sementara bagi penghuni bangunan untuk
menunggu sampai api dipadamkan / jalur pintu keluar sudah aman.
7.2.5. EVAKUASI DARURAT
a. Tangga Darurat / Tangga Kebakaran
 Pada bangunan tinggi dibutuhkan tangga kedap api / asap , tempat
aman dan harus bebas dari gas panas dan beracun.
 Ruang tangga yang bertekanan diaktifkan otomatis saat kebakaran.
 Pengisian ruang tangga dengan udara segar bertekanan positif akan
mencegah menjalarnya asap dari lokasi kebakaran kedalam ruang
tangga. Tekanan dalam ruang tangga tidak boleh melampaui batas
aman, karena jika terjadi akan menyebabkan pintu sulit dibuka.

 Pada bangunan yang sangat tinggi perlu


dilengkapi lif kebakaran dan perlu adanya
kipas udara (blower) untuk memastikan
udara segar yang masuk jauh dari
kemungkinan masuknya asap.
7.2.5. EVAKUASI DARURAT
b. Evakuasi Darurat pada Bangunan Tinggi
 Pada saat evakuasi darurat tangga dan lift tidak lagi berfungsi,  Sistem inti ini terdiri dari kipas udara dengan 4 bilah baling-
maka penghuni bangunan akan menggunakan sejenis sabuk baling yang lebarnya 30 cm. Dimana ujung yang satu terkunci
pengaman yang dikaitkan pada gulungan kabel. Begitu gulungan pada sumbu gulungan. Rangka utama dilengkapi landasan luncur
terkunci maka orang dapat melompat dan mendarat dengan yang menjorok sekitar 30 cm keluar bukaan jendela / balkon.
selamat.  Evakuasi darurat lain yang dapat digunakan yaitu menggunakan
kantong peluncur yang ditempatkan pada ruang tangga. Orang
dapat memilih keluar bangunan melalui tangga / menggunakan
kantong peluncur. Dapat digunakan dengan aman oleh orang
berkebutuhan khusus untuk mencapai lantai dasar dengan aman
dan cepat.
7.2.6 PENGENDALIAN ASAP

Asap menjalar akibat perbedaan tekanan yang disebabkan


oleh adanya perbedaan suhu ruangan. Pada bangunan tinggi
perambatan asap disebabkan oleh dampak timbunan asap
yang mencari jalan keluar dan dapat tersedot melalui lubang
vertical yang ada, seperti
 Ruang tangga
 Ruang luncur lift
 Ruang saluran vertical (shaft / atrium)
 Tata udara dalam bangunan
Ruang yang luas, seperti pusat perbelanjaan, mall, bioskop
dan ruang pertemuan / konvensi berpeluang untuk
menghasilkan timbunan asap.

Chute System
Panas kebakaran dapat menjalar secara horizontal, Asap panas dapat Beberapa media yang dapat digunakan untuk mengendalikan asap sangat
menimbulkan titik api baru dan mengurangi efektifitas system tergantung dari fungsi dan luas bangunan, antaranya :
sprinkler. Untuk mencegah terjadinya penjalaran asap secara •Jendela, pintu, dinding / partisi dll yang daopat dibuka sebanding
horizontal, dalam gedung perlu dipasang tirai penghalang asap. dengan 10% luas lantai
•Saluran vetilasi udara merupakan system pengendalian asap otomatis
Mengalirkan asap dari dalam gedung akan mengurangi bahaya bagi ( exhaust fan / blower )
petugas pemadam kebakarandan akan mempercepat pencarian •Ventilasi di atap gedung dapat secara permanen terbuka / dibuka dengan
sumber api. alat bantu.
•Sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara diatas bangunan.

Tirai Penghalang Asap Pengendalian Asap pada Bangunan Tinggi


Tambahan persyaratan yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan
pintu tahan api
2.Bangunan dengan fungsi hotel, apartemen dan asrama hanya
mempunyai atrium maksimal 110 m2, dan dilengkapi pintu keluar yang
tidak menuju atrium.
3.Adanya pemisahan vertical Ventilasi Atap Bangunan

4.Pemisah vertical ini berlaku pula bagi ruang pertemuan dengan


kapasitas 300 orang atau lebih, perkantoran dibawah apartemen hotel
atau asrama.
5.Mesanin ddibuat dengan bahan tahan api
6.Ruangan yang berdekatan dengan mesanin dibuat dengan bahan tahan
api sekurang kurangnya satu jam
7.Jarak dari lantai dasar ke lantai mesanin 2,2 meter
8.Mesanin tidak boleh terdiri dari dua lantai.
9.10% dari luas mesanin dapat ditutup ( kamar kecil, ruang utilitas dan
kompatement.
10.Ruan mesanin yang tertutup harus memiliki dua pintu keluar
11.Jarak pintu antar pintu keluar maksimum 35 meter Dimensi Minum Atrium
Tipikal Tangga Kedap Asap

Catatan

A : Pintu tahan api 1,5 jam


B : Pintu tahan Api 1,0 jam
C : Pintu tahan api 30 menit
D : Dinding tahan api 2 jam

Pengendalian asap dapat dilakukan dengan beberapa cara :


1. Dengan jendela dan pintu yang dapat dibukan ( system A )
2.Terintegrasi dengan system tata udara ( system B )
3.Menggunakan ventilasi atap ( system C )
4.Penghisapan asap melalui saluran udara buang / exhaust fan diatas
bangunan ( system D )
7.3 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN AKTIF

Bangunan yang mempunyai ketinggian maksimum 25 meter dapat dengan


mudah dipadamkan dari luar dengan menggunakan tangga dan selang
penyemprot yang dibawa oleh petugas pemadam kebakaran. Untuk
bangunanyang tingginya lebih dari 25 meter perlu dilengkapi dengan
penyeburan air ( sprinkler ) yang bekeja secara otomatis, dan perlu juga
disediakan di lift darurat yang dapat digunakan oleh petugas pemadam
kebakaran.

7.3.1 ALAT PENGINDERAAN / PERINGATAN DINI


( DETEKTOR )
1. Detector ionisasi, ditempatakan di dapur / ruangan yang
Detektor asap dan panas akan memberikan peringatan dini dan dengan
berisi gas yang mudah terbakar / meledak.
demikian memberikan banyak manfaat pada bangunan, karena biasanya
2. Detector asap / fotoelektrin, sel ion sebagai sensornya yang
evakuasi orang keluar gedung membutuhkan waktu yang cukup
ada
panjang.
3. Detector panas, elemen yang sensitive terhadap perubahan
Ada beberapa jenis detector yang dapat digunakan dalam gedung yaitu :
suhu dalam ruang
7.3.2 HIDRAN & SELANG KEBAKARAN 2. Hidran Halaman ( Pole Hydrant )
Berdasarkan lokasi penempatan, jenis hidran kebakaran dibagi atas : Hidran ditempatkan diluar bangunan pada lokasi yang aman dari api dan
1.Hidran Bangunan ( Kotak Hidran – Box Hydrant ) penyaluran pasokan air ke dalam bangunan dilakukan melalui katup
Lokasi dan jumlah hidran dalam bangunan diperlukan untuk menentukan siasmese.
kapasitas pompa yang digunakan untuk menyeprotkan air. Hidran perlu
ditempatkan pada jarak 35 meter satu dengan yang lainnya, karena panjang
selang kebakaran dalam kotak hidran adala 30 meter ditambah jarak
semprotan air 5 meter. Pada atap bangunan yang tingginya lebih dari 8 lantai
perlu juga disediakan hydrant untuk mencegah menjalarnya api.

Jarak Amana Hidran Halaman

Kotak Hidrant

3. Hidran Kota ( Fire Hydrant )


Hidran kota bentuknya sama dengan hidran halaman tetapi mempunyai dua atau tiga lubang untuk selang kebakaran.
Komponen hidran kebakaran terdiri dari sumber air, pompa-pompa Selanjutnya, pemasangan hidran kebakaran juga perlu memperhatikan
kebakaran, selang kebakaran, penyambung, dan perlengkapan lainnya. hal- hal sebagai berikut :
Untuk hidran kebakaran, diperlukan persyaratan teknis sesuai
1. Pipa pemancar harus sudah terpasang pada selang kebakaran
ketentuaan sebagai berikut:
2. Hidran bangunan yang menggunakan pipa tegakukuran 6 inch
1. Sumber persediaan air untuk hidran harus diperhitungkan ( 15 cm ) harus dilengkapi dengan kopling outlet dengan
minimum untuk pemakaian selama 30 menit. diameter 2,5 incg yang bentuk dan ukurannya sama dengan
2. Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus kopling dari unit pemadam kebakaran dan dietempatkan pada
mempunyai aliran listrik tersendiri dan sumber daya tempat yang mudah dicapai.
listrik darurat. 3. Hidran halaman harus disambungkan dengan pipa induk dengan
3. Selang kebakaran dengan diameter minimum 1,5 inch ukuran diameter minimum 6 inch ( 15 cm ) dan mampu
(3,8 cm) harus terbuat dari bahan yang tahan panas, mengalirkan air 1.000 liter/menit. Maksimal jarak hidran 200 m
dengan maksimum 30 meter 4. Hidran halaman yang mempunyai dua kopling outlet harus
4. Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan menggunakan katub pembuka dengan diameter 4 inch ( 10 cm ).
kopling dari barisan/unit pemadam kebakaran. 5. Kotak hidran bangunan harus muda dibuka, dapat terlihat dan
5. Semua peralatan hidran harus dicat dengan warna merah. terjngkau dan tidak terhalang oleh benda apapun.
7.3.3. SPRINKLER
• Penyembur air/gas (sprinkler) menyediakan suatu bentuk peringatan dan terbukti merupakan alat
pencegah/pemadam api yang baik, sebelum api menjadi besar dan tak terkendali serta
menimbulkan banyak kerugian pada manusia, bangunan, dan isinya.
• Sprinkler pada kebanyakan bangunan tinggi memberikan respon yang lebih cepat pada saat terjadi
api dan memberikan waktu yang cukup bagi penghuni bangunan untuk melakukan proses evakuasi.
• Air tidak selalu cocok untuk memadamkan api seperti api yang berasal dari bensin dan spiritus
(alkohol), atau api yang disebabkan dari arus pendek listrik karena air juga dapat membahayakan
orang akibat sengatan listrik.
• Air juga dapat merusak isi bangunan misalnya buku atau alat elektronik. Karena itu pada museum,
lebih cocok menggunakan busa atau karbondioksida (CO2).
• Beberapa negara maju, sprinkler otomatis menjadi syarat untuk dipasang pada bangunan tinggi lebih dari 25
meter.
• Di Indonesia, pemasangan sprinkler ditentukan berdasarkan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI):
3.4.53.1987 yang disahkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 378/KPTS/1987.

TABEL 7.2 Klasifikasi Bangunan

Klasifikasi Bangunan Tinggi/Jumlah Lantai Penggunaan Sprinkler

A. Tidak Bertingkat Ketinggian sampai dengan 8 meter Tidak diharuskan


atau satu lantai
B. Bertingkat Rendah Ketinggian sampai dengan 8 meter Tidak diharuskan
atau dua lantai
C. Bertingkat Rendah Ketinggian sampai dengan 14 meter Tidak diharuskan
atau 4 lantai
D. Bertingkat Tinggi Ketinggian sampai dengan 40 meter Diharuskan, mulai dari lantai 1
atau 8 lantai
E. Bertingkat Tinggi Ketinggian lebih dari 40 meter atau Diharuskan, mulai dari lantai satu
di atas 8 lantai
• Sprinkler dipasang pada jarak tertentu dan dihubungkan dengan jaringan pipa air bertekanan tinggi
(minimum 0,5 kg/cm²).
• Kepala sprinkler dirancang untuk berfungsi jika panas telah mencapai suhu tertentu.
• Umumnya sprinkler dirancang untuk suhu 68° C dan air akan memancar pada radius 3,50 meter.
• Suhu kerja sprinkler dapat dilihat dari warna cairan yang ada dalam tabung gelas pada kepala sprinkler
(Tabel 7.3) , sedangkan untuk sprinkler yang menggunakan segel dapat dilihat pada tabel 7.4.

TABEL 7.3 Warna Cairan Tabung Gelas Sprinkler

Warna Cairan Suhu Pecah Tabung


Jingga 57° C
Merah 68° C
Kuning 79° C
Hijau 93° C TABEL 7.4 Warna Segel Sprinkler
Biru 141° C
Warna Segel Suhu Leleh Segel
Ungu 182° C
Tak Berwarna 68° C / 74° C
Hitam 204° C / 260° C
Putih 93° C
Biru 141° C
Kuning 182° C
Merah 227° C
• Jika sprinkler bekerja, tekanan air dalam pipa akan turun, dan sensor otomatis akan memberi tanda bahaya
(alarm) dan lokasi yang terbakar akan terlihat pada panel pengendali kebakaran.
• Pemeriksaan dan latihan kebakaran perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan sistem sprinkler selalu siap
jika terjadi kebakaran. Ini disebabkan sistem sprinkler yang tidak digunakan atau tidak aktif dalam waktu lama.

Susunan pemasangan pipa sprinkler dapat berupa:


a.Susunan cabang tunggal dengan kepala sprinkler dan
pemasokan air di tengah.
b.Susunan cabang tunggal dengan tiga kepala sprinkler dan
pemasokan air di ujung.
c.Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan
pemasokan air di tengah.
d.Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan
pemasokan air di ujung.
7.3.4. Pasokan Air

• Di kota-kota besar, air untuk hidran, selang kebakaran, dan sistem sprinkler dapat dipasok dari
jaringan pipa air di jalan-jalan utama. Lebih praktis dapat disedot dari kolam renang, waduk, saluran
riol kota atau sungai. Air laut juga dapat digunakan asalkan pipa yang digunakan tahan terhadap
kemungkinan terjadi korosi.
• Di daerah pinggiran kota, kadang pipa distribusi air di jalan-jalan utama belum tersedia, sehingga
jika terjadi kebakaran diperlukan tangki persediaan air atau bendungan dengan kapasitas
penyimpanan yang cukup besar untuk memadamkan api.
• Cadangan air untuk hidran dan sistem sprinkler umumnya disimpan dalam tempat penyimpanan tertentu
(reservoir).
• Jika memungkinkan, tangki penyimpanan air dapat difungsikan ganda, baik untuk keperluan sehari-hari maupun
untuk pemadaman api. Agar air dalam tangki selalu tersedia untuk pemadaman api, maka lubang pasokan
dibedakan dengan lubang untuk kebutuhan sehari-hari.
• Pasoka air dari luar harus ditanam dalam tanah. Jika dipasang di atas permukaan tanah, maka pipa perlu
ditopang oleh struktur yang tidak akan runtuh saat terjadi kebakaran.
a. Tangki Air
• Untuk bangunan tinggi diperlukan tangki air di atas bangunan untuk menyediakan air dengan tekanan tinggi
yang dibutuhkan untuk penyemprotan hidran di bawahnya.
• Air dalam tangki harus cukup untuk kebutuhan jika terjadi kebakaran (sekitar 30 menit), yang diperkirakan
waktu yang cukup bagi mobil pemadam kebakaran melakukan persiapan.
• Tangki berkapasitas 25 m³ cukup untuk kebutuhan dua hidran yang bekerja selama sekitar 30 menit.

b. Tekanan Air
•Tekanan air di berbagai lokasi berbeda. Umumnya tekanan air tidak cukup kuat untuk hidran/selang kebakaran
yang ditempatkan di ketinggian lebih dari 14 meter dari permukaan tanah. Untuk itu diperlukan pompa.
•Pada lokasi yang tidak memadai untuk pasokan air, diperlukan tangki air di atas bangunan dan pompa tekan untuk
bangunan dengan tinggi kurang dari 25 meter.
• Agar efektif, tekanan hidran harus dapat menjangkau ketinggian antara 26 – 66 meter (0,5
kg/cm²). Jika terlalu rendah, jarak semprotan menjadi pendek, dan jika terlalu tinggi, selang sulit
dikendalikan.
• Pada bangunan tinggi lebih dari 40 meter, tekanan hidran perlu dibagi tingkatan.
• Tekanan air pada satu lantai di bawah tangki air ditempatkan, biasanya lebih rendah dari yang
diisyaratkan bagi pengoperasian hidran. Untuk itu diperlukan pompa diesel untuk memberikan
tekanan air.
• Untuk bangunan tinggi lebih dari 14 meter, perlu ditempatkan penghubung hidran (Siamese), agar
pemadam kebakaran dapat menghubungkan selang ke peralatan di mobil kebakaran.
7.4. PERANCANGAN SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

• Rancangan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran terpadu perlu mengikuti setiap langkah yang
ditentukan, urutannya sebagai berikut:
a. Tentukan sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang dibutuhkan oleh suatu bangunan.
b. Hitung luasan lantai bangunan agar dapat menentukan volume tangki persediaan air, ruangan pusat
pengendalian kebakaran, ruang pompa, dan sebagainya.
c. Padukan seluruh sistem pencegahan dan pengendalian kebakaran dengan sistem bangunan lainnya
(arsitektural, structural, dan utilitas lainnya).

• Pemasangan detektor panas harus memenuhi persyaratan:


a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-langit.
b. Pada satu kelompok system ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lantai 46 m² dengan tinggi langit-langit 3,00 meter.
d. Jarak antara detektor tidak lebih dari 7 meter untuk ruang aktif, dan tidak lebih dari 10 meter untuk ruang
sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m² luas lantai.
g. Di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detector untuk setiap jarak
memanjang 9 meter.

• Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan:


a. Untuk setiap luas lantai 92 m².
b. Jarak antara detektor maksimum 12 meter di dalam ruang aktif dan 18 meter untuk ruang sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6 meter untuk ruang aktif dan 12 meter untuk ruang sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi makimum 20 buah detector untuk melindungi ruangan seluas 2000 m².

• Pemasangan detektor api harus memenuhi persyaratan:


a. Setiap kelompok dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di luar harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan pengaruh angin, dan getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan tanda bahaya palsu.
• Pemasangan pengendalian asap pada bangunan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Bangunan berlantai satu
Menggunakan sistem ‘A’, ‘B’, ‘C’, ‘D’, jika luasnya kurang dari 1000 m², dan jika luasnya lebih dari 1000 m²,
maka system ‘A’ tidak dapat digunakan.
b. Bangunan tinggi
Menggunakan system ‘A’ atau ‘B’, jika luasnya kurang dari 1000 m² dan ketinggian bangunan kurang dari 25
meter, tetapi jika luasnya lebih dari 1000 m², maka digunakan system ‘B’.
c. Mal dan pusat perbelanjaan tertutup
Menggunakan system ‘D’, jika panjang mal lebih dari 40 meter dan jika luas took-took yang berorientasi di
dalam mal lebih dari 500 m². Sistem ‘C’ atau ‘D’ boleh digunakan jika tinggi bangunan kurang dari 14 meter.
d. Bangunan dengan atrium
Sistem ‘D’ dapat digunakan jika atrium menghubungkan lebih dari dua lantai, sedang system ‘C’ atau ‘D’
digunakan untuk bangunan tinggi kurang dari 14 meter.
e. Bioskop, Teater, ruang publik, hall, atau lobi
Menggunakan system ‘D’, jika luas panggung pertunjukkan lebih dari 200 m², dan menggunakan system ‘C’
atau ‘D’, jika bangunan kuran dari 14 meter.
• Alat Pemadam Api Ringan (PAR) harus ditempatkan sedemekian rupa sehingga mudah dilihat dan
dicapai serta tidak terhalang. Semua jenis PAR yang biasanya dikemas dalam bentuk tabung harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tabung harus dalam keadaan baik.
b. Etiket/Label mudah dibaca dengan jelas dan dapat dimengerti.
c. Sebelum digunakan, segel harus dalam keadaan baik (tidak rusak).
d. Selang harus tahan terhadap tekanan tinggi.
e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik.
f. Isi tabung gas sesuai dengan yang diisyaratkan.
g. Penggunaannya belum kadaluwarsa.
h. Warna tabung harus mudah dilihat (merah, hijau, biru, atau kuning).
• PAR digolongkan atas klasifikasi sebagaimana tercantum dalam table 7.5, sedang bahan pemadam api ringan dapat
berupa : serbuk kimia kering, busa, karbondioksida (CO2), air dan halon.
• Penempatan PAR dapat dilihat pada table 7.6
7.4.1. Jalur dan Pipa Kebakaran serta Hidran

• Selang kebakaran harus dipasang pada :


a. Semua bangunan yang tingginya lebih dari dua lantai.
b. Bangunan kesehatan yang luas lantainya lebih dari 500 m².
c. Bangunan yang memerlukan kotak hidran.

• Hidran perlu dipasang pada semua gedung yang mempunyai tinggi lebih dari 3 lantai, dengan pengecualian:
a. Bangunan dengan luas keseluruhan kurang dari 500 m².
b. Bangunan yang tingginya satu atau dua lantai yang mempunyai hidran halaman dengan jarak kurang dari 60
meter.

• Beberapa syarat yang perlu dipertimbangkan antara lain:


a. Tangki air di atas diperlukan untuk bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter, dan pada bangunan yang
tingginya kurang dari 25 meter dimana pasokan air dari saluran distribusi tidak mencukupi.
b. Sebuah pompa tekan dengan tenaga diesel/listrik perlu dipasang berdekatan dengan tangki air di atas
bangunan.
c. Sebuah pompa tekan perlu dipasang di lantai dasar, jika ketinggian bangunan lebih dari 14 meter.
• Jalur distribusi dan jaringan pipa untuk instalasi hidran :
• Instalasi yang menggunakan sprinkler :
• Pemakaian hidran kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi bangunan:

• Secara empiris jumlah hidran dapat diperoleh:

Σ hidran = L bangunan . (2) Unit hidran


800
7.4.2. Pemasangan Sprinkler

pemasangan sprinkler diharuskan pada :


a.Bangunan yang memiliki ketinggian 25meter
b.Luas area yang ada lebih besar dari luas kompartemen yang disyaratkan.
c.Bangunan dengan tingkat bahaya yang berat dan memiliki luas lebih dari 2000 meter
d.Ruang public dengna luas panggung pertunjukkan lebih dari 200m2
e.Bangunan dengan atrium yang menghubungkan lebih dari dua lantai
f.Gedung parker tertutup yang memiliki kapasitas hingga 40 mobil
g.Tangki persediaan air harus dipasang didalam bangunan
h.Sebuah pompa tekan dengan tenaga diesel/listrik perlu dipasang berdekatan dengan tangka air
i.Sebuah pompa tekan dipasang pada lantai dasar
j.Sebuah ruang pengendalian kebakaran diharuskan didalam bangunan
jarak antara dinding dan kepala sprinkler tidak boleh melebihi 2,30meter , dan dalam bahaya kebakaran sedang atau berat, tidak boleh melebihi
2,00 meter. Dan Gedung yang tidak dilengkapi langit – langit , maka jarak kepala sprinkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,50meter.
kepala sprinkler harus ditempatkan bebas dari kolom, apabila kolom tersebut tidak dapat dihindari dan jarak kepala sprinkler terhadap kolom
kurang dari 0,60 meter maka harus ditempatkan sebuha kepala sprinkler tembahan pada jarak 2,00 meter dari sisi kolom yang berlawanan (gambar
7.25.)
Jumlah maksimum kepala sprinkler tertera pada table dibawah ini,
7.5. Sistem Tanda Bahaya ( alarm system )

system tanda bahaya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu tanda bahaya untuk keadaan daruat yang berkaitan dengan keamanan bangunan dan yang
terkait pada keadaan keamanan penghuni/pengguna bangunan dan harta benda yang ada didalam bangunan yang ditujukkan untuk menangkal
kejahatan ( seperti perampokan , pencurian , aksi terorisme , dan bentuk kejatahan lainnya.).

bangunan dilengkapi dengan system tanda bahaya atau alarm system yang panel induknya berada pada ruang pengendalian kebakaran , sedang
sub –panelnya dapat dipasang di setiap lantai berdekatan dengan kotak hidran. Tanda alarm bahaya kebakaran dihubungkan dengan system detector
( detector asap atau panas ) atau system sprinkler.
ketika detector berfungsi , hal ini akan terlihat pada monitor yang ada pada panel utama pengendalian kebakaran , dan tanda
bahaya dapat dibunyikan secara manual , atau secara otomatis , dimana pada saat detector berfungsi terjadi arus pendek yang akan
menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi.

pada tanda bahaya system keamanan ( security system ) digunakan berbagai jenis detector / sensor , yaitu : sensor ultrasonic,
sensor gelombnag mikro , sensor infra merah , atau sensor suara. sensor dapat diberupa sakelar yang dapat ditempatkan pada lokasi
tertentu dan dapat difungsikan secara manual untuk membuat tanda bahaya berfungsi.

sesnsor ultra sonic dapat dikacaukan jika terjadi turbulensi udara akibat system tata udara atau adanya bunyi yang disebabkan
oleh dering telephone , suara kipas udara atau getaran peralatan dalam ruang. Sensor ultrasonic dapat mencakup luas 7,00 meter X
9,00 meter. Pada gelombang mikro, sensor baru berfungsi jika objek telah mencapai jarak tertentu , dan perkiraan dimensi objek yang
bergerak dapat diatur. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekeliruan antara manusia dan binatang peliharaan dan
gangguan akibat adanya turbulensi atau getaran benda – benda.
sensor gelombang mikro tergolong system aktif , karena alat tersebut selalu bekerja dengan memancarkan gelombang suara. Sensor yang
menggunakan inframerah tergolong sensor pasif, karena tubuh manusia dan benda – benda yang mempunyai panas akan mengeluarkan radiasi infra
merah. Sensor infra merah dapat dipasang sampai jarak 30 meter.

sensor suara menggunakan sensor Analisa akustik , juga merupakan sensor pasif , dan akan berfungsi jika tidak terjadi frekuensi tertentu .
banyak bangunan dilengkapi dengan detector logam ( metal detector ) yang dapat mendeteksi adanya bahan peledak , amunisi, dan senjata api.
Hal ini untuk mencegah berbagai tindak kejahatan terorisme. Dan juga untuk memudahkan pemantauan , dipasang jaringan televisi tertutup pada
lokasi yang rawan kejahatan.
7.6.1 Sistem pengamanan ruangan dengan anak kunci

Pengamanan dilakukan dengan memasang kunci pada setiap pintu yang dibuka dengan menggunakan anak kunci tertentu. Prinsipmya terdapat dua
system perkuncian ( key system ) , yaitu : dengan master key dan system penguncian yang dipusatkan (central locking system ).

Sistem master key , sebuah anak kunci dapat digunakan untuk membuka beberapa pintu yang berada di bawah tingkatannya, yang disusun
berdasarkan hirarki ( gambar 7.29). Kunci grand master dapat digunakan untuk membuka seluruh pintu yang ada di dalam satu bangunan. Kunci master
dapat digunakan untuk membuka seluruh pada satu lantai tertentu dalam bangunan.jika setiap lantai bangunan dibagi atas beberapa zona maka pintu – pintu
yang berada pada zona tertentu dapat dibuka oleh kunci sub – master. Sistem ini biasanya dipakai untuk bangunan hotel kantor , Pendidikan dan industry.
Anak kunci nomor 10 pada gambar 7.29. dinamkan kunsi pass group , atau dikenal dengan kunci duplikat, yang digunakan oleh beberapa orang untuk
membuka satu pintu tertentu.

Dalam system central lock , beberapa anak kunci tertentu yang berbeda dapat digunkan untuk membuka satu pintu tertentu. Sistem ini biasanya
digunkana pada bangunan apartemen.

Anda mungkin juga menyukai