Anda di halaman 1dari 65

Perencanaan Pajak

dalam PPh Pemotongan


dan Pemungutan
(Withholding Tax)

HARYO PUSPITO ARIEF ELISABETH WDA

KELOMPOK 1
Pengertian 01 Withholding system
adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
(Rosdiana,2004)

02 Withholding tax
adalah pajak-pajak yang dikenakan dengan menggunakan withholding system (p
emotongan dan pemungutan)
.

03 Perbedaan pemotongan dan pemungutan dapat dilihat dari sisi objeknya


(Daholi,2011):

 Pemotongan pajak pada umumnya dikenakan atas penghasilan yang memang


akan menjadi penghasilan bagi si penerima (misal: PPh pasal 21 atas gaji).
 Pemungutan pada umumnya dikenakan atas sesuatu yang belum tentu berupa
penghasilan bagi penerima uang, karena objek pemungutan bisa berupa
Penjualan, bisa juga berupa Pembelian (misal: PPh Pasal 22 atas impor barang).

04 PPh Pemotongan Pemungutan merupakan pajak yang dibayar dalam tahun berjalan
(prepaid tax), agar pelunasan pajak (PPh OP/PPh Badan) mendekati jumlah pajak yang
akan terutang untuk tahun yang bersangkutan sehingga dapat mengurangi beban pajak
tahunan (PPh OP/PPh Badan) (Setiawan, 2006).
Jenis–Jenis PPh Pemotongan Pemungutan

PPh Pasal 4 ayat 2 PPh Pasal 21

PPh Pasal 26 PPh Pasal 21

PPh Pasal 15 PPh Pasal 23

3
PPh 21
Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh 21/26 (Pasal 5 PER-16/PJ/2016) antara lain

penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa


01 Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur

penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur


02 berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari


03 tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti
bekerja
Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh 21/26 (Pasal 5 PER-16/PJ/2016) antara lain

penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah
04 harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan
imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium,
05 komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan

imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
06 representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun
Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh 21/26 (Pasal 5 PER-16/PJ/2016) antara lain

penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak


teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
07 dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada
perusahaan yang sama

penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan


08 lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai

penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program


09 pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh 21/26 (Pasal 5 PER-16/PJ/2016) antara lain

penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan


nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
10 a. WP yang dikenakan PPh yang bersifat final; atau
b. WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit).

Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa penerimaan dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang
diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diberikan. (Pasal 7
09
ayat (2) PER-16/PJ/2016)
Tarif PPh Pasal 21

Tarif PPh Pasal 21 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 :

Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP,
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. 9
Penghitungan PPh Pasal 21
PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Peke
rjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi

PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala


01

PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
02
PPh Pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap, mantan pegawai yang menerima
03 jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak
teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai
yang menarik dana pensiun

04 PPh Pasal 21 bagi orang pribadi yang berstatus sebagai bukan pegawai

05 04
PPh Pasal 21 Bagi peserta kegiatan
Penghitungan PPh Pasal 21
Penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus

Pasal 21 atas pejabat negara, PNS, TNI, Polri dan pensiunan


nya atas penghasilan Yang menjadi beban APBN atau APBD

04
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21
 Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap

Untuk variasi penghitungan PPh Pasal 21 dapat dilihat pada Lampiran PER-16/PJ/2016
12
Manajemen Pajak PPh Pasal 21
Penerapan Tax Planning Terkait dengan PPh Pasal 21 antara lain (Pohan, 2013):
1 Klausul Pajak dalam Perjanjian/Kontrak Kerja
sebelum kontrak kerja ditandatangani harus dipastikan:
a. Pemuatan klausul pajak dalam perjanjian atau kontrak kerja, yang mensyaratkan
pajak terutang harus dihitung berdasarkan nilai kontrak (di luar harga pokok barang),
yakni dikenakan dari nilai bruto kontrak, dan untuk PPh Pasal 21 atau Pasal 26,
pemberi kerja wajib memotong dari pembayarannya.
b. Klausul pajak secara eksplisit menyatakan siapa yang harus menanggung PPh Pasal
21 /Pasal 26, sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya didasarkan pada
klausul tersebut.

Klausul pajak secara eksplisit menyatakan siapa yang harus menanggung PPh Pasal 21 /Pasal 26,
sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya didasarkan pada klausul tersebut.

13
Manajemen Pajak PPh Pasal 21
2 Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Tunjangan Pajak secara Gross-up?
 Tidak termasuk pajak, artinya pajak akan menjadi beban pemberi kerja, atau ditanggung oleh perusahaan
atau pemberi kerja. Hal ini akan mengakibatkan PPh yang ditanggung perusahaan atau pemberi kerja tidak
dapat dibiayakan di SPT PPh Badan (non-deductible expenses) .
 Agar PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja dapat dibiayakan, maka penghitungan PPh harus
menggunakan metode gross-up. Dengan kata lain diberikan “tunjangan pajak sebesar PPh yang terutang.

PPh dihitung dengan metode gross-up akan menambah nilai kontrak sebesar, 5% x Rp 10.000.000 x 100/(100 - 5) = Rp 526.316
14
Manajemen Pajak PPh Pasal 21
3 Pemberian Uang Saku Secara Lump-Sum Atau Reimbursement
Masalah prosedur pembayaran uang saku dalam perjalanan dinas, pendidikan, ataupun jenis
pengeluaran perusahaan lainnya juga seringkali menimbulkan aspek pajak berbeda.
a. Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21 dihitung dari seluruh nilai
yang dibayarkan, meskipun di dalamnya mungkin terdapat biaya lainnya, misal transportasi,
dan akomodasi
b. Sedangkan dalam prosedur reimbursement, pembayaran disertai dengan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan penggunaan dana dengan meminta bukti pengeluaran. PPh Pasal
21 hanya akan dihitung dari uang saku atau tunjangan berupa uang lainnya yang benar-benar
diterima atau diperoleh karyawan.

15
Manajemen Pajak PPh Pasal 21
4 Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan Bersama?
Sejak berlakunya UU PPh Tahun 2000, makanan dan minuman bagi karyawan sudah boleh di
biayakan di PPh Badan (deductible expenses). Perlu dikaji, apakah perusahaan masih hendak
memberikan tunjangan makan atau menyiapkan makan bersama sebagai pengganti tunjang
an makan?

Dari sisi PPh Badan, dengan asumsi jumlah beban yang sama, keduanya tidak menimbulkan
pengaruh apa pun, karena sama-sama bisa dibiayakan (lihat Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh
2008), tetapi pemberian tunjangan makan akan mengakibatkan bertambahnya PPh Pasal 21

Apabila hanya dipandang dari sisi fiskal, lebih menguntungkan jika disiapkan makan bersama
untuk seluruh karyawan. Tetapi apabila dalam praktiknya harus menggunakan jasa katering,
harus diingat timbulnya kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasil
an bruto

16
Manajemen Pajak PPh Pasal 21
5 Memberikan Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan?
Untuk biaya kesehatan, perusahaan memiliki pilihan, memberikan tunjangan kesehatan, menyediakan fa
silitas pengobatan bagi karyawan, atau menggunakan metode reimbursement biaya pengobatan

 Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka perlakuan pajaknya bersifat taxable-deducti
ble. Artinya, tunjangan kesehatan merupakan objek PPh Pasal 21 bagi karyawan (penghasilan) dan merupakan
biaya bagi perusahaan.

 Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka perlakuan pajaknya bersifat non taxable - non deductible.
Artinya hal itu bukan penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya bagi perusahaan.

 Bila menggunakan metode reimbursement maka perlakuan pajaknya:


a. bersifat non taxable - non deductible, bila persyaratan reimbursement dapat dipenuhi, yaitu tidak boleh ada
mark up, bukti asli diserahkan ke perusahaan, bukti dibuat atas nama perusahaan atau atas nama karyawan
qq perusahaan, dan diatur dalam kontrak kerja antara perusahaan dengan karyawan.
b. bersifat taxable - deductible, bila persyaratan reimbursement tidak dapat dipenuhi. Dalam hal ini esensinya
adalah karyawan menerima uang dari perusahaan yang kemudian digunakan untuk membayar biaya pengob
atan.
17
PPh Pasal 22
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017 stdd PMK-110/PMK.010
/2018)
1 Bank Devisa dan DJBC • Atas Impor:
a. barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK-
110/PMK.010/2018 sebesar 10% dari nilai impor dengan atau tanpa
menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
b. barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
PMK-110/PMK.010/2018, sebesar 7,5% dari nilai impor dengan atau
tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
c. barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III PMK-110 /PMK.010/2018, sebesar 0,5%
dari nilai impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
d. selain barang a, b, dan c yang menggunakan Angka Pengenal
Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor
e. barang c dan d, yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API),
sebesar 7,5% dari nilai impor; dan/atau
f. barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea
Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017 stdd PMK-110/PMK.010
/2018)
1 Bank Devisa dan DJBC • Atas ekspor:
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam,
sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV PMK-110/PMK.010/2018,
oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak
Karya, sebesar 1,5% dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam
Pemberitahuan Ekspor Barang. (Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2 PMK-
34/PMK.010/2017)

Nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor


Barang adalah nilai Free on Board (FOB) yang tercantum pada
Pemberitahuan Pabean Ekspor, termasuk Pemberitahuan Pabean Ekspor
yang nilai ekspomya telah dibetulkan. (Pasal 2 ayat (3) PMK-
34/PMK.010/2017)

Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Bank Devisa dan DJBC bersifat tidak final
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017
stdd PMK-110/PMK.010 /2018)

2 a. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
(KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau Lembaga bersifat tidak final
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang
b. bendahara pengeluaran berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan
dengan mekanisme uang persediaan (UP)
c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit
Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi
oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS)
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-
34/PMK.010/2017 stdd PMK-
110/PMK.010 /2018)
3 Badan usaha tertentu untuk pembelian barang dan/atau bahan-bahan 1,5% x Harga Pembelian tidak
untuk keperluan kegiatan usaha (Pasal 1 ayat (1) huruf e PMK 34/PMK.010/ termasuk PPN
2017):
a. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian bersifat tidak final
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
b. badan usaha dan Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil
dari restrukturisasi yang dilakukan oleh Pemerintah, dan restrukturisasi
tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan
Usaha Milik Negara lainnya; dan
c. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT
Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT
Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT
Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT
Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets
Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRISyariah, dan PT Bank BNI Syariah
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017 stdd PMK-110/PMK.010
/2018)
4 Badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;

bersifat tidak final


5 Agen Tunggal Pemegang Merek 0,45% dari DPP PPN (tidak final)
(ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum bersifat tidak final
kendaraan bermotor atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri;
tidak termasuk alat berat
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017 stdd PMK-
110/PMK.010 /2018)
6 Produsen atau importir bahan bakar 1. D
minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan Pelumas

2. bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
3. pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN

Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pemungut Pajak atas penjualan bahan


bakar minyak dan bahan bakar gas kepada:
• penyalur/agen bersifat final;
• selain penyalur/agen bersifat tidak final
Pemungut PPh Pasal 22 dan Besar Tarif PPh Pasal 22
No PEMUNGUT PPH PASAL 22 BESAR TARIF PPH PASAL 22 (PMK-34/PMK.010/2017 stdd
PMK-110/PMK.010 /2018)
7 badan usaha industri atau eksportir atas pembelian 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum bersifat tidak final
melalui proses industriManufaktur
8 industri atau badan usaha atas pembelian batubara, 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha bersifat tidak final
pertambangan
9 badan usaha yang melakukan penjualan atas 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual
penjualan emas batangan emas batangan

bersifat tidak final

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP adalah
lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan
NPWP, dan pengenaan tarif pajak lebih tinggi 100% ini hanya dikenakan terhadap objek PPh Pasal 22
yang bersifat tidak final
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
Objek PPh Pasal 23
Objek PPh Pasal 23 antara lain:
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan Dividen
jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal
(Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh)
21 (PMK 244/PMK.03/2008) (Dalam hal ini berarti
yang merupakan objekPPh Pasal 23 yaitu apabila
yang menerima jenis penghasilan ini adalah selain
WP OP yang harusnya dipotong PPh Pasal 21)
Bunga
(Pasal 4 ayat (1) huruf f UU
Sewa dan penghasilan lain sehubungan
PPh)
dengan penggunaan harta, kecuali sewa
tanah dan/atau bangunan

Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya sela


in yang telah dipotong PPh sebagaimana yang di Royalti
maksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU pph. (Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh)
(Dalam hal ini berarti yang merupakan objek PPh
Pasal 23 yaitu apabila yang menerima jenis peng
hasilan ini adalah selain WP OP yang harusnya di
potong PPh Pasal 21)
.
Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 adalah :

Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,


01 penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya.

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai


02 pemotong PPh 23, yaitu
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)
kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.

WP Orang pribadi ini hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja

04
Tarif PPh Pasal 23
No Objek PPh Pasal 23 Tarif
1. Dividen 15% x jumlah
(Termasuk pengertian dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan bruto
asuransi kepada pemegang polis)
Tidak final
Tidak termasuk Dividen yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
a. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan kepada anggota koperasi (karena dikecualikan dari
pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf f UU 36 tahun 2008)
b. bagian laba yang diterima oleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif (KIK) (karena bukan merupakan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf i UU
36 tahun 2008) dan karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf e
UU 36 tahun 2008)
c. Dividen yang dibagikan kepada WP Orang Pribadi, karena masuk PPh Pasal 4(2)
d. Dividen yang diterima WP Badan Dalam Negeri, koperasi, BUMN, BUMD, (karena bukan objek pajak,
diatur di Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dengan syarat:
• Dividen berasal dari cadangan laba ditahan; dan
• Bagi penerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor.
Tarif PPh Pasal 23
No Objek PPh Pasal 23 Tarif
2. Bunga 15% x jumlah
bruto
Tidak termasuk pengertian Bunga yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:
a. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 Tidak final
sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf a UU 36 tahun 2008);
b. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai
penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (karena
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf h UU 36 tahun 2008)
c. Bunga Deposito, Tabungan (yg didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI, karena termasuk pemotongan
PPh Pasal 4(2)
d. Bunga simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP), karena
termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2)

3. Royalti 15% x jumlah


bruto

Tidak final
Tarif PPh Pasal 23
No Objek PPh Pasal 23 Tarif
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21ayat (1) huruf e. 15% x jumlah
bruto
Tidak termasuk Hadiah dan Penghargaan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:
a. Hadiah atau penghargaan dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya yang Tidak final
diterima oleh WP OP Dalam Negeri (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 21)
b. Hadiah Undian, karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2)
c. Hadiah langsung dalam penjualan barang/ jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli/ konsumen
akhir tanpa diundi

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenakan PPh Pasal 2% x jumlah bruto
4(2).
Tidak final
Tidak termasuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dipotong
PPh Pasal 23 adalah:
a. sewa tanah dan/ atau bangunan karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2)
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi, karena
dalam Pasal 23 ayat (4) huruf b UU 36 tahun 2008 dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23.
Tarif PPh Pasal 23
No Objek PPh Pasal 23 Tarif

6. Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah 2% x jumlah bruto
dipotong PPh Pasal 21.
Tidak final
Untuk Jasa Konstruksi mulai dari 1 Januari 2008 s.d sekarang dikenakan pemotongan PPh Pasal
4(2)

Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 23
PT Insan Media Print adalah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku dan percetakan.
Perusahaan ini melakukan Pembayaran royalti kepada tiga orang penulis:

1
• Damayanti dengan NPWP 01.444.888.2.987.000 sebesar Rp25.000.000

2
• Nurmadina NPWP 01.888.555.2.456.000 sebesar Rp10.000.000

3
• Azzahra yang belum memiliki NPWP sebesar Rp5.000.000

Berapa PPh 23 masing-masing penulis tersebut?

1
• Damayanti 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000

2
• Nurmadina 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000
• Azzahra (15%+15%) x Rp5.000.000 = Rp 1.500.000 (belum punya
3 NPWP)
PPh Pasal 4 ayat (2)
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Objek PPh Pasal 4 ayat (2) antara lain:
Sewa tanah dan/ atau bangunan

Penjualan saham milik Pengalihan hak atas tanah dan/atau


Modal Ventura bangunan.

Hadiah Undian Jasa Konstruksi

Pendapatan bunga deposito


dan tabungan serta Sertifikat Penjualan saham di Bursa Efek
Bank Indonesia (SBI)

Bunga Simpanan Koperasi yang Penghasilan Bunga/ Diskonto


dibayarkan kepada anggota koperasi Obligasi/Surat Perbendaharaan Negara
orang pribadi (SPN)

36
Deviden yang dibagikan kepada OP
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)
No Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Tarif

1. Sewa tanah dan/ atau bangunan. 10% x jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan

Bersifat final

2. Pengalihan hak atas tanah dan/ 5% x jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
atau bangunan.
Bersifat final
3. Jasa Konstruksi • Pelaksanaan Konstruksi:
1. 2%: kualifikasi usaha kecil
2. 4%: tidak punya kualifikasi
3. 3%: kualifikasi selain kecil (menengah & besar)

• Perencanaan/Pengawasan Konstruksi:
1. 4%: punya kualifikasi usaha;
2. 6%: tidak punya kualifikasi usaha

Bersifat final
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)
No Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Tarif

4. Penjualan saham di Bursa Efek 1. selain IPO= 0,1% x jmlh bruto nilai transaksi penjualan
2. IPO=((0,5 % x nilai saham) + (0,1 % x jmlh bruto nilai transaksi penjualan))

Bersifat final

5. Penghasilan Bunga/ Diskonto Obligasi • SUN (Obligasi negara)


(SUN)/Surat Perbendaharaan Negara a. Utk WPDN dan BUT: 15% x jmlh bruto bunga/diskonto
(SPN) b. Untuk WP reksadana yg terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan:
 5% x jmlh bruto (thn 2014-2020)
 15% x jmlh bruto (thn 2021- dst)
• SPN : 20% x diskonto SPN

Bersifat final

6. Deviden yang dibagikan kepada OP 10% x jmlh bruto deviden

Bersifat final
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)
No Objek PPh Pasal 4 ayat (2) Tarif

7. Bunga Simpanan Koperasi yang 1. 0% atas bunga simpanankoperasi sampai dengan Rp 240.000 sebulan
dibayarkan kepada anggota 2. 10% x Jmlh bruto (utk bunga simpanan diatas Rp 240.000 sebulan.)
koperasi orang pribadi
Bersifat final

8 Pendapatan bunga deposito dan 20% x jmlh bruto bunga


tabungan serta Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) Bersifat final

9 Hadiah Undian 25% x jmlh bruto nilai hadiah

Bersifat final

10 Penjualan saham milik Modal 0,1% x jmlh bruto nilai Transaksi


Ventura
Bersifat final
Contoh Perhitungan PPh Pasal 4 ayat (2)


CV Salemba (badan memiliki NPWP) membayar kepada Tuan Andi sebesar Rp
20.000.000,- atas sewa toko. CV Salemba (badan memiliki NPWP) membayar
kepada Tuan Andi sebesar Rp 20.000.000,- atas sewa toko.

Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong CV Polan adalah :
10% x Rp 20.000.000 = Rp 2.000.000

PPh Pasal 15
Objek PPh Pasal 15
Objek PPh Pasal 15 antara lain:

01 Penghasilan yang diterima oleh WP Penerbangan Dalam Negeri

02 Penghasilan yang diterima oleh WP Pelayaran Dalam Negeri

03 Penghasilan yang diterima oleh WP Pelayaran dan


02 Penerbangan Luar Negeri
Tarif PPh Pasal 15
No Objek PPh Pasal 15 Tarif
1 Penghasilan yang diterima oleh WP Penerbangan Dalam Negeri atas charter PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran bruto
• Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah WP perusahaan (Pasal 2 ayat (2) KMK 475/KMK.04/ 1996)
penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yang
memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter
Yang berasal dari:
• Perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan
pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("space charter") • 30 % x Norma Penghitungan
Penghasilan Netto
• Objek PPh = Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari  Norma Penghasilan Netto = 6%
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke X Peredaran Bruto
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di luar negeri (Pasal 1 huruf b KMK-475/ KMK.04/1996) • PPh Terutang = 30 % x 6% x Peredaran
Bruto

• Apabila WP Penerbangan Dalam Negeri menerima penghasilan selain dari Tidak Final
perjanjian charter maka tidak perlu ada mekanisme penyetoran sendiri PPh
pasal 15 (akan diperhitungkan di PPh Badan)
Tarif PPh Pasal 15
No Objek PPh Pasal 15 Tarif
2. Penghasilan yang diterima WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri PPh Terutang = 1,2 % x Peredaran
• WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal di bruto
Indonesia atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia (SPDN) yang (Pasal 2 KMK-416/KMK.04/1996)
melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia
maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)
• Objek pengenaan PPh meliputi Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Yang berasal dari
dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:
a. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia, • 30 % x Norma Penghitungan
b. Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia, Penghasilan Netto
c. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,  Norma Penghasilan
d. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia Netto = 4% X Peredaran
(angka 3 SE-29/PJ.4/1996) Bruto

 Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau • PPh Terutang = 30 % x 4% x
charter dengan pemotong pajak : pihak yang membayar wajib Melakukan Peredaran Bruto
pemotongan pada saat pembayaran atau terutang
 Dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian
persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak Final
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh
 Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh
yang terutang
Tarif PPh Pasal 15
No Objek PPh Pasal 15 Tarif
3. Penghasilan yang diterima WP Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri 2,64% x Peredaran Bruto
• WP Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri adalah WP yang bertempat
kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) (Pasal 2 KMK-417/KMK.04/ 1996)
di Indonesia (angka 2 SE-32/PJ.4/1996)
Final
• Objek PPh-nya adalah Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai
uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan
ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
di luar negeri. (Pasal 1 KMK-417/KMK.04/1996)

• Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang


membayar/mencharter wajib Melakukan pemotongan pada saat pembayaran
atau terutang (angka 5 huruf a SE-32/PJ.4/1996)

• Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib Pajak Perusahaan


Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib Menyetor sendiri PPh terutang
(angka 5 huruf b SE-32/PJ.4/1996)

• jika tidak mempunyai BUT maka tidak kena PPh Pasal 15, tetapi memperhatikan
ketentuan PPh Pasal 26
Contoh Perhitungan PPh Pasal 15


CV Maju (badan memiliki NPWP) membayar kepada PT Mundur yang merupakan
perusahaan pelayaran DN sebesar Rp 60.000.000,-. Atas sewa kapal (charter).

Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dipotong oleh CV Maju adalah:

1,2% x Rp 60.000.000 = Rp 720.000



PPh Pasal 26
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
No Objek PPh Pasal 26 Tarif

1 Penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN berupa: 20% x penghasilan bruto atau
a. Deviden Tax Treaty (P3B)
b. Bunga termasuk Premium,Diskonto dan Imbalan jaminan
pengembalian hutang;
c. Royalty;
d. Sewa;
e. Penghasilan penggunaan harta
f. Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan;
g. Hadiah & penghargaan;
h. Pensiun & pembayaran berkala lainnya;
i. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/ atau
j. keuntungan karena pembebasan utang.
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
No Objek PPh Pasal 26 Tarif

2. Penjualan atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di 20% x Perkiraan Neto.
Indonesia, yang diperoleh WP Luar Negeri.
Perkiraan neto=25% x harga jual
Harta yang dimaksud berupa:
perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, Sehingga tarif efektif:
lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan. 20% x 25% x harga jual
= 5% x harga jual
Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah:
WP OP Luar Negeri yang memperoleh penghasilan tidak melebihi Rp Final
10Juta untuk setiap jenis transaksi. (Pasal 3 ayat (2) PMK
82/PMK.03/2009) PMK 82/PMK.03/2009
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
No Objek PPh Pasal 26 Tarif

3. Penjualan saham oleh WPLN. 20% x perkiraan neto


Perkiraan neto=25% x harga jual
Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di Dalam
Negeri dan tidak berstatus sebagai emiten atau perusahaan Sehingga tarif efektif:
publik. (Pasal 1 KMK 434/KMK.04/1999) 20% x 25% x harga jual =
5% x harga jual
Didalam PMK 258/PMK.03/2008 disebutkan bahwa
penjualan/pengalihan saham perusahaan antara (special Final
purpose company atau conduit company), yang didirikan di Tax
Haven Country dan mempunyai hubungan istimewa Jika pembeli adalah:
dengan WPDN Indonesia atau BUT di Indonesia, dapat a. WPLN, maka pemotong pajaknya adalah
ditetapkan sebagai penjualan/ pengalihan saham WP Badan Perseroan (PT Dalam Negeri) yang sahamnya
Dalam Negeri. diperjualbelikan.
b. WPDN yang ditunjuk sebagai pemotong,
maka pemotong pajaknya adalah WPDN sebagai
pembeli.
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
No Objek PPh Pasal 26 Tarif

4 Premi Asuransi dan Premi 20% x perkiraan neto.


Reasuransi yang dibayar
kepada perusahaan asuransi di Perkiraan neto:
LN 1. 50% dari Premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan
asuransi LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 50%= 10%.Pemotong pajak adalah
tertanggung.
2. 10% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada
perusahaan asuransi LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 10%= 2%. Pemotong Pajak
adalah perusahaan asuransi di Indonesia.
3. 5% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di LN. Sehingga tarif efektif: 20% x 5%= 1%. Pemotong pajak
adalah perusahaan reasuransi di Indonesia.

KMK 624/KMK.04/1994
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
No Objek PPh Pasal 26 Tarif

5 BUT (Bentuk Usaha Tetap)/ Permanent Establishment Atas Laba BUT sebelum pajak:
→dikenakan tarif Pasal 17
Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) jika penghasilan BUT Penyetoran seperti WP Badan DN.
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a. penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak Atas Laba BUT setelah pajak yang
setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan tidak ditanamkan kembali di Indonesia:
yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau →dikenakan20% x laba setelah pajak
peserta pendiri;
b. Perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia tsb
harus aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya,
paling lama 1 tahun sejak didirikan;
c. penanaman kembali dilakukan dalam tahun ajak berjalan atau paling
lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima/ diperolehnya
penghasilan tsb; dan.
d. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tsb paling singkat
dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tsb telah
berproduksi komersial.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 26


Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton
di Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar Rp
100.000.000.
Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26.
Besarnya PPh Pasal 26 adalah:

PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000



Manajemen Pajak PPh Pasal 22/23/26 dan PPh Final
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan PPh Pasal 22/23/26
dan PPh Final antara lain (Pohan, 2013):

Masalah Pembuatan Kontrak


Pada transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 23/26/Final, hal pokok yang harus
diperhatikan adalah masalah pembuatan kontrak, Jika di dalam kontrak jelas disebutkan nilai
01 jasa dan nilai materialnya, maka PPh Pasal 23/26 hanya akan dikenakan atas jasa yang
diberikan saja, kecuali untuk jasa konstruksi dan jasa katering (termasuk nilai materialnya).

Konflik dalam withholding tax


02 Konflik dalam withholding tax akan terjadi jika penerima penghasilan tidak bersedia dipotong
pajaknya atau adanya perbedaan penafsiran mengenai jenis pajak dan besarnya tarif pajak
yang akan dipotong
Jika pemberi jasa tetap tidak bersedia dipotong pajaknya, maka perusahaan dapat
melakukan salah satu dari dua cara berikut ini, membayarkan sendiri pajak yang terutang
(PPh ditanggung) atau melakukan gross up atas nilai kontrak (diberikan tunjangan PPh).
Manajemen Pajak PPh Pasal 22/23/26 dan PPh Final
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan PPh Pasal 22/23/26
dan PPh Final antara lain (Pohan, 2013):

Rekonsiliasi objek Withholding tax dengan laporan keuangan


03 perlu dilakukan pengendalian perpajakan (tax control) untuk memastikan bahwa
seluruh objek withholding tax (biaya-biaya yang terjadi terkait objek PPh Potput),
apakah sudah dilakukan pemotongan atau pemungutannya.
Manajemen Pajak Pada PPh Potong Pungut
Untuk dapat memaksimalkan perencanaan pajak, maka difokuskan pada 2 sisi (Santoso & Rah
ayu, 2019), yaitu :

01 Perencanaan Pajak pada posisi sebagai pemotong

Yang harus diperhatikan agar terhindar dari sanksi pajak:


a. Kapan saat terhutangnya PPh potong pungut tersebut
b. Apa saja objek dan tarif PPh potong pungut
c. Kapan PPh potong pungut harus dibayarkan ke kas Negara
d. Kapan PPh yang telah dipotong tersebut harus dilaporkan ke KPP
e. Apa saja transaksi terkait dengan ketiga kewajiban tersebut

04
Manajemen Pajak Pada PPh Potong Pungut

Perencanaan Pajak pada posisi sebagai pihak yang dipotong


02
Untuk memaksimalkan pemanfaatan hak pengkreditan (selain PPh Final), maka harus
memenuhi persyaratan tertentu, yakni :
a. Harus didukung oleh bukti potong asli (atau legalisir sesuai asli)
b. Tahun pengkreditan harus sesuai dengan tahun yang tertera pada bukti potong
c. Jenis pajak yang tercantum pada bukti potong dan SSP harus benar (atau diddukung
oleh Surat Pemindahbukuan yang diterbitkan oleh KPP jika terjadi kesalahan jenis
PPh yang dipotong)

04
Rekonsiliasi/Ekualisasi

Rekonsiliasi SPT Masing-Masing Withholding Tax


dengan Biaya-Biaya yang Terkait dengan Objek
Withholding Tax

58
Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan dengan
SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)

Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak

Wajib Pajak dapat melakukan pengecekan atas Hal yang sama juga dilakukan oleh Kantor
kewajiban pajaknya dengan menggunakan teknik Pelayanan Pajak atas semua SPT bulanan
rekonsiliasi/equalisasi secara periodik antara dan tahunan yang disampaikan perusahaan.
elemen-elemen yang terdapat di SPT Badan dan Kegagalan perusahaan dalam melakukan hal
Add Contents
laporan keuangan (fiskal) perusahaan dengan Title ini berpotensi menimbulkan pajak kurang
elemen-elemen yang terdapat di SPT PPh Pasal 21, bayar serta tambahan sanksi atau denda.
Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 ayat(2), Pasal 15, dan
Pasal 26
Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan dengan
SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)

Rekonsiliasi PPh pot-put bagi perusahaan selaku pemotong

Un-reconciles items biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab ( Santoso & Rahayu, 2019) :
 secara substantial, biaya tersebut sebenarnya bukan merupakan obyek PPh pot-put ( beda interpretasi)
 Jumlah yang menjadi PPh pot-put tidak seluruhnya benar/akurat, terkait dengan masalah reimbursement,
PPN atau biaya – biaya lain yang digabung penjurnalannya.
 Masalah beda waktu, contoh prepaid yang kewajiban pot-put saat pembayaran, sementara pembebanan
dilakukan lintas tahun melalui metode alokasi/amortisasi
 Selisih jumlah yang sebenarnya secara yuridis bukan obyek pemotongan PPh pot-put hanya saja
Add Contents Title
memerlukan pembuktian dokumen yang cukup masif seperti form DGT atau Surat Keterangan Domisili yang
valid (ketentuan tax treaties)
 Perbedaan kurs, dimana pencatatan pembukuan dan pembayaran PPh pot-put dilakukan dengan basis kurs
yang beda (kurs tengah BI/kurs pajak menurut PMK)
Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan dengan
SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)

Rekonsiliasi PPh pot-put bagi perusahaan selaku pihak yang dipotong

Un-reconciled items biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab ( Santoso & Rahayu, 2019) :
 masalah beda waktu, perusahaan telah mengakui penghasilan saat penerbitan tagihan kepada pelanggan,
sementara pemotongan PPh pot-put dilakukan lintas tahun saat pembayaran oleh pelanggan.
 Masalah perbedaan kurs

Add Contents Title


Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan dengan
SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)
Kapan proses ekualisasi/rekonsiliasi dilakukan?

Bulanan ? Semester ? Tahunan?

Pemilihan Periode Rekonsiliasi (Santoso & Rahayu,2019) :


Add Contents Title
 tergantung dengan kompleksitas kwajiban dan masalah PPh pot-put yang dihadapi
 Mempertimbangkan ketersediaan SDM yang ada
Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan dengan
SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)
Kantor Pelayanan Pajak

Prosedur ekualisasi/rekonsiliasi merupakan salah satu metode yang digunakan pihak otoritas pajak
sebagai salah satu alat untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi perusahaan
( Santoso & Rahayu, 2019), disamping teknik – teknik yang lainnya sesuai SE Dirjen Pajak Nomor SE
- 65/PJ/2013 yaitu : 8. Ekualisasi atau rekonsiliasi
1. Pemanfaatan informasi internal dan/atau 9. Permintaan keterangan atau bukti
eksternal DJP 10. Konfirmasi
2. Pengujian keabsahan dokumen 11. Inspeksi
3. Evaluasi 12. Pengujian kebenaran fisik
Add Contents Title
4. Analisis angka – angka 13. Pengujian kebenaran penghitungan matematis
5. Penelusuran angka - angka 14. Wawancara
6. Penelusuran bukti 15. Uji petik (sampling)
7. Pengujian keterkaitan 16. Teknik audit berbantuan computer
17. Teknik pemeriksaan lainnya
Contoh Rekonsiliasi/Equalisasi SPT PPh Badan
Dengan SPT Lainnya dan Laporan Keuangan (Fiskal)

click

Untuk contoh lihat ke Excel


Thank you

Anda mungkin juga menyukai