Anda di halaman 1dari 52

Kelompok Tutorial 7

Anggota Kelompok 7
• Syarifa Soraya Fairuzha H1A015062

• Syifa Farakha Sari H1A015063

• Tiara Kusuma DN Sawengi H1A015064

• Tri Waliyuddin Afif H1A015065

• Tsanya Fuady H1A015066

• Vanessa Candri Noviasi H1A015067

• Yusika Saftari Handini H1A015068

• Zakiyuddin Abd. Azam H1A015069

• Zenia Maulivia Fadila H1A015070


Outline
• Skenario 4
• Differential diagnosis kejang pada dewasa
• Analisis Skenario
• Status Epileptikus
Skenario 4

“Seorang wanita berusia 30 tahun


dibawa keluarganya ke UGD
dengan kejang”
Analisis Skenario
Differential diagnosis kejang apa saja?
Kejang

Infeksi Non Infeksi

Intrakranial Ekstrakranial • Gangguan Metabolik


• Gangguan Elektrolit
• Gangguan kardiovaskular
• Keganasan
• Epilepsi
• Meningitis • Trauma
• Kejang
• Ensefalitis • Intoksikasi/withdrawal
demam
• Mengingoensefalitis
Penyebab kejang pada orang dewasa
Neurological Pathology
• Neurovascular: Stroke, Hemorrhage, AVM
• Tumor: Primary, Metastase
• CNS Infection: Abses, Meningitis, Encephalitis
• Inflammatory disease: Vasculitis, Acute disseminated encephalomyelitis
• Trauma Head Injury: Contusion, Hemorrhage
• Primary Epilepsy
Penyebab kejang pada orang dewasa
Non-Primary Pathology
• Drugs/substance toxicity: Antidepresan, Antipsikotik, Antibiotik
• Drugs/substance withdrawal: Alcohol, Opioid, Barbiturate,
Benzodiazepine
• Fibrile convulsion
• Metabolic abnormality: Hyponatremia, Hypoglikemia
Anamnesis
Identitas Pasien
• Nama : Nn. N
• Usia : 30 tahun
• Pekerjaan : Pegawai toko
• Status pernikahan : Belum menikah
• Pendidikan terakhir : SLTA
Anamnesis
• Keluhan utama : kejang
• Durasi dan onset : 30 menit sebelum ke UGD  onset akut
• Keluhan sebelum terjadinya kejang : tidak ada
• Perjalanan:
 tangan dan kaki kaku bersamaan, diikuti kelonjotan seluruh ekstremitas, mata melirik ke
atas, lidah tergigit dan busa pada mulut, serta mengompol  Kejang general motorik tonik
klonik
 kejang selama 2x, yang pertama 5 menit, kemudian pasien tidur dan kejang lagi sekali 10
menit kemudian, pasien tidak bangun diantara kejang sampai dibawa ke UGD status
epileptikus.
 setelah kejang berhenti, pasien tetap tertidur terus
Anamnesis
• Keluhan penyerta: penurunan kesadaran (-), demam (-), nyeri kepala (-),
kelemahan anggota gerak (-)
• Riwayat penyakit dahulu: kejang sebelumnya (-) tapi pasien pernah kejang
demam pada usia 2 tahun, trauma (-), stroke (-), DM (-), hipertensi (-),
riwayat tumor/keganasan (-), alergi (-)
• Riwayat penyakit keluarga: sering kejang (epilepsy) (-), stroke (-),
hipertensi (-), DM (-)
• Riwayat pengobatan: minum obat kejang (-), obat lain (-)
• Riwayat sosial: alcohol (-), narkotika (-)
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum: tidak sadar; GCS: E2V3M5; BB: 45 kg
• Tanda Vital: TD120/80 mmHg, RR 22 x/menit, HR 108
x/menit, Suhu 36,8 °C
• Kepala dan leher dbn; jantung & paru dbn, abdomen dbn,
ekstremitas dbn
• Status
Neurologis: kaku kuduk (-), pupil bulat isokor, refleks
cahaya +/+, refleks kornea +/+; lateralisasi motorik (-), Sensoris
normal, refleks fisiologis +2/+2, refleks patologis (-).
Kejang

Infeksi Non Infeksi

Intrakranial Ekstrakranial • Gangguan Metabolik


• Gangguan Elektrolit
• Gangguan kardiovaskular
• Keganasan
• Epilepsi
• Meningitis
• Kejang • Trauma
• Ensefalitis
demam • Intoksikasi/Withdrawal
• Mengingoensefalitis
Penyebab kejang pada orang dewasa
Neurological Pathology
• Neurovascular: Stroke, Hemorrhage, AVM
• Tumor: Primary, Metastase
• CNS Infection: Abses, Meningitis, Encephalitis
• Inflammatory disease: Vasculitis, Acute disseminated encephalomyelitis
• Trauma Head Injury: Contusion, Hemorrhage
• Primary Epilepsy
Penyebab kejang pada orang dewasa
Non-Primary Pathology
• Drugs/substance toxicity: Antidepresan, Antipsikotik, Antibiotik
• Drugs/substance withdrawal: Alcohol, Opioid, Barbiturate,
Benzodiazepine
• Febrile convulsion
• Metabolic abnormality: Hyponatremia, Hypoglikemia
Pemeriksaan Penunjang
• Darah lengkap: Hb 13 g/dL, Leukosit 9.550 sel/mcL  Normal
• Elektrolit: Na 135 mEq/L, K 3,5 mEq/L, Cl 101 mEd/L  Normal
• GDS: 135 mg/dl  Normal
• BUN 10 mg/dl, Kreatinin serum 0,8 mg/dl  Normal
• SGOT 18 u/L, SGPT 20 u/L  Normal
• Rotgen thoraks: jantung dan paru dbn  kesan normal
• CT Scan kepala: perdarahan (-), infark (-)  kesan normal
Penyebab kejang pada orang dewasa
• Neurological Pathology: Primary Epilepsy
• Non-Primary Pathology: Metabolik (Hyponatremia,
Hypoglikemia)
Diagnosis: Status epileptikus
et causa epilepsi primer
DDx:
1. Sinkop
2. Bangkitan Non Epileptik Psikogenik
3. Aritmia Jantung
4. Sindroma hiperventilasi atau serangan panik
Definisi SE
• Suatu kondisi kejang terus menerus (bias 30 menit) atau kejang berulang
tanpa pemulihan kesadaran diantaranya
• Secara sederhana, status epileptikus dipertimbangkan jika seseorang kejang
atau tidak sadar ≥ 5 menit
• Status epileptikus konvulsif: bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit,
atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara
bangkitan.
• Definisi status epileptikus non konvulsif: bangkitan epileptik berupa
perubahan kesadaran maupun perilaku tanpa disertai manifestasi motorik
jelas namun ada aktivitas bangkitan elektrografik pada EEG.
Epidemiologi
Data di AS:
• 60.000-160.000 kasus epiletikus tonik-klonik
• 41/100.000 individu per tahun
• 27/100.000 individu per tahun pada dewasa
• 86/100.000 per tahun untuk usia lanjut
• 1/3 kasus S.E didiqgnosa karena tidak teratur minum obat antikonvulsan
• Lebih sering terjadi pada anak. Namun, mortalitasnya lebih tinggi pada usia
lanjut. Pada anak-anak mortalitasnya 3% dan pada usia lanjut 38%
Etiologi
• Simtomatis (penyebab diketahui)
 Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan
elektrolit, trauma kepala, perdarahan, atau stroke.
 Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya:
ensefalopati hipoksik-iskemik, trauma kepala, infeksi, atau
kelainan otak kongenital
 Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik,
autoimun (vaskulitis)
 Epilepsi
• Idiopatik/kriptogenik
Faktor Risiko Status Epileptikus
1. Epilepsi
10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami 1x
episode status epileptikus. Selain itu, SE dapat merupakan
manifestasi epilepsi pertama kali pada 12% pasien baru epilepsi.
2. Pasien sakit kritis
Pasien dengan ensefalopati hipoksik-iskemik, trauma kepala,
infeksi SSP, penyakit kardiovaskular, penyakit jantung bawaan
(terutama post-operatif), dan ensefalopati hipertensi.
Patofisiologi
• Merupakan hasil kegagalan mekanisme terminasi kejang akibat persistensi
abnormal eksitasi berlebihan atau mekanisme inhibisi yang tidak efektif.
• Studi menunjukkan bahwa ada induksi aktivitas kejang kuat antara
hippocampus dan struktur parahippocampal dan kejang berlangsung melalui
urutan perubahan elektrofisiologi yang berbeda.
• Mekanisme utamanya yaitu:
 Aktivasi konstan hippocampus.
 Hilangnya penghambatan transmisi sinaptik GABA di hippocampus.
 Transmisi sinaptik rangsang glutaminergik, penting dalam
mempertahankan SE
Schematic diagram shows change in postsynaptic receptors after continued status epilepticus. The GABAergic
receptors are endocytosed and its number is decreased by clathrin, and the clathrin-coated vesicles are destroyed by
the endosomes; however, the glutamate receptors are upregulated. C = clathrin-coated vesicle
Con’t
• Mekanisme lain: akumulasi ion Cl intraseluler atau bikarbonat yang lebih tinggi
mungkin juga berperan dalam hilangnya inhibisi yang diperantarai GABA.
• Pada saat yang sama, AMPA dan NMDA pindah ke membran sinaptik di mana
mereka membentuk reseptor eksitasi tambahan. Perubahan ini semakin
meningkatkan rangsangan selama kejang yang tidak terkontrol.
• Kerusakan neuronal pada SE akibat stimulasi saraf yang dimediasi NMDA
mengarah ke apoptosis. Ketika sel-sel saraf ini terdepolarisasi, ion-ion Mg2+ yang
menghalangi saluran berdifusi keluar, memungkinkan ion Na+ dan Ca2+ membanjiri
sel, menghasilkan kaskade peristiwa sitotoksik Ca+2, yang menyebabkan cedera
saraf, lisis dan kematian sel.
• Kerusakan sel yang dipicu dengan cara ini dapat menjadi reversibel jika SE diakhiri
dalam satu jam pertama.
Manifestasi klinis
• Secara umum, perubahan fisiologis pd SE dibagi menjadi 2:
• phase 1  kompensasi untuk mencegah cerebral damage.
• phase2  gagal kompensasi, risiko cerebral damage bila terus
berlanjut
• Transisi
dari phase 1 ke phase 2 terjadi sekitar 30-60 menit
kejang berlanjut
• Perubahan fisiologis tidak selalu terjadi pada semua pasien,
tergantung etiology, kondisi klinis, dan tatalaksana yg dilakukan.
Manifestasi klinis
• Tahap awal SE  pelepasan katekolamin massif  tachycardia,
arrhythmias, tekanan arteri systemic, pulmonary, dan atrium kiri tinggi,
dan kadang pulmonary edema.
• Peningkatan glukosa darah, gagal nafas, asidosis laktat (metabolic),
• Hyperpyrexia dengan peningkatan leukosit kadang dianggap infeksi.
• Low-grade CSF pleocytosis; penurunan TD 15-30 menit setelah SE;
kadang juga hypoglycemia.
• Gagal ginjal karena rhabdomyolysis dan myoglobinuria.
• Pada fase awal SE  peningkatan cerebral blood flow  peningkatan
TIK  Later, cerebral edema
Klasifikasi
Ditentukan berdasarkan 4 aksis:
• Semiology:
motorik/non-motorik, derajat
gangguan kesadaran
• Etiology Jarang dilakukan, dan butuh waktu
lama mengetahui etiologi
• EEG correlates
• Age
Axis 2:
Axis 3: Korelasi EEG
1. Location: generalized (including bilateral synchronous
patterns), lateralized, bilateral independent, multifocal.
2. Name of the pattern: Periodic discharges, rhythmic delta
activity or spike-and-wave/sharp-and-wave plus
subtypes.
3. Morphology: sharpness, number of phases (e.g.,
triphasic morphology), absolute and relative amplitude,
polarity.
4. Time-related features: prevalence, frequency,
duration, daily pattern duration and index,
onset (sudden vs. gradual), and dynamics
(evolving, fluctuating, or static).
5. Modulation: stimulus-induced vs. spontaneous.
6. Effect of intervention (medication) on EEG.
Penegakan diagnosis SE
• Anamnesis: Gejala sebelum, ketika dan setelah bangkitan;
faktor pencetus; dan durasi, frekuensi bangkitan, interval antar
bangkitan dan kesadaran antar bangkitan.
• Pemeriksaan fisik: Temukan trauma kepala, tanda infeksi,
kelainan congenital, kecanduan alcohol atau napza, kelainan
kulit (neurofakomatosis), dan tanda keganasan.
• Pemeriksaan neurologis: paresis Todd, gangguan kesadaran
dan afasia postictal
• Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium, Radiologi, EEG
Tatalaksana Status Epileptikus
0-5 menit pertama: Fase Stabilisasi
• ABC
• Monitor tanda vital, catat waktu kejang sejak onset
• Beri oksigenasi dengan kanal/sungkup
• Inisasi monitor EKG
• Hitung GDS, jika <60 mg/dl: beri Thiamin
• Evaluasi kondisi elektrolit dan hematologi
Jika masih terjadi kejang…….
Menit 5-20: Fase Initial Therapy
• Beri benzodiazepin
• Pilih salah satu dari:
 Midazolam IM: 10 mg (BB >40kg), 5 mg (BB 13-40kg) Single
Dose
 Lorazepam IV: 0,1 mg/Kg/pemberian. Bisa diulang 1x.
 Diazepam IV: 0,15-0,2 mg/Kg/pemberian. Bisa diulang 1x.
• Jika tidak tersedia, pilih salah satu dari:
 Fenobarbital IV: 15 mg/kg/pemberian. Single Dose.
 Diazepam rektal: 0,2-0,5 mg/Kg. Single D
 Midazolam Intranasal.
Jika masih terjadi kejang
Menit 20-40: Fase terapi sekunder
• Pilih salah satu dari berikut, berikan single dose:
 Fosfenitoin IV: 20mg/Kg. Single Dose
 Asam Valporoik IV: 40 mg/Kg. Single Dose
 Levitiracetam IV: 60 mg/Kg. Single Dose
• Jika tidak ada, berikan:
 Fenobarbital IV: 15 mg/Kg. Single Dose
Jika masih terjadi kejang
Menit 40-60: Terapi fase 3
• Tidak ada bukti terapi yang jelas pada fase ini.
• Ulangi terapi fase 2 atau berikan thiopental, midazolam,
fentobarbital, atau propofol dengan dosis anestesi.
Komplikasi
• Akut: aritmia, hipertermi, edema paru, syok
• Long-term: epilepsy, encephalopathy, deficit neurologis fokal
• Lain-lain:
 Gangguan psikiatrik  gangguan mood, gangguan kecemasan,
atau attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
 Gangguan kognitif
 Gangguan perilaku dan adaptasi sosial
 Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP)  kematian akibat
serangan epilepsi yang terjadi pada saat tidur dengan posisi yang dapat
menghambat jalan napas.
Prognosis
• Pada laki-laki, remisi ditemukan lebih cepat dibandingkan dengan
perempuan.
• Pasien dengan kelainan pada hasil EEG cenderung mengalami kegagalan
terapi dibandingkan dengan pasien epilepsi dengan EEG normal.
• Remisi lebih cepat terjadi pada anak-anak dan pasien usia tua dibandingkan
dengan pasien dewasa muda.
• Pasien yang pertama kali didiagnosis epilepsi dan responsif terhadap
monoterapi obat antiepilepsi memiliki angka bebas kejang yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien epilepsi yang harus mendapatkan dua
jenis obat antiepilepsi atau lebih.
KIE
Memberikan informasi penyakit kepada induvidu dan keluarganya, tentang:
• Penjelasan Sebelum MRS (rencana rawat, biaya, pengobatan, prosedur,
masa dan tindakan pemulihan dan latihan, risiko dan komplikasi)
• Penjelasan mengenai status epileptikus, risiko dan komplikasi selama
perawatan
• Penjelasan program pemulangan pasien (Discharge Planning)
• Pencegahan kekambuhan dengan meminum OAE secara teratur dan tidak
menghentikannya secara tiba-tiba
• Penjelasan mengenai gejala status epileptikus, dan apa yang harus dilakukan
sebelum dibawa ke RS
Daftar Pustaka
• Lin JJ, Mula M, Hermann BP. Uncovering the neurobehavioural comorbidities of epilepsy
over the lifespan. Lancet [Internet]. 2012 Mar 28;380(9848):1180–92. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(12)61455-X
• Devinsky O, Hesdorffer DC, Thurman DJ, Lhatoo S, Richerson G. Sudden unexpected death
in epilepsy: epidemiology, mechanisms, and prevention. Lancet Neurol [Internet]. 2016 Mar
28;15(10):1075–88. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S1474-4422(16)30158-2
• Bonnett L, Smith CT, Smith D, Williamson P, Chadwick D, Marson AG. Prognostic factors
for time to treatment failure and time to 12 months of remission for patients with focal
epilepsy: post-hoc, subgroup analyses of data from the SANAD trial. Lancet Neurol
[Internet]. 2012 Mar 28;11(4):331–40. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S1474-
4422(12)70018-2
• American Epilepsy Society, 2016. Proposed Algorithm for Convulsive Status Epilepticus.
Available at: https://www.aesnet.org/clinical_resources/guidelines
• IDAI, 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Daftar Pustaka
• Pedossi, 2014. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. [pdf]

• PERDOSSI. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. [pdf]

• Brophy, M et al. 2012. Guidelines for the Evaluation and Management of Status
Epilepticus, Neurocrit Care. DOI 10.1007/s12028-012-9695-z

• Trinka, E et al. 2012. Causes of status epilepticus, Epilepsia, 53(Suppl. 4):127–138,


2012. doi: 10.1111/j.1528-1167.2012.03622.x

• Trinka, E et al. 2015. A definition and classification of status epilepticus – Report of the
ILAE Task Force on Classification of Status Epilepticus, Epilepsia, 56(10):1515–1523,
2015. doi: 10.1111/epi.13121

• Nair, PP et al. 2011. Status epilepticus: Why, what, and how, Journal of Postgraduate
Medicine, Volume : 57 Issue : 3 Page : 242-252. DOI: 10.4103/0022-3859.81807
pertanyaan
• jenis gelombang EEG dan interpretasinya

• Refraktory SE: dx dan tx  mengikuti tx SE scr umum

• Indikasi rawat inap, pulang? SE,

• Indikasi rawat ICU? Kejang refrakter, ggn ventilasi, hipoksi berat, koma
(GCS<8)

Anda mungkin juga menyukai