Anda di halaman 1dari 97

DEFINIS OPERASIONAL

PROGRAM KESGA 2019


Sumber : KOMDAT KESGA KEMENKES
Indikator :
Jml PKM PKRT

 DEFINISI OPERASIONAL :
Puskesmas yang telah melaksanakan minimal 3 komponen
kesehatan reproduksi yaitu KIA, KB, dan salah satu dari
program kesehatan reproduksi lainnya (seperti kespro
remaja, IMS dan HIV AIDS, deteksi dini kanker leher rahim,
kespro lansia, PP KtPA, dll) secara terintegrasi

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas PKRT di kab/kota DIBAGI Jumlah


Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Jml PKM Mampu PP-KtP/A

 DEFINISI OPERASIONAL :
Puskesmas yang mempunyai tenaga terlatih PP-
KtPA dan atau telah memberikan pelayanan
kesehatan bagi perempuan dan anak korban
kekerasan
 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas mampu PP KtPA di


kab/kota DIBAGI Jumlah Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Puskesmas yang membina bayi/ balita/ anak usia sekolah/
remaja terlantar di panti/LKSA

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksanakan pembinaan
kesehatan bay/balita/anak usia sekolah/remaja terlantar di
panti/LKSA di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu 1
tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas yang membina bayi/ balita/ anak


usia sekolah/ remaja terlantar di panti/LKSA DIBAGI Jumlah
Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Puskesmas yang membina Lapas/Rutan/Lembaga
Pembinaan Anak

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksanakan pembinaan
kesehatan di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Anak di
wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas yang melaksanakan pembinaan


kesehatan di Lapas/Rutan/Lembaga Pembinaan Anak
DIBAGI Jumlah Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Jml RS MEMILIKI Poliklinik Khusus Geriatri

 DEFINISI OPERASIONAL :
Rumah Sakit yang mempunyai pelayanan bagi
geriatri dengan konsep pelayanan dengan tim
terpadu (interdisiplin)

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut RS yang memiliki Poliklinik Khusus


Geriatri DIBAGI Jumlah RS di Kab/Kota
Indikator :
RS/RSUD/RS Bhayangkara yang memiliki PPT-
PKT

 DEFINISI OPERASIONAL :
Posyandu yang melayani kesehatan Lansia

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Posyadu Lansia DIBAGI Jumlah Posyandu


di wilayah kerja
Indikator :
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS

 DEFINISI OPERASIONAL :
puskesmas yang melaksanakan layanan MTBS
kepada seluruh balita sakit yang datang berobat ke
Puskesmas

 CARA PERHITUNGAN :

puskesmas yang melaksanakan layanan MTBS kepada


seluruh balita sakit yang datang berobat ke
Puskesmas DIBAGI Jumlah Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan SDIDTK

 DEFINISI OPERASIONAL :
puskesmas yang memberi layanan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan pada balita dan anak prasekolah minimal 2 kali
setahun menggunakan KPSP atau Buku KIA atau instrumen baku
lainnya minimal 80% balita dan anak prasekolah di wilayah kerjanya

 CARA PERHITUNGAN :

puskesmas yang memberi layanan pemantauan pertumbuhan dan


perkembangan pada balita dan anak prasekolah minimal 2 kali
setahun menggunakan KPSP atau Buku KIA atau instrumen baku
lainnya minimal 80% balita dan anak prasekolah DIBAGI Jumlah
Puskesmas di wilayah kerja
Kriteria Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
SDIDTK sesuai standar :
a) Balita dan Anak Pra sekolah mendapat pelayanan
Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 2
kali pertahun sesuai standar yaitu :
1) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan (BB/PB,
BB/TB, PB/U, TB/U, LKA/U)
2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan (KPSP
menurut umur, TDL, TDD)
3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional
(KMME, CHAT, GPPH)
b) Tersedianya tenaga kesehatan terlatih SDIDTK
c) Tersedianya buku Pedoman Pelaksanaan SDIDTK
d) Tersedianya buku Instrumen SDIDTK
e) Tersedianya buku KIA
f) Tersedianya register kohort bayi & register kohort
Anak Balita dan Pra Sekolah
g) Tersedianya formulir deteksi dini tumbuh kembang
anak
h) Tersedianya skrining kit SDIDTK/APE dan peralatan
deteksi dini tumbuh kembang anak (alat ukur PB/TB
& alat ukur BB)
KETERANGAN
1) Balita adalah anak usia 0 – 59 bulan.
2) Anak Pra sekolah adalah anak usia 60 - 72 bulan.
3) Pelayanan SDIDTK pada Balita dan Anak Pra sekolah
sesuai standar adalah pelayanan Stimulasi Deteksi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK) 2 kali pertahun.
4) Dalam melaksanakan SDIDTK, Puskesmas
melaksanakan jejaring dengan institusi yang
melakukan pelayanan anak usia dini seperti TK/RA,
Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak dan Satuan
PAUD sejenis
5) Pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK) dilakukan menggunakan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yang
meliputi motorik kasar, motorik halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian; Tes Daya
Dengar (TDD); Tes Daya Lihat (TDL).

11
6. Jika ada keluhan atau kecurigaan pada perilaku anak, maka
dilakukan pemeriksaan untuk gangguan mental
emosional, autisme serta gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktifitas.
Intervensi dini dilakukan bila ditemukan penyimpangan
atau gangguan perkembangan. Jika setelah dilakukan
intervensi dini tidak ada perbaikan, maka dilakukan
rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki
kompetensi atau ke fasilitas kesehatan rujukan. Rujukan
dilakukan secara berjenjang.
SDM yang melaksanakan SDIDTK selain tenaga kesehatan
adalah Pendidik TK/RA, Kelompok Bermain, Tempat
Penitipan Anak dan Satuan PAUD sejenis yang telah dilatih
SDIDTK.
Bila pelaksana SDIDTK non tenaga kesehatan menemukan
penyimpangan, segera dirujuk ke tenaga kesehatan.
B. Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan kesehatan sesuai standar adalah Pelayanan
Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) 2 kali
pertahun (setiap 6 bulan)

C. Sumber Data
1) Laporan Puskesmas,
2) Buku KIA,
3) Register Kohort Bayi,
4) Register Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah
5) Formulir Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak,
6) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
D. Rujukan
1) Pedoman Pelaksaanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak ditingkat pelayanan kesehatan
dasar
2) Instrumen Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak
3) Buku Kesehatan Ibu dan Anak
4) Pedoman Penanganan Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh
Kembang Balita

E. SDM
5) Tenaga kesehatan : Bidan, Perawat dan Dokter
6) Ahli gizi
7) Pendidik TK/RA, Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak
dan Satuan PAUD sejenis yang sudah dilatih SDIDK
Indikator :
Jumlah Balita yang dilayani SDIDTK

 DEFINISI OPERASIONAL :
Balita yang dipantau tahapan perkembangan sesuai usianya
menggunakan KPSP atau Buku KIA atau instrumen baku yang
diperiksa oleh guru PAUD dan kader terlatih/ terorientasi di
bawah supervisi tenaga kesehatan dalam kurun waktu 1 tahun
 CARA PERHITUNGAN :

Balita yang dipantau tahapan perkembangan sesuai usianya


menggunakan KPSP atau Buku KIA atau instrumen baku yang
diperiksa oleh guru PAUD dan kader terlatih/ terorientasi di
bawah supervisi tenaga kesehatan dalam kurun waktu 1 tahun
DIBAGI jumlah sasaran balita di wilayah kerja Puskesmas dalam
kurun waktu 1 tahun
Indikator :
K1 Akses

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat
pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan


antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu DIBAGI Jumlah sasaran ibu
hamil di suatu wilayah kerja pada waktu tertentu
Indikator :
K1 Murni

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu hamil yang pertama kali saat trimester 1
kehamilan mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu hamil yang pertama kali saat trimester 1


kehamilan mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
DIBAGI Jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja pada
waktu tertentu
CAKUPAN PELAYANAN
ANTENATAL (K1)
 Kunjungan ibu hamil sesuai standar
adalah pelayanan yang mencakup
minimal :

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi


badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan
atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin (DJJ).
CAKUPAN PELAYANAN ANTENATAL
(K1)

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan


berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90
tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca
persalinan.
Indikator :
K4

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4x dengan
distribusi waktu 1x pada trimester 1, 1x pada trimester ke 2,
2x pada trimester ke 3 di suatu wil, kerja pada kurun waktu
tertentu
 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan


oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
di suatu wil. Kerja dalam kurun waktu tertentu DIBAGI
Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja pada
waktu tertentu
Indikator :
PN DI FASYANKES

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di
fasilitas pelayanan kesehatan di suatu wil. Kerja dalam kurun
waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh


tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di
fasilitas pelayanan kesehatan di suatu wil. Kerja dalam kurun
waktu tertentu DIBAGI Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu
wilayah kerja pada waktu tertentu
Indikator :
PN DI NON FASYANKES

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di
luar fasilitas pelayanan kesehatan di suatu wil. Kerja dalam
kurun waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh


tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di luar
fasilitas pelayanan kesehatan di suatu wil. Kerja dalam kurun
waktu tertentu DIBAGI Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu
wilayah kerja pada waktu tertentu
Indikator :
KF1

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam -
hari ke 3 pasca persalinan sesuai standar

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam - hari


ke 3 pasca persalinan sesuai standar DIBAGI Jumlah
sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja pada waktu
tertentu
Indikator :
KF2

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan pelayanan kepada ibu pada hari ke 4 - 28
pasca persalinan sesuai standar

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan pelayanan kepada ibu pada hari ke 4 - 28


pasca persalinan sesuai standar DIBAGI Jumlah
sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja pada waktu
tertentu
Indikator :
KF3

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42
hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3x dengan distribusi
waktu 6 jam - hari ke 3 (KF1), hari ke 4 - hari ke 28 (KF2), dan hari ke 29
- 42 (KF3) setelah bersalin di suatu wil. kerja pada kurun waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari
pasca bersalin sesuai standar paling sedikit 3x dengan distribusi waktu
6 jam - hari ke 3 (KF1), hari ke 4 - hari ke 28 (KF2), dan hari ke 29 - 42
(KF3) setelah bersalin di suatu wil. kerja pada kurun waktu tertentu
DIBAGI Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja pada waktu
tertentu
Indikator :
VIT A NIFAS

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan ibu nifas yang mendapatkan Vit A 200.000 SI
sebanyak 2 kali yaitu 1 kaspsul segera setelah melahirkan
dan 1 kapsul 24 jam setelah pemberian kapsul pertama

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan ibu nifas yang mendapatkan Vit A 200.000 SI


sebanyak 2 kali yaitu 1 kaspsul segera setelah melahirkan
dan 1 kapsul 24 jam setelah pemberian kapsul pertama
DIBAGI Jumlah sasaran ibu bersalin di suatu wilayah kerja
pada waktu tertentu
Indikator :
KN1

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai
standar pada usia 6 jam - 48 jam setelah lahir di suatu
wil. Kerja pada kurun waktu tertentu

 CARA PERHITUNGAN :

(jumlah neonatus yangmendapat layanan sesuai standar


pada 6 - 48 jam setelah lahir di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu DIBAGI jumlah seluruh sasaran lahir
hidup di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun)
Indikator :
KN Lengkap

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan neonatus mendapatkan pelayanan sesuai standar
paling sedikit 3 kali dengan distribusiwaktu: 1 x pd usia 6-48
jam, 1x pada usia 3 - 7 hari, dan 1 x pada usia 8 - 28 hari
setelah lahir di suatu wil. Kerja pada kurun waktu tertentu.
 CARA PERHITUNGAN :

(jumlah neonatus yangmendapat 3 kali layanan KN sesuai


standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
DIBAGI jumlah seluruh sasaran lahir hidup di suatu wilayah
kerja dalam 1 tahun)
Indikator :

NEONATAL KOMPLIKASI
 DEFINISI OPERASIONAL :

Cakupan neonatus dengan komplikasi/gangguan kesehatan yang


ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan yang kompeten pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wil. Kerja pada kurun
waktu tertentu.
Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus
yang pelaporannya dihitung 1x pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani asalh
seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnnya hidup atau mati

 CARA PERHITUNGAN :

(jumlah neonatus dengan komplikasi/gangguan kesehatan yang


ditangani tenaga kesehatan yang kompeten di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu DIBAGI 15% dari jumlah
seluruh sasaran lahir hidup di suatu wilayah kerja dalam 1
tahun)
Indikator :
Jumlah Balita yang memiliki dan menggunakan buku
KIA

 DEFINISI OPERASIONAL :
balita yang memiliki buku KIA dan telah terisi sesuai
usia dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

balita yang memiliki buku KIA dan telah terisi sesuai


usia dalam kurun waktu 1 tahun DIBAGI Jumlah
sasaran balita di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
Indikator :
Jumlah Balita yang berobat ke Puskesmas

 DEFINISI OPERASIONAL :
Balita sakit yang mencari pengobatan ke Puskesmas
dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Balita sakit yang mencari pengobatan ke Puskesmas


dalam kurun waktu 1 tahun DIBAGI jumlah sasaran
balita di wilayah kerja Puskesmas dalam waktu 1
tahun
Indikator :
Jumlah Balita yang dilayani MTBS

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah balita sakit yang datang berobat ke Puskesmas
dilayani dengan pendekatan MTBS dalam kurun waktu 1
tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah balita sakit yang datang berobat ke Puskesmas


dilayani dengan pendekatan MTBS dalam kurun waktu 1
tahun DIBAGI jumlah balita sakit yang datang berobat ke
Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun
Indikator :
Puskesmas melaksanakan kelas ibu

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang minimal 50% desa / kelurahan
di wil. Kerjanya melaksanakan kelas ibu dalam kurun
waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan puskesmas yang minimal 50% desa / kelurahan di


wil. Kerjanya melaksanakan kelas ibu dalam kurun waktu
1 tahun DIBAGI Jumlah Puskesmas di suatu wil. Kerja
dalam waktu tertentu
Indikator :
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu balita

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang di wil. Kerjanya
melaksanakan kelas ibu balita dalam kurun waktu 1
tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas yang di wil. Kerjanya


melaksanakan kelas ibu balita DIBAGI Jumlah
Puskesmas di wilayah kerja
Indikator :
Puskesmas Melaksanakan Orientasi P4K

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksanakan orientasi
P4K di suatu wil. Kerja dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K


di suatu wil. Kerja dalam kurun waktu 1 tahun DIBAGI
Jumlah Puskesmas di suatu wil. Kerja dalam waktu
tertentu
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKUKAN ORIENTASI PROGRAM
PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

DEFINISI OPERASIONAL :
Persentase Puskesmas yang melaksanakan Orientasi Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)”

Orientasi P4K:
Pertemuan yang diselenggarakan oleh Puskesmas dengan mengundang kader dan /atau bidan
desa dari seluruh desa yang ada di wilayahnya dalam rangka pembekalan untuk meningkatkan
peran aktif suami, keluarga ibu hamil, serta masyarakat dalam merencanakan persalinan yang
aman dan persiapan menghadapi komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas.

Persentase Jumlah Puskesmas yang melaksanakan


puskesmas Orientasi Program Perencanaan Persalinan
yang dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di wilayah
melakukan kerjanya dalam 1 tahun
= X 100 %
orientasi
program
perencanaan Jumlah seluruh Puskesmas di satu wilayah
persalinan dan dalam 1 tahun yang sama
pencegahan
komplikasi
(p4k)
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES
PESERTA DIDIK KELAS 1 (YANG MENCAKUP TARGET
100% SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Puskesmas melaksakan penjaringan

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksakan penjaringan kesehatan
bagi peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan puskesmas yang melaksakan penjaringan kesehatan


bagi peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah
Puskesmas di suatu wil. Kerja dalam waktu tertentu
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES
PESERTA DIDIK KELAS 1 (YANG MENCAKUP TARGET
100% SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah SD yang dijaring

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan sekolah (SD/MI/SDLB ) yang dilakukan penjaringan
kesehatan bagi Peserta Didik kelas 1 dalam wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.
 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan sekolah (SD/MI/SDLB ) yang dilakukan penjaringan


kesehatan bagi Peserta Didik kelas 1 dalam wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI
Jumlah Sekolah (SD/MI/SDLB) di suatu wil. Kerja dalam
waktu tertentu
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES PESERTA DIDIK
KELAS 1 (YANG MENCAKUP TARGET 100% SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah Peserta Didik Kelas 1 yang dijaring

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB yang
mendapatkan penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan peserta didik kelas 1 SD/MI/SDLB yang mendapatkan


penjaringan kesehatan di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah peserta didik
kelas 1 SD/MI/SDLB di wilayah kerja puskesmas
40
KETERANGAN
 Peserta didik yg ditemukan mempunyai
penyakit/gangguan/kelainan ditangani/dirujuk
ke puskesmas atau rumah sakit
 Pelaksanaan penjaringan kesehatan
diupayakan dilakukan kepada seluruh
sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah pada
peserta didik kelas I
 Pada saat melaksanakan penjaringan
kesehatan juga dapat dilakukan pemeriksaan
intelegensia, kespro, kesehatan mental, dan
pelayanan kesehatan lainnya seperti
penyuluhan, pemberian tablet besi, pemberian
obat cacing, BIAS dan lainnya
KETERANGAN
 Puskesmas membagi jadwal sekolah yang akan
dijaring menjadi 2 yaitu :
1. Dilaksanakan penjaringan pada Januari - Juni;
dilakukan penjaringan pada Sekolah terhadap
peserta didik semester 2 ditahun berjalan
2. Dilaksanakan penjaringan pada Juli –
Desember; dilakukan penjaringan pada
sekolah terhadap peserta didik semester 1 di
tahun berjalan
3. Peserta didik pada sekolah yang dijaring pada
tahun berjalan haruslah berbeda
 Kab./ Kota Memastikan bahwa semua sekolah
diwilayah puskesmas dilaksanakan penjaringan
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES PESERTA DIDIK
KELAS 7 & 10 (YANG MENCAKUP TARGET 100% SEKOLAH
SASARAN)

Indikator :
Puskesmas melaksanakan penjaringan

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksakan penjaringan kesehatan
bagi peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB dan kelas 10
SMA/SMK/MA/SMALB di wilayah kerja puskesmas dalam kurun
waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan puskesmas yang melaksakan penjaringan kesehatan bagi


peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB dan kelas 10
SMA/SMK/MA/SMALB di wilayah kerja puskesmas dalam kurun
waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah Puskesmas di suatu wil.
Kerja dalam waktu tertentu
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES
PESERTA DIDIK KELAS 7 & 10 (YANG
MENCAKUP TARGET 100% SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah SMP yang dijaring

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan sekolah (SMP/MTs/SMPLB ) yang dilakukan
penjaringan kesehatan bagi Peserta Didik kelas 7 dalam
wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan sekolah (SMP/MTs/SMPLB ) yang dilakukan penjaringan


kesehatan bagi Peserta Didik kelas 7 dalam wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah
Sekolah (SMP/MTs/SMPLB) di suatu wil. Kerja dalam waktu
tertentu
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES PESERTA
DIDIK KELAS 7 & 10 (YANG MENCAKUP TARGET 100%
SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah Peserta Didik Kelas 7 yang dijaring

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB yang
mendapatkan penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB yang


mendapatkan penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah
peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB di wilayah kerja
puskesmas
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES PESERTA
DIDIK KELAS 7 & 10 (YANG MENCAKUP TARGET 100%
SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah SMU yang dijaring
 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan sekolah (SMA/SMK/MA/SMALB ) yang dilakukan
penjaringan kesehatan bagi Peserta Didik kelas 10 dalam
wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan sekolah (SMA/SMK/MA/SMALB ) yang dilakukan


penjaringan kesehatan bagi Peserta Didik kelas 10 dalam
wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran
DIBAGI Jumlah Sekolah (SMA/SMK/MA/SMALB) di suatu wil.
Kerja dalam waktu tertentu
PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARKES PESERTA
DIDIK KELAS 7 & 10 (YANG MENCAKUP TARGET 100%
SEKOLAH SASARAN)

Indikator :
Jumlah Peserta Didik Kelas 10 yang dijaring

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan peserta didik kelas 10 SMA/SMK/MA/SMALB yang
mendapatkan penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran.

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan peserta didik kelas 10 SMA/SMK/MA/SMALB yang


mendapatkan penjaringan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun ajaran DIBAGI Jumlah
peserta didik kelas 10 SMA/SMK/MA/SMALB di wilayah kerja
puskesmas
47
KETERANGAN
 Peserta didik yg ditemukan mempunyai
penyakit/gangguan/kelainan ditangani/dirujuk ke
puskesmas atau rumah sakit
 Pelaksanaan penjaringan kesehatan diupayakan
dilakukan kepada seluruh SMP/MTs/SMA/SMK/MA
pada peserta didik kelas 7 dan 10
 Pada saat melaksanakan penjaringan kesehatan juga
dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan
mulut, intelegensia, kespro, kesehatan mental, dan
pelayanan kesehatan lainnya seperti penyuluhan,
pemberian tablet besi, pemberian obat cacing, dan
lainnya
48 PENJELASAN TAMBAHAN DEFINISI
OPERASIONAL

 Puskesmas yang melaksanakan penjaringan untuk peseta didik kelas 7 dan


10 yang ada diwilayah kerjanya dalam kurun 1 tahun dilaporkan sebagai
puskesmas yang melaksanakan penjaringan. bila pkm tidak memiliki SMA
diwilayah kerja nya namun memiliki SMP, maka tetap tercatat sebagai
melaksanakan penjaringan
 Puskesmas membagi jadwal sekolah yang akan dijaring menjadi 2 yaitu :
1. Dilaksanakan penjaringan pada Januari - Juni; dilakukan penjaringan
pada Sekolah terhadap peserta didik semester 2 ditahun berjalan
2. Dilaksanakan penjaringan pada Juli – Desember; dilakukan penjaringan
pada sekolah terhadap peserta didik semester 1 di tahun berjalan
3. Peserta didik pada sekolah yang dijaring pada tahun berjalan haruslah
berbeda
 Kab./ Kota Memastikan bahwa semua sekolah diwilayah puskesmas
dilaksanakan penjaringan peserta didik
Indikator :
Puskesmas yang melaksnakan kegiatan kesehatan remaja

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan peduli remaja di satu wilayah kerja dalam kurun
waktu satu tahun

 CARA PERHITUNGAN :

(Cakupan Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan


kesehatan peduli remaja di satu wilayah kerja dalam kurun
waktu satu tahun) dibagi Jumlah seluruh puskesmas di satu
wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama) x 100%
DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PUSKESMAS YANG
MENYELENGGARAKAN KEGIATAN KESEHATAN REMAJA
DEFINISI OPERASIONAL : Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja memenuhi kriteria:
- Memiliki tenaga kesehatan terorientasi/terlatih pelayanan kesehatan peduli
remaja
- Memiliki pedoman kesehatan remaja
- Melakukan pelayanan konseling pada remaja

Jumlah puskesmas menyelenggarakan kegiatan


kesehatan remaja sesuai kriteria di suatu
Persentase wilayah kerja dalam 1 tahun
Puskesmas yg
Menyelengga
= X 100%
ran Kegiatan
Kesehatan Jumlah seluruh puskesmas di suatu wilayah
Remaja kerja dalam 1 tahun
Indikator :
Puskesmas yang melaksanakan pelayanan Neonatal
Esensial sesuai standar

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan puskesmas yang melaksanakan pelayanan
Neonatal Esensial sesuai standar di wilayah kerja
puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut puskesmas yang melaksanakan pelayanan


Neonatal Esensial DIBAGI Jumlah Puskesmas di wilayah
kerja
Indikator :
Jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan Pelayanan Santun
Lansia

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah Puskesmas dengan kriteria:
• Memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas -- > Petugas terlatih atau memahami pelayanan
kesehatan lansia dan geriatri
• Memberikan prioritas pelayanan kepada lanjut usia dan penyediaan sarana yang aman dan
mudah diakses
• Melakukan pelayanan secara pro-aktif --- > minimal 50% desa mempunyai Posyandu Lansia
• Melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Santun Lansia

Jumlah seluruh Puskesmas di wilayah kerja


Indikator :
Jumlah Posyandu Lansia / Posbindu Lansia

 DEFINISI OPERASIONAL :
Posyandu yang melayani kesehatan Lansia

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Posyadu Lansia DIBAGI Jumlah


Posyandu di wilayah kerja
Indikator :
Jumlah Kelompok Lansia / Posyandu Lansia yang Aktif

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah Posyandu Lansia / Posbindu Lansia yang
frekuensi pertemuannya minimal 4 kali dalam 1
tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah absolut Kelompok Lansia / Posyandu Lansia


yang Aktif
Indikator :
Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan
Home Care

 DEFINISI OPERASIONAL :
Puskesmas yang memberikan intervensi kepada lansia dengan
ketergantungan sedang, berat dan total, yang tidak sepenuhnya
mampu merawat dirinya sendiri, hidup sendiri atau bersama
keluarga namun tidak ada yang mengasuh. Perawatan diberikan
oleh care giver (pengasuh/pelaku rawat) informal atau
profesional, dengan home nursing (kunjungan rumah) oleh
perawat profesional atau petugas puskesmas

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Absolut Puskesmas yang melaksanakan Home Care


Indikator :
Jumlah lansia (≥ 60 tahun) yang dilayani (UMUR > 60 TH

 DEFINISI OPERASIONAL :
Lansia (umur ≥ 60 tahun) yang dibina / yang mendapat pelayanan
kesehatan / diskreening kesehatannya di wilayah kerja Puskesmas
minimal 1 kali dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia yang dibina / yang mendapat pelayanan (umur ≥ 60


tahun)

Jumlah Lansia (umur ≥ 60 tahun) yang di skrninig kesehatannya di


wilayah kerja dalam kurun 1 tahun
Indikator :
Jumlah lansia (≥ 60 tahun) yang dilayani (UMUR > 70 TH)

 DEFINISI OPERASIONAL :
Lansia Risiko Tinggi (umur ≥ 70 tahun) yang dibina / yang mendapat
pelayanan kesehatan / diskreening kesehatannya di wilayah kerja
Puskesmas minimal 1 kali dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia Risti yang dibina / yang mendapat pelayanan (umur


≥ 70 tahun)

Jumlah Lansia (umur ≥ 70 tahun) yang diskrining di wilayah kerja


dalam kurun 1 tahun
Indikator :
Jumlah lansia (≥ 60 tahun) yang diskrining kesehatan

 DEFINISI OPERASIONAL :
Lansia (umur ≥ 60 tahun) yang mendapat skrining kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas minimal 1 kali dalam kurun waktu 1 tahun. Komponen skrining meliputi :
1) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter (manual atau digital)
2) Pengukuran kadar gula darah dan kolesterol dalam darah menggunakan alat
monitor/pemeriksaan laboratorium sederhana
3) Pemeriksaan gangguan mental emosional usia lanjut menggunakan instrumen
Geriatric Depression Scale (GDS) ,
4) Pemeriksaan gangguan kognitif usia lanjut menggunakan instrumen Abbreviated
Mental Test (AMT),
5) Pemeriksaan tingkat kemandirian usia lanjut menggunakan penilaian Activity Daily
Living (ADL) dengan instrument Indeks Barthel Modifikasi

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia yang mendapat skrining kesehatan

Jumlah sasaran Lansia (umur ≥ 60 tahun) di wilayah kerja dalam kurun 1 tahun
LANSIA DENGAN
TINGKAT KEMANDIRIAN
Indikator :
Tingkat Kemandirian A

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah lanjut usia yang masih mampu melakukan
kegiatan hidup sehari-hari tanpa bantuan sama sekali dari
orang lain : mandiri (Skor ADL : 20)

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia dengan tingkat kemandirian A

Jumlah Lansia yang diperiksa tingkat kemandiriannya


LANSIA DENGAN
TINGKAT KEMANDIRIAN
Indikator :
Tingkat Kemandirian B

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah Lansia dengan adanya gangguan dalam melakukan
sendiri, hingga kadang-kadang perlu bantuan -
Ketergantungan Ringan (skor ADL : 12 – 19) atau
Ketergantungan Sedang (skor ADL 12-19 atau 9 – 11)

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia dengan tingkat kemandirian B

Jumlah Lansia yang diperiksa tingkat kemandiriannya


LANSIA DENGAN
TINGKAT KEMANDIRIAN
Indikator :
Tingkat Kemandirian C

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah lanjut usia yang sama sekali tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari, sehinga sangat
tergantung : Ketergantungan Berat (skor ADL : 5-8) atau
Ketergantungan Total (skor ADL : 0 – 4)
 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah Lansia dengan tingkat kemandirian C

Jumlah Lansia yang diperiksa tingkat kemandiriannya


Indikator :
Pasangan calon pengantin mendapat pelayanan kesehatan
reproduksi calon pengantin

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan) yang
telah mendapat pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin
di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan) yang


telah mendapat pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin,
dibagi jumlah calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan)
yang terdaftar di KUA/lembaga agama lain di wilayah kerja
Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun, dikali 100%.
Indikator :
Pasangan calon pengantin dengan anemia

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan)
dengan anemia (berdasarkan pemeriksaan klinis dan/atau
laboratorium) di wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu 1
tahun

 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan) dengan


anemia (berdasarkan pemeriksaan klinis dan/atau laboratorium),
dibagi jumlah calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan)
yang mendapat pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin di
wilayah kerja Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun, dikali 100%.
Indikator :
Pasangan calon pengantin dengan kekurangan gizi

 DEFINISI OPERASIONAL :
Cakupan calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan)
dengan kekurangan gizi (Indeks Massa Tubuh/IMT <18,5 atau
Lingkar Lengan Atas/LiLA <23,5 cm) di wilayah kerja Puskesmas
dalam kurun waktu 1 tahun
 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah calon pengantin (terpilah laki-laki dan perempuan) dengan


kekurangan gizi (Indeks Massa Tubuh/IMT <18,5 atau Lingkar
Lengan Atas/LiLA <23,5 cm), dibagi jumlah calon pengantin
(terpilah laki-laki dan perempuan) yang mendapat pelayanan
kesehatan reproduksi calon pengantin di wilayah kerja
Puskesmas dalam kurun waktu 1 tahun, dikali 100%.
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
Indikator :
PUS 4 T ber KB

 DEFINISI OPERASIONAL :
PUS dimana istrinya memiliki salah satu kriteria “4T” yaitu : 1)
berusia kurang dari 20 tahun; 2) berusia lebih 35 tahun; 3)
telah memiliki anak hidup lebih dari 3 orang; atau 4) jarak
kelahiran antara satu anak dengan lainnya kurang dari 2 tahun.

 CARA PERHITUNGAN :

Persentase PUS dengan “4T” yang menjadi peserta KB terhadap


seluruh PUS dengan “4T” di wilayah kerja tertentu.
= Jumlah PUS “4T” ber-KB / Jumlah PUS dengan “4T”
x 100%
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
Indikator :
Komplikasi

 DEFINISI OPERASIONAL :
Peserta KB baru atau lama yang mengalami gangguan kesehatan
mengarah pada keadaan patologis, sebagai akibat dari proses
tindakan/pemberian/pemasangan
alat kontrasepsi yang digunakan seperti: perdarahan, infeksi/abses,
fluor albus bersifat patologis, perforasi, translokasi, hematoma,
tekanan darah meningkat, perubahan HB, expulsi (Depkes, 2005:16)
 CARA PERHITUNGAN :

Persentase peserta KB yang mengalami komplikasi terhadap seluruh


peserta KB aktif di wilayah kerja tertentu.
= Jumlah Kasus Komplikasi/
Jumlah peserta KB aktif
x 100%
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
Indikator :
Kegagalan

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kasus terjadinya kehamilan pada peserta KB aktif yang pada
saat tersebut menggunakan metode kontrasepsi (Depkes,
2005:15)

 CARA PERHITUNGAN :

Persentase peserta KB yang mengalami kegagalan kontrasepsi


terhadap
seluruh peserta aktif di wilayah kerja tertentu.
= Jumlah Kasus Kegagalan KB / Jumlah peserta KB aktif x
100%
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
Indikator :
Efek Samping

 DEFINISI OPERASIONAL :
Peserta KB yang mengalami efek yang tidak
diinginkan akibat pesertaan alat kontrasepsi tetapi
tidak menimbulkan akibat yang serius (PMK 97)

 CARA PERHITUNGAN :

= Jumlah peserta KB yang mengalami efek samping /


Jumlah peserta KB aktif x 100%
PELAYANAN KELUARGA BERENCANA
Indikator :
Drop Out

 DEFINISI OPERASIONAL :
Peserta yang tidak melanjutkan pesertaan
kontrasepsi (drop-out) dalam satu tahun kalender
dibandingkan jumlah peserta aktif di wilayah kerja
tertentu. Kasus DO tidak termasuk mereka
yang ganti cara.

 CARA PERHITUNGAN :

= Jumlah kasus drop-out / Jumlah peserta KB aktif x 100%


PESERTA KB AKTIF
Peserta KB baru dan lama yang masih aktif Persentase peserta kondom aktif terhadap total Peserta KB Aktif,
memakai kondom terus-menerus hingga saat ini di suatu wilayah kerja tertentu.
Kondom untuk menjarangkan kehamilan atau yang = Jumlah peserta Kondom Aktif / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
mengakhiri kesuburan.

Peserta KB baru dan lama yang masih aktif Persentase peserta KB pil aktif terhadap total Peserta KB AKtif, di
memakai kontrasepsi pil terus-menerus hingga suatu wilayah kerja tertentu.
Pil saat ini untuk menjarangkan kehamilan atau yang = Jumlah peserta KB Pil Aktif / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
mengakhiri kesuburan.

Peserta KB baru dan lama yang masih aktif Persentase peserta KB suntik aktif terhadap total Peserta KB Aktif,
memakai kontrasepsi suntik terus-menerus hingga di suatu wilayah kerja tertentu.
Suntik saat ini untuk menjarangkan kehamilan atau yang = Jumlah peserta KB Suntik Aktif / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
mengakhiri kesuburan.

Peserta KB baru dan lama yang masih aktif Persentase peserta AKDR aktif terhadap total Peserta KB Aktif, di
memakai AKDR hingga saat ini untuk suatu wilayah kerja tertentu.
AKDR menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri = Jumlah peserta AKDR Aktif / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
kesuburan.

Peserta KB baru dan lama yang masih aktif Persentase peserta implan aktif terhadap total Peserta KB Aktif, di
memakai implan hingga saat ini untuk suatu wilayah kerja tertentu.
Implan menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri = Jumlah peserta Kondom Aktif / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
kesuburan.

Peserta KB baru dan lama yang menjalani MOW Persentase perempuan di-MOW terhadap total Peserta KB Aktif, di
untuk mengakhiri kesuburan. suatu wilayah kerja tertentu.
MOW = Jumlah Perempuan di-MOW / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%

Peserta KB baru dan lama yang menjalani MOP Persentase laki-laki di-MOP terhadap total Peserta KB Aktif, di
untuk mengakhiri kesuburan. suatu wilayah kerja tertentu.
MOP = Jumlah Laki-laki di-MOP / Jumlah Peserta KB Aktif x 100%
PESERTA KB AKTIF
Indikator :
Jml Peserta KB Aktif

 DEFINISI OPERASIONAL :
Peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alokon
terus-menerus hingga saat ini untuk menjarangkan kehamilan
atau yang mengakhiri kesuburan.
KB AKTIF = KB BARU + KB LAMA – (KEGAGALAN + DO )
 CARA PERHITUNGAN :

Persentase peserta KB aktif terhadap total PUS, di suatu wilayah


kerja
tertentu.
= Jumlah Peserta KB Aktif / Jumlah PUS x 100%
JUMLAH PESERTA KB PASKA PERSALINAN
DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN
INDIKATOR

ibu yang suami nya menggunakan kontrasepsi = Jumlah ibu paska persalinan menggunakan KB Pil /
kondom langsung setelah istrinya melahirkan Jumlah Peserta KBPP x 100%
Kondom (sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan)

Ibu yang mulai menggunakan KB pil langsung = Jumlah ibu paska persalinan menggunakan KB Pil /
(setelah 3 hari) pasca melahirkan (sampai dengan Jumlah Peserta KBPP x 100%
Pil 42 hari sesudah melahirkan).

Ibu yang mulai menggunakan KB suntik langsung = Jumlah ibu paska persalinan menggunakan KB
sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari Suntik / Jumlah Peserta KBPP x 100%
Suntik sesudah melahirkan).

Ibu yang mulai menggunakan AKDR langsung = Jumlah ibu paska persalinan menggunakan AKDR /
sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari Jumlah Peserta KBPP x 100%
AKDR sesudah melahirkan).

Ibu yang mulai menggunakan implan langsung = Jumlah ibu paska persalinan menggunakan implan /
sesudah melahirkan (sampai dengan 42 hari Jumlah Peserta KBPP x 100%
Implan sesudah melahirkan).

Ibu yang menjalani MOW langsung sesudah = Jumlah ibu paska persalinan menjalani MOW /
melahirkan (sampai dengan 42 hari sesudah Jumlah Peserta KBPP x 100%
MOW melahirkan).

Ibu yang suami menjalani MOP langsung sesudah = Jumlah ibu paska persalinan yang suaminya
istrinya melahirkan (sampai dengan 42 hari menjalani MOP / Jumlah Peserta KBPP x 100%
MOP sesudah melahirkan).
JUMLAH PESERTA KB PASKA
PERSALINAN
Indikator :
Jml Kb Paska Persalinan
 DEFINISI OPERASIONAL :
Ibu yang mulai menggunakan alat kontrasepsi
langsung sesudah melahirkan (sampai dengan
42 hari sesudah melahirkan).

 CARA PERHITUNGAN :

= Jumlah ibu paska persalinan ber KB / Jumlah


sasaran ibu bersalin x 100%
KEMATIAN IBU
Indikator :
Kematian Ibu

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kasus kematian seorang perempuan yang diakibatkan oleh
proses yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk hamil
ektopik), persalinan, abortus (termasuk abortus mola), dan masa
dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa
melihat usia gestasi, dan tidak termasuk didalamnya sebab
kematian akibat kecelakaan atau kejadian incidental

 CARA PERHITUNGAN :

Cakupan puskesmas yang melaksanakan orientasi P4K di suatu wil.


Kerja dalam kurun waktu 1 tahun DIBAGI Jumlah Puskesmas di
suatu wil. Kerja dalam waktu tertentu
PENYEBAB KEMATIAN IBU
DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNNGAN
INDIKATOR

kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena perdarahan
Penyebab Kematian bersalin dan nifas yang disebabkan karena perdarahan dibagi jumlah seluruh kematian ibu dikali
antepartum, inpartum maupun postpartum. 100%
Ibu-Perdarahan
kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena hipertensi
Penyebab Kematian bersalin dan nifas karena hipertensi dalam kehamilan, dibagi jumlah seluruh kematian ibu dikali
preeklamsi dan eklamsi. 100%
Ibu-Hipertensi

kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena infeksi dibagi
bersalin dan nifas yang disebabkan karena penyakit jumlah seluruh kematian ibu dikali 100%
Penyebab Kematian infeksi yang langsung terkait kehamilannya. Misal :
abortus sepsis, sepsis puerperalis, dsb
Ibu-Infeksi

kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena gangguan
bersalin dan nifas yang disebabkan karena penyakit darah dibagi jumlah seluruh kematian ibu
Penyebab Kematian terkait gangguan darah . Misal : ITP, Thalasemia, leukemia, dikali 100%
dsb
Ibu-Gangguan Darah

kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena gangguan
Penyebab Kematian bersalin dan nifas yang disebabkan karena penyakit metabolik dibagi jumlah seluruh kematian
gangguan metabolik. Misal : penyakit diabetes melitus, ibu dikali 100%
Ibu-Gangguan penyakit jantung, dsb.
Metabolik
kasus kematian seorang perempuan pada masa hamil, Jumlah kematian ibu karena lain-lain dibagi
Penyebab Kematian bersalin dan nifas yang bukan disebabkan karena jumlah seluruh kematian ibu dikali 100%
perdarahan, hipertensi, infeksi kehamilan, gangguan
Ibu-Lain2 darah, dan gangguan metabolik . Misal : malaria,
meningitis, tuberkulosis, dsb.
Indikator :
Lahir Mati

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28minggu, tanpa
menunjukkan tanda-tanda kehidupan

 CARA PERHITUNGAN :

jumlah kelahiran bayi dari kandungan yang berumur


paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-
tanda kehidupan per 1000 kelahiran hidup
KEMATIAN NEONATAL
Indikator :
Kematian Neonatal 0-6 hari

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kematian Neonatal dini: kematian bayi yang
terjadi pada 7 hari pertama kehidupannya

 CARA PERHITUNGAN :

jumlah kematian bayi yang terjadi pada 7 hari


pertama kehidupannya per 100 kelahiran hidup
KEMATIAN NEONATAL
Indikator :
Kematian Neonatal 7-28 hari

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kematian Neonatal Lanjut : Kematian bayi yang
terjadi pada masa 8-28 hari kehidupannya

 CARA PERHITUNGAN :

jumlah kematian bayi yang terjadi pada masa 8-


28 hari kehidupannya per 1000 kelahiran hidup
KEMATIAN NEONATAL
Indikator :
Kematian Neonatal 0-28 hari

 DEFINISI OPERASIONAL :
Kematian Neonatal: kematian bayi lahir hidup
yang terjadi pada masa 0-28 hari kehidupannya

 CARA PERHITUNGAN :

jumlah kematian bayi lahir hidup yang terjadi pada


masa 0 - 28 hari kehidupannya per 1000
kelahiran hidup
PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL
DEFINISI OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN

INDIKATOR

Kasus kematian neonatal diakibatkan oleh prematuritas/BBLR ( BBLR Jumlah kematian neonatal karena
adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram prematuritas/BBL dibagi jumlah
Penyebab Kematian tanpa memandang masa kehamilan.) Prematur adalah: semua seluruh kematian neonatal dikali
kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. 100%
Neonatal-BBLR (Manajemen BBLR)

Jumlah kematian neonatal karena


Penyebab Kematian asfiksia dibagi jumlah seluruh
kematian neonatal dikali 100%
Neonatal-Asfiksia Kasus kematian neonatal yang mengalami gangguan berat pernafasan
selama proses persalinan dan kelahiran. (AMP 2015)
Kasus kematian neonatal yang diakibatkan masuknya bakteri Jumlah kematian neonatal karena
Clostridium tetani ke dalam tubuh bayi melalui praktik persalinan tetanus dibagi jumlah seluruh
Penyebab Kematian yang tidak higienis, seperti memotong tali pusar dengan alat-alat kematian neonatal dikali 100%
yang tidak steril.
Neonatal-Tetanus

Kasus kematian neonatal akibat sindrom klinik penyakit sistemik Jumlah kematian neonatal karena
Penyebab Kematian disertai infeksi bakteri, infeksi jamur dan infeksi virus. (modul TOT sepsis dibagi jumlah seluruh
Gadar) kematian neonatal dikali 100%
Neonatal-Sepsis
kasus kematian neonatal yang diakibatkan kelainan yang terlihat pada Jumlah kematian neonatal karena
Penyebab Kematian saat lahir, bukan akibat proses persalinan. Kelainan kongenital bisa kelainan kongenital dibagi jumlah
herediter, dapat dikenali saat lahir. Misalnya atreis ani, anensefali. seluruh kematian neonatal dikali
Neonatal-Kelainan 100%
Kongenital
kasus kematian neonatal yang tidak dapat diklasifikasikan ke Jumlah kematian neonatal karena
Penyebab Kematian penyebab kematian neonatal diatas. penyebab lain-lain dibagi jumlah
seluruh kematian neonatal dikali
Neonatal-Lain2 100%
Indikator :
Kematian Post-Neo

 DEFINISI OPERASIONAL :
kematian bayi yang terjadi pada masa 28
hari - 1 tahun kehidupannya

 CARA PERHITUNGAN :
kematian bayi yang terjadi pada masa 28 hari
- 1 tahun kehidupannya
PENYEBAB KEMATIAN POST-NEO
DEFINIS OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN
INDIKATOR
Kasus kematian post-neo diakibatkan oleh pneumonia (dengan Jumlah kematian pos-neo karena pneumonia
Penyebab Kematian gejala batuk, nyeri tenggorok, demam dan sesak nafas yang dibagi jumlah seluruh kematian post-neo dikali
menunjukkan gejala infeksi pernapasan akut) Surveilans Kesehatan 100%
PostNeo-Pneumonia Anak, 2014
Kasus kematian post-neo diakibatkan oleh diare (buang air besar Jumlah kematian pos-neo karena diare dibagi
Penyebab Kematian cair lebih dari 3 kali dalam sehari) Surveilans Kesehatan Anak, jumlah seluruh kematian post-neo dikali 100%
2014
PostNeo-Diare

Kasus kematian post-neo diakibatkan oleh kelainan saluran cerna Jumlah kematian pos-neo karena saluran
(kelainan saluran cerna dengan gejala-gejala sebelum meninggal cerna dibagi jumlah seluruh kematian post-
Penyebab Kematian adalah gangguan pencernaan: sulit buang air besar,perut neo dikali 100%
PostNeo-Saluran Cerna membesar, perut kembung ) Surveilans Kesehatan Anak, 2014

Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh tetanus (dengan Jumlah kematian pos-neo karena tetanus
Penyebab Kematian gejala penyakit rewel, sulit menyusui, mulut mencucu, otot dibagi jumlah seluruh kematian post-neo dikali
mengalami kekakuan, dan kejang) Surveilans Kesehatan Anak, 100%
PostNeo-Tetanus 2014
Kasus kematian post-neo diakibatkan oleh kelainan saraf (penyakit Jumlah kematian pos-neo karena kelainan
akibat oleh peradangan susunan saraf seperti yang ditandai saraf dibagi jumlah seluruh kematian post-neo
Penyebab Kematian dengan gejala demam, kesadaran menurun, kaku kuduk, dan dikali 100%
kejang dan muntah, contoh meningitis, encephalitis, dll )
PostNeo-Kelainan Saraf Surveilans Kesehatan Anak, 2014

Kasus kematian post-neo diakibatkan oleh malaria (dengan gejala Jumlah kematian pos-neo karena malaria
demam, menggigil dan pemeriksaan apusan darah atau RDT dibagi jumlah seluruh kematian post-neo dikali
Penyebab Kematian positif) Surveilans Kesehatan Anak, 2014 100%
PostNeo-Malaria

kasus kematian post-neo yang tidak dapat diklasifikasikan ke Jumlah kematian pos-neo karena penyebab
Penyebab Kematian penyebab kematian post-neo diatas. lain-lain dibagi jumlah seluruh kematian post-
neo dikali 100%
PostNeo-Lain2
Indikator :
Kematian Bayi

 DEFINISI OPERASIONAL :
kematian bayi yang terjadi pada masa 1
tahun kehidupannya
 CARA PERHITUNGAN :
kematian bayi yang terjadi pada masa 1 tahun
kehidupannya (NEONATAL + POST
NEONATAL)
Indikator :
Kematian Anak Balita
 DEFINISI OPERASIONAL :
kematian bayi yang terjadi pada masa 1 - 5
tahun kehidupannya

 CARA PERHITUNGAN :

kematian bayi yang terjadi pada masa 1 - 5


tahun kehidupannya
PENYEBAB KEMATIAN BALITA

INDIKATOR DEFINIS OPERASIONAL CARA PERHITUNGAN


Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh diare (buang air besar cair Jumlah kematian bayi/balita karena
Penyebab lebih dari 3 kali dalam sehari) Surveilans Kesehatan Anak, 2014 diare dibagi jumlah seluruh kematian
Kematian Anak bayi/balita dikali 100%
Balita-Diare
Penyebab Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh pneumonia (dengan gejala Jumlah kematian bayi/balita karena
batuk, nyeri tenggorok, demam dan sesak nafas yang menunjukkan gejala pneumonia dibagi jumlah seluruh
Kematian Anak infeksi pernapasan akut) Surveilans Kesehatan Anak, 2014 kematian bayi/balita dikali 100%

Balita-Pneumonia
Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh malaria yang ditegakkan Jumlah kematian bayi/balita karena
Penyebab dengan diagnosis klinis (dengan gejala demam, menggigil dan malaria dibagi jumlah seluruh
Kematian Anak pemeriksaan apusan darah atau RDT positif) Surveilans Kesehatan Anak, kematian bayi/balita dikali 100%
2014
Balita-Malaria
Penyebab Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh campak (dengan gejala Jumlah kematian bayi/balita karena
penyakit demam, batuk pilek, bercak kemerahan (ruam) pada kulit dengan campak dibagi jumlah seluruh
Kematian Anak penyebaran khusus, mata merah dan bercak koplik) Surveilans Kesehatan kematian bayi/balita dikali 100%
Anak, 2014
Balita-Campak
Kasus kematian balita yang diakibatkan oleh penyakit demam berdarah Jumlah kematian bayi/balita karena
Penyebab yang biasanya ditandai dengan : demam, tanda-tanda perdarahan (bercak demam berdarah dengue dibagi
Kematian Anak kemerahan pada kulit, perdarahan gusi, dll), dan atau adanya tanda-tanda jumlah seluruh kematian bayi/balita
syok (kesadaran menurun, penurunan tekanan darah, dll). Surveilans dikali 100%
Balita-Demam Kesehatan Anak, 2014
Berdarah Dengue
(DBD)
Kasus kematian bayi/balita diakibatkan oleh difteri (infeksi saluran Jumlah kematian bayi/balita karena
Penyebab pernapasan atas (nasofaring) yang ditandai dengan selaput berwarna difteri dibagi jumlah seluruh
Kematian Anak keabuan, dapat mengenai laring atau trakea dan menimbulkan gejala kematian bayi/balita dikali 100%
sekret berwarna kemerahan, stridor, serta paralisis otot dan miokarditis
Balita-Difteri akibat toksin dari bakteri penyebabnya) Surveilans Kesehatan Anak, 2014
Penyebab kasus kematian bayi/balita yang tidak dapat diklasifikasikan ke penyebab Jumlah kematian bayi/balita karena
kematian bayi/balita diatas. penyebab lain-lain dibagi jumlah
Kematian Anak seluruh kematian bayi/balita dikali
Indikator :
Kab/Kota Melaksanakan AMP

 DEFINISI OPERASIONAL :
kab/kota yang melaksanakan pengkajian
minimal 4 kali dalam 1 tahun dan pembelajaran
minimal 1 kali dalam 1 tahun
 CARA PERHITUNGAN :

kab/kota yang melaksanakan pengkajian


minimal 4 kali dalam 1 tahun dan pembelajaran
minimal 1 kali dalam 1 tahun
SASARAN
Indikator :
Jumlah Penduduk

 DEFINISI OPERASIONAL :
Jumlah penduduk menurut proyeksi Badan
Pusat Statistik (BPS)
 CARA PERHITUNGAN :

Jumlah penduduk menurut proyeksi Badan


Pusat Statistik (BPS)
SASARAN
Indikator :
Bumil

 DEFINISI OPERASIONAL :
Sasaran Ibu hamil setahun

 CARA PERHITUNGAN :
Sasaran Ibu hamil setahun(proyeksi)
* jika ada kabupaten ingin menggunakan sasran rill tetap
harus mengirimkan sasaran proyeksi
SASARAN
Indikator :
Bulin

 DEFINISI OPERASIONAL :
sasaran Ibu bersalin/nifas Setahun

 CARA PERHITUNGAN :
Sasaran Ibu bersalin setahun(proyeksi)
* jika ada kabupaten ingin menggunakan sasran rill tetap
harus mengirimkan sasaran proyeksi
TAMBAHAN
INDIKATOR
DEFINIS OPERASIONAL
T1 Ibu hamil yang setelah dilakukan vaksinasi tetanus toksoid (TT)
status T-nya menjadi T1
T2 Ibu hamil yang setelah dilakukan vaksinasi tetanus toksoid (TT)
status T-nya menjadi T2
T3 Ibu hamil yang setelah dilakukan vaksinasi tetanus toksoid (TT)
status T-nya menjadi T3
T4 Ibu hamil yang setelah dilakukan vaksinasi tetanus toksoid (TT)
status T-nya menjadi T4
T5 Ibu hamil yang setelah dilakukan vaksinasi tetanus toksoid (TT)
status T-nya menjadi T5.
Ibu hamil dengan status T2+, yang merupakan hasil penJumlahan
T2+ dari Ibu hamil dengan status T2, T3, T4, dan T5 (kolom
17+18+19+20)
FE1 Ibu hamil yang telah mendapat Tablet Tambah Darah sebanyak 30
tablet (Fe 1)
FE3 Ibu hamil yang telah mendapat Tablet Tambah Darah sebanyak 90
tablet (Fe 3)
Deteksi Resiko Nakes Ibu hamil, bersalin, dan nifas yang terdeteksi risiko tinggi pertama
kali oleh tenaga kesehatan
Deteksi Resiko Ibu hamil, bersalin, dan nifas yang terdeteksi risiko tinggi pertama
Masyarakat kali oleh masyarakat (kader, dukun, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dll)
Rujukan Kasus Risti Ibu hamil, bersalin, dan nifas dengan risiko tinggi yang dirujuk ke ....
Maternal (???)
Rujukan Kasus Risti bayi baru lahir (0-7 hari) dengan risiko tinggi yang dirujuk ke ....
Neonatal (???)
INDIKATOR DEFINISI OPERSIONAL

JMLH DESA Jumlah desa, kelurahan, atau yang setingkat, misal Nagari, Kampung, dll
Jml Posyandu Jumlah Posyandu
Jumlah Poskesdes/Polindes/sederajat, misal PKD (Jawa Tengah), Ponkesdes (Jawa
Jml Poskesdes
Timur), Poskeskam (Papua), dll
Jml Desa
Jumlah Desa/Kelurahan yang telah melaksanakan P4K
Melaksanakan P4K
Jumlah Puskesmas total, baik Puskesmas Perawatan maupun Puskesmas Non
Total PKM
Perawatan

Jumlah Puskesmas yang memiliki tenaga Dokter Umum, baik PNS, PTT, dll. Data yang
Jml PKM Memiliki
diisi adalah data Jumlah Puskesmas, bukan data Jumlah dokter umum yang ada di
Dokter Umum
Puskesmas

Jml PKM Perawatan Jumlah Puskesmas Perawatan/Dengan Tempat Tidur


Jml PKM Mampu
Jumlah Puskesmas Perawatan Mampu PONED
PONED
Jml PKM Dengan Ruang
Jumlah Puskesmas yang memiliki Ruang Bersalin
Bersalin
Jml PKM PKRT Jumlah Puskesmas Mampu Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (PKRT)

Jumlah Puskesmas Mampu Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap


Jml PKM Mampu PP-KtP
Perempuan (PP-KtP).

Jml PKM Melaks Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan penyeliaan/supervisi fasilitatif
Supervisi Fasilitatif program kesehatan Ibu kepada Bidan di Desa

Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) milik Pemerintah, baik diselenggarakan oleh
Jml RSU Pemerintah
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, atau Polri

Jumlah Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) milik Pemerintah, baik
Jml RSIA Pemerintah
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, atau Polri
INDIKATOR DEFINISI OPEERASIONAL

Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) milik Swasta, baik diselenggarakan oleh perusahaan,
Jml RSU Swasta
perorangan, dan swasta/lainnya
Jumlah Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) milik Swasta, baik diselenggarakan oleh
Jml RSIA Swasta
perusahaan, perorangan, dan swasta/lainnya
Jml RS Mampu
Jumlah Rumah Sakit Mampu PONEK, baik milik Pemerintah maupun Swasta
PONEK
Jml RS MEMILIKI Jumlah Rumah Sakit yang memiliki Pusat Pelayanan Terpadu/Pusat Krisis Terpadu untuk
PPT/PKT penanganan korban kekerasan terhadap perempuan
RSU Pemerintah
Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah yang mampu memberikan pelayanan Keluarga
(KB Sesuai
Berencana (KB) sesuai standar
Standar)
PKM (KB Sesuai Jumlah Puskesmas yang mampu memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB) sesuai
Standar) standar
Pustu (KB SesuaiJumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) yang mampu memberikan pelayanan Keluarga
Standar) Berencana (KB) sesuai standar
Poskesdes (KB Jumlah Poskesdes/Polindes yang mampu memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Sesuai Standar) sesuai standar
Jml Total
menampilkan Jumlah total fasilitas pelayanan kesehatan (RSU Pemerintah, Puskesmas, Pustu,
Fasyankes (KB
dan Poskesdes) yang mampu memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB) sesuai standar
Sesuai Standar)
Jumlah total Dokter Umum yang ada di wilayah kabupaten/kota, baik dokter di Puskesmas,
Jml Total DU
RS, maupun praktik mandiri
Jml DU di PKM Jumlah total Dokter Umum yang bekerja/ditugaskan di Puskesmas
Jml SpOG Jumlah total Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) yang ada di wilayah
(Obgin) kabupaten/kota, baik dokter di RS Pemerintah maupun Swasta
Jumlah total Dokter Spesialis Anak (SpA) yang ada di wilayah kabupaten/kota, baik dokter di
Jml SpA (Anak)
RS Pemerintah maupun Swasta
Jml SpAn Jumlah total Dokter Spesialis Anestesi (SpAn) yang ada di wilayah kabupaten/kota, baik
(Anestesi) dokter di RS Pemerintah maupun Swasta
INDIKATOR DEFIINISI OPERASIONAL
Jumlah total Bidan yang ada di wilayah
Jml Total Bidan kabupaten/kota, baik bidan di desa,
Puskesmas, RS, maupun praktik mandiri
Jumlah total Bidan yang bekerja/ditugaskan
di Puskesmas. Data tidak termasuk Bidan
Jml Bidan di PKM
yang ditugaskan di Pustu atau
Poskesdes/Bidan Di Desa
Jml Bidan Di Desa Jumlah total Bidan yang bekerja/ditugaskan
(BDD) sebagai Bidan di Desa (BDD)
Jml BDD Tinggal di Jumlah total Bidan Di Desa (BDD) yang
Desa tinggal di desa yang sesuai SK Penugasan
Jml BDD Punya Jumlah total Bidan Di Desa (BDD) yang
Bidan Kit memiliki set peralatan Bidan Kit
Jumlah total dukun beranak (dukun
Jml Dukun penolong persalinan) yang ada di
kabupaten/kota
Jumlah total dukun beranak yang telah
Jml Dukun
bermitra dengan Bidan dalam program
Bermitra
Kemitraan Bidan dan Dukun
INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL
Diperiksa Hb Ibu hamil yang diperiksa Hemoglobin (Hb)
Anemia Ibu hamil anemia dengan kadar Hb 8-11 mg/dl
(8-11 mg/dl)

Anemia
(<8 mg/dl) Ibu hamil anemia dengan kadar Hb <8 mg/dl

Diperiksa LiLA Ibu hamil yang diukur Lingkar Lengan Atas (LiLA)

Ibu hamil yang ukuran LiLA-nya kurang dari 23,5 cm (Ibu


KEK (LiLA < 23,5 cm)
hamil Kurang Energi Kronis/KEK)

Diperiksa Protein Urine Ibu hamil yang diperiksa protein urine

Protein Urine Positif (+) Ibu hamil yang hasil pemeriksaan protein urine-nya
Positif

Diperiksa Gula Darah Ibu hamil yang diperiksa kadar gula darah

GD >140 g/dl Ibu hamil yang hasil pemeriksaan kadar gula darahnya
lebih dari 140 g/dl
INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL

Ibu Hamil Datang dengan


Ibu hamil yang datang ke tenaga kesehatan dengan status HIV positif
HIV(+)
Ibu Hamil ditawarkan Tes HIV Ibu hamil yang ditawarkan tes HIV
Ibu Hamil dites HIV Ibu hamil yang dilakukan tes HIV

Ibu Hamil Hasil Tes HIV (+) Ibu hamil yang hasil tes HIV-nya menunjukkan hasil Reaktif / (+)

Ibu hamil yang mendapat obat Anti-Retroviral Therapy (ART) untuk


Ibu Hamil Mendapat ART
penanganan infeksi HIV
Persalinan Pervaginam (Ibu Ibu HIV Positif yang melakukan persalinan secara per vaginam
Hamil HIV+) (persalinan normal)
Persalinan Perabdominam (SC) Ibu HIV Positif yang melakukan persalinan secara per abdominam
(Ibu Hamil HIV+) (persalinan seksio sesarea)
Ibu Hamil mendapatkan Ibu hamil yang mendapat kelambu untuk pencegahan malaria
kelambu

Ibu Hamil Diperiksa Ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan diagnostik malaria baik dengan
Mikroskopis/RDT mikroskopis maupun rapid diagnostic test (RDT)

Ibu hamil yang positif malaria berdasarkan pemeriksaan mikroskopis


Ibu Hamil Malaria (+)
atau rapid diagnostic test (RDT)
Ibu Hamil mendapatkan Kina/ Ibu hamil yang mendapatkan obat kina atau ACT untuk penanganan
ACT malaria
INDIKATOR DEFINISI OPERASIONAL

Ibu Hamil diperiksa Dahak Ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan dahak untuk diagnosis tuberkulosis (TB)

Ibu Hamil Hasil Dahak TB(+) Ibu hamil yang positif TB berdasarkan hasil pemeriksaan dahak

Obat TB Dalam Kehamilan Ibu hamil yang mendapat obat anti-TB (OAT) untuk penanganan TB

Ibu Hamil diperiksa Ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan diagnosis cacing ankylostoma
Ankylostoma
Ibu Hamil Hasil Tes
Ankylostoma (+) Ibu hamil yang positif ankylostomiasis
Ibu Hamil diobati
Ibu hamil dengan ankylostomiasis yang diobati
Ankylostoma

Ibu Hamil diperiksa IMS Ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan diagnostik Infeksi Menular Seksual (IMS)

Ibu Hamil Hasil Tes IMS (+) Ibu hamil yang positif menderita IMS berdasarkan hasil tes
Ibu Hamil diobati dalam
Pencegahan IMS Ibu hamil dengan IMS yang diobati

Ibu Hamil diperiksa Hepatitis Ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan diagnostik Hepatitis B
B

Ibu Hamil Hasil Tes Hep B (+) Ibu hamil yang positif menderita Hepatitis B berdasarkan hasil tes

Ibu Hamil diobati Hepatitis Ibu hamil dengan Hepatitis B yang diobati

Anda mungkin juga menyukai