Anda di halaman 1dari 58

Asuhan Keperawatan pada

gangguan konvulsif
Melyza Perdana, S.Kep., Ns., MS
Keperawatan Medikal Bedah
PSIK FK UGM
Learning objektif
• Mahasiswa mampu menjelaskan definisi
kejang (konvulsi)
• The diagnostic assessment is aimed at
determining the type of
seizures, their frequency and severity, and the
factors that precipitate
them (Schachter, 2001).
Definisi kejang
• Episode motorik, sensorik, autonomik, atau
aktivitas psikis abnormal (atau kombinasi)
• Akibat muatan berlebihan neuron serebral
yang tiba-tiba
• Sebagian atau seluruh otak dapat terlibat
• Muncul tiba-tiba dan sementara
Penyebab Kejang
• Idiopatik
– Defek genetik
– perkembangan
• Acquired
– Infeksi SSP
– Hipoksemia
– Kondisi metabolisme dan
– Insufiensi vaskular toksik
– Demam (pd anak) – Tumor otak
– Cedera kepala – Kesalahan penggunaan obat
– Hipertensi – alergi
• Sistem saraf pusat: Kejang Epilepsi
• Sistem saraf perifer: Kejang Tetanus
EPILEPSI
Definisi
• Gejala lepas muatan listrik sebagian subtansi
gresia otak yang berlangsung secara tiba-tiba,
berlebih, cepat, tidak teratur dan bersifat
sementara (Jackson / abad ke 19)
• bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala
yang dapat timbul suatu penyakit (Lily.D. Sidi Arta dalam
pertemuan nasional Dwi Warsa II IDASI Oktober 1990)
Definisi
• merupakan suatu gejala akibat lepasnya
aktivitas elektrik yang periodik dan ekserik
dari neoren serobrum yang dapat
menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involuntar, fenomena sensorik abnormal,
kenaikan aktifitas atonom dan berbagai
gangguan psikis (dr. Somekto Wibowo, Unit Penyakit Syaraf RSUP Dr. Sarjito).
Etiologi

• Idiopatik
• Aquiret adalah kerusakan otak keracunan obat metabolik
• Trauma kepala
• Tumor otak
• Stroke
• Cerebral edema
• Hipoksia
• Keracunan
• Gangguan metabolik
• Infeksi

(Mansjoer, 2000)
Patofisiologi
Ketidakseimbangan
Neurotransmitter otak

Gaba
Asetilkolin

Hyperpolarisasi
Depolarisasi
meningkat

Exitabilatas otak menurun

Kejang Penyakit metabolik racun


Tanda dan Gejala
1.     Kejang umum
• Tonik gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung
kurang lebih 20 detik, dengan ditandai leher dan punggung
melengkung, jeritan epilepsi selama kurang lebih 60 detik.
• Klonik gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi
berlangsung kurang lebih 40 detik, dengan ditandai midriasis,
takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi.
• Pasca serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan
penderita sadar kembali, nyeri otot dan sakit kepala,
penderita tertidur 1 sampai 2 jam.
Tanda dan Gejala
1.    Jenis parsial
• Sederhana dengan tidak terdapat gangguan
kesadaran
• Complex dengan gangguan kesadaran.
Tipe/Klasifikasi
1. Grand Mal (tonik klonik)
2. Petit Mal
3. Epilepsi
4. Status epilepsi
Grand Mal
• Terjadi pada semua umur
• Tanda dan Gejala :
• Kesadaran segera menghilang dengan fase kejang tonik,
lalu diikuti fase kejang klonik kemudian penderita tidur
dalam
• Semua otot berkonsentrasi saat kejang
• Lama seluruh serangan 2 – 5 menit diikuti tidur selama
1 – 2 jam dan bangun dengan keluhan sakit kepala.
• Saliva keluar secara berlebihan.
• Pernafasan stridor/ngorok
Petit Mal
• Biasanya pada usia 4 – 12 tahun
• Tanda dan gejala :
• Kesadaran menghilang sebentar yaitu 5 – 15 detik
• Pandangan kosong
• Kegiatan yang sedang dilakukan berhenti tiba-tiba
• Kadang mata berkedip-kedip
• Pasien agak terhuyung tetapi tidak terjatuh
Epilepsi
• Dapat terjadi pada semua umur
• Tanda dan gejala :
• Gejala motorik, sensorik, vegetatif, dan psikis.
• Rasa tidak enak di perut, mual, muntah.
• Melongo, bengong, gerakan otomatisme, mengecap-
ngecap.
• Halusinasi pendengaran, visual, penciuman, dan
ketakutan
• Ditemukan aura berupa suatu yang naik dari perut,
membui sesuatu yang tidak enak, dan lain-lain.
Status epilepsi
• Adalah keadaan pingsan yang disertai kejang
terus menerus dimana sebelum penderita
menjadi sadar sudah timbul kejang lagi.
• Secara umum disebut status konvilsivus,
merupakan gawat yang harus segera diatasi.
• Kejang yang terus menerus harus segera
dihentikan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
2. Foto tengkorak Posterio-anterior dan Lateral
kanan-kiri
3. Artiriografi Carotis dan Vertebralis
4. Computed Temography Scan (CT-Sean)
5. EEG
Foto Thorax
• Indikasi : untuk mengetahui ada tidaknya
proses diparu yang berkaitan dengan proses
diotak.
• Adakah Ca-primer paru yang menyebar ke
otak?
• Adakah tuberkolosa paru yang menimbulkan
tuberkolosa serebri?
• Adakah bronehiectasis yang berhubungan
dengan abses serebri?
Foto tengkorak Posterio-anterior
dan Lateral kanan-kiri
Indikasi :
• Kenaikan TIK
• Kalsifikasi Intraklanial
• Erosi tulang
• Meatus akustikus internus pada neuroma akustikus
• Sella turika pada adenoma hipofise
• Hiperestosis : misalnya pada meningioma
Scan (CT-Sean)
• Melihat adanya kelainan-kelainan di otak.
Seperti : Tumor intrakronial, edema serebri,
infark, pendarahan, dan lain-lain.
EEG
• Untuk mengetahui
– ada tidaknya epilepsi,
– pragnosis epilepsi,
– sejak kapan epilepsi timbul dan lain-lain.
Artiriografi Carotis dan Vertebralis
• Indikasi : -
– proses desak ruang
– kelainan vasculer
– gangguan vascularasi
MANAJEMEN TERAPI
Pemberikan obat OAE (obat anti epilepsi), seperti :
• Carbonazepin  bangkitan tenik-klonik dan bangkitan parsial
• Valpreat  bangkitan teknik-klonik generalazed, lena, dan
bangkitan myoklenik.
• Phenitoin  bangkitkan parsial dan general teknik-klonik
(grand mal)
• Barbiturat  tipe grand mal type sadar

• Beberapa merk dagang yang dipergunakan di Indonesia yaitu


dilatin, uptilan, luminal, rivoltril, mysoline, dan alin-lain
(Mohammad Naharuddin, Jenie.1989)
Penatalaksanaan Keperawatan
• Prinsipnya: membantu klien dalam merespon
serangan epilepsi agar dapat menjadi adaptif
dan terhindar dari berbagai komplikasi
• Tindakan meliputi;
– Kontrol serangan dan mencegah serangan berulang
– Perawatan sewaktu terjadinya serangan
– Perawatan setelah serangan
– Meningkatkan harga diri
Kontrol serangan dan mencegah
serangan berulang
• Kenali aura sebelum terjadi serangan
• Anjurkan agar pasien atau keluarga mencatat kejadian
serangan (jumlah, lama, waktu, pola tidur, atau makan) untuk
membantu menentukan terapi.
• Tekankan pentingnya mendapatkan obat anti epilepsi yang
teratur, dan tidak boleh menghentikan obat tanpa
pengawasan doter.
• Jelaskan pada pasien efek dari obat anti epilepsi.
• Anjurkan pada pasien untuk periksa darah secara teratur.
Perawatan sewaktu terjadinya
serangan
• mengamankan penderita, semua benda disekitarnya harus
disingkirkan penderita tidak boleh ditinggal sendiri karena
bisa terjadi bahaya fisik, aspirasi lidah tergigit.
• Jangan berusaha menahan kejang tonik-klorik
• Masukkan tongspatel ke dalam mulut. Jika lidah tak tergigit
usaha mencegah tidak perlu. Dalam sikap terlentang lidah
akan jatuh kebelakang, sehingga tidak akan keluar dari mulut
dan menggigit lidah.
• Miringkan kepala pasien untuk mencegah aspirasi
• Longgarkan pakaian pasien
• Catat semua gejala dan tanda-tanda serangan
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiseptik.
Perawatan setelah serangan

• Untuk pasien tidak sadar


• Jaga nafas tetap lancar
• Jaga / monitor tanda-tanda vital
• Cairan dan elektrolit ahrus diperhatikan, misal dengan
infus atau diit cair per sonde
• Kaji apakah pasien dapat mengingat apa yang
terjadi
• Beri rasa aman
Meningkatkan harga diri
• Diskusikan pada pasien pendapat tentang
penyakitnya.
• Kenali kekuatan atau keterampilan pasien agar
pasien dapat hidup di masyarakat dengan
baik.
• Dorong pasien mampu menggunakan
kekuatan-kekuatan atau hal-hal yang positif
pada dirinya sehingga dapat mengurangi
stress.
TETANUS
Definisi
• Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin
kuman clostridium tetani,
• bermanifestasi dengan kejang otot secara
paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot
seluruh badan,
• khususnya otot-otot massester dan otot
rangka.
Penyebab
• Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani)
 toxin yang bersifat neurotoksik
(tetanospasmin)  kejang otot dan saraf
perifer setempat.
• Bakteri gram positif. Bentuk: batang.
• Di tanah, kotoran manusia dan binatang
(khususnya kuda) sebagai spora, debu,
instrument lain.
• Spora bersifat dorman dapat bertahan
bertahun-tahun (> 40 tahun)
Patofisiologi
Kontaminasi Keadaan
clostridium anaerob  Toksin keluar
tetani brkembang biak

Diabsorpsi di
ujung saraf
motorik
Via sumbu
silindrik Via sirkulasi Diabsorpsi di
arteri sistem limfatik
Kejang OTOT SSP

Otot rahang opistotonus sepanjang tl


& leher belakang 

opistotonus pada perut


Patofisiologi
• Waktu inkubasi (mulai masuknya spora sampai
munculnya manifestasi klinik)  2-21 hari,
dapat hanya 1 hari tapi juga dapat sampai
berbulan-bulan, ada hubungan antara inkubasi
dengan jarak tempat invasi kuman sampai SSP
(susunan saraf pusat.
Opisthotonus in a patient suffering
from tetanus.
(Painting by Sir Charles Bell, 1809)
Tanda dan gejala
Secara umum:
• Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan
kesukaran membuka mulut (trismus)
• Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
– Otot leher
– Otot dada
– Merambat ke otot perut
– Otot lengan dan paha
– Otot punggung, seringnya epistotonus
• Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
• Iritabilitas
• Demam
Tanda dan gejala
Gejala penyerta lainnya:
• Keringat berlebihan
• Sakit menelan
• Spasme tangan dan kaki
• Produksi air liur
• BAB dan BAK tidak terkontrol
• Terganggunya pernapasan karena otot laring
terserang
Tipe tetanus
1. Tetanus local
– Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan
invasi kuman
– Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan
general
– anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan
toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk
– Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan
→ hilang tanpa bekas
– Tetanus ringan, kematian 1%
tipe tetanus
2. Tetanus sefalik
– Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau
(jarang) pasca tonsilektomi
– Inkubasi 1-21 hari
– Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII
(fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI
(hipoglosus), sendiri atau kombinasi
– Prognosis jelek
tipe tetanus
3. Tetanus generalisata
– Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi,
embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak
steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
– mengenai seluruh otot skelet
– Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka
meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot punggung
→epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi
dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia
– Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan
seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang, hentakan
tempat tidur, rabaan
– uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic
Penatalaksanaan
Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
Perawatan luka
Berantas kejang
Terapi suportif-
Netralisasi toksin
a. hiperimun globulin (paling baik)
• Dosis: 3.000-6.000 unit IM
• Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
• Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak
dapat menembus barier darah-otak
b. Antitoksin kuda
• Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih
beredar.
• Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000
unit IV, pelan setelah dilakukan skin test
Perawatan luka
• Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing,
biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis
baik C. Tetani untuk berkembang biak)
• Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg
BB/24 jam IV) selama 10 hari
• Alternatif
• Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3
atau 4 dosis
• Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.

Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang


hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
Berantas kejang
• Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
• Preparat anti kejang
• Barbiturat dan Phenotiazim
– Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam
untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi
berespon segera bila dirangsang
– Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
– Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam: mungkin 2-6 minggu
Terapi suportif
• Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
• Perawatan umum, oksigen
• Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
• Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi
parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik,
nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
• Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
Pencegahan

• Imunisasi tetanus
– Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah
suntikan: DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja/dewasa.
– Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5
tahun
• Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil
apapun.
• Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

• Pengkajian:
Epilepsy
– riwayat perkembangan  saat hamil dan childbirth
– riwayat penyakit atau trauma kepala yang may affected brain
Tetanus
- Riwayat cedera (sumber luka, dll)
• Pemeriksaan fisik:
– Specific: pemeriksaan neurologis
• Pemeriksaan diagnostik:
Biochemical
Hematologic
Serologic
MRI (Schachter, 2001)
Electroencephalogram (EEG)
 Single photon emission computed tomography (SPECT)
Pengkajian Diagnosa

EPILEPSY
• Resiko Jatuh
• Gangguan Perfusi jaringan cerebral
• Resiko aspirasi
• Resiko Injury
• Gangguan konsep diri : harga diri yang rendah
• Kurang pengetahuan tentang penyebab penyakit
Pengkajian Diagnosa

TETANUS
• Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
otot menelan.
• Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekresi sekrit akibat kerusakan otot-otot menelan.
• Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
• Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi
otot (kejang), irritabilitas
• Resiko Jatuh dengan faktor resiko neuropaty, gg status mental
• Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran,
gangguan menelan
• Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
menelan/intake kurang, diaphoresis
Pengkajian Diagnosa

• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan penurunan reflek menelan, intake kurang
• Gangguan eliminasi bowel berhubungan dengan kerusakan motor
nerve bawah, tekanan yang tinggi dari abdomen atau intestinal.
• Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori
motor.
• Sindrome self care perawatan diri, makan, toileting, berpakaian,
mobilisasi
• Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
• Kerusakan komunikasi verbal
Pengkajian Diagnosa Perencanaan

Dx: Risk for Falls with risk factors neurologic disorder,


diminished mental status
NOC Label
• Seizure self control
• Risk Detection
• Fall prevention Behaviour
NIC Label
• Seizure Precaution
• Fall prevention
• Environmental management: Safety
Pengkajian Diagnosa Perencanaan

Dx: Impaired Swallowing related to neurological


problems;esophageal defects
NOC Label
• Swallowing status
• Aspiratiration Prevention
• Selfcare-Eating
NIC Label
• Swallowing therapy
• Progressive Muscle relaxation
• Enteral Tube Feeding
Pengkajian Diagnosa Perencanaan

NIC Label
• Cerebral edema management
• Cerebral Perfussion Promotion
• Intra cranial Pressure monitoring
• Fall prevention
• Respiratory status: Ventilation
• Neurologic status: Autonomic
• Immobility consequences: Physiological
• Self care: Hygiene, eating, toileting
• Participation: Health care decisions
Pengkajian Diagnosa Perencanaan

NIC Label
• Urinary catheterization
• Constipation/impaction management
• Self care assistance: Bathing, feeding, toileting
• Vital signs monitoring
• Fall Prevention
Perencan Implement
Pengkajian Diagnosa
aan asi

Implementasi NOC & NIC


Dokumentasi SOAP
Perencan Implement
Pengkajian Diagnosa
aan asi Evaluasi

 Catat frekuensi kejang yang terjadi


 Dokumentasikan tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga tentang penanganan kejang

Anda mungkin juga menyukai