Anda di halaman 1dari 87

M ANA JE M EN P E R PA JAK AN

P P H PASAL 2 1 / 2 6

PRESENT BY :
RINA ANALISA | TRI MARULI SIDABUTAR
1811070026 | 1811070043
KEWAJIBAN PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL
21/26 (PEMBERI KERJA)
OUTLINE
 OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21/26
 PEMOTONGAN PPH DAN PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH
 PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26
 PENGHITUNGAN PPH PASAL 21/26
 KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21/26
 KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
 SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN/PENYETORAN DAN
PELAPORAN PAJAK
DASAR
HUKUM
 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28
Tahun 2007.
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat
Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak,
serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
DASAR
HUKUM
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan
Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan
Pajak Penghasilan.
 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi.
OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21/26

6
Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan
Pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun

1. Pekerjaan;
2. Jasa;
3. Kegiatan
yang dilakukan orang pribadi

SPDN SPLN

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26

7
PEMOTONG PPh DAN PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh

8
PEMOTONG PPH PASAL 21/26

 pemberi kerja yang terdiri dari:


a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan
atau unit tersebut.
 bendahara atau pemegang kas pemerintah
 dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan
badan-badan lain
 orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
 Penyelenggara kegiatan
9
PEMBERI KERJA BUKAN PEMOTONG PPH PASAL 21/26

 Kantor perwakilan negara asing


 Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan
 Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

10
PENERIMA PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

PESERTA KEGIATAN:
BUKAN MANTAN • Peserta Perlombaan
PEGAWAI
PEGAWAI PEGAWAI • Peserta Rapat,
Konferensi, Sidang,
Pertemuan, Kunjungan
Kerja
• Peserta/Anggota
PENERIMA UANG Kepanitiaan
PESANGON, PENSIUN ANGGOTA DEWAN • Peserta Pendidikan,
atau UANG MANFAAT KOMISARIS/PENGAWAS yang Pelatihan
PENSIUN, THT, JHT, tidak merangkap sebagai
termasuk AHLI pegawai
• Peserta Kegiatan
Lainnya
WARISNYA
11
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

12
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur


• penghasilan penerima pensiun secara teratur

Natura/Kenikmatan dari:
• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati • Wajib Pajak PPh
jangka waktu 2 tahun;

Termasuk:
Final
• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas • Wajib Pajak
• imbalan kepada bukan pegawai; Norma
Penghitungan
• imbalan kepada peserta kegiatan; Khusus
• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• imbalan kepada mantan pegawai;
• penarikan dana pensiun oleh pegawai.

13
NILAI UANG SEBAGAI DASAR PENENTUAN BESARNYA PENGHASILAN

UANG RUPIAH UANG ASING NATURA/


KENIKMATAN

Sesuai dengan yang KURS


DITERIMA/DIPEROLEH HARGA PASAR
Menteri Keuangan
14
PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN PPH PASAL 21/26

Pembayaran Manfaat atau


Santunan Asuransi Kesehatan,
Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna dan
Beasiswa Natura/kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah

Iuran Pensiun kepada Dana Pensiun


yang telah disahkan Menkeu, Iuran
THT/JHT yang dibayar Pemberi
Kerja Zakat/Sumbangan wajib
keagamaan dari Badan/Lembaga
yang dibentuk/disahkan
Pemerintah
Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (3) huruf l UU PPh (cfm. PMK 15
154/PMK.03/2009)
PREMI ASURANSI DAN IURAN ASURANSI

Uraian Pemberi Kerja Karyawan

JKK, JKM, JPK Biaya bagi perusahaan (deductible) Penghasilan (digabung dalam penghasilan bruto gaji)
JPK = Jaminan
dibayar perusahaan Alasan : karena tidak tercantum dalam Pasal 4 ayat (3) Pelayanan
(bukan obyek PPh) sehingga merupakan obyek PPh. Kesehatan
(Premi Asuransi)
JHT = Jaminan Hari
Tua
JKK, JKM, JPK Bukan pengurang bagi OP (karyawan) yang membayarnya.
--- JKK = Jaminan
dibayar karyawan Alasan : sesuai Ps 9 (1) d UU Pajak Penghasilan
Kecelakaan Kerja
(Premi Asuransi)
JKM = Jaminan
Kematian
Iuran JHT / Iuran Pensiun Biaya bagi perusahaan (deductible) Bukan menambah Penghasilan Bruto karyawan, tapi Obyek
dibayar oleh Semua iuran pensiun adalah biaya PPh pada saat menerima JHT sekaligus dari PT
perusahaan yang membayarnya, Pasal 6 ayat (1) Jamsostek.
huruf c Alasan : Pasal 4 ayat (3) huruf g, iuran ke Dana Pensiun bukan
penghasilan.

Iuran JHT / Iuran Pensiun Biaya bagi karyawan (pengurang Penghasilan Bruto).
---
dibayar oleh Alasan : Semua iuran pensiun adalah biaya bagi yang 16
karyawan membayarnya (Pasal 6 ayat (1) huruf c.
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21/26

17
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21/26 :
PEGAWAI TETAP DAN PENERIMA PENSIUN BERKALA

Setiap Masa Pajak, Masa Pajak terakhir


kecuali Masa Pajak terakhir

Perkiraan Penghasilan Neto Selisih antara PPh yang


yang akan diterima selama terutang atas seluruh
setahun, penghasilan kena pajak selama
 Penghasilan teratur setahun dengan PPh yang telah
sebulan dikali 12 dipotong masa-masa
sebelumnya

18
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan

1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.


Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh. Bruto
tahun atau Rp500.000 per bulan maks. Rp2.400.000 per tahun atau
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang Rp200.000 perbulan
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak


19
Dikenakan Tarif Pasal 17
MASA PEROLEHAN KURANG DARI 12 BULAN

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP DN meninggal dunia
atau meninggalkan 1. WP OP DN mulai bekerja
Indonesia selamanya; pada tahun berjalan;
2. Orang asing mulai bekerja
di Indonesia pada tahun 2. WP OP DN pindah kerja ke
berjalan untuk jangka pemberi kerja yang lain
waktu lebih dari 6 bulan;
3. Karyawan pindah cabang
20
PTKP :
PMK NO. 101/PMK.010/2016

Rp54.000.000,- Rp4.500.000,- Rp4.500.000,-


DIRI Wajib Pajak Tambahan untuk Wajib Tambahan untuk setiap
Pajak KAWIN ANGGOTA KELUARGA
sedarah semenda dalam
garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi
Penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada tanggungan sepenuhnya
AWAL TAHUN kalender atau AWAL BULAN dari MAKSIMAL 3 ORANG 21
bagian tahun kalender
PTKP KARYAWATI

KAWIN
TIDAK
SUAMI TANPA
KAWIN KAWIN
PENGHASILAN

HANYA UNTUK DIRI 1. DIRI SENDIRI; 1. DIRI SENDIRI;


SENDIRI 2. STATUS KAWIN; 2. TANGGUNGAN
3. TANGGUNGAN MAKS. 3 ORANG
22
MAKS. 3 ORANG
TARIF

Sampai dengan Rp 50 juta 5% Sesuai


Pasal 17 ayat (1)
huruf a
UU PPh
Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta
15%

Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta


25%

Di atas Rp 500 juta 30%


23
CONTOH PENGHITUNGAN

24
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21

Budiyanta pada tahun 2017 bekerja di PT Aman Bahagia


dengan gaji sebulan Rp 18.000.000,00 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 200.000,00. Budiyanta menikah tetapi
belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2017 menerima
kenaikan gaji, menjadi Rp 20.000.000,00 sebulan dan
berlaku surut sejak 1 Januari 2017. Dengan adanya kenaikan
gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel
sejumlah Rp 12.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa
Januari s.d. Juni 2017). Pada bulan Oktober 2017 menerima
bonus tahunan sebesar Rp 20.000.000,00.

25
A. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI TETAP

GAJI BULANAN
Gaji sebulan Rp 18.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 18.000.000) Rp *Max. 500.000
500.000
Iuran Pensiun Rp Rp
200.000 700.000
Penghasilan Neto sebulan Rp 17.300.000

Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 17.300.000,00 ) Rp 207.600.000


PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000

- tambahan WP kawin Rp Rp 58.500.000


4.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 149.100.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp
2.500.000
15% x Rp 99.100.000,00 = Rp 14.865.000

Rp 17.365.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 17.365.000,00 : 12 = Rp 26
1.447.083
B. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG RAPEL

Gaji sebulan Rp 20.000.000


Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 20.000.000) = Rp 500.000 *Max 500.000

Iuran Pensiun = Rp 200.000 Rp 700.000

Penghasilan Neto sebulan Rp 19.300.000

Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp 19.300.000,00 ) Rp 231.600.000


PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000

- tambahan WP kawin Rp 4.500.000 Rp 58.500.000

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 173.100.000


PPh Pasal 21 setahun :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000

15% x Rp 123.100.000,00 = Rp 18.465.000

Rp 20.965.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 20.965.000,00 : 12 Rp 1.747.083
PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2017 seharusnya adalah :
5 x Rp 1.747.083,00 Rp 8.735.415
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2017
5 x Rp 1.447.083,00 (dari perhitungan contoh A) Rp 7.235.415

PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 1.500.000 27


C. PENGHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN BONUS

Gaji setahun (12 x Rp 20.000.000,00) Rp 240.000.000


Bonus Rp 20.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 260.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% xRp 260.000.000,00) = Rp 13.000.000,00
*Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp 6.000.000,00 Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (12 x Rp 200.000,00) Rp 2.400.000 Rp 8.400.000
Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp 251.600.000
PTKP setahun :
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
- tambahan WP kawin Rp 4.500.000 Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 193.100.000
PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000
15% x Rp 143.100.000,00 = Rp 21.465.000
23.965.000
PPh Pasal 21 setahun Rp 23.965.000
PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp 20.965.000
PPh Pasal 21 atas Bonus Rp 3.000.000 28
PPH PASAL 21:
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Satuan, Dibayarkan Bulanan atau Jumlah Upah
Borongan Kumulatif Satu Bulan Melebihi Rp10,2 jt

Upah/Uang Saku Harian Dikali 12

Dikurangi PTKP Setahun


≤ 450.000 > 450.000
Penghasilan Kena Pajak
Tidak Dipotong Dikurangi 450.000
Dipotong 5% Dikenakan Tarif Pasal 17

PPh Pasal 21 Setahun


Upah Kumulatif >Rp4,5 jt s.d. Rp10,2 jt sebulan
Dibagi 12
Upah Sehari dikurangi PTKP Sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
29
Tarif PPh Pasal 21 = 5%
CONTOH PENGHITUNGAN

30
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

• Muliawan (belum menikah), pada bulan Maret 2016 bekerja


sebagai buruh harian PT Kerja Sama. Ia bekerja selama 20
hari dengan upah harian sebesar Rp450.000
• Hitunglah PPh Pasal 21 atas penghasilan Muliawan

31
Upah Harian Rp 450,000
Batas Upah Harian Rp 450,000
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp -

Upah kumulatif dalam sebulan


20 x Rp450.000 Rp 9,000,000 ==> memenuhi ketentuan upah kumulatif
Batas upah kumulatif Rp 4,500,000 ==> terpenuhi pada hari ke-10
Penghitungan PPh hari ke-11
Upah s.d. hari ke-11 Rp 4,950,000
PTKP setahun (TK/0) Rp 54,000,000
PTKP sehari Rp 150,000
PTKP sebenarnya (x 11) Rp 1,650,000
Penghasilan Kena Pajak Rp 3,300,000
PPh Terutang s.d. hari ke-11 Rp 165,000
PPh yang telah dipotong s.d. hari ke-10 Rp -
PPh Terutang hari ke-11 Rp 165,000

Upah bersih hari ke-11 = Rp450.000 - Rp165.000


= Rp 285.000

PPh hari ke-12 s.d hari ke-20


Upah Harian Rp 450,000
PTKP harian Rp 150,000
PhKP Rp 300,000
PPh Pasal 21 Rp 15,000
Upah bersih hari ke-12 .d. hari ke 20 = Rp450.000 - Rp15.000
= Rp435.000 32
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

• Santoso (belum menikah), pada bulan Maret 2016 bekerja


sebagai buruh harian PT Kerja Sama. Ia bekerja selama 20
hari dengan upah harian sebesar Rp500.000
• Hitunglah PPh Pasal 21 atas penghasilan Santoso

33
Upah Harian Rp 500,000
Batas Upah Harian Rp 450,000
Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 50,000

PPh Pasal 21 Rp 2,500


Upah harian bersih = Rp500.000 - Rp2.500
= Rp497.500

Penghasilan 20 hari Rp 10,000,000 ==>melebihi syarat kumulatif


Syarat kumulatif Rp 4,500,000 ==>terpenuhi pada hari ke-9

Penghasilan s.d. hari ke-10 Rp 5,000,000


PTKP sebenarnya Rp 1,500,000
PhKP Rp 3,500,000
PPh terutang Rp 175,000
PPh yang telah dipotong hari ke1-9 Rp 22,500
PPh dipotong hari ke 10 Rp 152,500

Upah bersih hari ke-10 =Rp500.000-Rp152.500


Rp 347,500

Upah hari ke-11 Rp 500,000


PTKP harian Rp 150,000
PhKP sehari Rp 350,000
PPh Pasal 21 terutang Rp 17,500
Upah bersih hari ke-11 dst =Rp500.000-Rp17.500
Rp 482,500
34
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

• Nur Azizah, menikah dan memiliki satu orang anak, bekerja


pada PT Lentik sebagai penjahit. Untuk satu baju yang
dihasilkannya, Nur Azizah memperoleh upah sebesar
Rp75.000, dan upah tersebut dibayarkan 2 minggu sekali (1
minggu=6 hari kerja).Pada bulan April 2016, Nur Azizah
berhasil memproduksi 10 baju per hari dan bekerja selama 2
minggu.
• Hitunglah PPh 21 atas penghasilan Nur Azizah.

35
Upah per baju Rp 75,000 per baju
Jumlah produksi baju sehari 10 per hari
Upah per hari Rp 750,000 per hari
Total Upah 12 hari Rp 9,000,000
karena sudah di atas 4,5 juta maka seharusnya pengenaan pajaknya dengan
dikurangi PTKP per hari
Total Upah 12 hari Rp 9,000,000
PTKP 12 hari (TK/0) =150rb x 12 Rp 1,800,000
Penghasilan Kena Pajak 12 hari Rp 7,200,000
PPh Pasal 21 (2 mingguan) Rp 360,000

Upah bersih: 9 juta - 360rb Rp 8,640,000 36


CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

Gunawan, belum menikah, Upah borongan Rp 2.000.000


mendapatkan pekerjaan Waktu pengerjaan 3 hari
untuk membereskan taman, Upah per hari Rp 666.667
dengan upah borongan Batas Upah Harian Rp 450.000
sebesar Rp2.000.000. Penghasilan Kena Pajak sehari Rp 216.667
Gunawan menyelesaikan PhKP 3 hari Rp 650.000

tugas tersebut dalam waktu PPh 21 Rp 32.500

3 hari.

37
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PEGAWAI TIDAK TETAP / TENAGA KERJA LEPAS

• Joko bekerja pada perusahaan alat olahraga dngan upah


harian sebesar Rp400.000. Perusahaan membayar upah Joko
secara bulanan. Pada bulan Maret 2016, Joko bekerja
selama 22 hari. Joko menikah, memiliki satu orang anak,
tinggal bersama ibu dan adiknya yang tidak punya
penghasilan.
• Hitunglah PPh 21 atas penghasilan Joko

38
Upah Harian Rp 400,000
Upah sebulan (x22) Rp 8,800,000
Penghasilan Neto setahun Rp 105,600,000
PTKP (K/2) Rp 67,500,000
Penghasilan Kena Pajak Rp 38,100,000
PPh terutang
5% x Rp38.100.000 Rp 1,905,000
PPh 21 terutang setahun Rp 1,905,000
PPh 21 terutang sebulan Rp 158,750

39
PPH PASAL 21:
BUKAN PEGAWAI

Berkesinambungan Tidak
Berkesinambungan
Ex Pasal 13 ayat (1) berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
Dikurangi (50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara Dihitung secara
kumulatif kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik 40
CONTOH PENGHITUNGAN

41
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
BUKAN PEGAWAI

• dr. Ahmad Abadi, Sp.PD (NPWP 46.098.678.945.0-


621.000) merupakan dokter yang melakukan praktik di RS
Sehat Waras, dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa
dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20%
oleh pihak RS sebagai bagian penghasilan RS, dan sisanya
sebesar 80% dari jasa dokter akan dibayarkan kepada dr.
Ahmad Abadi setiap akhir bulan. Selain praktik di RS, dr.
Ahmad Abadi juga membuka praktik di rumah pribadinya.
• Jasa dokter yang dibayarkan pasien kepada RS Sehat
Waras selama tahun 2016 adalah sebagai berikut:
42
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
BUKAN PEGAWAI

Jasa Dokter yang dibayar pasien


Bulan (Rupiah) Hitunglah PPh Pasal 21 yang
Januari Rp 47,000,000 dipotong RS Sehat Waras
Februari Rp 49,000,000 Tahun 2016
Maret Rp 54,000,000
April Rp 55,000,000
Mei Rp 49,000,000
Juni Rp 45,000,000
Juli Rp 55,000,000
Agustus Rp 56,500,000
September Rp 58,000,000
Oktober Rp 50,000,000
November Rp 48,500,000
Desember Rp 49,500,000 43
Jumlah Rp 616,500,000
PPh 21 atas penghasilan dr. Ahmad Abadi
Jasa Dokter dibayar pasien DPP PPh 21 DPP PPh 21 Kumulatif PPh 21
Bulan Tarif Pasal 17
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
Januari Rp 47,000,000 Rp 23,500,000 Rp 23,500,000 5% Rp 1,175,000
Februari Rp 49,000,000 Rp 24,500,000 Rp 48,000,000 5% Rp 1,225,000
Maret Rp 54,000,000 Rp 2,000,000 Rp 50,000,000 5% Rp 100,000
Rp 25,000,000 Rp 75,000,000 15% Rp 3,750,000
April Rp 55,000,000 Rp 27,500,000 Rp 102,500,000 15% Rp 4,125,000
Mei Rp 49,000,000 Rp 24,500,000 Rp 127,000,000 15% Rp 3,675,000
Juni Rp 45,000,000 Rp 22,500,000 Rp 149,500,000 15% Rp 3,375,000
Juli Rp 55,000,000 Rp 27,500,000 Rp 177,000,000 15% Rp 4,125,000
Agustus Rp 56,500,000 Rp 28,250,000 Rp 205,250,000 15% Rp 4,237,500
September Rp 58,000,000 Rp 29,000,000 Rp 234,250,000 15% Rp 4,350,000
Oktober Rp 50,000,000 Rp 15,750,000 Rp 250,000,000 15% Rp 2,362,500
Rp 9,250,000 Rp 259,250,000 25% Rp 2,312,500
November Rp 48,500,000 Rp 24,250,000 Rp 283,500,000 25% Rp 6,062,500
Desember Rp 49,500,000 Rp 24,750,000 Rp 308,250,000 25% Rp 6,187,500
Total Rp 616,500,000 Rp 308,250,000 Rp 47,062,500
44
PPH PASAL 21:
LAINNYA

DEWAN KOMISARIS/ MANTAN PESERTA PROGRAM


PENGAWAS NON PEGAWAI PENSIUN YANG MASIH
PEGAWAI TETAP BERSTATUS PEGAWAI

Jasa Produksi, Tantiem,


Honorarium atau
Gratifikasi, Bonus atau
Imbalan yang bersifat Penarikan Dana Pensiun
Imbalan lain yang
Tidak Teratur
bersifat Tidak Teratur

45
TARIF Pasal 17 atas PENGHASILAN BRUTO KUMULATIF
CONTOH PENGHITUNGAN

46
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
LAINNYA

Sunasib, menikah dan memiliki 3 orang anak, adalah komisaris di PT


BERSAMAMU dan bukan merupakan pegawai tetap. Pada bulan Maret tahun
2016, Sunasib mendapatkan honorarium dari perusahaan sebesar
Rp75.000.000.
Hitunglah PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Sunasib.

Honorarium yang diterima Sunasib sebagai komisaris


Penghasilan Bruto Rp 75,000,000
PPh terutang
5% x Rp50.000000 Rp 2,500,000
15% x Rp25.000.000 Rp 3,750,000
PPh 21 atas honorarium Rp 6,250,000 47
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
LAINNYA

Pada bulan Juni 2016, Sunasib kembali mendapatkan honorarium


dari perusahaan sebesar Rp90.000.000.
Hitunglah PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Sunasib.
Honorarium yang diterima Sunasib sebagai komisaris (Juni 2016)
Honorarium Bruto Juni Rp 90,000,000
Honorarium Bruto Maret Rp 75,000,000
Total Honorarium Rp 165,000,000 ==> tarif lapisan ke-2
PPh Terutang
15% x Rp90.000.000 Rp 13,500,000
PPh 21 atas honorarium Juni 2016 Rp 13,500,000 48
PPH PASAL 21:
PESERTA KEGIATAN

Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh


dan tidak dipecah
49
CONTOH PENGHITUNGAN

50
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PESERTA KEGIATAN

Inda Maharani mengikuti lomba desain jembatan yang


diselenggarakan oleh PT Townbridge. Inda Maharani
menjadi juara ketiga dalam lomba tersebut dan mendapat
hadiah sebesar Rp75.000.000.
Inda Maharani mempunyai NPWP, namun tidak
menunjukkannya kepada PT Townbridge.
Hitunglah PPh Pasal 21 yang terutang.
Penghasilan Bruto Rp 75,000,000
Tarif Pasal 17 UU PPh
5% x Rp50.000.000 Rp 2,500,000
15% x Rp25.000.000 Rp 3,750,000
PPh 21 terutang Rp 6,250,000
PPh 21 terutang non NPWP Rp 7,500,000
51
TETAP Ph NETO – PTKP

PEGAWAI BULANAN Ph BRUTO – PTKP

TIDAK TETAP Ph BRUTO – 450ribu

Ph BRUTO (>4,5jt s.d. 10,2jt) –


HARIAN
PTKP Harian

Ph BRUTO(>10,2jt) – PTKP

PENSIUNAN BERKALA Ph NETO – PTKP

((50% X Ph BRUTO) – PTKP


BERKESINAMBUNGAN
BULANAN) KUMULATIF
BUKAN BERKESINAMBUNGAN
(50% X Ph BRUTO) KUMULATIF
PEGAWAI ex Pasal 13 ayat (1)

TIDAK 50% X Ph BRUTO


BERKESINAMBUNGAN
KOMISARIS,
MANTAN
PEGAWAI, Ph BRUTO
PENARIKAN KUMULATIF
DAPEN O/
PEGAWAI

PESERTA
Ph BRUTO
KEGIATAN
52
PPH PASAL 21 YANG BERSIFAT FINAL

1. Uang Pesangon
2. Uang Manfaat Pensiun
3. THT/JHT
yang dibayarkan sekaligus

PP No. 68 Tahun 2010

53
TARIF

Penerima Pesangon
Penghasilan Bruto Tarif
Sampai dengan Rp50.000.000 0%
Atas jumlah kumulatif uang pesangon, uang
Di atas Rp50.000.000 sampai dengan 5% manfaat pension, Tunjangan Hari Tua, atau
Rp100.000.000 Jaminan Hari Tua yang dibayarkan dalam
Di atas Rp100.000.000 sampai dengan 15% jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
Rp500.000.000 kalender
Di atas Rp500.000.000 25%

Penerima Manfaat Pensiun, JHT/THT


Penghasilan Bruto Tarif
Sampai dengan Rp50.000.000 0%
54
Di atas Rp50.000.000 5%
TARIF

Penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD


Uraian Tarif
PNS gol. I dan II, TNI/POLRI Gol. Pangkat 0%
Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya
PNS gol. III, TNI/POLRI Gol. Pangkat Perwira 5%
Pertama, dan Pensiunannya
PNS gol. IV, TNI/POLRI Gol. Pangkat Perwira 15%
Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya

55
CONTOH PENGHITUNGAN

56
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PPH PASAL 21 BERSIFAT FINAL

Aryo adalah pegawai tetap di PT Uang Pesangon Rp 650,000,000


Hidup Makmur sejak tahun 2009. Tarif PPh Final
Aryo terkena PHK dan menerima 0% x Rp50.000.000 Rp -
pembayaran uang pesangon 5% x Rp50.000.000 Rp 2,500,000
sebesar Rp650.000.000 pada bulan
15% x Rp400.000.000 Rp 60,000,000
Juni 2016.
25%x Rp150.000.000 Rp 37,500,000
PPh 21 Final Rp 100,000,000

57
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PPH PASAL 21 BERSIFAT FINAL

Budi menerima pembayaran uang pesangon


secara bertahap sebagai berikut:
a. Bulan Januari 2015 Rp240.000.000
b. Bulan Januari 2016 Rp120.000.000
c. Bulan Januari 2017 Rp120.000.000

Berapa PPh 21 yang terutang atas pesangon


tersebut?

58
Perhitungan PPh 21

a. Atas pembayaran Pesangon Bulan Januari 2015

Pesangon Rp 240,000,000

0% x Rp50.000.000 Rp -

5% x Rp50.000.000 Rp 2,500,000

15% x Rp140.000.000 Rp 21,000,000

PPh 21 terutang (final) Rp 23,500,000

b. Atas pembayaran Pesangon bulan Januari 2016

Pesangon Januari 2016 Rp 120,000,000

Pesangon Januari 2015 Rp 240,000,000

Penghasilan kumulatif Rp 360,000,000

15% x Rp120.000.000 Rp 18,000,000

PPh 21 terutang (final) Rp 18,000,000

c. Atas pembayaran pesangon bulan Januari 2017 ==> lebih dari 2 tahun==> tidak final

Pesangon Rp 120,000,000

5% x Rp50.000.000 Rp 2,500,000

15% x Rp70.000.000 Rp 10,500,000

PPh 21 terutang (tidak final) Rp 13,000,000

59
CONTOH PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
PPH PASAL 21 BERSIFAT FINAL

Wahyu, seorang pejabat eselon 3, golongan


IV/b, menerima honorarium sebagai
pembicara dalam kuliah umum di PKNSTAN.
Honorarium yang diterima sebesar
Rp6.000.000
Penghasilan atas beban APBN/APBD Rp 6,000,000
Tarif PPh Final
15% x Rp6.000.000 Rp 900,000
PPh 21 Final Rp 900,000
60
PENERIMA PENGHASILAN TIDAK BER-NPWP

PPh Pasal 21 sebesar 120% LEBIH


TINGGI daripada PPh Pasal 21 yang
seharusnya (20% LEBIH TINGGI)

Setelah PEMOTONGAN PPh ber- Sebelum PEMOTONGAN PPh


Pasal 21 bulan Desember NPWP Pasal 21 bulan Desember

DIPERHITUNGKAN oleh
Merupakan KREDIT PAJAK
Pemotong dengan PPh Pasal
dalam SPT Tahunan PPh
21 bulan-bulan selanjutnya
61
TIDAK BERLAKU untuk PPh Pasal 21 yang bersifat FINAL
PPH PASAL 26

Tarif Pasal 26:


20 %

Penghasilan Bruto

Memperhatikan
Ketentuan P3B 62
SAAT TERUTANG

Saat dilakukannya
BAGI PENERIMA pembayaran atau
PENGHASILAN terutang sebagai
penghasilan

Pada akhir bulan


dilakukannya
pembayaran atau
BAGI PEMOTONG pada akhir bulan
terutang sebagai
penghasilan
63
KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21/26

64
KEWAJIBAN PEMOTONG

• Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP


• Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan
kalender.
• PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau
Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir*).
• Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir*).
• Wajib membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps.
21/26 untuk setiap Masa Pajak
• Wajib menyimpan Catatan atau Kertas Kerja sesuai ketentuan
• Wajib membuat Bukti Potong dan memberikannya kepada
penerima penghasilan
*) Dalam hal jatuh tempo pada hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya
65
BUKTI PEMOTONGAN PPH PASAL 21

• Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala:


• dibuat sekali setahun (Form 1721 A1)
• diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
• Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala:
• Dibuat setiap kali ada pemotongan
• Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka
bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan
• Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21

66
CONTOH BUKTI POTONG PPH PASAL 21 (FORMULIR 1721-A1)

67
CONTOH BUKTI POTONG PPH PASAL 21 LAINNYA (TIDAK FINAL)

68
CONTOH BUKTI POTONG PPH PASAL 21 LAINNYA (FINAL)

69
KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN

70
KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN

• Wajib mendaftarkan diri ke KPP


• Wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak
Penghasilan yang terutang selama satu tahun pajak
• Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai
tertentu wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah
tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat
menjadi Subjek Pajak dalam negeri
• Wajib menyerahkan surat pernyataan tanggungan keluarga
kpd Pemotong Pajak pada saat mulai bekerja atau mulai
pensiun
• Wajib membuat surat pernyataan baru dalam hal terjadi
perubahan tanggungan keluarga paling lambat sebelum mulai
tahun kalender berikutnya
71
KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN

• Penyetoran PPh Kurang Bayar dilakukan paling lama sebelum


SPT Tahunan disampaikan
• dapat dilakukan dengan sistem pembayaran pajak secara
elektronik (Billing System)
• Billing System: metode pembayaran elektronik (melalui Teller
Bank/Pos, ATM, atau internet banking) dengan menggunakan
Kode Billing
• Pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP dilakukan paling lama 3
bulan setelah akhir tahun pajak
• dapat dilakukan secara e-Filing melalui internet pada website
DJP, www.pajak.go.id, (khusus Formulir 1770 S dan 1770 SS)
• bagi yang belum pernah melaporkan secara e-Filing, agar terlebih
dahulu mengajukan permohonan e-FIN dan membuat akun e-
Filing
72
TATA CARA e-FILING

www.pajak.go.id
Mengajukan Permohonan
a. e-FIN
1 hari
kerja e-FIN
Diberikan langsung
e-FIN

Registrasi & Aktivasi

Kode Verifikasi
Bukti Penerimaan Elektronik
(BPE):
Nama, NPWP, tanggal, jam dan
Nomor Tanda Terima Elektronik

73
SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN
PEMBAYARAN/PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

74
SANKSI ADMINISTRASI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK
YANG TERUTANG UNTUK SUATU SAAT ATAU MASA PAJAK
Pasal 9 ayat (2a) UU KUP
PEMBAYARAN/ PENYETORAN PAJAK
SETELAH TGL JATUH TEMPO PEMBAYARAN/
PENYETORAN PAJAK

DIKENAKAN SANKSI ADMINISTRASI

BERUPA BUNGA 2% PER BULAN DIHITUNG DARI JATUH


TEMPO PEMBAYARAN SAMPAI DENGAN TGL
PEMBAYARAN (DAN BAGIAN DARI BULAN 75
DIHITUNG PENUH SATU BULAN)
SANKSI ADMINISTRASI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK
YANG TERUTANG BERDASARKAN SPT TAHUNAN PPH
Pasal 9 ayat (2b) UU KUP

PEMBAYARAN/ PENYETORAN PAJAK


SETELAH TGL JATUH TEMPO PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh

DIKENAKAN SANKSI ADMINISTRASI

BERUPA BUNGA 2% PER BULAN DIHITUNG DARI BERAKHIRNYA BATAS WAKTU


PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN SAMPAI DENGAN TGL PEMBAYARAN
(DAN BAGIAN DARI BULAN 76
DIHITUNG PENUH SATU BULAN)
SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN
ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SPT
Pasal 7 (1) UU KUP

WP TERLAMBAT/
TIDAK MENYAMPAIKAN

SPT SPT
SPT SPT
MASA MASA
TAHUNAN TAHUNAN
SELAIN
OP PPN BADAN
PPN

DENDA DENDA DENDA


Rp 100.000 Rp 500.000 Rp 1.000.000
77
METODE PENGHITUNGAN PPH PASAL 21

78
METODE PENGHITUNGAN PPH PASAL 21

NETT

GROSS

GROSS UP

79
METODE NETT

Gaji sebulan Rp 18.000.000


Perusahaan menanggung PPh 21
karyawannya, sehingga Pengurangan :

mengakibatkan perusahaan perlu Biaya Jabatan (5% xRp 18.000.000) Rp


500.000
*Max. 500.000
mengeluarkan biaya yang lebih besar. Iuran Pensiun Rp Rp
Tapi beban untuk tanggungan PPh 21 200.000 700.000

tidak bisa mengurangi laba fiskal. Penghasilan Neto sebulan Rp 17.300.000

Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 17.300.000,00 ) Rp 207.600.000


Gaji 18.000.000 PTKP setahun :
Subsidi Pajak 1.447.300 Pajak Penghasilan 1.447.300
- untuk diri sendiri Rp 54.000.000
Total Pendapatan 19.447.300 Total Potongan 1.447.300
Take Home Pay 18.000.000 - tambahan WP kawin Rp Rp 58.500.000
4.500.000

Pajak Ditanggung Perusaaan (Bukan Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 149.100.000


merupakan Objek Pajak penerima PPh Pasal 21 terutang :
penghasilan dan bukan biaya 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp
2.500.000
deductible pemberi kerja)
15% x Rp 99.100.000,00 = Rp 14.865.000

Rp 17.365.000
PPh Pasal 21 sebulan
80
Rp 17.365.000,00 : 12 = Rp
1.447.083
METODE GROSS

Gaji sebulan Rp 18.000.000


Pengurangan :

Merupakan metode pemotongan pajak Biaya Jabatan (5% xRp 18.000.000) Rp *Max. 500.000
500.000
dimana karyawan menanggung sendiri Iuran Pensiun Rp Rp
200.000 700.000
jumlah pajak penghasilannya.
Penghasilan Neto sebulan Rp 17.300.000

Penghasilan Neto setahun (12 x Rp 17.300.000,00 ) Rp 207.600.000


Gaji 18.000.000
Susidi Pajak Pajak Penghasilan 1.447.300 PTKP setahun :
Total Pendapatan 18.000.000 Total Potongan 1.447.300 - untuk diri sendiri Rp 54.000.000
Take Home Pay 16.552.700
- tambahan WP kawin Rp Rp 58.500.000
4.500.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 149.100.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp
2.500.000
15% x Rp 99.100.000,00 = Rp 14.865.000

Rp 17.365.000
PPh Pasal 21 sebulan
81
Rp 17.365.000,00 : 12 = Rp
1.447.083
METODE GROSS UP

PENGHITUNGAN PPH 21 NORMAL GROSS UP


Gaji sebulan Rp 18.000.000 Rp 18.000.000

Merupakan metode Pengurangan :


Biaya Jabatan (5% xRp
pemotongan pajak dimana 18.000.000)
Rp 500.000 *Max. 500.000 Rp 500.000 *Max. 500.000

perusahaan menanggung Iuran Pensiun Rp 200.000 Rp 700.000 Rp 200.000 Rp 700.000


pajak karyawannya. Tunjangan Pajak Rp 1.702.450

Penghasilan Neto sebulan Rp 17.300.000 Rp 19.002.450


Penghasilan Neto setahun (12 x Rp
Rp 207.600.000 Rp 228.029.400
17.300.000,00 )
PTKP setahun :

Tunjangan Pajak - untuk diri


sendiri
Rp 54.000.000 Rp 54.000.000

(merupakan biaya yang - tambahan


Rp 4.500.000 Rp 58.500.000 Rp 4.500.000 Rp 58.500.000
WP kawin
dapat dibebankan pemberi
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 149.100.000 Rp 169.529.400
kerja sebagai biaya
PPh Pasal 21 terutang :
deductible, dan merupakan
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000 Rp 2.500.000
objek pajak bagi penerima
15% x Rp 99.100.000,00 = Rp 14.865.000 Rp 17.929.410
penghasilan)
Rp 17.365.000 Rp 20.429.410

PPh Pasal 21 sebulan

Rp
17.365.000,0 = Rp 1.447.083 Rp 1.702.450
0 : 12 82
METODE GROSS UP

83
KASUS

https://money.kompas.com/read/2013/05/24/145
41067/Marak.Penyimpangan.PPh.21..Ditjen.Pajak.
Periksa.10.000.Perusahaan

Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh


Final Pasal 4 ayat (2)
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang
menerima atau memperoleh penghasilan
berupa dividen, maka atas penghasilan
dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) yang bersifat final sebesar 10% dari
penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam
PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari
2009.

84
RUMUSAN

Deviden yang diterima oleh WP OP merupakan Penghasilan yang bersifat final dengan tarif
10%.

Sedangkan penghasilan tersebut apabila dihitung sebagai penghasilan Orang Pribadi sebagai
honor, bonus, dan/atau tantiem, maka pengenaan pajak dapat lebih tinggi dari 10%,
menyesuaikan dengan layer penghasilan setiap Wajib Pajak.

Hal ini merupakan suatu bentuk dari Tax Planning, dimana Wajib Pajak berusaha untuk
melakukan kewajiban perpajakannya dengan nilai yang lebih kecil guna menguntungkan
pribadinya.

85
SARAN DAN KESIMPULAN

Masih terdapat celah yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak untuk memperkecil kewajiban
pembayaran pajak mereka, maka masih diperlukan pengawasan secara aktif dari Direktorat
Jenderal Pajak untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak dijalankan sesuai dengan ketentuan.

Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan :


 Sosialisasi mengenai penghasilan yang dikenakan pajak
 Pengawasan lebih mendalam terhadap perilaku pembayaran Wajib Pajak
 Pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak

Wajib Pajak perlu melakukan :


 Memahami ketentuan dan peraturan yang berlaku
 Bertanya kepada yang lebih memahami (Fiskus maupun Konsultan)

86
TERIMA KASIH

87

Anda mungkin juga menyukai