Anda di halaman 1dari 29

Hemodinamik dan Suhu

Suhu Tubuh
• Suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang
diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke
lingkungan luar.
• Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus, dimana hipotalamus anterior
mengontrol pelepasan panas, dan hipotalamus posterior mengontrol
produksi panas.
• Keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas sangat
berpengaruh terhadap suhu tubuh dan mempengaruhi reaksi-reaksi
kimia yang ada di dalam tubuh.
Produksi Panas
• Sumber utama produksi panas dalam tubuh adalah metabolisme
• Panas dihasilkan oleh seluruh sel yang ada di dalam tubuh manusia melalui konversi
energi metabolik menjadi energi mekanik dan termal.
• Terdapat faktor-faktor yang menentukan laju produksi panas, disebut laju metabolisme
tubuh.
• Faktor-faktor terpenting antara lain:
a) Laju metabolisme basal dari semua sel tubuh,
b) Laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk
kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil,
c) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh tiroksin (dan sebagian kecil
hormon lain, seperti hormon pertumbuhan dan testosterone),
d) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh efek epinefrin,
norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel,
e) Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri, terutama bila temperatur
meningkat.
• Setelah panas yang diproduksi dihantarkan dari organ dan jaringan
yang lebih dalam ke kulit, panas akan hilang ke udara dan sekitarnya,
oleh karena itu laju hilangnya panas ditentukan hampir seluruhnya
oleh dua faktor:
a) Seberapa cepat panas dapat dikonduksi dari tempat panas dihasilkan
dalam inti tubuh ke kulit
b) Seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke
sekitarnya.
Mekanisme Kehilangan Panas dari Tubuh
ke Lingkungan
a) Radiasi
Proses kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk
gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik.
Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas ke segala penjuru.
Seseorang kira-kira kehilangan panas 60% dari total kehilangan panas
(sekitar 15%) melalui radiasi bila berada pada suhu kamar yang normal.
Bila suhu udara lebih rendah dibanding suhu kulit, maka sebagian besar
tubuh akan kehilangan panas secara radiasi, dan sebaliknya bila suhu udara
sama dengan suhu kulit, maka tidak akan terjadi lagi kehilangan panas dari
tubuh ke udara.
b) Konduksi
Hanya sejumlah kecil (3%) panas yang biasanya hilang dari tubuh
melalui konduksi langsung atau kontak langsung dari permukaan tubuh
ke benda-benda lain yang mempunyai suhu berbeda seperti kursi atau
tempat tidur.
c) Konveksi
Pemindahan panas dari tubuh melalui konveksi udara secara umum
disebut kehilangan panas melalui konveksi.
Panas pada awalnya harus di konduksi ke udara dulu sebelum
selanjutnya di konveksi.
Bila tubuh terpapar angin, lapisan udara yang berbatasan dengan kulit
digantikan oleh udara baru secara jauh lebih cepat dari keadaan
normal, dan kehilangan panas melalui konveksi meningkat.
d) Evaporasi
Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 kalori hilang
untuk setiap satu gram air yang mengalami evaporasi.
Bila seseorang tidak berkeringat, air masih berevaporasi secara
tidak kelihatan dari kulit dan paru-paru dengan kecepatan sekitar 450
sampai 600 ml/hari.
Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12
sampai 16 kalori per jam.
Selain itu evaporasi juga sebagai mekanisme pendingin yang penting pada
suhu udara sangat tinggi.
Klasifikasi Suhu Tubuh
• Pada manusia, suhu tubuh terdiri dua jenis yaitu suhu inti (Core
Temperature / Tc) yang menggambarkan suhu dari jaringan tubuh
dalam, dan suhu kulit (Skin Temperature).
• Suhu inti relatif lebih konstan dari hari ke hari, berbeda dengan suhu
kulit yang naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan.
• Parameter yang diukur sehari-hari adalah suhu kulit karena tidak invasif.
• Suhu tubuh normal yang diukur di mulut (per oral) secara tradisional
dianggap sebesar 98,6℉ (37℃).
• Studi menunjukkan bahwa suhu tubuh bervariasi di antara individu dan
bervariasi sepanjang hari, berkisar dari 96,0℉ (35,5℃) pada pagi hari
hingga 99,9℉ (37,7℃) pada malam hari, dengan rerata keseluruhan
98,2℉ (36,7℃).
Pemeriksaan Suhu Tubuh
• Suhu tubuh dapat diukur pada beberapa tempat yang mudah diakses,
antara lain di ketiak (aksila), mulut (oral), telinga (timpani), dubur
(rektal), dan di dahi (forehead).
• Suhu yang diukur di dahi hanya dapat menggunakan forehead
thermometer
Pemeriksaan Suhu Tubuh
a) Pengukuran Suhu Aksila
• Pengukuran suhu di ketiak telah digunakan untuk memperkirakan
suhu inti, meskipun suhu lingkungan, aliran darah lokal, keringat
ketiak, penempatan bagian probe termometer, penutupan kavitas
aksila (menjepit termometer di ketiak), dan waktu yang dibutuhkan
untuk membaca sangat mempengaruhi akurasi.
• Selain itu, telah dilaporkan bahwa terdapat perbedaan suhu antara
ketiak kanan dan ketiak kiri hingga 1,4°C dalam kondisi stabil.
b) Pengukuran Suhu Oral
• Suhu oral yang diukur dibagian posterior sublingual mendapatkan
perfusi dari cabang arteri karotis eksterna, oleh karena itu disebut
bahwa perubahan suhu oral sangat erat dengan perubahan suhu inti.
• Aktivitas vasomotor di daerah sublingual mempengaruhi suhu,
misalnya penurunan suhu oral selama terjadi demam dapat terjadi
karena berkurangnya aliran darah.
• Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembacaan suhu oral antara
lain air liur, asupan sebelumnya seperti makanan atau minuman yang
panas atau dingin, permen karet, bernafas cepat, dll
c) Pengukuran Suhu Telinga
• Membran timpani dan hipotalamus berbagi suplai darah dari arteri
karotis internal dan eksternal dan daerah ini relatif tanpa aktivitas
metabolik.
• Suhu telinga tidak terpengaruh oleh perubahan suhu kulit akibat
pendinginan wajah ataupun mengipasi wajah, dan juga beberapa
penelitian menyatakan bahwa serumen tidak berpengaruh terhadap
pengukuran suhu telinga
d) Pengukuran Suhu Rektal
• Suhu rektal lebih tinggi daripada suhu yang diukur di tempat lain, hal ini
mungkin disebabkan oleh aliran darah yang rendah dan isolasi tinggi dari
rektal, sehingga proses kehilangan panas relatif rendah.
• Pengukuran suhu rektal dapat dipengaruhi oleh tinja yang keras, adanya
inflamasi sekitar rektal, dan aktivitas produksi panas oleh mikroorganisme
yang ada di dalam feses. Selain itu, ada risiko terjadi ruptur dinding rektum.
• Setiap insersi termometer sebanyak 2,54 cm kedalam rektum terjadi
peningkatan suhu sebesar 0,8°C, standar insersi termometer ke rektum
pada orang adalah 4 cm
Teori Hemodinamik.
• Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi
jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer
• Pemantauan hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi noninvasif,
invasif, dan turunan.
• Pengukuran hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis yang
tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan pemantauan respons
terhadap terapi yang diberikan.
• Pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk
mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tindakan
yang tepat terhadap bantuan sirkulasi.
Tujuan Pemantauan Hemodinamik
• Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi, mengidentifikasi
kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan guna
mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh.
• Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan
informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan
penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal.
• Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat,
seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan,
mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga
manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ
tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal
fungsi organ multiple dapat dideteksi.
Metode Non Invasif Pada Pemantauan
Hemodinamik
1.Penilaian Laju Pernapasan
• Laju pernafasan merupakan indikator awal yang signifikan dari disfungsi
seluler.
• Penilaian ini merupakan indikator fisiologis yang sensitif dan harus dipantau
dan direkam secara teratur.
• Laju dan kedalaman pernafasan pada awalnya meningkat sebagai respons
terhadap hipoksia seluler.
• Pemantauan dilakukan untuk :
a. Frekuensi Pernapasan
b. Saturasi Oksigen
2.Penilaian Denyut EKG
• Denyut yang cepat, lemah dan bergelombang merupakan tanda khas
dari syok. Denyut yang memantul penuh atau menusuk mungkin
merupakan tanda dari anemia, blok jantung, atau tahap awal syok
septik.
• Perbedaan antara denyut sentral dan denyut distal mungkin
disebabkan oleh penurunan curah jantung dan juga suhu sekitarnya
yang dingin.
• Pemantauan ini dapat memberikan informasi kepada praktisi
terhadap tanda-tanda awal penurunan curah jantung.
3.Penilaian Haluaran Urin
• Urin yang keluar dari tubuh secara tidak langsung memberikan petunjuk
mengenai curah jantung.
• Pada orang sehat, 25% curah jantung memberikan perfusi ke ginjal. Ketika perfusi
ginjal adekuat, maka urin yang keluar harusnya lebih dari 0,5 mL/kg/jam.
• Menurunnya urin yang keluar dari tubuh mungkin merupakan tanda awal dari
syok hipovolemik karena ketika curah jantung menurun, maka perfusi ginjal juga
akan menurun.
• Jika urin yang keluar dari tubuh kurang dari 500 mL/hari, maka ginjal tidak
mampu mengekskresikan sisa-sisa metabolisme tubuh, dan jika terjadi dalam
waktu yang lama bisa menyebabkan uremia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia
4.Pengukuran Tekanan Darah Arterial
• Tekanan darah arterial (arterial blood pressure, ABP) adalah gaya yang
ditimbulkan oleh volume darah yang bersirkulasi pada dinding arteri.
• Tekanan arterial rata-rata (mean arterial presure, MAP) merupakan
hasil pembacaan tekanan rata-rata di dalam sistem arterial dan juga
berfungsi sebagai indikator untuk memperkirakan perfusi menuju
organ-organ yang esensial seperti ginjal.
• Keakuratan pengukuran tekanan darah juga hal yang sering terlupakan.
• Faktor yang akurat dalam pengukuran terkanan darah adalah lebar manset
dan posisi lengan.
• Manset yang terlalu sempit akan menghasilkan pembacaan tekanan darah
yang tinggi (palsu), sedangkan jika manset yang terlalu lebar akan
menghasilkan pembacaan tekanan darah yang rendah (palsu). European
Standart merekomendasikan lebar manset sebaiknya 40%, dan panjangnya
80-100% dari lingkar ekstremitas.
• Posisi lengan harus ditopang pada posisi horizontal setinggi jantung.
• Pengaturan posisi yang tidak benar selama mengukur tekanan darah dapat
menyebabkan kesalahan sebesar 10%.
5.Penilaian Suhu tubuh
• Peningkatan suhu tubuh dapat menimbulkan kehilangan cairan dan
elektrolit.
• Dehidrasi hipernatremia (peningkatan natrium) dapat meningkatkan
peningkatan suhu.
• Penurunan suhu tubuh dapat diakibatkan oleh hipovolemia dan pada
kekurangan cairan yang berat, suhu rektal dapat turun sampai 350C
Metode Invasif pada Pemantauan
Hemodinamik
• Pemantauan hemodinamik invasif meliputi penggunaan kateter invasif yang
diletakkan dalam sistem vascular pasien untuk memantau fungsi jantung, volume
darah dan sirkulasi secara dekat
• Pasien yang memerlukan pemantauan hemodinamik biasanya mengalami
penyakit kritis dan berada dalam ruang perawatan intensif
• Kondisi medis yang mendasari hal ini adalah kegagalan jantung sebagai pompa
sehingga perlu dipantau dengan menggunakan kateter tekanan vena sentral
(Central Venous Presure, CVP)
• Selain CVP, pemantauan hemodinamik lainnya secara invasive adalah :
1. Pemantauan tekanan arteri pulmonal
2. Pemantauan tekanan arteri sistemik
CVP (Central Venous Pressure)
• CVP adalah tekanan di dalam atrium kanan dan dalam vena-vena besar
di toraks
• Menunjukkan gambaran tekanan pengisian ventrikel kanan dan
kemampuan sisi kanan jantung dalam mengatur beban cairan
• CVP berperan sebagai pemandu pemberian cairan pada pasien sakit
serius dan sebagai pengukur volume efektif darah yang beredar
• CVP bersifat dinamis dan selalu berubah
• Kegagalan fungsi ventrikel kanan yang ditunjukkan oleh CVP adalah
akibat dari kegagalan ventrikel kiri, oleh karena itu peningkatan CVP
dapat merupakan tanda akhir dari gagal ventrikel
• CVP diukur berdasarkan tingginya kolom air pada manometer
• Saat mengukur CVP, titik nol manometer harus sejajar dengan titik
acuan standar, disebut aksis flebostatik
• Bila posisinya sudah ditentukan, selanjutnya ditandai
• Bila digunakan aksis flebostatik, CVP dapat diukur dengan tepat dengan
pasien dalam posisi telentang dan kepala ditinggikan sampai 45 derajat.
• CVP normal adalah 4 sampai 10 cm H20
• Komplikasi paling sering pada pemantauan CVP adalah infeksi dan
embolisme udara
Pemantauan Tekanan Arteri Pulmonal
• Kateterisasi arteri pulmonalis (PA) merupakan alat pengkajian yang sangat
berguna untuk mengukur dan menghitung berbagai tekanan intrakardiak sisi
kanan dan kiri secara efektif
• Katater dimasukkan ke vena besar (biasanya vena subklavia atau jugularis)
lalu ke vena kava superior dan atrium kanan
• Katater PA dapat mengukur berbagai parameter, termasuk CVP atau tekanan
atrium kanan, tekanan diastolk dan sistolik PA, dan tekanan rerata PA
• Tekanan diastolik dan sistolik arteri pulmonalis dapat diperoleh melalui
transduser dan monitor tekanan darah
• Tekanan arteri pulmonalis normal adalah 25/9 mmHg dengan tekanan rerata
15 mmHg
Pemantauan Tekanan Arteri Sistemik
• Pemantauan intra arteri digunakan untuk memperoleh tekanan darah langsung
dan berkesinambungan pada pasien yang menderita tekanan darah sangat
tinggi atau hipotensi
• Kateter arteri juga berguna untuk memperoleh gas darah arteri dan sampel
darah serial
• Bila tempat penusukan sudah ditentukan (radial, brakial, femoral, atau dorsalis
pedis) maka sirkulasi kolateral ke area yang bersangkutan harus ditentukan
sebelum kateter dipasang
• Bila tidak terdapat sirkulasi kolateral, dan arteri yang dikanulasi tersumbat,
maka dapat terjadi iskemia dan nekrosis di distal arteri yang dikanulasi
• Sikrluasi kolateral dapat diketahui dengan tes Allen’s untuk mengevaluasi arteri
radialis dan ulnaris atau menggunakan tes Dopler ultrasonic untuk setiap arteri
• Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai