Anda di halaman 1dari 66

JENIS DAN

PENGENDALIAN
ZOONOSIS PADA HEWAN
DI JAWA BARAT
• Zoonosis adalah penyakit hewan yang secara alami
dapat menular ke manusia atau sebaliknya
• Penyakit menular baru muncul (emerging
infectious disease/EID) yang menyerang manusia
disebabkan oleh zoonosis (60.3%)
• Mayoritas EID zoonosis tersebut berasal dari satwa
liar (71.8%)
• Dapat ditularkan langsung dari hewan ke manusia,
melalui produk hewan (pangan/non-pangan) dan
lingkungan
• Mortality EID tinggi 50 -90%
• Dampaknya terhadap perekonomian
• Batas/sekat wilayah tidak ada
• Ancaman terhadap ketentraman dan kesejahteraan
masyarakat
• Ancaman terhadap bioterorisme dari zoonosis
(contoh : anthrax)
• Dampak terhadap pariwisata
• Sudah menjadi kebutuhan/tuntutan internasional
untuk pengendaliannya
• UU Nomor. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan
• Peraturan Pemerintah No. 15/1977 tentang Penolakan,
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
• Peraturan Pemerintah No. 22/1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner
• Peraturan Pemerintah No. 78/1992 tentang Obat Hewan
• Peraturan Presiden No. 30/2011 tentang Pengendalian
Zoonosis
• Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.449-
Yansos/2012 tentang Komisi Pengendalian Zoonosis
 Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor
4026/kpts/ot.140/4/2013 tanggal 1 April 2013
tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular
Strategis.
 Terdapat 25 PHMS yang menjadi prioritas
pengendalian di Indonesia
 Hanya 4 PHMS yang menjadi prioritas
pengendalian di Jawa Barat yaitu Avian Influenza
(AI), Rabies, Anthrax dan Brucellosis.
MISI KESEHATAN HEWAN

1. Melindungi Manusia

2. Melindungi Hewan

3. Melindungi Lingkungan

4. Memfasilitasi Perdagangan
 BAKTERI
Contohnya : B. Anthracis, Salmonella sp, Listeria monocytogenes,
E. Coli, Streptococcus sp, dllreus, Streptococcus group A
 VIRUS :
Contohnya : Virus Hepatitis A, AI, Rabies, dll
 JAMUR :
Contohnya : Aspergillus sp (pneumonia), Microsprorum sp (Kurap),
dll
 PARASIT
Contohnya : Nematoda sp, Cestoda sp, Trematoda sp.
 RIKETSIA
Contohnya : Anaplasma sp. Ehrlichia sp dll
 PRION
Contohnya : Mad Cow (Sapi Gila)
RABIES

Penyakit Rabies atau penyakit Anjing Gila adalah


penyakit hewan menular yang disebabkan oleh
virus (Rhabdoviridae), bersifat akut serta
menyerang susunan syaraf pusat hewan berdarah
panas dan manusia
SEJARAH RABIES DI JAWA BARAT
(10 TAHUN TERAKHIR)
TAHUN KABUPATEN
2005 : KAB. GARUT (1)
2006 : KAB. TASIKMALAYA (3)
2007 : KOTA SUKABUMI (1); KAB GARUT (5)
2008 : KAB SUKABUMI (5); KAB CIANJUR (1)
2009 : KAB GARUT (2)
2010 : KAB. SUKABUMI (1)
2011 : NOL KASUS
2012 : KAB. GARUT (1)
2013 : KAB BANDUNG (1)
2014 : -
2015 : CIANJUR (2 ORG MENINGGAL); SUKABUMI (1)
Angka dalam kurung : angka kasus
MENGAPA RABIES DITAKUTI ?

a. Rabies bersifat zoonosa artinya penyakit tersebut


dapat menular dari hewan ke manusia
b. Rabies sangat berbahaya. Rabies belum ada
obatnya. Apabila gejala klinis sudah timbul,
selalu diikuti dengan kematian, baik pada hewan
ataupun manusia
HEWAN APA SAJA YG DAPAT MENULARKAN
RABIES PADA MANUSIA ?

Semua hewan berdarah panas dapat menularkan rabies.


Anjing, kucing, kera/monyet berpotensi menularkan
rabies kepada manusia.
Lebih dari 90% kasus rabies pada manusia ditularkan
oleh anjing. Oleh karena itu anjing menjadi obyek utama
kegiatan pemberantasan rabies.
HEWAN PENULAR RABIES
BAGAIMANA CARA PENULARAN
RABIES ?

Virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau


hewan melalui :
a. Luka gigitan hewan penderita rabies
b. Luka yang terkena air liur hewan atau manusia
penderita rabies
GEJALA KLINIS RABIES PADA HEWAN

a. Gejala klinis rabies ganas pada anjing :


- Tidak menurut lagi perintah pemilik
- Air liur keluar berlebihan
- Hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa
saja yg ditemui dan ekor dilengkungkan ke bawah
perut diantara paha
- Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati
setelah 4 – 7 hari sejak timbul gejala atau paling
lama 12 hari setelah penggigitan
b. Tanda-tanda rabies tenang pada anjing :
- Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk
- Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan
sering tidak terlihat
- Kelumpuhan,tidak mampu menelan, mulut
terbuka dan air liur keluar berlebihan
- Kematian terjadi dalam waktu singkat
BAGAIMANA TINDAKAN PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN RABIES ?

a. Lakukan vaksinasi Rabies secara teratur


b. Pengendalian populasi anjing/ hindarkan anjing liar
c. Menghindari kejadian penggigitan ;
- Pintu pagar bertuliskan AWAS ANJING
GALAK
- Anjing dirantai kira-kira 2 meter jika rumah tidak
berpagar
- Anjing dibrongsong dan atau diikat terutama
jika dibawa keluar rumah
ANJING PELIHARAAN

 Dirantai atau dibrongsong


 Tidak diliarkan atau berkeliaran di tempat umum
 Dirawat dengan baik : diberi pakan, divaksinasi rabies secara
teratur
DIBUTUHKAN KERJA SAMA YANG BAIK
DARI PEMILIK ANJING
MENANGANI KASUS GIGITAN

Setiap kejadian peggigitan oleh hewan penular rabies


harus diduga sebagai tersangka rabies
Tindakan :
a. Pertolongan pertama terhadap penderita gigitan
Luka gigitan dicuci dengan
Penderita dibawa ke
sabun deterjen selama 5 ~ 10
puskesmas atau rumah
menit, dikeringkan dan diberi sakit terdekat untuk
yodium tinktur atau alkohol 70% penanganan lebih lanjut
b. Kejadian penggigitan dilaporkan ke Dinas
Peternakan, Dinas Kesehatan, Kelurahan/ Desa dan
Kecamatan setempat
c. Hewan yg menggigit harus ditangkap dan dibawa
ke Dinas Peternakan untuk diobservasi selama 14
hari. Jika mati dalam masa observasi maka kepala
hewan dikirim ke laboratorium untuk kepastian
diagnosa penyebab kematian
d. Apabila dalam masa observasi 14 hari hewan tetap
hidup maka hewan tersebut dinyatakan bebas
rabies
ANJING YANG MENGGIGIT

 TIDAK BOLEH DIBUNUH


 DITANGKAP, DIKURUNG DAN DIOBSERVASI SELAMA
14 HARI UNTUK KEPENTINGAN DIAGNOSA
Strategi Pengendalian dan Pemberantasan Rabies

1. Program pengendalian terpadu (managemen kasus gigitan)


2. Pencegahan dan pengendalian pada sumbernya:
 Vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok
 Managemen populasi anjing
 Meningkatkan tanggung jawab pemilik anjing
3. Mencegah kasus Rabies dengan managemen gigitan yang lebih
baik
4. Pre exposure untuk masyarakat berisiko tinggi
5. Meningkatkan pengetahuan dan keahlian pada petugas
kesehatan
6. Pemberdayaan masyarakat melalui KIE (komunikasi,informasi
dan edukasi)
7. Implementasi program desentralisasi dan penguatan program
perencanaan di tingkat provinsi dan kabupaten.
The Role Of Veterinarian in The Global Health Challange, 18-19 September 2012, UGM, Yogyakarta
AVIAN INFLUENZA (AI)
a. Etiologi
Virus Influenza genus Orthomyxovirus, famili
Orthomyxoviridae

b. Penularan
 Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan
hewan yang peka
 Tidak langsung dengan melalui :
droplet aerosol cairan/lendir yang berasal dari
hidung / mata, paparan muntahan, lubang anus, (tinja)
dari unggas yang sakit, pakan/air dan peralatan yang
terkontaminasi (alat-alat, sepatu, pakaian, kendaraan),
penyebaran melalui perantara angin
 Unggas air berperan sebagai reservoir (sumber) virus
AI, melalui virus yang ada dalam saluran intestinal dan
dilepaskan melalui feses
KASUS AI DI JAWA BARAT
TAHUN KASUS DESA KECAMATAN KABUPATEN
2009 199 73 59 21
2010 211 192 119 23
2011 65 65 53 18
2012 75 72 58 16
2013 65 57 50 16
2014 79 69 48 15
2015* 29 29 26 11
* s/d 28 OKTOBER 2015
KASUS KEMATIAN UNGGAS DI JAWA
BARAT
TAHUN UNGGAS MATI UNGGAS DARAT UNGGAS AIR
2009 5,528 5,528 -
2010 13,145 13,145 -
2011 35,308 35,308 -
2012 6,488 2,699 3,789
2013 16,919 3,852 13,067
2014 20,078 15,660 4,418
2015* 4,429 1,936 2,493
* s/d 28 OKTOBER 2015
KASUS FB PADA MANUSIA
DI JAWA BARAT
JUMLAH
NO TAHUN MENINGGAL CFR (%)
KASUS
1 2005 28 7 25
2 2006 117 30 25.6
3 2007 91 11 12.1
4 2008 21 7 33.3
5 2009 20 8 40.0
6 2010 7 3 42.9
7 2011 11 3 27.3
8 2012 - - -
9 2013 2 2 100
10 2014 - - -
11 2015 - - -
JUMLAH 297 71 24%
 KEMATIAN MENDADAK & JUMLAH BANYAK
 JENGGER,PIAL,BERWARNA UNGU KEBIRUAN (SIANOSIS)
 KADANG KELUAR CAIRAN DARI MATA & HIDUNG
 MUKA & KEPALA MENGALAMI PEMBENGKAKAN
 PERDARAHAN DI BAWAH KULIT
 PERDARAHAN TITIK-TITK PADA DADA, KAKI & TELAPAK
KAKI
 OTOT DADA BERWARNA UNGU KEBIRUAN
 UNGGAS MENGALAMI DIARE ENCER
 PADA AYAM PETELUR, JIKA DIBEDAH BANGKAI CALON TELUR
MEMBUBUR DAN BERDARAH
 JIKA DIBEDAH BANGKAI ORGAN DALAM MENGALAMI PERDARAHAN
HEBAT DAN MENGALAMI KERUSAKAN
 KADANG-KADANG KEMATIAN TANPA GEJALA TAPI JUMLAH
KEMATIANNYA TETAP TINGGI
• PERDARAHAN SUBKUTAN,BINTIK-BINTIK
PERDARAHAN OTOT DAN JARINGAN LEMAK
 PERDARAHAN PADA HATI,JANTUNG,PARU-
PARU DAN OVARIUM
Prinsip Dasar Pengendalian

 Cegah kontak hewan dan


manusia dengan virus AI
 Hentikan produksi virus AI
oleh unggas
 Tingkatkan resistensi hewan
 Hilangkan sumber
penularan
 Public Awareness
(kesadaran hidup sehat dan
bersih)
Strategi Pengendalian dan Pemberantasan
Avian Influenza
1. Prioritas keselamatan manusia
2. Fokus untuk mengendalikan penyakit pada sumbernya:
– Vaksinasi pada area berisiko
– Biosecurity
– Kontrol lalu lintas
– Surveillans
3. Mempertimbangkan faktor ekonomi
4. Menekankan usaha terpadu dari seluruh komponen:
Pemerintah, masyarakat, Organinasi profesi, sektor swasta, and
organisasi internasional.
5. Kesesuaian dengan standar dan perjanjian nasional dan
internasional
6. Kesiapsiagaan dalam antisipasi pandemi
ANTHRAX

a. Etiologi
- Bacillus anthracis
b. Penularan
Pada Hewan :
- Hewan memakan rumput yang
mengandung tanah yang tercemar
spora Anthrax
PETA DESA ENDEMIK ANTHRAX PADA HEWAN DI JAWA BARAT

Daerah endemik :
1. Kabupaten Bogor
2. Kota Bogor
3. Kota Depok
4. Kab Bekasi
5. Kota Bekasi
6. Kab Purwakarta
7. Kab Subang
8. Kab Karawang

Tahun 2009-2015 : NOL


KASUS !
Pada Manusia :
- Kontak langsung dengan kuman penyakit yang ada di

tanah/rumput, hewan yang sakit maupun bahan-bahan


yang berasal dari hewan sakit seperti kulit, daging
dan darah
- Penyakit Anthrax dapat ditularkan bila seseorang
menghirup spora Anthrax, misalnya kuman penyakit
terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan
(domba,dll),
- Memakan daging hewan yang
sakit
- Gigitan vektor atau pembawa
kuman Anthrax, misalnya lalat
piteuk ( Tabanus sp. )
c. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit Anthrax 1 – 5 hari
Pada Hewan :
- Demam, gelisah, paha gemetar, anorexia, dan
hewan rubuh
- Keluar darah dari lubang kumlah (mulut, hidung,
dubur,
dan lubang alat kelamin). Darah berwarna merah tua
seperti kecap atau ter, agak berbau amis dan busuk
serta sulit membeku.
- Pembengkakan di daerah leher, dada, dan sisi
lambung, pinggang dan alat kelamin luar
- Kematian dalam waktu singkat tanpa disertai tanda-
tanda sebelumnya
Pada Manusia :
- Tipe kulit, dengan gejala demam, borok atau

keropeng berwarna hitam di tengahnya (cenang


hideung)
- Tipe pencernaan, dengan gejala demam, muntah

darah, sakit perut dan mencret


- Tipe paru-paru, dengan gejala demam, sesak nafas,

batuk darah
- Tipe otak, dengan gejala sakit kepala, kaku kuduk,

kesadaran menurun, kejang


PENCEGAHAN

 Pada Hewan :
dengan vaksinasi, pengawasan lalu-lintas unggas
yang ketat

 Pada Manusia :
Jangan mengkonsumsi hewan yang
terduga/terjangkit Anthrax, jangan bersentuhan
dengan hewan yg terduga/terjangkit Anthrax
Strategi Pengendalian dan Pemberantasan
Anthrax
1. Pencegahan dan pengendalian pada sumbernya:
 Vaksinasi area endemik
 Kontrol lalulintas
 Tindakan disposal pada hewan terinfeksi
2. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Anthrax
3. Memperkuat surveilan pada area endemic dan terancam
4. Deteksi dini, investigasi lapang dan pengobatan yang tepat
5. Kolaborasi lintas sektoral

The Role Of Veterinarian in The Global Health Challange, 18-19 September 2012, UGM, Yogyakarta
BRUCELLOSIS
a. Etiologi
- Bakteri Brucella sp
b. Penularan
Menyerang sapi,domba,kambing,
babi dan hewan lainnya.
Sumber penularan hewan
penderita Brucellosis, dan
bahan makanan asal hewan
yang mengandung
bakteri brucella
Penularan Pada Hewan :
- Melalui saluran kelamin dari perkawinan alam
atau kawin buatan
- Penularan mekanis melalui serangga
- Melalui kandang dan alat yang tercemar
kuman Brucella sp.
Penularan Pada Manusia :
- Melalui saluran pencernaan, misalnya minum air
susu yang tidak dimasak yang berasal dari
hewan penderita Brucellosis
- Melalui selaput lendir atau kulit yang luka,
misalnya kontak langsung dengan janin atau
plasenta dari hewan penderita Brucellosis
c. Gejala Klinis Pada Hewan
- Demam dan keguguran (keluron).
Keguguran biasanya terjadi pada kebuntingan berumur
5 – 8 bulan
- Keguguran dapat terjadi satu, dua atau tiga kali
kemudian memberikan kelahiran normal (kemajiran
yang bersifat sementara)
- Kemajiran yang bersifat menetap
(permanen)
- Dari vagina keluar cairan (kokotor) yang bersifat
infeksius karena mengandung bakteri brucella
- Kadang-kadang tidak keguguran tetapi mengalami
retensio plasenta, mastitis, hygroma pada lutut
- Produksi susu menurun
- Pada ternak jantan terjadi peradangan pada buah zakar
(orchitis) dan anak buah zakar (epididimitis)
d. Gejala Klinis Pada Manusia
Biasanya manusia mengalami demam
yang tinggi, naik turun (demam undulan)
PENCEGAHAN

 Pada Hewan :
dengan vaksinasi

 Pada Manusia :
Jangan mengkonsumsi daging/susu yang
terduga/terjangkit Brucellosis tanpa dimasak dengan
matang, Jangan mengkonsumsi jeroan
Strategi Pengendalian dan Pemberantasan
Brucellosis

• Metode penanggulangan berdasarkan tingkat prevalensi.


• Vaksinasi semua populasi sapi dan kerbau di daerah dengan
prevalensi > 2 %
– Strain 19
– RB 51 digunakan di P. Jawa sejak th. 2005
• Pemberantasan reservoir
– Di daerah dengan prevalensi  2 % dilakukan
identifikasi dan culling hewan penderita yang CFT (+),
dengan pemberian kompensasi.
• Pengawasan lalu-lintas ternak dengan
– Pengawasan lalu-lintas ternak dengan persyaratan uji
negatif CFT yang dilaksanakan pertama kali di lokasi asal
dan kedua kali di lokasi penerima dengan masa berlaku 1
tahun.
TUBERCULLOSIS
a. Etiologi
- Bakteri Mycobacterium sp. (Mycobacterium
tuberculosis penyebab
penyakit pada hewan dan manusia)
b. Penularan
Bakteri ini ditularkan melalui inhalasi, makanan,
minuman dan ditemukan pada sapi, kerbau,
maupun mamalia lainnya
c. Gejala Klinis
Batuk, kelemahan umum, demam, kehilangan bobot
badan, keringatan di malam hari, nyeri dada dan
hemoptisis, kadang-kadang tanda-tanda klinis
tersebut tidak nampak
PENCEGAHAN

 Pada Manusia :
Hindarkan kontak/bersentuhan dengan hewan
tersangka/terjangkit Tuberkulosis
LEPTOSPIROSIS
a. Etiologi
- Bakteri Leptospira sp. (L. biflexa dan L. interogans
patogen terhadap manusia dan hewan)

b. Penularan
Bakteri ini ditularkan melalui air yang terkontaminasi
urine hewan tertular (tikus, hewan pengerat lainnya)
c. Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini 10 – 12 hari bahkan bisa
mencapai 30 hari. Gejala yang muncul demam,
pusing, nyeri otot, nausea, muntah, dan hilangnya
nafsu makan, konjuntivitis, ikterus, anemia dan
insufisensia dari ginjal
PENCEGAHAN

 Pada Manusia :
Perilaku hidup sehat/bersih, menjaga kebersihan
lingkungan rumah dan sekitarnya, hindarkan kontak
dengan urine hewan pengerat liar (tikus dll)
TOXOPLASMOSIS
a. Etiologi
Toxoplasma gondii

b. Penularan
- Ditularkan secara kongenital karena seorang ibu
mengkonsumsi daging terinfeksi dalam keadaan
mentah/setengah matang
- Ditularkan melalui makanan, daging, sayuran atau zat
lain yang tercemar oleh ookista yang dikeluarkan oleh
kucing atau carnivora lainnya yang terdapat di fesesnya
c. Gejala Klinis Pada Hewan & Manusia
Biasanya anak lahir hydrocephalus
Anak lahir dalam keadaan mati atau hidup
kemudian mati, ataupun lahir mengalami
kecacatan (retinitis, demam, kerusakan
otak, pengapuran intraserebral, kekuningan,
bercak-bercak merah, hepato-splenomegaly,
cairan spinal berwarna kuning
PENCEGAHAN

 Pada Hewan :
Memelihara hewan kesayangan (anjing, kucing, kera
dll) secara benar, bersih dan sehat

 Pada Manusia :
Jangan mengkonsumsi daging tanpa dimasak
dengan matang, mengkonsumsi sayuran dicuci
bersih, hindarkan kontak dengan hewan kesayangan
yg diliarkan/tidak dipelihara dengan baik
FOODBORNE ZOONOSIS

 SALMONELLOSIS
 COLLIBACIILOSIS
 LISTERIOSIS
 BSE
DLL
PUBLIC AWARENESS

1. Meningkatkan kepercayaan  Brosur/leaflet/poster


konsumen terhadap  Demo makan daging, daging
ayam dan telur di daerah
KEAMANAN PANGAN asal endemis
hewan  Seminar dan temu produsen,
konsumen dan pakar
 Pelatihan wartawan
 Dialog interaktif di media
elektronik
 Iklan layanan masyarakat di TV
Pedoman Penanganan
Pangan Asal Hewan Yang
Baik dan Benar
62
Jaminan Keamanan produk Pangan dan
Non Pangan asal hewan

1. Sistem Jaminan keamanan Pangan Hewan


- Pemenuhan dan Penerapan persyaratan higiene,
sanitasi & biosekuriti:
- Penyediaan daging atau produk yang memenuhi persyaratan
aspek kesejahteraan hewan, Higiene dan Sanitasi serta
halal
2. Pembinaan Pasca Panen
- Penerapan sistim jaminan keamanan dan mutu produk
hewan
- Penerapan sistim jaminan halal
- Peningkatan kesadaran dan kepedulian konsumen
terhadap produk hewan berkualitas
KENDALA DAN TANTANGAN
1. Terbatasnya sumber daya manusia
 Bidang Kesehatan hewan: Implementasi Sistem Veteriner Nasional/NVS
(keterlibatan dokter hewan swasta, kapasitasi petugas yang ada dll)
 Pelatihan – Mengutamakan pelatihan terpadu (contoh pelatihan terpadu
terhadap penanganan kasus gigitan di Bali)
2. Lemahnya koordinasi di tingkat tertentu
 Pembentukan Komite Pengendalian Zoonosis akan meningkatkan koordinasi
dari tingkat nasional ke tingkat kabupaten)
 Pertemuan regular di semua level
3. Terbatasnya budget untuk pengendalian zoonosis control, terutama di bidang
kesehatan hewan.
 Pembentukan Komite Pengendalian Zoonosis akan membantu perolehan budget
untuk pengendalian zoonosis.
4. Desentralisasi – Tidak ada/Kurangnya garis komando langsung dalam bidang
kesehatan hewan.
 Memperkuat bidang kesehatan hewan melalui implementasi NVS
5. Faktor Geografi – Sulitnya akses/bantuan pada beberapa daerah
 Dibutuhkan dana yang memadai (fasilitasi melalui Komite zoonosis)
 Mengendalikan zoonosis pada hewan
 Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat
peternak.
 Mensosialisasikan gejala klinis awal
 Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dan produknya
 Menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan, masker hidung,
kaca mata pelindung, sepatu boot
 Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan
 Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi hewan piaraan atau
serangga
 Memasak dengan benar

Anda mungkin juga menyukai