Anda di halaman 1dari 61

OBAT GANGGUAN

SISTEM SARAF PUSAT


PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspons oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup cepat tanggap terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam tubuh.
Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh
sistem saraf, yaitu:
1. Reseptor, merupakan alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh,
organ yang bertindak sebagai reseptor adalah alat indera.
2. Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas
serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung, terdapat sel khusus
yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut juga dengan neuron.
3. Efektor, merupakan bagian yang menanggapi rangsangan yang telah
dihantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada
manusia adalah otot dan kelenjar.
Lanjutan
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh,
baik gerakan sadar maupun gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi
penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak
manusia merupakan organ vital yang dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara
itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang.
Fungsi utama SSP adalah mengkoordinasi dan mengontrol sistem yang ada
dalam tubuh. Neurotransmiter (NT) dan hormon adalah 2 alat utama yang sangat
penting bagi SSP untuk mengkoordinasi dan mengontrol fungsi-fungsi organ agar
dapat berfungsi sesuai kebutuhan.
Obat-obat yang bekerja pada sistem susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar, yaitu:
1. Merangsang atau menstimulasi, yang secara langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf-sarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung
memblokir proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan
saraf-sarafnya.
Lanjutan

 Obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat antara lain:


1. Analgetika- antipiretik
2. Antiepilepsi
3. Psikofarmaka
4. Hipnotik – sedatif
5. Anestesia
6. Antiparkinson
7. Neurotroopik.
lanjutan
Analgetik-Antipiretik, Analgetik Anti Inflamasi
Nonsteroid
Analgetik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik umumnya
diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri lainnya, misalnya nyeri pasca
bedah dan pasca bersalin, dismenorhe (nyeri haid) dan lain-lain
hingga nyeri hebat yang sulit dikendalikan.
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh dari
keadaan demam (hiperpireksia) ke keadaan suhu tubuh normal.
Sebagian analgetik ternyata memiliki efek antipiretik dan
antiinflamasi.
AINS adalah analgetik yang selain memiliki efek analgesik juga
memiliki efek antiinflamasi sehingga digunakan dalam pengobatan
reumatik/ gout.
Patofisiologi Nyeri
Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan (tissue damage) dengan dilepaskannya
zat kimia inflamasi (seperti histamin dan bradikinin) oleh jaringan tubuh yang
cedera. Histamin dan bradikinin merupakan vasodilator kuat yang dapat
menyebabkan edema, kemerahan dan nyeri serta menstimulai pelepasan
prostaglandin.
Prostaglandin adalah senyawa yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri
dan peradangan. Apabila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu
rangsangan kimia, fisik atau mekanis, enzim fosfolipase akan diaktifkan untuk
mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya, asam arakidonat
diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi prostaglandin dan sebagian akan
diubah menjadi leukotrien oleh enzim lipooksigenase.
Siklooksigenase (Cyclooxigenase, COX) dibagi menjadi dua jenis yaitu COX-1
dan COX-2. Dalam pengobatan nyeri, yang perlu dihambat adalah kerja COX-2,
sedangkan aktivitas COX-1 dibutuhkan untuk proteksi mukosa lambung.
Berdasarkan hal tersebut, saat ini dikembangkan analgetik baru dengan kerja
selektif menghambat COX-2 saja.
Lanjutan

Rasa nyeri dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :


1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid, dll), dapat
diatasi dengan asetosal, paracetamol bahkan plasebo.
2, Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, reumatik), dapat diatasi
dengan analgetik perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/ kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal,
kanker), harus diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik
narkotik.
Untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang, dapat diatasi
dengan analgetik perifer, sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan
analgetik sentral yang efek analgetiknya lebih kuat, seperti analgetik
narkotika.
Efek antiperitik suatu obat berperan dalam menurunkan suhu
tubuh pada keadaan demam, sedangkan efek antiinflamasinya berguna
untuk mengobati radang, seperti radang pada sendi (artritis reumatoid)
termasuk pirai/ gout yang merupakan kelebihan asam urat pada
daerah sendi sehingga terjadi pembengkakan dan rasa nyeri.
Skema Pembentukan Prostaglandin

 Mekanisme radang diawali dr terjadinya


kerusakan membran sel, kemudian di
fosfolipida (membran sel) terdapat enzim
fosfolipase yang akan mengeluarkan asam
arakidonat.
 Enzim siklooksidase mensintesa
endoperoksida menjadi dua produk COX1
(Tromboksan, protasiklin) dan COX2
(Prostaglandin)
 Enzim lipooksigenase akan mengubah
asam hidroperoksida menjadi Leukotrien
 Untuk pengobatan inflamasi digunakan
golongan steroid dan non steroid (AINS).
 Gol. Steroid bekerja dgn menghambat
sintesis E. Fosfolipase shg asam
arakidonat tdk terhambat.
 Gol. AINS bekerja dgn menghambat
pembentukan prostaglandin, melalui
penghambatan E. Siklooksigenase (COX)
Patofisiologi Demam

Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh contohnya adalah
produk mikroorganisme seperti toksin. Jenis lain pirogen adalah pirogen
endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh. Contohnya
antara lain interleukin-1 (IL-1) dan interferon (IFN).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel darah putih
(molasit, limfosit, dan neutropil) oleh pirogen eksogen. Sel darah putih
tersebut akan mengeluarkan pirogen endogan (IL-1) dan IFN. Pirogen eksogen
dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk akan meningkatkan
patokan termostat dipusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga hal ini memicu mekanisme peningkatan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi panas yang pada akhirnya
akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
Lanjutan
Analgetik dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu analgetik narkotik dan analgetik
non narkotik.
1. Analgetik Narkotik (analgetik sentral/ analgetik opioid)

Analgetik narkotik bekerja di sistem saraf pusat (SSP) dan memiliki daya
penghalang nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar, dapat bersifat depresan
umum (menurunkan kesadaran) dan mempunyai efek samping menimbulkan
rasa nyaman (euforia). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan
oleh analgetik narkotik, kecuali sensasi kulit.

Penggunaan analgetik ini harus hati-hati karena mempunyai resiko besar


terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat.
Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai premedikaisi dalam
pembedahan karena dapat memperkuat anastesi umum sehingga mengurangi
kesadaran selama anastesi.
Lanjutan
Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut:
a. Alkalloid alam : morfin, kodein
b. Derivat semisintesis : heroin
c. Derivat sintetik : metadon dan derivatnya
(dekstromoramida, propoksifen, bezitramida),
petidin dan derivatnya (fentanil, sulfentanil),
tramadol.
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson, pentazosina, dan
buprenorfin.
Lanjutan
2. Analgetik non –narkotik (analgetik perifer / non opioid)

Disebut juga analgetik perifer karena tidak mempengaruhi sistem saraf


pusat. Semua analgetik perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik ,
yaitu menurunkan suhu badan pada saat demam. Khasiatnya
berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur panas di
hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer dikulit dengan
bertambahnya pengeluaran kalor disertai dengan keluarnya banyak
keringat. Contohnya adalah parasetamol, asetosal, dan lain-lain. Selain
itu obat tersebut juga berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antiflogistik.
Lanjutan
Bedasarkan rumus kimianya, analgetik perifer digolongkan menjadi:

a. Golongan salisilat (asetosal, salisilamid, benorilat)

Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.


Obat ini diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri otot, demam, dll. Saat
ini asetosal makin banyak dipakai karena sifat antiplateletnya. Sebagai
contoh, aspirin dosis kecil digunakan untuk mencegah trombosis
koroner dan selebral.

Asetosal adalah analgesik-antipiretik dan antiinflamasi yang


sangat luas digunakan dan digolongan dalam obat bebas. Masalah efek
samping seperti iritasi lambung dan saluran cerna dapat dikurangi
dengan meminum obat setelah makan atau membuat obat dalam
bentuk salut enterik (enteric coated). Karena salisilat bersifat
hepatotoksik, tidak dianjurkan diberikan pada penderita penyakit hati
Lanjutan
b. Golongan para-aminofenol (Paracetamol)
Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol). Di
Indonesia asetaminofen lebih dikenal dengan nama parasetamol
dan akhir-akhir ini penggunaannya meningkat pesat. Efek
analgetik golongan ini sama dengan salisilat, yaitu
menghilangkan atau mengurani nyeri ringan sampai sedang, dan
dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam dengan
mekanisme efek sentral. Namun karena toksik terhadap hati dan
ginjal, fenasetin saat ini sudah dilarang penggunaannya. Efek
samping parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis
besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan hati.
Lanjutan

c. Golongan pirazolon (Propifenazon, Dipiron)


Khasiat fenilbutazon dan turunannya yang digunakan adalah
sebagai analgesik-antipiretik saja karena obat golongan ini memiliki
efek antiinflamasi yang lemah. Efek samping semua derivat
pirazolon adalah dapat menyebabkan agranulositosis, anemia
plastik, dan trombositopenia.
Di beberapa negara, penggunaannya sangat dibatasi
bahkan dilarang karena efek sampingnya tersebut, tetapi di
Indonesia frekuensi pemakaian dipiron cukup tinggi meskipun
sudah ada laporan terjadinya agranulositosis akibat pemakaian
obat ini. Fenilbutazon digunakan untuk mengobati artritis
reumatoid.
d. Golongan antranilat (Asam Mefenamat, Glafenin)
Digunakan sebagai analgesik dan antiinflamasi karena kurang
efektif sebagai antipiretik dibandingkan dengan parasetamol. Efek
samping yang mungkin terjadi seperti gejala iritasi mukosa
lambung dan gangguan saluran cerna.
Lanjutan

f. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)/ NSAID (Non-Steroid Antiinflamasi Drugs)


AINS adalah analgetik yang selain memiliki efek analgesik juga
memiliki efek antiinflamasi sehingga digunakan dalam pengobatan
reumatik dan gout, contohnya ibuprofen, indometasin, diklofenak,
fenilbutazon, dan piroksikam
Sebagian besar penyakit reumatik membutuhkan pengobatan
simtomatik dalam bentuk analgetik tunggal atau campuran untuk
meredakan rasa nyeri pada penyakit sendi degeneratif seperti
osteoartritis. Namun, bila nyeri dan kekakuan yang timbul disebabkan
oleh penyakit reumatik yang meradang, harus diberikan pengobatan
dengan AINS.
1. Ibuprofen
Merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat
antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek sampingnya lebih kecil
dibanding AINS yang lain, tetapi efek anti inflamasinya juga agak lemah
sehingga kurang sesuai untuk peradangan sendi hebat, seperti gout akut.
Lanjutan
2. Diklofenak
Derivat fenilasetat ini termasuk AINS yang terkuat anti radangnya
dengan efek samping yang kurang dibandingkan dengan obat lainnya,
seperti piroksikam dan indometasin. Obat ini sering digunakan untuk
semua jenis nyeri , migrain, dan encok. Secara parenteral, obat ini
sangat efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat (nyeri pada
kandung kemih dan kantong empedu).
3. Indometasin
Daya analgetik dan anti radang indometasin sama dengan asetosal,
sering digunakan pada serangan encok akut. Efek samping berupa
gangguan lambung-usus, perdarahan tersembunyi , pusing, tremor, dll.
4. Fenilbutazon
Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat
daripada kerja analgesiknya. Oleh sebab itu, golongan ini khususnya
digunakan sebagai obat rematik seperti halnya oksifenilbutazon.
Terkadang, fenilbutazon dimasukkan secara diam-diam (tidak tertera
pada etiket) dalam sediaan oleh pabrik kecil asing dengan tujuan untuk
mengobati keadaan lesu dan letih, kelemahan otot, dan nyeri.
Penyalahgunaannya dalam obat penguat dan tonikum (dengan
Lanjutan

5. Piroksikam
Bekerja sebagai anti radang, analgesik, dan anti piretik yang
kuat. Piroksikam digunakan untuk mengatasi encok. Efek samping
berupa perdarahan dalam lambung-usus.

6. COX-2 inhibitor (Celecoxib, Rofecoxib, Etoricoxib)


Celecoxib adalah AINS pertama dengan khasiat menghambat COX-2
secara selektif. Berhubung dengan efeknya terhadap jantung,
sebaiknya obat ini tidak digunakan pada dosis tinggi dan pemakaian
jangka panjang. Rofecoxib dan eterocoxib adalah generasi
selanjutnya yang ditemukan belakangan dengan khasiat dan efek
yang hampir sama.
ANTIEPILEPSI
Antiepilepsi atau antikonvulsi adalah obat yang digunakan terutama untuk
mencegah dan mengobati bangkitan (epileptic seizure) karena khasiat
antikonvulsinya. Semua antiepilepsi mempunyai waktu paruh yang
panjang, dieliminasi dengan lambat, dan terakumulasi dalam tubuh pada
penggunaan kronis.
Epilepsi merupakan nama kolektif untuk sekelompok gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat
dan berkala (disebut bangkitan atau seizure). Gejala utama berupa
penurunan sampai hilangnya kesadaran.
Penyebab epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang cepat,
mendadak, dan berlebihan pada neuron tertentu dalam otak yang
disebabkan oleh luka di otak (abses, tumor, arteriosklerosis) dan pengaruh
obat tertentu yang dapat memprovokasi serangan epilepsi.
Penggolongan Epilepsi
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG (electroenchepalogram),
epilepsi/kejang dibagi menjadi dua golongan, kejang umum dan kejang
parsial/fokal.
1. Kejang Umum (generalized seizure)
Kejang ini terjadi jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfer otak (belahan
otak) secara bersama-sama. Terjadi pada seluruh bagian otak dan
menimbulkan gejala di sekujur tubuh.
Lanjutan
2. Kejang Parsial /fokal
Kejang ini terjadi dimulai dari daerah tertentu pada otak/ otak mengalami
gangguan sebagian saja. Kejang parsial dapat dibagi menjadi:
a. Simple Partial Seizures
Gejala epilepsi ini adalah pasien tidak kehilangan kesadaran dan terjadi
sentakan-sentakan pada bagian tubuh tertentu. Ditandai dengan lengan,
tungkai kesemutan, tangan kaku, pusing, mata melihat kerlipan cahaya.
b. Complex Partial Seizures
Gejalanya adalah pasien melakukan gerakan yang tidak terkendali
seperti gerakan mengunyah, meringis, memandang dengan tatapan
kosong, tidak merenspon keadaan sekeliling, gerakan berulang (seperti
menggosok-gosok tangan, berputar-putar)dan lain-lain tanpa kesadaran.

Status Epileptikus adalah serangan yang bertahan lebih dari 30 menit dan
berlangsung beruntun dengan cepat tanpa diselingi keadaan sadar. Sesudah
30 menit ini muai terjadi kerusakan SSP. Situasi gawat ini dapat berakibat
fatal atau kematian karena kesulitan pernapasan dan kekurangan oksigen di
otak.
Pengobatan Epilepsi

Tujuan pengobatan pada penderita epilepsi adalah:


1. Menghindari kerusakan sel-sel otak.
2. Mengurangi beban sosial dan psikologi pasien maupun keluarganya.
3. Profilaksis /pencegahan sehingga jumlah serangan berkurang

Pemberian obat antiepilepsi selalu dimulai dengan dosis rendah , dinaikkan


bertahap sampai epilepsi terkendali. Penghentian obat secara mendadak harus
dihindari terutama untuk golongan barbiturat dan benzodiazepin karena dapat
memicu kambuhnya serangan.
Lanjutan
Tindakan non medis yang dilakukan pada penderita epilepsi saat ini
adalah menghilangkan penyebab penyakit setelah dilakukan operasi
otak dan menjauhkan penderita dari gejala faktor pemicu (stress,
alkohol, dan lain-lain). Penggolongan obat antikonvulsi dibagi dalam
beberapa kelompok kimiawi, yaitu:
1. Obat Generasi pertama
a. Barbital: Fenobarbital dan mevobarbital, memiliki sifat antikonvulsi
khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya.
b. Fenitoin terutama digunakan pada grand mal
c. Suksinimida: etosuksinimida dan mesuksimida.
d. Lain-lain: asam valproat, diazepam, klonazepam, karbamazepin
dan oxkarbazepin.
Lanjutan

2. Obat generasi kedua: vigabatrin, lamotrigin, gabapentin,


velbamat, topiramat, dan pregabalin. Obat-obat ini
umumnya tidak diberikan secara tunggal, melainkan
sebagai tambahan dalam obat klasik (generasi pertama).
Mekanisme Kerja Antiepilepsi
Prinsip mekanisme kerja obat antiepilepsi adalah menurunkan
neurotransmisi rangsangan listrik di sinaps sel-sel saraf. Zat yang
menghambat neurotransmisi tersebut antara lain adalah GABA (Gamma
Amino Butiric Acid) dan Glisin sehingga obat-obat yang menunjang kerja
GABA digunakan sebagai antiepilepsi.
Berikut beberapa mekanisme kerja obat antiepilepsi:
1. Memperkuat efek GABA: asam valproat dan vigabatrin
2. Menghambat kerja aspartat dan glutamat: Lamotrigin , valproat,
karbamazepin dan fenitoin. Aspartat dan glutamat adalah asam
amino yang merangsang neurotransmisi.
3. Memblokir saluran Na, K, dan Ca yang berperan penting pada
timbulnya muatan listrik: Etosuksimida, asam valproat, karbamazepin,
fenitoin, lamotrigin, pregaballin dan topiramat adalah obat-obat
yang mempunyai efek tersebut.
Lanjutan
4. Meningkatkan ambang serangan dengan jalan menstabilkan membran
sel : Velbamat.
5. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal di pangkalnya
SSP: Fenobarbital dan klonazepam.
6. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas muatan listrik tersebut pada
neuron otak lainnya: klonazepam dan fenitoin
Lanjutan
Kebanyakan antiepilepsi merupakan obat yang memiliki indeks terapi
yang sempit sehingga perlu pemantauan kadar obat dalam darah agar
kadar terpelihara dalam rentang sekonstan mungkin dan mencengah
obat melampaui kadar obat di dalam darah. Perlu diperhatikan bahwa
penghentian terapi tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba karena dapat
memicu serangan, kecuali pada kasus yang sangat serius seperti
toksisitas dan sindrom steven johnson.
Beberapa antiepilepsi dapat menyebabkan gangguan konginetal
(teratogen), khususnya asam valproat dan karbamazepin. Untuk
menghindari resiko cacat bayi, pada pengguna wanita hamil dianjurkan
dengan dosis serendah mungkin.
Psikofarmaka
Psikofarmaka (obat penyakit jiwa) adalah obat yang bekerja pada susunan
saraf pusat dengan memengaruhi fungsi psikis dan mental. Dalam
pembahasan psikofarmaka ini hanya membicarakan tentang obat penyakit
jiwa sejati, yaitu antipsikotik dan antidepresi.
Di masa lalu, penyakit jiwa diobati dengan sedatif seperti candu,
dan barbital. Perubahan dan kemajuan farmakoterapi mengenai
psikofarmaka diawali dengan ditemukannya klorpromazin, reserpin,
meprobramat dan senyawa benzodiazepin yang digunakan sebagai
trankuilansia (penenang), tetapi obat tersebut tidak dapat menggantikan
terapi syok, terapi renjatan listrik (ECT = Electroconvulsive Therapy), atau
terapi kejut listrik (EST = Electroshock Therapy) yang masih digunakan oleh
psikiater untuk mengatasi depresi hebat dengan kecenderungan bunuh diri.
Keuntungan pengobatan dengan menggunkan obat ini adalah mudah,
murah, dan pasien tidak perlu menginap di RS.
Psikofarmaka bekerja langsung terhadap saraf otak dengan
memengaruhi kerja neurotransmiter, yaitu suatu neurohormon yang
meneruskan impuls dari sistem adrenergik di otak seperti noradrenalin,
serotonin, dan dopamin.
Penggolongan Psikofarmaka
Psikofarmaka dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu:
1. Antipsikotik (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer),
bekerja sebagai antipsikotis dan sedasi. Obat ini digunakan khusus
untuk berbagai jenis psikotis seperti skizofrenia dan mania.
2. Antidepresan, bekerja memperbaiki suasana murung/ putus asa
dan digunakan juga pada keadaan depresi, panik, dan fobia.

Antipsikotis (Major Tranquilizer)


Antipsikotis merupakan obat yang dapat menekan fungsi psikis
tertentu tanpa memengaruhi cara berpikir dan berkelakuan
normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi, mengurangi
atau menghilangkan halusinasi, dan mengembalikan kelakuan
abnormal menjadi normal.
Penggolongan Antipsikotik:

Antipsikotik dibagi menjadi dalam 2 kelompok besar, yaitu:


1. Antispikotik tipikal/ klasik, efektif mengatasi gejala positif
(mendengar suara untuk memerintahkan melakukan sesuatu,
halusinasi, pikiran janggal).
Antipsikotik ini dibagi lagi menjadi 4 golongan kimia:
a. Derivat fenotiazin: klorpromazin, trifluoroperazin
b. Derivat tioksantin: klorprotiksen, zuklopentiksol
c. Derivat butirofnon: haloperidol, droperidol
d. Derivat butilpiperidin: pimozida, penfluridol
2. Antipsikotik atipikal (contohnya sulpirida, klozapin, olanzapin,
quetiapin, dan risperidon), efektif mengatasi simtom negatif
(berkurangnya bicara dan pergerakan, emosi yang datar), yang
resisten terhadap obat klasik.
Khasiat dan Penggunaan
Antipsikotik
Antipsikotik mempunyai sejumlah aktivitas fisiologi, yaitu:
1. Antipsikotis, yaitu mengatasi gangguan jiwa seperti
skizofrenia dan mania.
2. Ansiolitis, yaitu menghilangkan rasa bimbang, takut, dan
gelisah, contohnya tioridazina.
3. Antiemetik, yaitu merintangi neurotransmiter ke pusat
muntah, contohnya proklorperazin.
4. Analgetik, yaitu menaikkan ambang rasa nyeri, contoh
haloperidol.
Efek Samping Antipsikotik

Sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan


antipsikotik dan efek yang paling sering terjadi adalah:
1. Gejala ekstrapiramidal (GEP), yaitu kejang muka, akatisia
(selalu ingin bergerak), tremor, dan kaku anggota gerak.
2. Diskinesia tarda, yaitu gerakan tidak sengaja terutama pada
otot muka (bibir dan rahang). Gejala ini dapat dihilangkan
dengan mengurangi dosis atau menggunakan neuroleptika
yang lain.
3. Sedasi, yaitu perasaan mengantuk, lelah, dan pikiran keruh
yang disebabkan oleh efek antihistamin.
Lanjutan
4. Hipotensi ortostatik, yaitu penurunan tekanan darah yang
disebabkan oleh blokade reseptor alfa-adrenergik dan
vasodilatasi.
5. Efek antikolinergik, dengan ciri-ciri mulut kering, obstipasi, dan
gangguan penglihatan.
6. Efek serotonin, menyebabkan peningkatan berat badan karena
menstimulasi nafsu makan.
7. Galaktorea, yaitu menstimulasi produksi ASI secara berlebihan
yang menyebabkan meluapnya pengeluaran ASI.
Antidepresan

Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan


perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Semua orang
pasti pernah merasa sedih atau murung sesekali, hal tersebut normal.
Namun sesorang dinyatakan mengalami depresi, jika sudah 2 minggu
merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga.
Antidepresan (anti murung) adalah obat yang mampu
memperbaiki suasana jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan
murung yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial, ekonomi, obat-
obat, atau penyakit. Antidepresan bekerja dengan menghambat
penyerapan kembali neurotransmiter noradrenalin dan serotonin
sehingga otak kekurangan neurotransmiter tersebut.
Lanjutan

Saat ini, dikenal 6 macam depresi, yaitu:


1. Depresi mania dengan gejala bipolar, terdiri dari dua fase, yaitu
masa mania dan masa depresif.
2. Depresi vital, merupakan bentuk depresi berat dengan gejala
gangguan tidur, hilangnya perhatian dan kegembiraan , anoreksia,
dan penurunan berat badan.
3. Depresi musim dingin, merupakan bentuk depresi khusus yang
terjadi di negara-negara utara karena kurangnya sinar matahari.
Lanjutan

4. Depresi pascalahir, (Post partum depression) terjadi sementara pada


wanita pasca lahir sekitar 6 minggu setelah melahirkan. Gejalanya
perasaan sedih berkelanjutan, menangis tanpa alasan jelas, sulit
dekat dan akrab dengan bayi, mengabaikan diri sendiri, khawatir
berkelanjutan bahwa ada yang salah pada bayi, gelisah dan mudah
tersinggung, tidak PD, merasa bersalah, ingin menyakiti diri sendiri.
( Baby blues pada pria, Kurang tidur, takut dengan tanggung jawab
baru, masalah financial, kurang diperhatikan,
5. Depresi eksogen, merupakan depresi yang disebabkan oleh efek
samping penggunaan obat, seperti obat hipertensi, kortikosteroid, pil
KB,.
6. Depresi endogen (biologis/ genetik), merupakan depresi yang terjadi
pada orang yang mengalami kecenderungan biologis, mendadak
tanpa adanya penyebab. Depresi ini biasanya terjadi karena
serangkaian perubahan biokimiawi dalam tubuh manusia, karena sifat
biologisnya.
Penggolongan Antidepresan
Antidepresan dibagi dalam 4 golongan berikut.
1. Antidepresan klasik
Obat ini menghambat reabsorpsi (penyerapan kembali) serotonin dan
nonadrenalin dari sela sipnaps di ujung saraf. Antidepresan klasik dapat
dibagi menjadi antidepresan trisiklik (TCAs) merupakan obat antidepresan
yang tergolong sudah lama, seringkali banyak menimbulkan efek samping,
jenis ini dipakai jika obat jenis lain tidak memberikan respon, contohnya
amitriptilin, imipramin, desipramin, desipramin, dan klomipramin dan
antidepresan tetrasiklik (TeCAs),merupakan antidepresan yang efektif, tetapi
tidak berbeda jauh dengan TCA, jenis ini jarang diresepkan karena memiliki
e.s yang lebih tinggi, contohnya maprotilin dan mianserin.
2. Antidepresan generasi kedua
Obat ini tidak menyebabkan efek antikolinergik dan gangguan jantung. Obat
golongan ini dapat dibagi ke dalam golongan SSRIs (Selective Serotonin Re-
uptake Inhibitor), jenis ini umumnya menjadi pilihan utama untuk
mengobati depresi karena risiko efek samping yang rendah. Bekerja dengan
cara menekan penyerapan kembali serotonin di dalam otak. Contohnya
fluoksetin, paroksetin, setralin, dan sitalopram; serta NaSA (Noradrenalin
and Serotonin Antidepresan), bekerja lebih spesifik dibandingkan dengan
TCAs, sehingga kemungkinan efek samping yang terjadi lebih kecil,
contohnya mirtazapin dan venlafaksin
Lanjutan
3. Inhibitor MAO (Monoamin Oksidase)
Obat ini menghambat enzim MAO, yaitu enzim yang
menguraikan zat monoamin setelah aktivitasnya selesai.
Dengan menghambat MAO di dalam otak, makin sedikit
norepinefrin yang dimetabolisme sehingga meningkatkan
ketersediaannya dalam sipnaps. Jenis ini diberikan jika obat
antidepresan lain tidak membantu, karena obat ini banyak
menimbulkan interaksi dengan makanan atau obat lain, sering
menimbulkan efek samping, serta menimbulkan efek
ketergantungan. Contohnya adalah fenelzin dan tranilsipromin.
4. Antidepresan atipikal merupakan antidepresan jenis lain yang
bekerja sedikit berbeda dengan jenis lain. Contohnya
bupropion.
Sedatif dan Hipnotik

Hipnotik atau obat tidur (berasal dari kata hypnos yang berati tidur)
merupakan obat yang diberikan pada malam hari dalam dosis terapi
yang dapat mempertinggi keinginan tubuh normal untuk tidur,
mempermudah atau menyebabkan tidur. Lazimnya, obat ini diberikan
pada malam hari. Apabila diberikan pada siang hari, obat ini diberikan
dengan dosis yang lebih rendah yang bertujuan menenangkan
sehingga dinamakan sedatif (obat penenang). Oleh karena itu, tidak
ada perbedaan yang besar antara kedua kelompok obat ini.
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat
menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan
emosi sehingga menenangkan.
Hipnotik adalah zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur.
Sedatif/ hipnotik, seperti halnya antipsikotik, termasuk dalam
kelompok psikodepresif dan mencakup obat yang menekan atau
menghambat fungsi SSP tertentu.
Penanganan Insomnia
Insomnia atau kesulitan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti batuk, rasa nyeri, gangguan emosi, ketegangan, kecemasan,
atau depresi. Faktor penyebab ini pertama-tama harus dihilangkan
dengan obat-obat yang sesuai, seperti antitusif, analgetik, vasodilator,
antidepresan, sedatif atau tranquilizer. Para penderita insomnia
dianjurkan untuk menjalani kebiasaan tidur yang tetap dan teratur serta
menghindari konsumsi kopi dan alkohol untuk menahan batuk.
Apabila penanganan di atas tidak berhasil, baru digunakan
hipnotik dengan dosis serendah mungkin. Hipnotik ini efektif dalam
pempercepat dan memperpanjang waktu tidur dengan mengurangi
frekuensi bangun dan memperbaiki kualitas tidur. Penggunaan obat ini
sebaiknya dihentikan segera setelah penderita dapat tidur normal untuk
mencegah habituasi dan adiksi.
Kriteria Hipnotik-sedatif

Pada penilaian kualitatif obat tidur perlu diperhatikan faktor kinetik


berikut:
1. Lama obat bekerja dalam tubuh dan berapa lama tertinggal di
dalam tubuh .
2. Pengaruhnya pada kegiatan esok hari.
3. Kecepatan mulai kerjanya.
4. Bahaya timbulnya ketergantungan.
5. Efek”rebound” insomnia bila pemberian obat dihentikan mendadak.
6. Interaksi dengan obat lain.
7. Toksisitas.
Efek Samping Umum Hipnotik-Sedatif
Kebanyakan obat tidur memberikan efek samping umum yang mirip
dengan morfin, antara lain:
1. Depresi pernapasan, terutama pada dosis tinggi, contohnya
flurazepam, klorahidrat, dan paraldehida.
2. Tekana darah menurun, contohnya golongan barbiturat.
3. sambelit, pada penggunaan lama, contohnya barbiturat.
4. Hangover (pengar), yaitu efek sisa pada keesokan harinya seperti
mual, perasaan ringan di kepala, dan pikiran kacau. Hal ini disebabkan
karena hipnotik-sedatif dengan kerja panjang (t1/2 panjang) umumnya
bersifat lipofil sehingga mudah larut dan berakumulasi dalam jaringan
lemak, contohnya golongan benzodiazpin dan barbiturat.
Penggolongan Hipnotik-Sedatif
Secara kimiawi, hipnotik digolongkan sebagai berikut:
1. Golongan benzodiazepin, contohnya klordiazepoksida (benzodiazepin
tertua), flurazepam, nitrazepam, diazepam, flunitrazepam, triazolam,
estazolam, midazolam, oksazepam, temazepam, dan lorazepam.
2. Golongan barbiturat, seperti fenobarbital, butobarbital, siklobarbital,
heksobarbital, dll.
3. Golongan alkohol dan aldehid, seperti kloralhidrat.
4. Golongan lain, seperti senyawa zopiklon, prometazin, meprobamat,
dan buspiron.
Obat generik, indikasi, kontraindikasi,
dan efek samping sedatif-hipnotik
1. Diazepam
Indikasi : Hipnosis-sedasi, antikonvulsi, relaksasi otot, dan antiansietas
KI : Hipersensitivitas, pasien koma, glaukoma sudut sempit,
kehamilan, dan laktasi
ES : Pusing, mengantuk
Sediaan : Tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg; injeksi 5 mg/ml; gel rektal (supp) 2 mg,
5 mg
2. Nitrazepam
Indikasi : liat diazepam
KI : Depresi pernapasan, miastenia gravis, kondi fobia atau obsesi,
psikosis kronik, gangguan hati berat.
ES : Pada penggunaan lama terjadi akumulasi dengan efek sisa
(hangover), gangguan koordinasi dan melantur .
Sediaan : tablet 5 mg
Lanjutan
 3. Flunitrazepam
Indikasi : Hipnosis, sedasi, anestesi premedikasi operasi
KI :-
ES : Amnesia (hilang ingatan)
Sediaan : Tablet 1 mg

 4. Kloralhidrat
Indikasi : Insomnia
KI : Penyakit jantung berat, gangguan faal hati dan ginjal yang jelas, gastritis,
kondisi hamil dan menyusui
ES : Merusak mukosa lambung usus dan ketagihan
Sediaan : -
 5. Luminal
Indikasi : Epilepsi, tetanus, dan keracunan striknin
KI : Depresi pernapasan berat, porfiria
ES : Adiksi dan habituasi
Sediaan : Tablet 30 mg, 50 mg dan 100 mg; injeksi 100 mg/ml
ANTIPARKINSON

Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf yang memburuk secara bertahap


dan memengaruhi bagian otak yang berfungsi mengoordinasikan gerakan
tubuh. Akibatnya, penderita kesulitan mengatur gerakan tubuhnya,
termasuk saat berbicara, berjalan, dan menulis.
Antiparkinson adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
kelainan atau keluhan pada penyakit Parkinson. Penyakit parkinson (berasal
dari nama seorang dokter Inggris James Parkinson, 1817) atau penyakit
gemetar (palsy) merupakan suatu penyakit neurodegeneratif yang
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan neurohormon di sistem
ekstrapirimidal otak.
Penyakit degeneratif adalah penyakit kronis yang biasa dialami
lansia. Kondisi kesehatan di mana organ/ jaringan terkait keadaannya yang
terus menurun seiring waktu. Seperti, mengedipkan mata/ menjaga postur
tubuh tetap tegak.
Lanjutan
Penyakit ini ditandai dengan gejala tremor, kaku otot atau kekakuan
anggota gerak, gangguan gaya berjalan (setapak demi setapak),
bahkan dapat terjadi gangguan persepsi dan daya ingat. Parkinson
merupakan penyakit yang terjadi akibat proses degenerasi progresif
sel otak (substansia nigra) sehingga menyebabkan terjadinya
defisiensi neurotransmitter, yaitu dopamin.
Dalam keadaan normal, otak memiliki beberapa
nuorotransmiter salah satunya adalah dopamin. Dopamin berfungsi
untuk mengontrol gerakan tubuh.
Gambar. Degenerasi substansia nigra pada
penyakit Parkinson
Gambar. Penderita penyakit Parkinson dan
gejala yang terjadi
Gejala Penyakit Parkinson
Gejala Penyakit Parkinson dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Kekakuan anggota gerak (rigot, hipertonia)
2. mobilitas hilang atau berkurang secara abnormal (bradikinesia)
3. Gemetar (tremor)
4. Gangguan keseimbangan tubuh
Gejala lainnya adalah tubuh menjadi bungkuk, berjalan
setapak demi setapak, tulisan menjadi lebih kecil (mikrofagia),
muka dan wajah menjadi kaku seperti topeng, bicara monoton, dan
sekresi air liur yang berlebihan (hipersalivasi)
Pengobatan penyakit Parkinson tidak dapat mencegah
progresi penyakit, tetapi dapat memperbaiki kualitas dan harapan
hidup kebanyakan pasien. Oleh karena itu, pemberian obat
sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sedikit
demi sedikit.
Penggolongan Parkinson
Antiparkinson umumnya dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
agonis dopamin (Dopamine agonist [DA], dopaminergik) yang
menstimulasi pelepasan dopamin dan antikolinergik yang memblokir
transmisi koninergik. Selain itu, terdapat satu golongan lain, yaitu
penghambat COMT.
1. Agonis dopamin (dopaminergik), misalnya levodopa, ropinirol,
pramipeksol, bromokriptin, pergolida, selegilin, dan amantadin.
Obat-obat ini meningkatkan kadar dopamin di otak atau
meningkatkan transmisinya sehingga mampu meringankan
hipokinesia dan kekakuan, tetapi jarang meringankan tremor.
2. Antikolinergik (parasimpatolitik), misalnya triheksilfenidil,biperiden,
prosiklidin, deksetimida, dan orfenadrin. Obat-obat ini terutama
efektif terhadap semua bentuk parkinsonisme dengan gejala
tremor, kekakuan ringan, dan hipersalivasi).
3. Penghambat COMT (katekol-0-metil transferase), misalnya
entakapon. Enzim COMT ini berperan pada perombakan levodopa
sehingga produksi dopamin meningkat sebelum mencapai otak.
Obat Generik, Indikasi, Kontraindikasi, dan
Efek Samping Antiparkinson
Triheksilfenidil (THP)
Obat ini memiliki daya antikolinergik yang dapat memperbaiki tremor,
tetapi kurang efektif terhadap akinesia dan kekakuan. Obat ini juga
memengaruhi ekskresi air liur yang berlebihan. Selain itu, obat ini
dapat menyebabkan toleransi dan kombinasinya dengan levodopa
sangat berguna.
Biperiden
Obat ini terutama efektif terhadap akinesia dan kekakuan, tetapi
kurang aktif terhadap tremor.
Indikasi : Penyakit Parkinson, gangguan ekstrapiramidal karena obat
KI : Retensi urine, Glaukoma, dan penyumbatan saluran cerna
ES :Gangguan lambung usus, mulut kering, gangguan
penglihatan, dan efek sentral (gelisah, sulit tidur, halusinasi)
Sediaan : Tablet 2 mg, 5 mg
Lanjutan
 Levodopa
Zat pelopor dopamin ini mudah memasuki cairan otak untuk diubah
menjadi dopamin. Levodopa terutama efektif terhadap hipokinesia dan
kekakuan, tetapi kurang efektif terhadap tremor dibandingkan dengan
antikolinergik. Efek samping seperti mual, dan muntah dapat dilawan
dengan domperidon yang merupakan antagonis dopamin selektif yang
menduduki reseptor dopamin di lambung.
Indikasi : Parkinsonisme bukan karena obat
KI : Glaukoma, penyakit psikiatri berat
ES : Anoreksia, mual, muntah, insomnia
Sediaan :-
Lanjutan
 Bromokriptin
Bekerja sebagai agonis dopamin. Obat ini semula digunakan pada
pasien penyakit Parkinson, tetapi efek dopaminergiknya berkurang
setelah beberapa tahun menjadi lebih singkat, bersamaan dengan lebih
seringnya terjadi efek samping.
Indikasi : Parkinsonisme (bulkan karena obat)
KI :-
ES : Gangguan lambung usus, pada dosis tinggi halusinasi,
gangguan psikomotor, dll
Lanjutan

 Amantadin
Obat antiinfluenza ini secara kebetulan ditemukan memiliki efek
antiparkinson. Khasiatnya menyerupai levodopa, tetapi jauh lebih lemah
dan efeknya nampak setelah satu minggu. Mekanisme kerja dengan
memperbanyak pelepasan dopamin dari ujung saraf. Efek sampingnya
lebih ringan dari levodopa dan pada dosis biasa, efek samping ini jarang
terjadi, antara lain mulut kering, gangguan penglihatan, hipotensi
ortostatik, kadang-kadang terjadi edema pada mata kaki.
Nootropik (Neurotropik)
 Nootropik (sering juga disebut “obat pintar”) adalah obat yang digunakan pada
gangguan (insufisiensi) serebral seperti mudah lupa, kurang konsentrasi, dan
vertigo. Gangguan pada sirkulasi darah di otak seringkali ditemukan pada lansia
di atas usia 60 tahun. Gejalanya dapat berupa kelemahan ingatan jangka pendek
dan konsentrasi, vertigo, kuping berdengung, jari-jari dingin, dan depresi.
Penurunan fungsi kognitif dan kehilangan memori merupakan suatu masalah
yang besar terutama pada negara yang sudah maju dikarenakan jumlah
penduduk manula yang besar dan tingginya usia harapan hidup masyarakat di
negara tersebut.
Kognitif adalah keterampilan berpikir otak untuk memproses dan mengolah
informasi yang diterima dengan runutan cara dari membaca, memperhatikan,
belajar, berpikir dan menalar, memecahkan masalah, dan mengingat agar
kemudian tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Selain itu, keterampilan ini
juga membantu untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan.
Salah satu penyebab utama terjadinya penurunan fungsi kognitif adalah
demensia, terutama demensia Alzheimer. Selama 10 tahun terakhir, penghambat
kolinesterase merupakan preparat yang digunakan sebagai terapi dalam kasus
penurunan fungsi kognitif.
Penggolongan Nootropik/ Neurotropik
1. Piracetam
Piracetam merupakan salah satu nootropik yang secara umum
mempunyai potensi terhadap neuronal maupun vaskular. Efek
neuronal obat ini diantaranya meningkatkan aktivitas beberapa
neurotransmiter serta meningkatkan metabolisme dan penggunaan
glukosa dan oksigen oleh sel otak, sedangkan efek vaskularnya
terutama dalam hal perbaikan reologi darah.
Piracetam merupakan derivat GABA (gamma aminobutyric
acid), dan dalam penggunaan klinisnya, Piracetam digunakan untuk
gangguan keseimbangan (vertigo) ataupun kondisi yang
berhubungan dengan proses penuaan, misalnya gangguan fungsi
kognitif.
Lanjutan
2. Piritinol HCl
Piritinol HCl merupakan antioksidan yang sangat kuat. Selain
itu, obat ini juga meningkatkan pengambilan oksigen dan glukosa
di dalam otak serta menyalurkan glukosa agar lebih mudah
melewati sawar dalam otak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
fungsi umum otak.
3. Ginkgo biloba
Ekstra akar Ginkgo biloba dapat meningkatkan aliran darah
secara keseluruhan termasuk otak, meskipun efek nootropiknya
masih dalam perdebatan.
Lanjutan
4. Mekobalamin
Mekobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metal aktif.
Penggunaan mekobalamin/ metilkobalamin dapat meningkatkan
metabolisme asam nukleat, protein, dan asam lemak. Selain itu,
mekobalamin diperlukan untuk kerja normal sel saraf bersama asam
folat dan vitamin B6.
5. Sitikolin
Sitikolin berfungsi dalam metabolisme fosfolipid sebagai prekusor
fosfatidil kolin dan asetil kolin. Pada uji klinis, beberapa pasien manula
yang menderita gangguan ingatan ringan hingga sedang mengalami
perbaikan dalam kemampuan kognitifnya, terutama dalam kemampuan
untuk memerhatikan. Efek ini diduga berkaitan dengan neurotranmiter
dopamin. Sitikolin juga menunjukan potensi untuk meningkatkan
kemampuan verbal pada pasien usia lanjut dengan dosis sekitar 2.000
mg/ hari dan terbukti bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan
mengingat pasien lanjut usia apabila diberikan secara oral selama 1
bulan. Secara umum, dikatakan bahwa sitikolin dapat meningkatkan
ingatan dan perilaku yang berkenaan dengan ingatan.

Anda mungkin juga menyukai