Anda di halaman 1dari 26

Razab Fratika Hunggara Sinaga

160406048
Konstruksi berkelanjutan
(sustainable construction)
• 1. SUSTAINABLE CONSTRUCTION Oleh : Partahi
Lumbangaol ". . . creating and operating a healthy
built environment based on resource efficiency and
ecological design."
• 2. Sustainable Construction adalah : Penerapan
“sustainable development” dalam industri konstruksi
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang
akan datang 3 pilar sustaina ble develop ment
• 3. Konsep Sustainable Construction secara resmi
muncul dalam forum resmi CIB Conseil International
du Batiment pada tahun 1994 (Chairman Charles J.
Kibert) Konsep ini memiliki tujuan merancang dan
mengoperasikan bangunan yang sehat atas dasar
efisiensi sumber daya dan konsep ekologis
• 4. Latar Belakang • Konstruksi menyumbang 12 %
GDP dunia. Kegiatannya meliputi seluruh
pembangunan infrastruktur jalan, gedung, pelabuhan,
bendungan, saluran air, reklamasi pantai, dll
• 5. • Industri konstruksi adalah pengguna terbesar
sumber sumber alam sekaligus penghasil terbesar
limbah padat • Produksi bahan bangunan bersifat
“energy intensive” sehingga menjadi penyumbang
besar CO2
• 6. • Industri konstruksi merupakan konsumen kayu
terbesar sehingga merupakan kontributor dominan
hilangnya hutan
• 7. • 30% soil degradation termasuk landconversion,
deforestation dan urbanisation terkait dengan
kegiatan konstruksi
• 8. Urbanisasi
• 9. Terkait konsumsi energy • Produksi bahan
bangunan membutuhkan banyak energy •
Penggunaan bangunan membutuhkan banyak energy
• Perubuhan bangunan menggunakan banyak energy •
Besarnya energy yang dihabiskan gedung / bangunan
dipengaruhi oleh rancangan (design) bangunan
• 10. Pembakaran Batu Bata
• 11. perancang bangunan (designer), sangat berperan dalam
mengurangi konsumsi energi melalui : • Minimalisasi
penggunaan material • Pemilihan material dan type struktur
yang “low-energy” • Penggunaan bahan baku dari “recycled
material” ataupun “second hand material” • Rancangan yang
dapat berumur panjang serta mudah untuk dimodifikasi untuk
penggunaan yang berbeda
• 12. Terkait pencemaran udara : • Kegiatan konstruksi dan
produksi bahan bangunan (beton, baja, batubata, dll)
menghasilkan 8 hingga 20% emisi CO2 total. • Konstruksi
merupakan penyebab tingginya kadar debu (particulate matter)
di kota-kota yang ada di negera berkembang • Penggunaan
energi saat operasional bangunan juga menambah lebih
banyak lagi emisi CO2
• 13. Emisi CO2 dan kontribusi konstruksi untuk beberapa
negara tahun 1989 (Spence dan Mulligan 1995) Negara
Produksi CO2 (x 1000 ton) Dari Konstru ksi (%) Dari pabrik
semen (%) Operasio nal Gedung (%) India 651.936 17,5 3,2
18 Argentina 118.157 7,6 1,9 39 Kenya 5.192 11,9 11,7 25
Germany 641.398 11,8 2,1 51
• 14. Terkait limbah padat • Banyaknya penggunaan bahan
baku menyebabkan tidak kecilnya volume limbah padat
yang dihasilkan. • Bossink dan Brouwer (1996)
memperkirakan 15 hingga 30% limbah padat yang
dibuang ke landfill merupakan limbah konstruksi.
Beberapa tahun kemudian survey yang dilakukan oleh
Wilson et al (2001) mengindikasikan lebih dari separuh
limbah padat yang dikelola pada 11 kota besar di Eropah
merupakan limbah konstruksi. • Limbah konstruksi tidak
jarang masih bercampur dengan bahan kimia beracun saat
dibuang ke landfill • Akibatnya kapasitas landfill yang
sangat terbatas menjadi semakin berkurang
• 15. Limbah Konstruksi di Medan
• 16. Land Material Energy Water Ecosystems
• 17. (Drawing by Bilge Celik.)
• 18. • Adanya GBCI (Green Building Council Indonesia) yang
bekerjasama dengan Kementrian Lingkungan Hidup • Permen
PUPR no 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau •
PerGub DKI Jakarta no 38 / 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau •
PerWali Bandung no 1023/2016 tentang Bangunan Gedung Hijau
• 19. Peraturan peraturan ini bertujuan untuk mewujudkan
terselenggaranya bangunan gedung hijau yang berkelanjutan dengan
memenuhi persyaratan bangunan gedung hijau, baik persyaratan
administratif maupun persyaratan teknis
• 20. • Pengurangan penggunaan sumber daya (reduce) • Pengurangan
timbulan limbah • Penggunaan kembali sumber daya yang telah
digunakan (reuse) • Penggunaan sumber daya hasil siklus ulang
(recycle) • Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui
pelestarian • Mitigasi risiko keselamatan , kesehatan , perubahan
iklim , dan bencana • Orientasi kepada siklus hidup (life cycle
analysis) • Orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan •
Inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut • Peningkatan
dukungan kelembagaan , kepemimpinan
• 21. Bangunan Gedung yang dikenai kewajiban ikut persyaratan
Bangunan Gedung Hijau (Luas Minimum) GBCI Pergub DKI
38/2012 KepMen PUPR 02/2015 2.500 m2 50.000 m2 5.000 m2
• 22. Persyaratan bangunan gedung hijau terdiri atas persyaratan
pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan yaitu: a.
persyaratan tahap pemrograman; b. persyaratan tahap
perencanaan teknis; c. persyaratan tahap pelaksanaan konstruksi;
d. persyaratan tahap pemanfaatan; dan e. persyaratan tahap
pembongkaran.
• 23. persyaratan tahap pemrograman a. kesesuaian tapak; b.
penentuan objek bangunan gedung yang akan ditetapkan sebagai
bangunan gedung hijau ; c. kinerja bangunan gedung hijau sesuai
dengan tingkat kebutuhan; d. metode penyelenggaraan bangunan
gedung hijau; dan e. kelayakan bangunan gedung hijau.
• 24. persyaratan tahap perencanaan teknis a. pengelolaan tapak; b.
efisiensi penggunaan energi; c. efisiensi penggunaan air; d.
kualitas udara dalam ruang; e. penggunaan material ramah
lingkungan; f. pengelolaan sampah; dan g. pengelolaan air
limbah.
• 25. persyaratan tahap pelaksanaan konstruksi Proses
Konstruksi Hijau • Metode pelaksanaan konstruksi
hijau • Optimasi penggunaan peralatan • Manajemen
pengelolaan limbah konstruksi • Konservasi air dan
energi Praktik Perilaku Hijau • Penerapan SMK3 •
Penerapan perilaku ramah lingkungan Rantai Pasok
Hijau • Penggunaan material konstruki • Pemilihan
pemasok dan subkontraktor • Konservasi energi
• 26. persyaratan tahap pemanfaatan Penerapan
manajemen pemanfaatan untuk : a. organisasi dan
tata kelola pemanfaatan bangunan gedung hijau; b.
standar operasional dan prosedur pelaksanaan
pemanfaatan; dan c. penyusunan panduan
penggunaan bangunan gedung hijau untuk
penghuni/pengguna.
• 27. persyaratan tahap pembongkaran 1) Pembongkaran bangunan
gedung hijau dilakukan melalui pendekatan dekonstruksi. (2)
Pendekatan dekonstruksi sebagaimana dimaksud diatas dilakukan
dengan cara mengurai komponen bangunan dengan tujuan
meminimalkan sampah konstruksi dan meningkatkan nilai guna
material. (3) Persyaratan tahap pembongkaran bangunan gedung
hijau harus memperhatikan kesesuaian dengan rencana teknis
pembongkaran yang terdiri atas: a. prosedur pembongkaran,
termasuk dokumentasi keseluruhan material konstruksi bangunan,
struktur dan/atau bagian bangunan yang akan dibongkar, dan
material dan/atau limbah yang akan dipergunakan kembali; dan b.
upaya pemulihan tapak lingkungan, yang terdiri atas upaya
pemulihan tapak bangunan dan upaya pengelolaan limbah
konstruksi, serta upaya peningkatan kualitas tapak secara
keseluruhan.
• 28. • Beberapa gedung mengalami penurunan penggunaan energy
(dihitung kWh/m2) • Daur ulang sampah dan material sebagai bahan
bangunan • Daur ulang air untuk kebutuhan taman / non- sanitasi •
Pengelolaan air hujan yang memungkinkan lebih banyak air
meresap kedalam tanah
material konstruksi berkelanjutan
• Setiap pembangunan pasti membutuhkan sumberdaya
alam seperti pasir, kerikil, besi dan lain sebagainya. Bila
dalam pemanfaatannya tidak memperhatikan kemampuan
dan daya dukung lingkungan maka dapat berakibat pada
merosotnya kualitas lingkungan.

• Pada umumnya pembangunan yang dilakukan oleh


pemerintah maupun swasta bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak.
Perbedaannya adalah pembangunan yang dikelola oleh
pemerintah lebih ditekankan pada pelayanan publik,
sedangkan sektor swasta lebih berorientasi pada profit.
Terlepas siapa pemilik proyek tersebut, setiap
pembangunan pasti membutuhkan sumberdaya alam
seperti pasir, kerikil, besi dan lain sebagainya. Bila dalam
pemanfaatannya tidak memperhatikan kemampuan dan
daya dukung lingkungan maka dapat berakibat pada
merosotnya kualitas lingkungan.
• Berdasarkan data runtun Statistik Konstruksi tahun
1990-2010, nilai konstruksi cenderung mengalami
peningkatan, kecuali pada tahun 1995 sampai dengan
1999 (gambar 1). Hal ini berarti bahwa: (a) dengan
bertambahnya jumlah infrastruktur maka cadangan
sumberdaya alam akan berkurang dan jumlah limbah
sebagai hasil proses konstruksi meningkat; (b)
meningkatnya jumlah limbah maka beban lingkungan
akan semakin besar. Oleh karena itu perlu ditemukan
cara pembangunan yang ramah lingkungan, teutama
agar keberadaan sumberdaya alam termanfaatkan
secara bijak.
Material Berkelanjutan
• Aspek penting dalam konsep keberlanjutan adalah menjaga
eksistensi material agar tetap tersedia di Bumi pada masa
mendatang. Sebagian besar material konstruksi bersumber dari
alam, jika pemanfaatannya tidak dilakukan secara bertanggung
jawab maka kemungkinan besar akan habis dalam waktu
singkat. Pada saat ini, perkembangan teknologi material
konstruksi berkembang secara cepat. Perubahan yang
signifikan adalah menerapkan konsep reuse terhadap
komponen/material bangunan dan recycle terhdap limbah
konstruksi dan bongkaran bangunan (Augenbroe dan Pearce,
1998). Siklus hidup material bangunan mulai pengambilan
dari Bumi sampai dibuang kembali ke Bumi (gambar 2).
Beberapa hal penting dalam pemakaian material bangunan
untuk menjaga keberlanjutannya adalah: ketersediaan material
di alam, polusi yang ditimbulkan oleh proses produksi,
penggunaan material daur ulang, konsumsi energi selama
proses transportasi, potensi pengurangan limbah, dan
penggunaan material alami.
Faktor Keberlanjutan
• Kategori faktor dalam konsep keberlanjutan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu faktor yang terkait
dengan perencanaan komponen struktur dan faktor
yang terkait dengan kepemilikan dan faktor yang
terkait dengan aspek lingkungan.

• Faktor yang terkait dengan perencanaan komponen


struktur mencakup hal-hal sebagai berikut:
• 1. Perubahan Iklim

• Fenomena global warming dan efek rumah gas kaca menjadi topik
yang banyak dibicarakan dalam berbagai forum ilmiah di skala lokal
maupun global. Pada mulanya isu lingkungan kurang diperhatikan
dalam pengelolaan proyek (sejak perencanaan hingga operasional),
namun kini menjadi agenda utama dalam berbagai pertemuan. Para
pimpinan negara mengadakan pertemuan di tingkat dunia untuk
membicarakan fenomena global warming dan efek gas rumah kaca
terutama pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan manusia di
Bumi.

• Salah satu indikator bahwa bumi telah mengalami krisis adalah


tingginya konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara yang bersifat
menghalangi pelepasan panas matahari dari bumi. Meningkatnya
konsentrasi CO2 secara drastis disebabkan oleh perubahan dalam
proses produksi yang semula dilakukan secara konvensional
menjadi produksi masal (pabrikasi). Perubahan ini diikuti dengan
penggunaan energi yang lebih besar bila dibandingkan dengan
proses produksi secara konvensional yang terjadi sebelum revolusi
industri.
• 2. Polusi Udara dan Air

• Pencemaran udara dihasilkan dari proses ekstraksi,


produksi, proses konstruksi, operasional bangunan,
pembongkaran bangunan. Pencemaran udara dapat
ditimbulkan oleh sumber-sumber alami seperti kebakaran
hutan maupun kegiatan manusia seperti transportasi,
industri, pembangkit listrik, gas buang pabrik yang
menghasilkan gas berbahaya seperti CFC.

• Pencemaran air dapat disebabkan oleh: (a) buangan


organik berupa limbah yang dapat membusuk/
terdegradasi oleh mikroorganisma, (b) anorganik berupa
limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi
oleh mikroorganisma, dan (c) buangan kimia berupa
sabun, insektisida, zat warna kimia, zat radioaktif dan lain
sebagainya.
• 3. Limbah Padat

• Jumlah dan jenis material yang digunakan dalam proyek


konstruksi secara agregasi menimbulkan limbah dalam jumlah
besar. Tingginya limbah padat yang dihasilkan dari industri
konstruksi secara keseluruhan sangat berpengaruh terhadap
lingkungan. Sebagai contoh, berdasarkan keputusan Gubernur
Nomor 1227 Tahun 1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta
adalah 7.659,02 km2, terdiri dari daratan seluas 661,52 km2,
termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan lautan seluas
6.997,50 km2. Menurut catatan Collier International Research,
luas bangunan kantor baru di Jakarta adalah 551.670 m2, luas
total eksisting bangunan kantor adalah 5.948.590 m2 sehingga
luas total bangunan kantor 6.500.260 m2. Struktur utama
bangunan gedung yang umum digunakan adalah beton
bertulang dengan perkiraan masa pakai ± 50 tahun. Jika setiap
1m2 bangunan menimbulkan limbah ± 0,3452 m3 material
komponen struktur, maka dalam 50 tahun mendatang limbah
struktur bangunan yang akan ditimbulkan sebesar ± 2.302.392
m3 (±3.483 m3/m2).
• 4. Penggunaan Sumberdaya

• Sektor konstruksi mengkonsumsi 50% sumberdaya


alam, 40% energi, dan 16% air. Mengingat besarnya
konsumsi sumberdaya alam dalam aktivitas
konstruksi maka diperlukan perencanaan yang baik
dalam pengelolaan penggunaannya agar
keberlanjutannya tetap dapat diperhatikan. Sektor
konstruksi yang terdiri dari tahap ekstraksi material,
pengangkuyan material ke lokasi proyek konstruksi,
proses konstruksi, operasional gedung, pemeliharaan
gedung sampai tahap pembongkaran gedung
mengkonsumsi 50% dari seluruh pengambilan
material alam dan mengeluarkan limbah sebesar 50%
dari seluruh limbah.
Faktor yang terkait dengan
kepemilikan mencakup hal-hal sebagai
berikut:
• 1. Potensi Daur Ulang

• Untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam tak


terbarukan dapat dilakukan dengan cara memperpanjang
daur hidupnya. Daur hidup material dimulai dari tahap
eksploitasi produk, tahap pengolahan dan produksi,
perencanaan dan penerapan secara efisien (reduce),
memperpanjang masa pemakaian produk material melalui
upaya penggunaan kembali (reuse) dan proses daur ulang
(recycle). Dengan menjaga keberlanjutan alam melalui
pengelolaan daur hidup material yang lebih baik,
diharapkan membawa kondisi seimbang dalam
pembangunan dan pelestarian alam. Setiap pemakaian
material hendaknya selalu memperhatikan jejak ekologis
dan jejak karbon. Salah satu opsi untuk meminimalkan
jejak karbon adalah menggunakan material lokal.
• 2. Kesehatan dan Keselamatan Manusia

• Kesehatan dan keselamatan manusia selama


pelaksanaan proyek konstruksi merupakan bagian
penting yang harus yang harus mendapatkan
perhatian. dmeikian juga kesehatan dan keselamatan
pengguna bangunan pasca konstruksi tetap harus
mendapatkan perhatian bagi konsultan perencana.
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai