Anda di halaman 1dari 99

Perpajakan 2

Overview
Agenda

Pajak di Indonesia

Pajak Penghasilan

Pajak Pertambahan Nilai

Ketentuan Umum Tatacara


Perpajakan

2
Pajak sebagai
Sumber
Penerimaan
Negara
Silabus

1. Overview Pajak 8. Pengadilan Pajak


2. KUP 1 – Pendaftaran, 9. Presentasi – kunjungan
Pembukuan, Pembayaran dan pengadilan pajak
Pelaporan 10. Banding
3. KUP 2 – Pemeriksaan, 11. Manajemen Pajak dan Pajak
Penetapan dan Ketetapan, Internasional
Penagihan
12. Kasus - Manajemen Pajak
4. KUP 3 – Penyidikan dan Pajak Internasional
5. KUP 4 – Keberatan dan 13. Etika dalam Perpajakan
Banding
14. Pajak Daerah
6. Kasus KUP 1
7. Kasus KUP 2
Definisi Pajak

• Dipungut berdasarkan undang-undang


• Tidak menunjukkan adanya kontraprestasi
• Dipungut negara baik pemerintah pusat dan daerah
• Diperuntukkan pengeluaran pemerintah  public
investment
• Mempunyai tujuan lain  reguler
Fungsi Pajak

•Budgetair  sumber
penerimaan utama
•Reguler  PPnBM
Minimun keras, PPh
pengusahan kecil lebih
rendah,
 Redistribusi
 Demokrasi
Penerimaan Pajak
APBN 2018
Pajak dalam APBN 2018
Tax Ratio
Komponen Penerimaan Pajak
Azas pajak

• EQUALITY  Pajak  CONVINIENCE  tidak


adil dan merata menyulitkan, Pay as
– Adil secara vertikal you earn,
– Adik horisontal ex:withholding system

 ECONOMY 
efisien ex:self
assesment
 CERTAINTY  tidak
sewenang-wenang,
Adam Smith
berdasarkan undang- dalam An Inquiri
undang yang dilaksanakan into the nature
and cause of the
wealth of nations
Azas Pemungutan
Azas Menurut Falsafah Hukum
Azas yuridis
• Teori Asuransi
(melindungi) Hukum pajak harus
• Teori Kepentingan memberikan jaminan hukum
• Teori daya pikul  UU
• Teori Bakti
• Teori azas daya beli
Azas untuk memungut
Azas ekonomi  Azas tempat tinggal
Negara  perekonomian  Azas kebangsaan
meningkat. Pajak tidak  Azas sumber
menghambat ekonomi
HUKUM PAJAK

Kumpulan peraturan-peraturan yang


mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
HUKUM PAJAK MATERIAL

mengatur tentang obyek pajak, subyek


pajak, besar pajak yang dikenakan timbul
dan hapusnya utang pajak dan hubungan
hukum antara pemerintah dan WP

HUKUM PAJAK FORMAL


• UU Pajak Penghasilan
• UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tata cara untuk mewujudkan hukum
material menjadi kenyataan
• UU Bea Meterai
• UU Pajak dan Retribusi Daerah
• UU Pajak Bumi dan Bangunan • UU Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan,
• UU Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa,
• UU Pengadilan Pajak
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
WAJIB PAJAK FISKUS
c
Pemeriksaan
Pendaftaran
(NPWP-NPPKP)
c Penetapan
(SKP)
Pembukuan/
Pencatatan
Keberatan

Pembayaran
(SSP) BPP
Banding

Pelaporan MA
(SPT)
Kasasi
Jenis Pajak

Pajak

Golongan Sifat Lemb.


Pemungutnya

Pajak Pajak
Subyektif Obyektif

Pajak pajak tdk Pajak Pajak


Langsung langsung Pusat Daerah
Perlawanan Pajak

• PASIF

• Struktur Ekonomi
• Sistem Pemungutan
• Moral dan Intelektual • AKTIF
penduduk

• Tax Avoidance
• Tax Evasion
CARA(STELSEL) PEMUNGUTAN PAJAK

 Stelsel
 Fiktif  PPh ps 25
 Riil  PPh ps 21, 23
 Campuran  PPh ps 29

Pembayaran Angsuran PPh 25 (fiktif) Penghitungan


Pemotongan pajak oleh pihak lain (PPh 21, 22, 23, 24) kembali
PPh ps 29
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

 Sistem pemungutan
 Official assessment  SKP, PBB
 Self assessment  PPh tahunan
 Withholding system  PPh 21, 23,
Pajak
Penghasilan
Sistematika

1. Subjek Pajak

2. Objek Pajak

3. Cara Menghitung Pajak

4. Pelunasan Pajak

5. Fasilitas Perpajakan
Pajak Perusahaan
Dipotong
PPh 23 atas Badan
penghasilan jasa
Memotong
PPh 21
atas gaji

PPN atas
PBB penyerahan
Penghasilan Meterai barang/jasa
BPHTB
Beban yang dapat dikurangkan Pajak Daerah
Penghasilan kena pajak
X tarif pajak
Pajak terutang 1thn fiskal Lapor
Kredit pajak KPP
• Angsuran pajak (PPh25)
• Dipotong pihak lain (22,23) Setor
• Pajak luar negeri (24) Kas negara
Pajak kurang/lebih bayar (29/28
PAJAK dalam Perusahaan
 Pajak atas Penghasilan Perusahaan
– Dibayar langsung oleh perusahaan :
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (final, tidak final, 22, 23)
– Laporan laba rugi akan mempengaruhi jumlah beban pajak dan di Neraca  utang
pajak / pajak dibayar dimuka
 Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax)
– Pajak atas penghasilan yang diterima pihak lain (21, 23, 26)
– PPN  pajak atas penyerahan barang / jasa kena pajak
– Tidak muncul dalam laporan laba rugi, tetapi di Neraca sebagai utang atau pajak
dibayar dimuka
 Pajak Lainnya
– PBB, pajak daerah, PPnBM  beban
– Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
– Pajak Daerah
– Bea Materai
PAJAK untuk Individu
 Individu  SPTnya berbeda
– Bekerja dari satu pemberi kerja
– Bekerja lebih dari satu pemberi kerja
– Pemilik usaha
 Pajak atas Individu
– Dibayar langsung oleh individu:
• Angsuran pajak (PPh 25)
• Pembayaran pajak akhir tahun (PPh 28/29)
– Dipotong oleh pihak lain (PPh21, PPh23, PPh22, PPh24, tidak final, final, )
 Kewajiban memotong pajak pihak lain (with holding tax)  Pph 21, PPh
final
– Orang pribadi yang mempekerjakan pihak lain
– PPN untuk individu yang menjalankan usaha
 Pajak Lainnya
– PBB, pajak daerah, PPnBM  beban
– Pajak atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP)
– Pajak Daerah
– Bea Materai
Perbedaan Pajak dan Akuntansi -1

Undang-
PSAK
Undang

AKUNTANSI PAJAK

PERBEDAA
N
Permane Tempore
n r

Penelitian: Pajak Tangguhan:


Book tax Gap  Aktiva/utang
 Beban/Pendapatan
Eff Tax Rate
Subyek dan Obyek Pajak

Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak


atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.

• PPh dapat dikenakan atas bagian tahun pajak jika


kewajiban subjektif mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim. Jika tahun buku tidak
sama, dapat menggunakan tahun buku asalkan berdurasi
12 bulan.
Dasar Hukum

Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun 2008


Tentang
Perubahan Keempat atas
UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

• Peraturan Pemerintah (PP)


• Keputusan Presiden (Keppres)
• Peraturan & Keputusan Menkeu (PMK & KMK)
• Peraturan, Keputusan, dan Surat Edaran Dirjen Pajak
(PER, KEP, dan SE DJP)
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Orang Pribadi (OP)

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, bersifat


menggantikan yang berhak.

Badan
Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan subyek pajak yang
perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subyek pajak
badan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)

Dalam Negeri Luar Negeri


Bentuk Usaha Tetap (1)
Pasal 2 Ayat (5)

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:

Orang pribadi sebagai Badan sebagai


subjek pajak LN subjek pajak LN

Untuk menjalankan usaha atau kegiatan di


Indonesia.
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3

a. Kantor perwakilan negara asing;


b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang yang
diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat :
Bukan warga negara Indonesia; dan
Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut; serta
Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu, dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota;
d. Pejabat - pejabat perwakilan organisasi internasional (c) dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)

Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang:


- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak.

Dengan nama dan dalam bentuk apapun


Klasifikasi Umum Penghasilan

Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan


pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan
sebagainya.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun


tidak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan
keuntungan penjualan harga atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha.

Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan


hadiah.
Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (1)

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang


diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (1)

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


i. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
ii. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
iii. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
iv. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan, pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
di antara pihak yang bersangkutan; dan
v. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan;
Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (1)

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;


m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
Pajak Final

Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan


diperoleh atau diterima. Pemotongan dilakukan oleh
pemberi penghasilan, atau pihak lain yang ditentukan.

Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di akhir


tahun, penghasilan yang dikenakan pajak final bukan
sebagai penambah penghasilan dan pajak final tidak
dapat menjadi kredit pajak.
Pajak Final = pajak selesai dengan pembayaran tersebut
Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2)

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga


obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pelaksana Pajak Final

Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.


PP No. 14 Tahun 1997
Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI.
PP No. 131 Tahun 2000
Penghasilan dari hadiah undian. PP No. 132 Tahun 2000
Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan. PP No. 5 Tahun 2002
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan.
PP No. 71 Tahun 2008
Penghasilan berupa bunga/ diskonto obligasi yang dijual di bursa efek.
PP No. 16 tahun 2009
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. PP No. 40 Tahun 2009

Penghasilan dari UMKM. PP No. 46 Tahun 2013


Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)

a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil zakat
yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)

c. Warisan;
d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak
secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam
negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

44
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)

i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

45
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih


lanjut dengan atau berdasarkan PMK;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

46
Deductible Expenses atas Penghasilan BUT
Pasal 5 Ayat (2)

Meliputi biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat:

Sehubungan dengan:
- usaha atau kegiatan; Penghasilan sebagaimana tersebut dalam
- penjualan barang; Pasal 26, selama terdapat hubungan
- pemberian jasa; efektif antara BUT dengan harta/ kegiatan
yang sejenis dengan yang dijalankan BUT yang memberikan penghasilan.
di Indonesia.

47
Penentuan Laba BUT
Pasal 5 Ayat (3)

Biaya administrasi kantor pusat yang boleh dibebankan adalah biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, berdasar besaran yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.

Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya
meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak lainnya.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Pembayaran dari kantor pusat yang bukan sebagai penghasilan BUT meliputi:
Royalti/ imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak lainnya.
Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
48
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)

Biaya 3M bersifat dapat dikurangkan (deductible) atas penghasilan bruto :


a. Biaya yang berkaitan dengan kegiatan usaha, meliputi:
i. Biaya pembelian bahan baku;
ii. Biaya tenaga kerja;
iii. Bunga, sewa, dan royalti;
iv. Biaya perjalanan;
v. Biaya pengolahan limbah;
vi. Premi asuransi;
vii. Biaya promosi, sesuai ketentuan PMK;
viii. Biaya administrasi
ix. Pajak selain PPh.
b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi;
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menkeu;
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta ; 49
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan
Memelihara (3M) Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
e. Kerugian dari selisih kurs;
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h. Piutang yang nyata – nyata tak dapat ditagih, dengan syarat:
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
Daftar piutang yang tidak dapat ditagih telah diserahkan kepada Ditjen Pajak;
Telah diserahkan perkara penagihannya kepada PN atau BUPLN;
Ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang
antara kreditur dan debitur;
Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus.
i. Sumbangan dalam rangka bencana nasional yang diatur oleh PP.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengebangan yang diatur oleh PP.
k. Sumbangan dalam rangka infrastruktur sosial yang diatur oleh PP.
l. Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan yang diatur PP
50
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang diatur oleh PP.
Ketentuan Khusus Atas Biaya 3M

 Biaya 3M yang dapat dibebankan hanyalah biaya – biaya yang


dikeluarkan terkait penghasilan yang ditetapkan sebagai objek
pajak.
 Biaya 3M yang dikeluarkan terkait penghasilan yang dikenai
pajak final atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,
tidak dapat dibebankan.
 Jika diketahui nilai biaya secara total, penghitungan biaya 3M
yang dapat dibebankan atau tidak, dapat ditetapkan berdasar
metode pro rata berdasar proporsi penghasilan

51
Kompensasi Kerugian
Pasal 6 Ayat (2)

Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya,


berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

Atas penanaman modal di bidang – bidang usaha tertentu atau di daerah – daerah
tertentu, kompensasi kerugian dapat diberikan hingga paling lama 10 tahun.

52
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Pasal 7 Ayat (1), (2), dan (3)

No. Elemen PTKP*(2016 dst)


1 WP Sendiri Rp 54.000.000,00
2 Status Kawin Rp 4.500.000,00
3 Tanggungan, per orang, dengan jumlah Rp 4.500.000,00
maksimal tiga orang tanggungan.
4 PTKP bagi istri yang penghasilannnya Rp 54.000.000,00
digabung.

Tanggungan meliputi anggota keluarga sedarah atau semenda dalam


garis keturunan lurus (orang tua, mertua, anak kandung, anak tiri),
atau anak angkat.
Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak
Non Deductible Expenses (1)
Pasal 9 Ayat (1)

Biaya yang tidak dapat dikurangkan (non deductible) atas penghasilan bruto, meliputi:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
anggota atau anggota;
c. Pembentukan dana cadangan, kecuali:
Cadangan untuk jenis usaha tertentu yang ditetapkan KMK;
Cadangan untuk usaha asuransi;
Cadangan jaminan sosial dibentuk BPJS;
Cadangan penjaminan yang dibentuk LPS;
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
Cadangan biaya reforestasi untuk usaha kehutanan;
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat limbah industri untuk
usaha pengelolaan limbah;
54
Non Deductible Expenses (2)
Pasal 9 Ayat (1)

d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang
dibayar oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, selain sumbangan yang
ditetapkan sebagai deductible expense serta selain sumbangan keagamaan yang
bersifat wajib kepada lembaga yang dibentuk atau disahkan pemerintah;
h. Pajak penghasilan;
55
Non Deductible Expenses (3)
Pasal 9 Ayat (1)

i. Biaya yang dibebankan/ dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang


yang menjadi tanggungan;
j. Gaji anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.

56
Ketentuan Khusus Atas Natura

Natura yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di


daerah tertentu adalah imbalan yang terkait dengan:
 Tempat tinggal bagi pegawai dan keluarganya.
 Pelayanan kesehatan.
 Pendidikan.
 Peribadatan.
 Pengangkutan.
 Olahraga, selain golf, power beating, pacuan kuda, dan terbang
layang.
Natura yang diberikan akibat keharusan suatu pekerjaan di antaranya
dapat berupa seragam bagi petugas pengamanan, atau penginapan bagi
kru pelayaran atau penerbangan.
Dialektika Pajak: Asas Resiprokalitas

Atas penghasilan – penghasilan yang dikategorikan sebagai bukan objek


pajak bagi pihak yang menerima penghasilan bersangkutan, maka pada
umumnya biaya – biaya dari pihak yang melakukan pengeluaran terkait
penghasilan tersebut, akan ditetapkan sebagai biaya yang tidak dapat
dikurangkan (non deductible).

Non Bukan
Deductible Objek
Expense Pajak

Pihak Pihak
Melakukan Menerima
Pengeluaran Penghasilan
Penghitungan Penghasilan Netto
Pasal 14, dan 15

Subjek pajak melakukan pembukuan dan


Ketentuan Umum menghitung penghasilan netto berdasar
hasil pembukuan.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,00 Subjek pajak melakukan pencatatan dan
per tahun dan memberitahukan menghitung penghasilan netto berdasar
kepada Dirjen Pajak di 3 bulan persentase Norma Penghitungan
pertama periode pajak. Penghasilan Netto (NPPN).

Wajib Pajak yang tidak dapat dihitung Subjek pajak melakukan pembukuan dan
penghasilan nettonya berdasar menghitung penghasilan netto berdasar
ketentuan Pasal 16 Ayat (1) dan (3) persentase Norma Penghitungan Khusus.
Tarif Pajak
Pasal 17 Ayat (1)

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


1 0 s/d Rp 50.000.00,00 5%
2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 15%
250.000.000,00
3 Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 25%
500.000.000,00
4 Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Tarif pajak progresif berlaku bagi WP orang pribadi.


Tarif pajak bagi WP badan adalah 28% untuk penghasilan sebelum tahun 2010
dan 25% untuk penghasilan setelah tahun 2010.
Ketentuan Khusus Atas Tarif Pajak

 Tarif pajak tertinggi dapat diturunkan menjadi 25%, diaturdengan PP.


 Tarifbagi WP badan dapat berlaku 5% lebih rendah, jika memenuhi persyaratan
minimal 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
persyaratan lain sesuai ketentuan PP.
 Nilai Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah menuju ribuan terdekat.
 Bagian pajak terutang bagi WP yang terutang dalam bagian tahunpajak adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
360
Ataskurun waktu satu bulan penuh diasumsikan setara dengan 30 hari.
Cara Pelunasan Pajak
Pasal 20

Pajak tahun berjalan dapat dilunasi melalui

Pembayaran oleh wajib pajak sendiri. Pemotongan atau pemungutan oleh


(PPh Pasal 25) pihak lain.
(PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26)

Merupakan pelunasan pajak yang


boleh dikreditkan terhadap PPh
yang terutang untuk tahun pajak
berjalan, kecuali untuk pembayaran
PPh yang bersifat final.
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29

Status pajak terutang di akhir tahun dapat berupa:

Pajak kurang bayar. Pajak lebih bayar.


Ketika beban pajak terutang melebihi Ketika beban pajak terutang kurang
total kredit pajak. dari total kredit pajak.

Wajib dilunasi selambat – Akan dikembalikan/ direstitusikan,


lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah dilakukan pemeriksaan
setelah tahun pajak berakhir, serta diperhitungkan dengan sanksi
sebelum SPT tahunan disampaikan. dan kewajiban pajak lain.
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31A

Wajib pajak yang melakukan Berdasar penetapan PP dapat memperoleh


penanaman modal di bidang – bidang fasilitas berupa:
usaha tertentu. a. Pengurangan penghasilan paling
tinggi 30% dari jumlah penanaman
modal yang dilakukan.
b. Penyusutan dan amortisasi yang
dipercepat (tarif dua kali lebih tinggi).
c. Kompensasi kerugian yang lebih
lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun.
d. Pengenaaan PPh dengan tarif 10%
Wajib pajak yang melakukan atas dividen yang diterima subjek
penanaman modal di daerah – daerah pajak luar negeri, kecuali ditetapkan
tertentu. lebih rendah oleh P3B.
Perimbangan Penerimaan Pajak
Pasal 31C

Penerimaan atas PPh orang pribadi dan


PPh 21 yang dipotong oleh pemberi kerja.

80% 20%
Untuk Pemerintah Pusat Untuk Pemerintah Daerah
Fasilitas Perpajakan
Pasal 31E

Memperoleh pengurangan tarif sebesar


50% dari tarif Pasal 17 (tarif flat 25%).
untuk bagian Penghasilan Kena Pajak dari
Wajib pajak badan yang memiliki nilai
peredaran bruto kurang dari Rp
50.000.000.000,00
Berlaku untuk bagian Penghasilan Kena
Pajak dari bagian penghasilan bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.

66
PPN & PPnBM
Agenda

1. Konsep Umum PPN

2. PKP dan DPP

3. Administrasi PPN

4. Diskusi kasus
Pengertian Umum

PPN adalah Pajak atas


Konsumsi Barang atau jasa

Di Dalam Daerah
Pabean
OLEH

Orang Pribadi
Badan
Karakteristik PPN

Pajak Obyektif
Pajak Tidak Indirect
Langsung Substraction
Method

Non kumulatif KARAKTERISTIK Multi stage

Konsumsi
Dalam Negeri
Consumption type
VAT
CIRI PPN

• Pengenaan PPN dilaksanakan Sistem


FAKTUR
• Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP,
wajib dibuatkan Faktur Pajak

Faktur Pajak Perupakan


Bukti Pungutan PPN

Faktur Pajak Faktur Pajak


Bagi Penjual Bagi Pembeli
merupakan bukti merupakan bukti
PAJAK KELUARAN PAJAK KELUARAN
OBYEK PPN

Impor BKP
Penyerahan BKP
Penyerahan JKP

Pemanfaatan BKP
di daerah pabean OBYEK PPN Pemanfaatan JKP

Ekspor BKP berwujud Ekspor JKP


Ekspor BKP tidak
berwujud

Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena


Pajak
Daerah Pabean

Wilayah RI yand didalamnya berlaku


ketentuan Kepabeanan
(UU No 10/1995)

1 Darat
Ruang udara
dan di atasnya
2 Perairan

Tempat tertentu di zona


3 Ekonomi Eksklusif

4 Landas Kontinen
BARANG

BARANG ADALAH

BARANG BARANG
TIDAK
BERWUJUD
BERWUJUD

BARANG CONTOH :
BERGERAK • HAK ATAS
MEREK DAGANG
• HAK PATEN
BARANG TIDAK • HAK CIPTA
BERGERAKLandas
Kontinen
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP)

PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK


ADALAH :SETIAP KEGIATAN PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK

YANG DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKAN
UU PPN
JASA

SETIAP KEGIATAN PELAYANAN BERDASARKAN SUATU


PERIKATAN/PERBUATAN HUKUM ,YANG MENYEBABKAN

• SUATU BARANG
• FASILITAS
• KEMUDAHAN
• HAK

TERSEDIA UNTUK DIPAKAI


TERMASUK

JASA YG DILAKUKAN UNTUK MENGHASILKAN BARANG


KARENA PESANAN ATAU PERMINTAANDGN BAHAN &
ATAS PETUNJUK DARI PEMESANTERMASUK
JASA KENA PAJAK (JKP)

SETIAP KEGIATAN PELAYANAN TERMASUK JASA YG DILAKUKAN


BERDASARKAN SUATUPERIKATAN UNTUK MENGHASILKAN
/PERBUATAN HUKUM YG BARANGKARENA PESANAN ATAU
MENYEBABKANSUATU BARANG PERMINTAAN DGN BAHAN
/FASILITAS/KEMUDAHAN /HAK DAN/ATAU PETUNJUK DARI
TERSEDIAUNTUK DIPAKAI PEMESAN

YANG DIKENAKAN
PAJAK BERDASARKAN
UU PPN
JASA KENA PAJAK (JKP)

SETIAP KEGIATAN PEMBERIAN


JASA KENA PAJAK

TERMASUK

PEMAKAIAN PEMBERIAN
SENDIRI JKP CUMA-CUMA

OLEH PKP
PEMANFAATAN JKP DAN BKP

PEMANFAATAN JKP DAN BKP TIDAK BERWUJUD


DARI LUAR DAERAH PABEAN

• SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN JKP DARI LUAR


DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN

• SETIAP KEGIATAN PEMANFAATAN BKP TIDAK


BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN KARENA
SUATU PERJANJIAN DI DALAM DAERAH PABEAN.
IMPORT, EXPOR DAN PERDAGANGAN

ADALAH SETIAP KEGIATAN


MEMASUKKAN BARANG DARI
IMPOR LUAR DAERAH PABEAN KE
DLM DAERAH PABEAN

ADALAH SETIAP KEGIATAN


MEMASUKKAN BARANG DARI
EXPOR LUAR DAERAH PABEAN KE
DLM DAERAH PABEAN

ADALAH SETIAP KEGIATAN


MEMASUKKAN BARANG DARI
PERDAGANGAN LUAR DAERAH PABEAN KE
DLM DAERAH PABEAN
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

PENGUSAHA

YANG MELAKUKAN
PENYERAHAN BPK/JKP

YANG DIKENAKAN PAJAK


BERDASARKAN UU PPN

TIDAK TERMASUK PENGUSAHA KECIL,


KECUALIPENGUSAHA KECIL YANG MEMILIH UNTUK
DIKUKUHKAN SEBAGAI PKP
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)

HARGA JUAL

PENGGANTIAN YANG DIPAKAI


SEBAGAI
NILAI IMPOR DASAR UNTUK
MENGHITUNG
PAJAK YANG
NILAI EKSPOR TERUTANG

NILAI LAIN YANG


DITETAPKAN MENKEU
HARGA JUAL

NILAI BERUPA UANG

TERMASUK

SEMUA BIAYA YANG DIMINTA ATAU


SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PENJUAL

KARENA
PENYERAHAN BPKP
TIDAK
TERMASUK

PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&


POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DALAM
FAKTUR PAJAK
PENGGANTIAN

NILAI BERUPA UANG

TERMASUK

SEMUA BIAYA YG DIMINTA ATAU


SEHARUSNYA DIMINTA OLEH PEMBERI
JASA

KARENA
PENYERAHAN JKP
TIDAK
TERMASUK

PPN YANG DIPUNGUT MENURUT UU PPN&


POTONGAN HARGA YG DICANTUMKAN DLMFAKTUR
PAJAK
NILAI IMPOR
NILAI BERUPA UANG

YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGANBEA


MASUK DITAMBAH PUNGUTAN LAINNYA YG
DIKENAKAN
PAJAKBERDASARKANKETENTUAN DLM
PERUNDANG-UNDANGANKEPABEANAN

UNTUK IMPOR BPKB


TIDAK
TERMASUK

PAJAK YANG DIPUNGUT MENURUT UU


Tarif PPN

Sebesar 10%
Kecuali untuk ekspor yang dikenakan tarif 0%
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak.
Pemungut PPN 563/KMK.03/2003

• Pemungut:
– Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang
dananya dari APBN/APBD.
– Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
– Badan Usaha Milik Negara dan Milik Daerah
• PPN yang terutang dipungut oleh PKP Penjual.
• Pembeli BKP/JKP wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar
harga jual ditambah PPN (10%).
• Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN, PPN
yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut
oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh
Pemungut PPN tersebut.
• Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga
jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor ke kas negara.
Faktur Pajak

• Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat


oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
• Jenis Faktur Pajak
– Standar
– Gabungan
– Sederhana
Pengkreditan Pajak Masukan

• Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak


dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama.
• Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum
berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan
atas perolehan dan/atau impor barang modal
dapat dikreditkan.
• Pajak Masukan yang dikreditkan harus
menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi
persyaratan)
Pajak Masukan

• Apabila dalam suatu Masa Pajak:


– PK > PM, selisihnya yang harus disetor ke kas
negara oleh PKP paling lambat akhir bulan
berikutnya
– PM > PK, selisihnya dapat direstitusi atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya,
atau direstitusi pada akhir tahun buku
(pengecualian untuk pengusaha tertentu yang
bergerak dalam bidang ekspor BKP, BKP
Tidak Berwujud, JKP, penyerahan kepada
pemungut, belum berproduksi dan tidak
dipungut PPN)
PPnBM

1. Hakikat dan Karakter Umum

2. Tarif

3. Ketentuan Umum

4. Perhitungan PPnBM
Karakteristik PPnBM

PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping


PPN

Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu


pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah
oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada saat
impor.

PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya


dengan PPN. (Namun demikian, apabila Eksportir
mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka
PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat
direstitusi.)
Batasan BKP tergolong Mewah
• Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
• Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
• Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
• Barang tersebut dikonsumsikan untuk menunjukkan status
Tarif Pajak

• Tarif PPnBM paling rendah 10% dan paling tinggi 75%


• Tarif ekspor BKP tergolong mewah dikenakan pajak 0%, karena
barang ekspor dikonsumsi diluar daerah pabean
Jenis Barang Kena Pajak

• Tarif 10% : peralatan olahraga, AC, alat fotografi, alat sinematografi


• Tarif 20% : rumah mewah, apartmen, mesin pencuci piring, instrumen
musik
• Tarif 30% : kapal, sampan, kano, kecuali untuk keperluan negara
• Tarif 40% : minuman beralcohol, permadani sutra, barang dari kristal
dan logam mulia, balon udara
• Tarif 50% : permadani bulu hewan halus, senjata api, pesawat udara
• Tarif 75% : barang dari batu mulia/mutiara, kapal pesiar mewah
Pengecualian Pengenaan PPnBM

• Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan,


kendaraan jenazah, kendaraan pamadam kebakaran, kendaraan
tahanan, kendaraan angkutan umum;
• Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan
• Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau
lebih termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel
atau semi diesel) dengan semua kapasitas isi silinder yang digunakan
untuk kendaraan dinas TNI atau Polri
Dwi Martani - 081318227080
martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com
http://staff.blog.ui.ac.id/martani/ 98
ILMU KEHIDUPAN

• Pahami tujuan hidup yang hakiki – pengabdian pada Allah, menebar


manfaat dan kebaikan kepada sesama
• Hidup adalah pemberian Pencipta, maka pelajari apa hakekat dan
tujuan Penciptaan kita sebagai manusia.
• Allah menciptakan manusia disertai dengan perangkat dan
pedomannya  pelajari bagaimana pedoman hidup sesuai kehendak
Allah karena hakekatnya ketentuan Allah adalah ketentuan ideal
untuk manusia.
• Ilmu kehidupan adalah ilmu wajib yang harus dipelajari sehingga
menjadi kita memahami apa hakekat kehidupan, untuk apa hidup,
bagaimana hidup dan ke mana hidup berakhir.
• Kemampuan kita memahami kehidupan akan menjadikan hidup akan
lebih terarah, orang memahami arti kebahagian yang hakiki dan
kehidupan yang hakiki.
• Ilmu profesi adalah manifestasi dan perwujudan dalam menerapkan
ilmu kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai