Anda di halaman 1dari 27

Stabilisasi dan Transporasi

Berkaitan dengan SPGDT

NAMA KELOMPOK :
1. ARDIYANI MUSLIMAH (18618691)
2. NIKEN SAWITRI (18618692)
Definisi Stabilisasi

 Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan


posisi penderita/ pasien agar tetap stabil selama
pertolongan pertama. (Document, 2015)
Stabilisasi bisa dikaitkan dengan rujukan pada
pelayanan gawat darurat.
Tujuan Resusitasi dan Stabilisasi

1. Menjamin jalan nafas lancar.


2. Resusitasi Jantung Paru atau tindakan sejenis
untuk pemulihan sirkulasi dan pernafasan serta
kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.
3. Memberikan terapi cairan ataupun pengobatan
(kristaloid, transfusi jika pelayanan stabilisasi di
fasilitas memungkinkan hal ini dilakukan,
menghentikan perdarahan) (Cahyadi, 2018).
Kriteria Hasil untuk Resusitasi hingga
Stabilisasi

1. Tanda Tanda Vital Normal


2. Tidak ada lagi perdarahan artinya kehilangan
darah dapat diminimalisir dan bahkan dihentikan
perdarahannya.
3. Keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam
4. Tidak ada bukti untuk disfungsi organ setelah
pertolongan misalkan: patah tulang atau trauma
berat, kecacatan dan lainnya (Cahyadi, 2018).
Prinsip Stabilisasi
1. Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak
sehubungan dengan keadaan yang dialami.
2. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil.
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang
bidai tidak berubah.
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh
pada keadaan yang lebih buruk lagi (Document,
2015).
6. Penderita dalam keadaan stabil saat rujukan maupun
pra rujukan (penderita bukan dalam keadaan
memburuk).
7. Perawatan penderita selama stabilisasi harus optimal,
hindari merujuk penderita dalam keadaan terancam
jalan nafas (IDE, 2017).
Prinsip Merujuk kaitannya Stabilisasi dan
Transportasi

1. Fisiologis
Penderita/korban memerlukan bantuan pernafasan
secara menetap, mungkin memerlukan alat bantu
respirator/ventilator, mungkin memerlukan RS
dengan fasilitas CT Scan dan lainnya.
2. Anatomis
Penderita/Korban dengan cedera wajah berat atau
pasien dengan gangguan vaskuler memerlukan
rujukan yang tepat sesuai dengan kemampuan
rumah sakit (RS) (IDE, 2017).
Macam-macam Stabilisasi untuk
Transportasi

1. Stabilisasi Airway dan Breathing


2. Stabilisasi Hemodinamik
3. Stabilisasi CNS
4. Stabilisasi Pasien dengan Cidera Muskoloskeletal
5. Stabilisasi Perdarahan
Alat untuk Evakuasi Stabilisasi

1. Cervical collar/penyangga leher.

2. Short spine board/penyangga tulang belakang


pendek.
3. Long spine board/penyangga tulang panjang

4. Scoop strecher (tandu seperti sekop).


5. Wheeled strecert (tandu beroda).

6. Oksigen portable pada SPGDT seri PPGD Dirjen


BUK 2004 halaman 38 (IDE, 2017)
Perhatian Sebelum Pertolongan pada
Kegawatdaruratan terkait Pertolongan
Pertama dan Stabilisasi

1. Obyek, seberapa berat korban yang akan ditolong


mungkin perlu bantuan.
2. Keterbatasan Penolong
3. Komunikasi dengan teman
4. Posisi kaki, letakkan kaki pada bagian yang kuat
rata pada permukaan tanah
5. Gunakan kaki, jangan sekali-kali menggunakan
punggung untuk mengangkat korban.
6. Jangan mengangkat dengan satu tangan,
luruskan punggung untuk mengangkat korban.
 Jangan berputar selagi mengangkat korban,
hindari gerakan memutar dari tubuh, akan
menimbulkan cedera
 Letakkan berat badan korban dengan tubuh
penolong, penolong menggunakan kakinya jauh
dari korban daripada punggungnya, semakin jauh
dari tubuh korban penolong semakin berat,
kemungkinan penolong cedera (IDE, 2017).
Definisi Transportasi

 Transportasi adalah proses usaha untuk


memindahkan dari tempat satu ke tempat lain tanpa
atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan
kondisi di lapangan. Pada dasarnya proses stabilisasi
dan transportasi berjalan beriringan (Document,
2015)
Persiapan Transportasi dan Keadaan
Untuk Transportasi
Persiapan Transportasi:

 Penderita/Pasien
 Tempat Tujuan
 Sarana Alat
 Personil/Petugas
 Penilaian Layak Pindah:
1. A – Airway
2. B – Breathing
3. C – Circulation
4. D – Disability
Metode Transportasi

 Transportasi pasien terjadi terutama dalam dua


lingkungan yang berbeda: di darat dengan ambulans
atau di udara dengan baik kendaraan rotor sayap
(helikopter) atau kendaraan udara (pesawat).
Transportasi udara dan darat masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Mekanisme Transportasi
Koordinasi dan Komunikasi Pra
Transport

 Dokter pengirim menentukan dan menghubungi


dokter penerima pada RS tujuan untuk menerima
pasien dan memastikan sebelum mengirim bahwa
sumber yang lebih memadai tersedia. Dokter
penerima diberikan keterangan lengkap keadaan
pasien. Pada saat tsb, anjuran dapat dimintakan
terkait tindakan dan stabilisasi sebelum transport.
Kelayakan pemindahan pasien dari / ke rawat inap
(ICU - UGD) pada RS penerima harus diketahui
benar.
 Bila dokter tidak menyertai pasien saat transport,
dokter yang merujuk dan menerima harus
memastikan ada dokter pemberi komando bagi tim
transport yang bertanggung-jawab atas tindakan
medis dikala transport. Ia juga mungkin layak
untuk menerima Laporan Medik sebelum tim
berangkat (Rahmatillah, 2019).
Petugas yang Terkait Transportasi

 Dianjurkan minimal dua petugas disamping


operator ambulans bertugas saat trasport pasien
sakit kritis antar RS. Bila mentransport pasien tidak
stabil, ketua tim transport harus dokter atau nurse,
terbaik yang sudah pelatihan kedokteran transport.
Untuk pasien kritis yang stabil, ketua tim boleh
paramedik(Rahmatillah, 2019).
Monitoring Saat Transport

 Semua pasien kritis yang akan ditransport Antar RS


minimal harus mendapatkan oksimetri pulsa
kontinu, monitor elektrokardiografik, dan
pemeriksaasn berkala tekanan darah dan frekuensi
pernafasan(Rahmatillah, 2019)
 Kondisi pasien serta pengelolaan selama transport
dicatat dan dilampirkan pada Rekam Medik pasien
pada fasilitas pengirim. Kopinya diberikan pada
institusi penerima(Rahmatillah, 2019).
Menyiapkan Pasien untuk Transport antar
Rumah Sakit

 Tidak ada bukti yang mendukung pendekatan ʻscoop


and runʼ pada transport antar RS untuk pasien sakit
kritis. Karenanya fasilitas perujuk sebelum transport
harus mulai menilai dan menstabilkan secara layak
hingga derajat memungkinkan untuk memastikan
pasien aman selama transport.
 Ceklis harus digunakan untuk memastikan kesesuaian
dengan peraturan yang berlaku dalam hal transfer
pasien. Item pada cek-lis termasuk dokumentasi
evaluasi medis inisial dan stabilisasi hingga derajat
yang mungkin, informed consent terkait manfaat dan
risiko transfer, indikasi medis transfer, dan komunikasi
dokter - dokter dengan nama dokter penerima dan RS
penerima (Document, 2015).
Jejaring Rujukan Rumah Sakit

 Jejaring rujukan antar RS dibuat berdasar


kemampuan RS dalam memberikan pelayanan, baik
dari segi kuantitas kemampuan menerima pasien
maupun kualitas pelayanan yang dihubungkan
dengan kemampuan SDM dan kesedian fasilitas
medis maupun perkem- bangan teknologi
(Document, 2015).
Rekam Medik Pasien Transport

Fasilitas perujuk mengirim informasi medis dan


lain-lain yang penting yang diperlukan un- tuk
kelanjutan tindakan bagi pasien tanpa terputus,
termasuk ringkasan tata laksana ber- sama dengan
informasi identitas dan administratif penting
bersama pasien saat transport
Persyaratan Transportasi Pasien Pra
Rumah Sakit

1.Sebelum diangkat dibawa ke dalam mobil


AGD/dirujuk harus diperhatikan:
a. Gangguan pernafasan dan kardiovaskular
ditanggulangi (ABC).
b. Perdarahan telah dihentikan.
c. Luka-luka telah ditutup.
d. Fraktur tulang telah di fiksasi (IDE, 2017).
2. Selama perjalanan atau dalam mobil AGD selalu
diperhatikan:
a. ABC atau CAB serta kesadaran dan keadaan
umum.
b. Pernafasan.
c. Tekanan darah.
d. Denyut nadi.
e. Keadaan luka.
Transportasi Ambulan Gawat Darurat Pra
RS

1. Kendaraan pengangkat/brankard.
2. Peralatan medis dan non medis.
3. Petugas (tenaga medik/paramedis terlatih).
4. Obat-obatan life saving dan life support(IDE, 2017)
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai