Anda di halaman 1dari 16

D I S U S U N U N T U K M E M E N U H I S A L AH S AT U T U G A S :

M ATA K U L I A H : S T U D I K I TA B TA F S I R

DOSEN PENGAMPU : H. AKHMAD DASUKI, LC. MA

DISUSUN OLEH :

Y U L I A N T I H A N I FA H
NIM. 1703 1300 38

AULIA SHOLIHAH
NIM. 1703 1300 48
Al-Alusi memiliki nama lengkap Abu Tsana’ Syihab
al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi.
Lahir pada hari Jum’at 15 Sya’ban 1217 H/1802 M . Gelar
al-Alusi didapat dari nama tempat di tepi barat sungai
Eufrat yang terletak di antara kota Abu Kamal dan kota
Ramadi, Irak. Dalam belajar al-Alusi sejak muda
langsung dibimbing oleh orang tuanya sendiri yaitu
Syaikh al-Suwaidi. Tidak cukup hanya orang tuanya
beliau juga berguru kepada Syaikh al-Naqshabandi, yang
mengajarkan ilmu tasawuf. Pada tanggal 25 Zulhijjah
1270 H, al-Alusi wafat dan dimakamkan di dekat kuburan
Syaikh Ma’ruf al-Karkhi, seorang tokoh sufi yang
terkenal di kota Kurkh.
Dorongan untuk menulis kitab tafsir telah ada, akan tetapi al-
Alusi memiliki keraguan, yaitu merasa belum mampu dan kurangnya
kesempatan, sehingga penafsiran tersebut tertunda.
Akan tetapi, keyakinan untuk meneruskan tugas tersebut muncul
dari kejadian yang luar biasa yaitu dari sebuah mimpi. Ketika itu
tepatnya pada malam Jum’at pada bulan Rajab tahun 1252 H, beliau
bermimpi disuruh Allah Swt untuk melipat langit dan bumi, kemudian
disuruh untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada padanya.
Kemudian beliau seolah mengangkat tangan yang satu ke langit dan
yang satu lagi ke tempat air. Namun setelah itu beliau terbangun dari
tidurnya. Setelah mencari makna dari mimpi tersebut, beliau pun
mendapat jawaban dalam sebuah kitab, yaitu beliau diperintahkan
untuk mengarang kitab tafsir. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud
Khan bin Sulthan Abdul Hamid Khan, tepat pada tanggal 16 Sya’ban
1252 H, pada usia 34 tahun al-Alusi mulai mengarang kitab tafsir
tersebut.
Setelah selesai penyusunan al-Alusi
menemukan kesulitan dalam penamaan kitab
tersebut. Hingga beliau menanyakannya kepada
Perdana Menteri Ali Ridho Pasha. Secara spontan
beliau memberi nama “Tafsir Ruh al-Ma’ani Fi
Tafsir al-Qur’an al-Azim wa al-Sab’ al-Masani”.
Kitab tersebut terdiri 16 jilid diterbitkan di Beirut
oleh Dar al-Kutub al-Ilmiyah yang disempurnakan
oleh putra beliau, Sayyid Nu’man al-Alusi setelah
beliau wafat.
Sampul depan Edisi Lengkap
Adapun sistemtika penafsiran yang digunakan dalam
kitab al-Alusi menempuh langkah sebagai berikut:
1. Menyebutkan ayat yang ditafsirkan sesuai dengan
urutannya dalam surat-surat al-Qur ’an.
2. Menerangkan kedudukan suatu kata atau kalimat yang
ada dalam ayat tersebut dari segi kaidah bahasa (ilmu
nahwu).
3. Menafsirkan dengan ayat-ayat lain.
4. Memberikan keterangan dari hadis nabawi bila ada.
5. Mengumpulkan pendapat para penafsir terdahulu.
6. Memperjelas makna lafal dengan syair-syair.
7. Menyimpulkan berbagai pendapat yang ada dengan
memberikan keterangan segi balaghah, i’jaz,
munasabah-nya serta asbabun-nuzul bila dijumpai.
Seperti uraian sebelumnya yaitu tentang sistematika
penafsiran, disana dapat disimpulkan bahwa kitab ini
menggunakan metode tahlili dan muqarrin.
Sedangkan corak dalam kitab tafsir al-Alusi ini menurut
al-Dzahabi adalah tafsir al-ra’yi al-mahmud, yang kemudian
disetujui oleh para ulama termasuk Ali al-Shabuni yang
menambahkan bahwa corak kitab tafsir al-Alusi adalah isyari
atau sufistik, riwayah atau ma’tsur, dan dirayah atau ar-ra’yu.
Menurut al-Dzahabi mengapa demikian, karena al-Alusi
mengambil atau mengutip pendapat para ulama terdahulu yang
penafsirannya menggunakan corak tersebut sehingga ikut
terbawa dan mengimbas pada corak tafsir al-Alusi.
Kitab al-Alusi dalam penafsiran bidang
fiqh bermadzhab Syafi’i, namun dalam
banyak hal cenderung mengikuti mazhab
Hanafi. Akan tetapi, sebenarnya beliau tidak
fanatik terhadap mazhab tertentu. sedangkan
dalam bidang aqidah beliau mengikuti
aqidah Sunni.
1. Imam al-Alusi dalam menafsirkan ayat-ayat sangat
memperihatikan ilmu-ilmu tafsir atau ulum al-qur ’an seperti
ilmu nahwu, balaghah, qira’at, asbab al-nuzul, munasabah dan
sebagainya.
2. Al-Alusi bersikap tegas terhadap riwayat-riwayat isra’iliiyat.
3. Menurut al-Shabuni tafsir al-Alusi adalah bahan rujukan yang
terbaik dalam bidang ilmu tafsir riwayah, dirayah dan isyarah,
serta meliputi ulama salaf maupun khalaf dan ahli-ahli ilmu.
4. Dalam menjelaskan ayat-ayat hukum tidak ada kecenderungan
untuk memihak kepada suatu mazhab tertentu setelah
menyebutkan beberapa pendapat mazhab fiqih yang ada.
1. Dalam membahas masalah ketatabahasaan,
terkadang al-Alusi memberikan penjelasan secara
luas. Sehingga melampaui kapasitasnya sebagai
seorang mufassir (ahli tafsir).
2. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, al-Alusi
banyak menggunakan pendapat dari para ulama
lainnya.
3. Dalam pencantuman hadis, terkadang al-Alusi
tidak menjelaskan tentang kualitas hadits.
‫‪ Penafsiran dari segi Bahasa‬‬
‫وحكى اللغويون في { عَل َي ْ ِه ْمْ } عشر لغات ضم الهاء وإس كان‬
‫الميم وهي قراءة حمزة ‪ ،‬وكسرها وإسكان الميم وهي قراءة‬
‫الجمهور ‪ ،‬وكسر الهاء والميم وياء بعدها وهي قراءة الحسن‬
‫‪ ،‬قيل وعمر بن خالد وكذلك بغير ياء وهي قراءة عمر بن‬
‫فائد ‪ ،‬وكسر الهاء وضم الميم بواو بعدها وهي قراءة ابن‬
‫كثير وقالون بخالف عنه وضم الهاء والميم وواو بعدها وهي‬
‫قراءة األعرج ومسلم بن جندب وجماعة ‪ ،‬وضمهما بغير واو‬
‫ونسبت البن هرمز وكسر الهاء وضم الميم بغير واو ونسبت‬
‫لألعرج والخفاف عن أبي عمرو وضم الهاء وكسر الميم‬
‫بياء بعدها وكذلك بغير ياء وقرىء بهما أيضاْ ‪ .‬وحاصلها‬
‫ضم الهاء مع سكون الميم أو ضمها بإشباع أو دونه أو‬
Dalam kitab Ruh Al-Ma’ani diterangkan bahwsanya dalam lafadz
“’alaihim”, al-Ausi menerangkan ada 10 ragam qiraat yang sudah
disampaikan oleh para ahli bahasa/linguistik, diantaranya:

1. Ha’ dhommah dan mim sukun, qiraat imam Hamzah.


2. Ha’ kasrah dan mim sukun, qiraat Jumhur.
3. Ha’ kasrah dan mim kasrah yang ada ya’ setelahnya, qiraat Hasan.
4. Ha’ kasrah dan mim kasra tanpa ya’ menurut Umar bin Khalid, qira’at
‘Amr bin Faid.
5. Ha’ kasrah dan mim dhommah dengan waw setelahnya, qiraat Ibnu
Katsir
6. Ha’ dhommah dan mim dhommah yang setelahnya ada waw, qiraat al-
A’raj bin Muslim bin Jandab dan segolongan ulama.
7. Ha’ dhommah dan mim dhommah dengan tanpa waw, dinisbatkan
kepada Ibnu Harmaz.
8. Ha’ kasrah dan mim dhommah dengan tanpa waw, dinisbatkan kepda al-
A’raj dan Khafaf dari Ibnu Umar
9. Ha’ dhommah dan mim kasrah dengan ya’ setelahnya.
10. Ha’ dhommah dan mim sukun dengan tanpa ya’.
‫‪ Penafsiran dari segi pendapat ulama‬‬
‫‪Sebagaimana ketika menafsirkan surah Al-Kahfi ayat 65:‬‬

‫ع ْن ِدنَا‬ ‫ن ِعبَا ِدنَا آ َْت َ ْينَاهْ َر ْح َم ْة ِم ْْ‬


‫ن ِْ‬ ‫عبْدا ِم ْْ‬ ‫فَ َو َج َدا َ‬
‫ن لَدنَّا ِع ْلما‬
‫علَّ ْمنَاهْ ِم ْْ‬
‫َو َ‬
‫ن ِعبَا ِدنَا { الجمهور على أنه‬ ‫عبْدا ّم ْْ‬ ‫}فَ َو َج َدا َ‬
‫الخضر بفتخ الخاء وقد تكسر وكسر الضاد وقد‬
‫تسكن ‪ ،‬وقيل اليسع ‪ ،‬وقيل الياس ‪ ،‬وقيل ملك من‬
‫المالئكة وهو قول غريب باطل كما في شرح‬
‫مسلم ‪ ،‬والحق الذي تشهد له األخبار الصحيحة‬
‫هو األول ‪ ،‬والخضر لقبه ولقب به كما أخرج‬
Dalam contoh Tafsiran ayat ini, kita dapat
mengetahui bagaimana cara al-Alusi menafsirkan
ayat-ayat Isroiliyat. Yaitu yang pertama dengan
mengatakan pendapat para Jumhurul Ulama. Adapun
maksud kata “Abdan” dalam ayat ini menurut
Jumhurul Ulama adalah Khidir, dan juga ada yang
mengatakan Yasa’, Ilyas, dan juga ada yang
mengatakan “Abdan” disini adalah salah satu
malaikat, namun pendapat ini dipandang gharib .
Adapun pendapat yang paling kuat adalah pendapat
yang pertama yaitu “Khidir”.
Kitab tafsir Ruh al-Ma’ani Fi Tafsir al-
Qur’an al-Azim wa al-Sab’ al-Masani adalah
karangan dari al-Alusi atau Abu Tsana’ Syihab al-
Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-
Baghdadi. Kitab ini adalah karya terbesar beliau
sehingga membuat beliau menjadi salah satu
ilmuwan terkenal. Kitab tafsir ini memiliki
metode tahlili dan muqarrin dengan corak ar-ra’yi
dan ma’tsur, serta bermazhab Syafi’i dalam bidang
fiqh dan bermazhab Sunni dalam bidang aqidah.

Anda mungkin juga menyukai