Anda di halaman 1dari 56

Mini Project TFS Steril:

Erythropoietin-α
Anggota Kelompok:
 Laillia Nur Romadhini (185070501111006)  Naura Clariza Finanda (185070501111030)
 Siti Nurfaizah Fitriani (185070501111008)  Sylvia Indah Setyowati (185070501111032)
 Afifah Nuranisya Iftitah (185070501111010)  Muhammad Amrin H. (185070501111034)
 Melinda Violita (185070501111012)  Andini Saraswati (185070507111002)
 Osa Dwi Jayanti (185070501111013)  Vega Christian Arjasa (185070507111004)
 Seto Putra Ajipratama (185070501111014)  Afifah Zaida Roshanda (185070507111006)
 Siti Nur Cahyaningsih (185070501111020)  Dhiky Dwi Kurniawan (185070507111008)
 Riska Auliah Anjarwati (185070501111022)  Nisa Permatasari Wiyono (185070507111010)
 Nadela Cintia Nurtyas (185070501111024)  Sylvia Priscilia Kusumawardhani (185070507111012)
 Ishmatul Hamidah (185070501111028)  Arafah Cahya Kamila (185070507111014)
01
Penjelasan terkait
Erythropoietin-α
PENGERTIAN
Erythropoietin alfa atau Epoetin alfa adalah protein buatan yang
sangat mirip dengan zat alami dalam tubuh yaitu erythropoietin.

Erythropoietin diproduksi di sel-sel peritubular ginjal.

Epoetin alfa digunakan sebagai terapi penggantian


hormon pada pasien dengan anemia.

EPODION
02
Prosedur
Pembuatan
EPO
Protein
Rekombinan Amplifikasi Screening

01 03 05
02 04 06
Transfeksi Single Cell Master Cell
Cloning Bank

STABLE CELL LINE DEVELOPMENT


EPO
1. STABLE CELL LINE
DEVELOPMENT EPO
a) Ekspresi pada plasmid mediated expression. Kultur sel, transfeksi dan kloning transforman

Sel CHO-K1 ditumbuhkan pada media F12 (Sigma/Gibco) dengan tambahan 1% antibiotik
penisilin/streptomisin (Invitrogen) dan 10% fetal bovine serum (FBS, Sigma) pada kondisi 37ºC dengan
kadar CO2 5%.

Untuk proses transfeksi, sel ditumbuhkan hingga mengalami minimal 2 kali subkultur.

Sehari kemudian, sel ditransfeksi dengan menggunakan lipofectamin 2000 dengan seperti pada manual yang
tersedia.

Kloning sel yang stabil dilakukan dengan menggunakan media yang mengandung antibiotik G418 (Sigma).

Setiap hari dilakukan penggantian media+G418 dengan media+G418 yang baru hingga kurang lebih 10 hari.

Ekspresi rHuEPO pada media kultur dicek dengan menggunakan dot blot.
b) Ekspresi pada retarovirus mediated expression

Gen hEPO diamplifikasi dengan PCR lalu diinsersikan pada vektor pBSKS II dengan menggunakan enzim restriksi EcoR I.

Rekombinan yang didapat, pBSKS II EPO kemudian disekuens untuk meyakinkan tidak terjadi mutasi

Plasmid pBSKS II EPO kemudian dipurifikasi dan EPO fragment kemudian diinsersikan pada plasmid PCXGFP untuk
membentuk rekombinan plasmid pCXGFP-EPO

Plasmid pCXGFP-EPO kemudian disolasi dan ditranfeksikan pada sel Platinum E untuk produksi virus rekombinan yang
mengandung gen hEPO.

Sel Plat E ditumbuhkan dengan menggunakan medium kultur DMEM dengan FBS 10% dan ditambah antibiotik penisillin
dan streptomisin dan diinkubasi semalan pada inkubator CO2 pada suhu 37°C.

Virus rekombinan yang didapat dari supernatant Sel Plat E kemudian ditranfeksikan pada sel target, sel CHO-S-Eco R untuk
menghasilkan sel CHO-S-EcoR-hEPO.

Analisis Ekspresi GFP dan penyortiran sel dilakukan menggunakan alat FACS (Fluorescence Activated Cell Sorter) Calibur
Becton Dickinson
2. KULTUR SEL
Merupakan proses pengambilan sel dari suatu jaringan dan ditumbuhkan pada kondisi buatan yang
menyerupai sumber aslinya (artificial condition).
 Sel host
- Mikroba
Pertumbuhan cepat sehingga didaptkan jumlah sel yang banyak dan bisa tumbuh pada beberapa
media pertumbuhan.
- Sel hewan
Pertumbuhannya lambat sehingga didapatkan jumlah sel yang sedikit dan tumbuh pada media
pertunbuhan yang selektif.
Sebagai contoh adalah PT Daewong menggunakan sel mamalia untuk produksi protein
terapeutik, yaitu Chinese hamster ovary (CHO). Dipilih sel tersebut alasannya adalah karena
ekspresinya stabil, merupakan sel adherent (tumbuh dengan menempell pada substrat yang
ada di dasar wadah), serum independent, dan tumbuh stabil pada stationary phase.
2. KULTUR SEL
 Media Pertumbuhan Sel
 Media dasar : Sumber nutrisi untuk mendapatkan energi untuk pertumbuhan,
menjaga kesetimbangan asam basa dan osmolaritas
1) Sugar source of energy
2) Amino acid
3) Lipid precussor
4) Vitamin : sebagai kofaktor & koenzim untuk sintesis protein
5) Nucleoside
6) pH buffer
7) Carrier protein
8) Water
2. KULTUR SEL
 Suplemen : Menginduksi pertumbuhan sel dengan menambahkan komponen
yang berperan dalam signaling pathway (building block).
1) Serum
2) Growth factor

EPO disekresikan
oleh sel sehingga
yang diambil Difiltrasi Dipurifikasi
(harvest) adalah
media kultur
3. PURIFIKASI PROTEIN
Dye affinity
Ion exchange
chromatography Absorption
Diafiltrasi chromatography
(menghilangkan chromatography
(mengganti buffer (menghilangkan
media kultur & (menghilangkan
dan pemekatan) protein dengan pl
menangkap protein host cell protein)
tinggi)
yang diinginkan)

Multi mode
API (Active Nanofiltration Diafiltration chromatography
Pharmaceutical (menghilangkan (mengganti buffer (menghilangkan
Ingredients) virus) dan pemekatan) endotoksin dan
host cell prtotein)
QC Test
terhadap EPO 03
QUALITY CONTROL ACTIVE PHARMACEUTICAL
INGREDIENT (ERYTHROPOIETIN)
1. Evaluasi fisik (pH)
Fungsi : Menetapkan atau mengetahui apakah pH sudah sesuai dengan pH tubuh
Prosedur :
1. Disiapkan tabung plastic (Falcon 2054) berisi 1,0 ml buffer dari salah satu
buffer berikut : 0,1 M sodium acetate HCl pH 2.0 atau 4.0; 0,1 M natrium
fosfat pH 6,0 atau 7,0; 0,1 M Tris HCl, pH 8,0 dan 0,1 M glisin NaOH, pH 10
2. Tabung plastic yang sudah berisi buffer ditambahkan 0,1 % tween 20 dan 0,02
% sodium azide 10 µ alikuot EPO dimasukkan ke dalam tabung plastic (Falcon
2054) yang sudah dipreparasi sebelumnya
3. Diinkubasi pada suhu 37C selama 7 hari
4. Larutan diencerkan dengan larutan PBS (Phosphate Buffered Saline) berisi 0,1
% BSA (Bovine Serum Albumin)
5. Diukur pH
(Matsushita et al, 1990)
2. Identitas (peptide mapping)
Fungsi : Memastikan struktur primer protein (urutan asam amino), dapat digunakan dalam
penemuan obat (Creative Proteomic, 2008)
Prosedur :
1. EPO dan sampel uji dihilangkan garam dengan buffer trisasetat pH 8,5 menggunakan 0,5
mL Filter Sentrifugal 10 KDa Amicon ‑ Ultra
2. Protease disgestion dilakukan dengan cara menambahkan 1 mg/ml tripsin
3. Larutan dicampur dan diinkubasi pada suhu 37C selama 18 jam
4. Dihentikan disgestion dengan menyimpan pada suhu -70C Kolom kromatografi fase
balik C4 yang terhubung dengan HPLC (fase gerak gradient A (0,06 % asam
trifluroasetat, TFA) dan gradient B (100 mL 0,6% TFA dalam 900 mL asetonitri))
5. Diamati pada panjang gelombang 214 nm
(Sepahi et al, 2015)
3. Potensi protein (HPLC)
Fungsi : Melihat kualitas protein suatu bahan, karena kualitas protein ditentukan
oleh kadar asam amino yang dikandungnya (Rutherfurd, 2011).
Prosedur :
1. Disiapkan HPLC Reversed Phase (RP)
2. 0,1 % TFA (buffer A) dan 90 % etanol yang berisi 1 M G-HCl (Buffer B).
3. Untuk gel filtration chromatography, 2 kolom. Buffer yang akan digunakan
adalah 6 M G-HCl dalam 0,1 M phosphate pH 7,5 untuk kolom sebelumnya
dan PBS berisi 0,1 % tween untuk kolom terakhir
4. Protein diukur pada absorbansi 278 nm
5. Sediaan akhir dilarutkan dalam 1,0 ml PBS bersisi 0,1 % tween 20
(Matsushita et al, 1990)
4. Potensi biologi (uji aktivitas biologi)
● Fungsi : Untuk menentukan dosis yang akan digunakan saat produksi formulasi
● Prosedur :
1. Disiapkan 8 mencit per kelompok perlakuan
2. Sampel standar dan sampel uji diencerkan hingga konsentrasi yang sesuai dengan larutan garam buffer
fosfat yang mengandung 0,1% serum albumin sapi
3. Dilakukan injeksi sebagai berikut
Single injection
● 10, 30 or 90 IU EPO/0.5 ml per mencit diinjeksikan secara subkutan.
● Sampel darah diambil dari sinus vena orbital masing-masing tikus menggunakan tabung kapiler kaca
dengan antikoagulan yang sesuai
Multiple injection
● Dosis ganda 1, 3 atau 9 IU EPO / 0,2 ml per tikus per hari disuntikkan sc pada hari 1, 2, 3 dan 4 ke
dalam hewan masing-masing
● Darah diambil pada hari ke 5. Semua suntikan dan pengambilan darah dilakukan antara 9 dan 11 pagi.
Retikulosit dihitung dengan sitometri aliran otomatis.
4. Potensi biologi (uji aktivitas biologi)

4. Brilliant cresyl blue


• Sampel darah dikumpulkan ke 5% natrium EDTA.
• Volume yang sama, biasanya 100 µl darah dan 1% BCB dicampur dan diinkubasi pada 37
° C dalam penangas air selama 7 menit.
• Apusan sampel darah disiapkan pada kaca slide dengan 8 µl pengenceran.
• Retikulosit dihitung di bawah mikroskop (pada pembesaran 1.000X) di sepuluh area noda,
sesuai dengan sekitar 1.000 sel darah merah.
• Hasilnya dilaporkan sebagai persen dari total sel darah merah.
4. Potensi biologi (uji aktivitas biologi)
5. Selective red blood cell hemolysis
• Sampel darah dikumpulkan dengan menggunakan tabung kapiler kaca heparinized langsung ke tabung
uji yang berisi 3 µl natrium heparin (0,6 IU / ml).
• 40 µl campuran dipindahkan ke seri lain dari tabung berlabel yang mengandung 40 µl 0,9% natrium
klorida lalu ditambahkan 70 µl larutan 1% metilen biru.
• Campuran diinkubasi dalam water bath pada suhu 37ºC selama 70 menit. Dengan kondisi tersebut,
retikulosit yang mengandung basofil protoplasma memfiksasi biru metilen dan warna dapat dilihat
pada filamen (retikulosit imatur) atau butiran (retikulosit matang).
• 40 µl larutan hemolisis ditambahkan dan dibiarkan pada suhu kamar selama 7 menit untuk
menginduksi hemolisis. Kemudian, 40 µl campuran hemolisis dipindahkan ke tabung uji yang berisi 2
ml larutan natrium klorida 0,9%.
• 8 µl dari suspensi eritrosit dipindahkan ke ruang Neubauer dan retikulosit dihitung di bawah
mikroskop (pembesaran 400X) dan dilaporkan sebagai angka absolut.

6. Automated fluorescence flow cytometry


• Sampel darah dikumpulkan ke 5% natrium EDTA dengan tabung kapiler kaca
• Sampel 130 µl diambil ke dalam penghitung retikulosit otomatis (ABX Diagnostics). Dalam metode
ini, maksimal 32.000 sel darah merah dianalisis. Hasil dapat dilaporkan sebagai jumlah absolut
retikulosit dan / atau persen, yang terakhir digunakan dalam percobaan ini.
(Ramos et al, 2003)
5. Kemurnian (SDS-PAGE)
Fungsi : Untuk mengetahui kemurnian EPO
Prosedur :
1. Disiapkan SDS PAGE dengan menggunakan gel poliakrilamida 12%
2. Protein disiapkan dalam bentuk tidak tereduksi (utuh) dan tereduksi.
3. Untuk preparasi sampel protein yang tidak tereduksi, buffer sampel (10% dari total volume
sampel) ditambahkan ke sampel protein dan kemudian vortex selama 2 menit
4. Untuk persiapan sampel protein yang tereduksi, buffer sampel yang dikurangi atau dikurangi
(5% βmercaptoethanol dalam buffer sampel) ditambahkan ke sampel protein (10% dari total
volume sampel)
5. Campuran divortex dan direbus pada 100C selama 5 menit
6. Elektroforesis dilakukan dengan alat elektroforesis slab gel vertikal (Bio Rad Mini gel protean)
pada tegangan konstan 100 volt pada saat sampel berada dalam stacking gel
7. Ketika bagian depan pewarna mencapai gel pelarut, tegangan dinaikkan menjadi 200 volt.
8. Proses dihentikan saat bagian depan pewarna berjarak 2 hingga 3 mm dari tepi bawah gel.
9. Gel kemudian diwarnai perak menggunakan kit pewarnaan perak komersial.
(Sinha et al, 2017)
6. Endotoksin
Fungsi : Untuk mendeteksi atau mengkuantitasi endotoksin dari bakteri yang mungkin terdapat dalam
sampel yang diuji dengan menggunakan reagen yang berasal dari amoebocyte lysate dari kepiting tapal
kuda.
Prosedur :
Metode gel Cloth
 Uji Konfirmasi Kepekaan Pereaksi LAL
• Lakukan konfirmasi kepekaan pereaksi yang tertera pada etiket menggunakan tidak kurang dan 1
vial untuk setiap lot pereaksi LAL.
• Buat pengenceran seri kelipatan 2 dan BPE dalam Air Pereaksi LAL hingga konsentrasi 2 λ; λ; 0,5
λ; dan 0,25 λ ( λ adalah kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket (UE/mL).
• Lakukan uji pada 4 konsentrasi larutan baku, dalam 4 replikasi termasuk kontrol negatif.
• Uji konfirmasi kepekaan lysate dilakukan bila menggunakan pereaksi LAL bets baru atau bila ada
perubahan dalam kondisi uji yang dapat mempengaruhi hasil uji.
• Campur pereaksi LAL dengan larutan baku dan masing-masing konsentrasi dalam tabung uji
dengan volume yang sama (0,1 ml).
• Inkubasi campuran reaksi dalam waktu yang tetap sesuai dengan petunjuk produsen pereaksi LAL
(biasanya 37°±1°, selama 60±2 menit), hindari getaran.
6. Endotoksin
• Untuk menguji integnitas gel, ambil setiap tabung langsung di inikubator dan balikkan 180 O
secara perlahan-lahan.
• Jika telah terbentuk gel yang kuat, yang tetap di tempatnya walaupun telah dibalik, catat
sebagai hasil positif. Jika gel tidak terbentuk atau gel yang terbentuk jatuh ketika dibalik, maka
hasil dinyatakan negatif. Uji dinyatakan absah, jika larutan baku konsentrasi terendah
memberikan hasil negatif pada semua replikasi uji.
• Titik akhir adalah konsentrasi terendah yang masih memberikan hasil positif dari satu
pengenceran seri.
• Hitung nilai rata-rata dari logaritma konsentrasi titik akhir, e, dan hitung antilogaritma dari nilai
rata-rata.
• Rata-rata geometnik konsentrasi titik akhir = antilog (Σelf)
• Σe adalah jumlah logaritma konsentrasi titik akhir dari pengenceran seri yang digunakan dan f
adalah jumlah replikasi. Rata-rata geometri konsentrasi titik akhir adalah hasil pengukuran
kepekaan pereaksi LAL (UE/ml)
• Jika hasil pengukuran kepekaan tidak kurang dari 0,5 λ dan tidak lebih dari 2 λ, maka kepekaan
yang tercantum di etiket sesuai dan dapat digunakan dalam pelaksanaan pengujian dengan
lysate.
6. Endotoksin
 Uji batas jendal gel
Siapkan larutan A, B, C, dan D seperti tertera pada tabel 2.

Lakukan pengujian larutan seperti uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL pada uji persiapan
cara jedal gel
6. Endotoksin
 Penetapan kadar endotoksin bakteri
Penetapan kadar ini menghitung jumlah endotksin bakteri dalam larutan sampel
dengan cara titrasi hingga titik akhir
Siapkan larutan A, B, C, dan D seperti tertera pada tabel 3.

Lakukan pengujian larutan seperti uji konfirmasi kepekaan pereaksi LAL pada uji persiapan
cara jedal gel
(FI V, Hal 1408)
7. Sterilitas
Fungsi : Berfungsi untuk menentukan apakah produk steril dari kontaminasi bakteri atau tidak
Prosedur :

1. Larutkan semua bahan padat dalam air murni, hangatkan hingga larut
2. Dinginkan lerutan hingga suhu ruangan dan jika perlu atur pH larutan sampai 7,3 ± 0,2 setelah sterilisasi
dengan penambahan NaOH 1N
3. Jika diperlukan saring hingga jernih , kemudian dibagikan dalam wadah dan dilakukan sterilisasi dengan
metode yang sudah di vaidasi
4. Simpan pada suhu antara 2˚ dan 25˚ dalam wadah steril dan tertutup baik, kecuali jika segera digunakan
5. Media tidak boleh digunakan lebih lama dari waktu penyimpanan yang telah tervalidasi. Diinkubasi pada 22,5
± 2,5˚
6. Dinyatakan steril jika tidak ada pertumbuhan mikroba dalam 14 hari inkubasi
(FI V, hal 1359)
8. Mycoplasma test
Fungsi : Untuk mengetahui keberadaan dari mycoplasma yang biasa menginfeksi dalam kultur sel
Prosedur :
1. Inokulasi 2 agar plate dengan 0,2 ml sampel uji.
2. Inokulasi 2 agar plate 100 cfu dari setiap organisme kontrol.
3. Biarkan 2 plate tidak diinokulasi sebagai kontrol negatif.
4. Masukkan 1 kaldu dengan 10 ml sampel uji.
5. Inokulasi kaldu dengan 100 cfu dari setiap organisme kontrol.
6. Biarkan 1 kaldu tidak diinokulasi sebagai kontrol negatif.
7. Inkubasi piring agar secara anaerob selama 14 hari pada suhu 36 ° C.
8. Inkubasi kaldu secara aerob selama 14 hari pada suhu 36 ° C.
9. Antara hari ke-3 - 7 dan 10 - 14 inkubasi, subkultur 0,1 ml kaldu uji ke dalam cawan agar dan
cawan inkubasi secara anaerob seperti di atas.
10. Amati piring agar setelah 14 hari inkubasi pada perbesaran x4 menggunakan mikroskop terbalik
untuk melihat keberadaan koloni mikoplasma
11. Semua plate dan kaldu agar kontrol positif menunjukkan bukti mikoplasma dengan pembentukan
koloni yang khas pada piring agar dan biasanya perubahan warna dalam kaldu. Semua plate dan
kaldu agar kontrol negatif tidak menunjukkan bukti adanya mikoplasma. (SigmaAldrich, 2018)
9. Perhitungan jumlah protein
Fungsi : Untuk meghitung jumlah protein apakah sudah sesuai dengan yang
dibutuhkan
Prosedur :
1. Protokol standar dapat dilakukan dalam tiga format berbeda, 5 ml dan 1 ml
kuvet assay, dan 250 µl microplate assay. Kisaran linier dari tes ini untuk BSA
adalah 125–1,000 µg / ml, sedangkan dengan gammaglobulin rentang liniernya
adalah 125–1,500 µg / ml.
2. Disiapkan reagen pewarna dari penyimpanan 4 ° C dan biarkan hangat hingga
suhu kamar. Balikkan reagen pewarna 1x beberapa kali sebelum digunakan.
3. Pengenceran protein dengan menggunakan buffer. Larutan protein biasanya
diuji dalam rangkap dua atau rangkap tiga. Untuk kenyamanan, set standar
BSA atau gamma-globulin dapat digunakan, tetapi sampel kosong (0 µg / ml)
harus dibuat dengan menggunakan reagen air dan pewarna.
9. Perhitungan jumlah protein
4. Pipet setiap larutan sampel standar dan sampel tidak diketahui ke dalam tabung reaksi
bersih yang terpisah atau sumur pelat mikro (uji 1 ml dapat dilakukan dalam kuvet sekali
pakai). Tambahkan reagen pewarna 1x ke setiap tabung dan vortex. Untuk pelat mikro,
campur sampel menggunakan mixer pelat mikro.

5. Inkubasi pada suhu kamar selama minimal 5 menit. Sampel tidak boleh diinkubasi lebih
dari 1 jam pada suhu kamar.
6. Setel spektrofotometer ke 595 nm. Nol kan instrumen dengan sampel kosong. Ukur
absorbansi standar dan sampel yang tidak diketahui.
(Bio-Rad, 2000)
Formulasi
Produk 04
FORMULASI EPOETIN ALFA (rch)
Material Konsentrasi Fungsi
Epoetin alfa (rch) 2000 IU Zat aktif
Glycine 5 mg/mL
Stabilizer
Polisorbat 80 0,30 mg/mL
Natrium klorida 1,7 – 5,8 mg Tonicity agent
Sodium phosphate 0,35 – 1,16 mg
monobasic dihydrate
Sodium phosphate dibasic 0,67 – 2,22 mg Buffering agent
dihydrate
Natrium sitrat Kurang dari 5 mmol
WFI Ad 0,5 mL Pelarut
Referensi: Janssen-Cilag Pty New Zealand, 2014
PERHITUNGAN

  Epoetin alfa (rch) = 2000 IU x 100 (1 batch) = 200.000 IU

 Glisin = = =
 Polisorbat 80 = = =
 Natrium klorida = =
 Sodium phosphate monobasic dehydrate = =
 Sodium phosphate dibasic dehydrate = =
PENIMBANGAN
Material Jumlah per Jumlah yang Jumlah per Batch
Kemasan (0,5 mL) ditimbang (50 mL) (50 mL)
Epoetin alfa (rch) 2000 IU 200.000 IU 200.000 IU
Glycine 2,5 mg 250 mg 250 mg
Polisorbat 80 0,15 mg 15 mg 15 mg
Natrium klorida 3 mg 300 mg 300 mg
Sodium phosphate 0,8 mg 80 mg 80 mg
monobasic
dihydrate
Sodium phosphate 1,5 mg 150 mg 150 mg
dibasic dihydrate
Natrium sitrat q.s q.s q.S
WFI ad 0,5 ml ad 50 ml ad 50 ml
Rasionalisasi Formula
1. Epoetin alfa adalah erithropoietin rekombinan (EPO) yang digunakan sebagai bahan aktif.
Erithropoietin adalah hormone glikoprotein yang mengandung 165 asam amino dan berat
molekul 26 – 30 kDa dengan glikolasi. Sediaan epoetin alfa dalam bentuk cairan injeksi
yang steril, jernih dan tidak berwarna untuk injeksi intravena atau subkutan,
2. Glycine dan Polisorbat 80 digunakan penstabilisasi pada sediaan
3. NaCl digunakan dengan tujuan utama untuk menghasilkan larutan isotonic
4. Sodium phosphate monobasic dihydrate digunakan dengan tujuan utama untuk Buffering
agent
5. Natrium sitrat digunakan untuk Buffering agent
6. WFI digunakan sebagai pelarut
KEMASAN Kemasan primer : prefilled syringe
Kemasan sekunder : kertas ivory
Primer Kertas ivory umumnya digunakan untuk
Sekunder
produk-produk yang menginginkan kesan
bersih dan istimewa. Biasa dipilih untuk
produk-produk kosmetik atau kemasan dus
obat-obatan. Kertas ivory memiliki dua sisi
berwarna putih dengan dua tekstur berbeda
(satu sisi bertekstur halus, sedang tekstur
lainnya terasa kesat seperti HVS) dan kertas
ivory sifatnya kokoh. Jadi untuk produk
yang memiliki berat yang lebih, jenis kertas
ini masih layak digunakan. Untuk proses
finishingnya, produsen bisa memberikan
kesan Glossy, Doff, bahkan bisa di emboss
(kesan timbul pada kemasan).
05
QC Test
terhadap
Produk Jadi
1. Uji Endotoksin
Endotoksin merupakan Lipopolysaccharides (LPS) yang terkait dengan membrane luar
dari bakteri gram negative tertentu yang merupakan molekul yang stabil terhadap panas. Saat sel
bakteri tumbuh secara aktif, komponen LPS yang esensial dilepaskan dari dinding sel ke
lingkungan sekitarnya. Kontaminasi endotoksin sangat berbahaya dan dapat memicu shock
endotoksik, peradangan atau epilepsy pada hewan dan kultur jaringan.
Uji bacterial endotoxin (BET) digunakan untuk mendeteksi atau menghitung endotoksin
dari bakteri gram negative dengan menggunakan reagen yang berasal dari amobocyte lysate dari
kepiting tapal kuda (Limulus polyphemus atau Tachypleus tridentatus).
3 metode yang dapat dilakukan pada Uji Endotoxin yaitu :
1. Uji Endotoksin
A. Clot Gel Test
Teknik gel cloth memungkinkan deteksi atau kuantifikasi endotoksin berdasarkan reaksi Clothing lysat dengan adanya
endotoksin saat bereaksi dengan β glucan. Enzim proclotting akan teraktivasi oleh endotoksin dan kalsium untuk membentuk
enzim pembeku (clotting enzyme) yang akan memotong prokoagulan menjadi subunit polipeptida (koagulogen). Sub unit
tersebut akan bergabung membentuk ikatan disulfida membentuk gel beku. Jika diperlukan, bisa dilakukan metode
spektrofotometri untuk mengukur jumlah protein yang tergumpalkan pada lisat tersebut yang mana bisa terdeteksi hingga 10
pg/mL LPS (Des Roza, 2017).
Prosedur :
1. Disiapkan 3 tabung dengan rincian :
a. Tabung 1 (larutan standar endotoxin)
b. Tabung 2 (reagen LAL)
c. Tabung 3 (sampel)
2. Ditambahkan100 μl lysate (LAL)
3. Diinkubasi 37°C selama1 jam
4. Tabung dibalik perlahan yaitu 180°C untuk melihat clot gel yang terbentuk

Interpretasi Hasil : Sediaan dinyatakan mengandung endotoksin jika terbentuk gel meskipun tabung dibalik 180°C
B. Turbidimetri Method
1. Uji Endotoksin
Turbidimetri yaitu mengukur keberadaan partikel padat dalam larutan homogen (kekeruhan). Prosedur umum
melibatkan pengukuran panjang gelombang cahaya yang melewati larutan menggunakan metode spektrofotometri
yang menunjukkan konsentrasi zat dan zat yang ada dalam larutan yang menyebabkan kekeruhan. Dalam uji LAL
turbidimetri, pereaksi LAL ditambahkan ke sampel uji untuk membuat larutan. Jika terdapat endotoksin dalam
sampel, maka reaksi pembekuan reagen LAL menghasilkan massa padat (yaitu bekuan atau gel) dalam larutan.
Derajat kekeruhan yang dihasilkan selanjutnya diukur untuk menentukan keberadaan dan jumlah endotoksin (Pharma
and Biotech, 2020).
c. Chromogenic Method
Teknik ini digunakan untuk mengukur kromofor yang dilepaskan dari peptida kromogenik yang sesuai dengan
reaksi endotoksin dengan lysat. Prinsip metodologi utama dari uji kromogenik adalah mengungkapkan keberadaan
analit dalam sampel uji melalui perubahan warna yang diinduksi secara kimiawi. Warna yang dihasilkan kemudian
diukur menggunakan metode spektrofotometri untuk mengetahui konsentrasi analit dalam sampel.
1. Uji Endotoksin
Metode ini membentuk dasar uji LAL kromogenik. Reagen LAL dicampur dengan
reagen kromogenik (peptida yang terhubung ke p-nitroaniline, pewarna kuning) untuk
menghasilkan substrat kromogenik sintetis. Kemudian ditambahkan ke sampel uji untuk
membuat solusi uji yang kemudian diinkubasi.
Jika endotoksin ada dalam sampel, reaksi enzimatik selanjutnya dari pereaksi LAL
memutuskan ikatan peptida yang terhubung ke molekul p-nitroaniline dan melepaskan warna
kuning ke dalam larutan. Semakin banyak endotoksin, semakin kuning larutannya.
Hal tersebut dapat dihitung dengan menggunakan spektrofotometer atau pembaca plat
absorbansi untuk mengungkapkan konsentrasi endotoksin spesifik. Sifat kromogenik assay
menjadikannya pilihan yang paling tepat untuk menguji parenteral volume kecil, vaksin,
antibiotik dan biologi. Selain itu, juga cocok untuk menguji produk penghambat, yang dapat
mengganggu mekanisme pembekuan dalam uji LAL turbidimetri dan gel-clot (Pharma and
Biotech, 2020).
2. Uji Identifikasi
 Uji identifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa produk yang dibuat adalah benar dan sesuai
dengan kriteria di monograf. Uji identifikasi yang dilakukan pada EPO DS ini beberapa
diantaranya adalah :

 Polyacrylamide Gel Electrophoresis


Disebut juga SDS-PAGE identifikasi berdasarkan ukuran molekul. Disebut juga SDS-PAGE (Sodium
Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis). SDS gel merupakan suatu teknik pemisahan
protein berdasarkan molekular weight dengan adanya bantuan arus listrik. SDS gel merupakan suatu
matriks gel dari rantai 12 karbon yang memiliki ekor hidrofobik dan juga gugus yang mengandung
sulfat bermuatan negative. Protein dengan ukuran besar akan bermigrasi lebih lambat melalui matriks
gel sedangkan protein dengan berat molekul lebih kecil akan bermigrasi lebih cepat melalui matriks
gel. Bagian hidrofobik dari SDS berikatan dengan bagian hidrofobik protein (unfold protein). Agar
protein dapat membuka sempurna ikatan sulfida harus diputuskan biasanya dengan menambahkan
reducing agent seperti DDT (Dithiothreitol) dan BME (Beta mercaptoethanol).
(PT. DAEWOONG INFION,2020)
 Western blotting
2. Uji Identifikasi
Identifikasi secara imunologi dan juga ukuran molekul. Western Blot merupakan salah satu teknik yang
penting dalam sel dan biologi molekuler. Dengan menggunakan Western Blot kita dapat mengidentifikasi
protein dari suatu campuran protein yang kompleks yang diekstraksi dari sel. Prinsip dasar dalam Western
Blot adalah sebagai berikut : pemisahan berdasarkan ukuran ; transfer ke suatu media padat ; penandaan
target protein dengan antibodi primer dan sekunder agar dapat divisualisasi. (PT. DAEWOONG
INFION,2020)

 Capilary Zone Electrophoresis


Identifikasi dengan pemeriksaan isomer EPO. Glikolisasi pattern. EPO adalah salah satu glikoprotein
rekombinan terapeutik pertama yang dikomersialkan untuk pengobatan anemia. EPO diketahui memiliki
pola glikosilasi N dan O yang kompleks Hal ini dikarenakan terdapat banyak isoform protein yang berperan
penting dalam bioavailabilitas aktivitas potensi dan stabilitas EPO. Elektroforesis pemisahan akibat adanya
perbedaan kecepatan migrasi ion akibat adanya perbedaan ketertarikan pada medan listrik. Bagian dalam
pipa kapiler yang digunakan dalam CZE dilapisi oleh gugus silanol (SiOH) yang telah di deprotonasi
menjadi SiO- pada pH > 2. Gugus SiO- menarik kation ke arah ke dinding ke arah dinding kapiler.
Distribusi muatan pada permukaan dapat dideskripsikan dengan model double layer sebagai hasil dari Zeta
potensial. Zeta potensial merupakan parameter muatan listrik antara partikel koloid semakin tinggi beta
potensial maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi. (PT. DAEWOONG INFION,2020)
2. Uji Identifikasi
 Peptide mapping
Identifikasi dari fragmen-fragmen peptide. Peptide mapping merupakan suatu tes komparatif karena
dalam prosedurnya menggunakan referensi sebagai pembanding. Dalam pelaksanaannya sampel dan
standar mendapat perlakuan yang sama untuk didapatkan struktur primer protein. Preparasi sampel
dan standar digunakan suatu proses pemanasan kimia dan juga Reaksi enzimatis untuk memecah
protein menjadi fragmen peptide. (PT. DAEWOONG INFION,2020).

 N-terminal sequencing
Identifikasi urutan asam amino terminal. Dalam investigasi struktur protein informasi penting dapat
diperoleh dengan melakukan hidrolisis dan analisis asam amino yang telah dibebaskan. Dengan
prosedur ini dimungkinkan untuk mengetahui asam amino tertentu yang ada pada protein tertentu.
Aktivitas biologis suatu protein ditentukan oleh urutan amino asam dalam rantai polipeptida dan
folding dari rantai asam amino ini salah satu metode identifikasi folding pada struktur protein adalah
dengan menganalisa urutan sequence pada N terminal. Menggunakan degradation method metode ini
ditemukan oleh Pehr Edman dapat melabeli dan memutus oksida dari N Terminal tanpa mengganggu
ikatan peptida antara residu asam amino lainnya. Analisa dilakukan dengan menggunakan LC-MS.
(PT. DAEWOONG INFION,2020)
3. Uji Kemurnian

 Uji kemurnian bertujuan untuk mengetahui jumlah pengotor atau impurities


yang mungkin terjadi selama proses berlangsung. Uji kemurnian yang
dilakukan pada EPO DS ini beberapa diantaranya adalah :
1. Dimers and Relative Substance of Higher Molecular Mass
2. Host Cell Derivate Protein (HCP)
3. Host Cell Derivate DNA (HCD)

(PT. DAEWOONG INFION,2020)


3. Uji Kemurnian
 Dimers and Relative Substance of Higher Molecular Mass
Protein Dimer adalah kompleks makromolekul yang dibentuk oleh dua monomer protein,
atau protein tunggal, yang, biasanya terikat secara non-kovalen. Banyak makromolekul,
seperti protein atau asam nukleat, membentuk dimer. Dimer Protein adalah jenis struktur
kuarterner protein. Untuk melindungi produk dari agregrasi sangat penting untuk
memahami mekanisme dimerisasi. Dilakukan untuk menguji kemurniaan suatu produk,
menggunakan metode Size Exclusion Chromatography atau pemisahan berdasarkan
ukuran molekul suatu senyawa. Dimer EPO memiliki molekular weight lebih besar
daripada monomernya. Molekul yang lebih besar akan keluar atau tereluasi terlebih
dahulu pada kromatogram. Pengujian dilakukan dengan membandingkan sampel EPO
dengan standart EPO yang sudah berisi dimer dan monomernya. Jika terdapat Puncak
sebelum puncak utama maka bisa jadi puncak tersebut merupakan puncak dimer,
umumnya 0,9 dari rt puncak utama.

(PT. DAEWOONG INFION,2020)


3. Uji Kemurnian
 Host Cell Derivate Protein (HCP)
HCPs adalah Pengotor yang terkait dengan proses yang diturunkan dari sel organisme
inang yang digunakan untuk produksi produk obat dengan teknologi DNA rekombinan
e.g. : bakteria mamalia sel tumbuhan.
Metode Analisa : Menggunakan ELISA -> ELISA Sandwich yaitu menggunakan 2
Antibodi
HCP Assay :
1. Melapisi Lapisan Antibodi (antibodi 1) yang dimurnikan ke protein sel inang ke dalam
lempeng mikro
2. Ditambahkan produk protein dan standar HCP
3. Ditambahkan konjugasi antibodi (antibodi 2)
4. Ditambah substrat yang sesuai -> akan terbentuk warna
5. Analisa dengan plate reader

(PT. DAEWOONG INFION,2020).


3. Uji Kemurnian

 Host Cell Derivate DNA (HCD)


Produk biofarmasi diproduksi dengan menggunakan sel mikroba atau sel hewan yang
ditanam di media Komplek. Hasil produksi tersebut mengandung sejumlah molekul
biologis yang berasal dari sel ekspresi inang yang hadir sebagai pengotor. Kotoran ini
dapat hadir sebagai HCD diantara bahan lainnya dapat ikut terpurifikasi dengan bahan
obat selama pemurnian produk. Diketahui bahwa molekul biologis tertentu yang
diturunkan dari sel inang mungkin memiliki aktivitas toksik. Oleh karena itu removal dari
HCD perlu dilakukan untuk mencegah potensi efek samping.

(PT. DAEWOONG INFION,2020)


4. Uji Assay

Bioassay untuk mengetahui respon biologis suatu obat. Untuk menentukan


potensi dari suatu rekombinan perlu dilakukan bioassay sehingga respon biologis
dapat diukur. Bioassay terdiri terdapat berbagai macam diantaranya :
1. In vivo bioassay
2. In vitro bioassay
3. Immunological assay

(PT. DAEWOONG INFION,2020).


 In Vivo bioassay
4. Uji Assay
In Vivo bioassay dilakukan berdasarkan pengukuran Fe pada eritrosit sel yang berkembang
setelah injeksi EPO pada polychitaemic rodent. Pengujian dengan metode ini time consuming,
relatively insensitive, expensive namun menunjukkan relasi yang kuat dengan aktivitas
biologis.
Prosedur :
1. Prepasasi sampel dan standar
2. Injeksi pada mencit secara subkutan
3. Inkubasi selama 4 hari dalam Individual Ventilated Cage
4. Dilakukan pengambilan darah secara intraperitonial
5. Darah diuji dengan alat flowcytometer
6. Analisis hasil uji statistik parallel line
(PT. DAEWOONG INFION,2020).
 In Vitro Bioassay
Menggunakan sel -> Lebih sensitif dibandingkan in Vivo Bioassay, lebih cepat dan lebih
murah tetapi memiliki kekurangan karena rentan terhadap efek asing atau matriks yang dapat
mengakibatkan non paralelisme pada kurva respon standar dan sampel
(PT. DAEWOONG INFION,2020).
4. Uji Assay
 Immunological Assay
Immunological Assay sensitive dan quantitative : gabungan EPO manusia rekombinan (rhEPO) dan
antibodi monoklonal baru-baru ini mengarah pada perkembangan Enzyme-linked Immunosorbent
Assay (ELISA) Berdasarkan sistem Kompleks anti-EPO dan anti alkali fosfat atau alkali fosfat
tetrameric yang telah dibentuk sebelumnya.
Prosedur :
1. Anti-EPO dilapisi ke mikrotiter ELISA 96-well plate
2. EPO smpel atau standart ditambahkan dan dibiarkan berikatan dengan Anti-EPO
3. Penambahan antibody yang telah dibiotinilasi
4. Anti biotin terkonjugasi dan bentuk suatu kompleks yang akan bereaksi dengan perubahan warna
pada penambahan TMB substrat (berwarna biru)
5. Penambahan asam untuk menghentikan reaksi (warna biru berubah kuning)
6. Reaksi dibaca pada 405 nm

(PT. DAEWOONG INFION,2020).


5. Uji Kemasan
Kemasan yang digunakan adalah Ampoule karena produk ini berupa cairan
injeksi

Kemasan Cara Sterilisasi Waktu


(ukuran/volum) Sterilisasi
Ampul 2 ml Mulut ampul ditutup dengan kertas 1 jam
aluminium foil kemudian di oven pada suhu
170°C

(Elsima, dan Sesilia, 2016)


6. Uji Kebocoran
Parameter Spesifikasi/Syarat Prosedur Evaluasi
Uji Kebocoran Keutuhan kemasan Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran
(Goeswin Agoes, untuk menjaga tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan
Larutan Parenteral, sterilitas dan volume dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika
191-192) serta kestabilan ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan
sediaan. masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan
di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah
akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi
terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas
kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka
kertas saring atau kapas akan basah. (Goeswin Agoes,
Larutan Parenteral, 191-192)
 
DAFTAR PUSTAKA
Des roza, 2017. Peningkatan Imunitas Benih Ikan Kerapu dengan LPS. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
Vol. 9, No. 1:161-172.
Gascón, Pere., Krendyukov, Andriy., Mathieson, Nicola., Aapro, Matti. 2019. Epoetin alfa for the treatment of
myelodysplastic syndrome-related anemia: A review of clinical data, clinical guidelines, and treatment
protocols. Leukimia Research. Vol 81:35-42.
Pharma and Biotech, 2020. Turbidimetric LAL Assay (Online)
https://bioscience.lonza.com/lonza_bs/ID/en/turbidimetriclalassay#:~:text=In%20turbidimetric%0LAL
%20tests%2C%20the,or%20gel)%20in%20the%20solution. Diakses 04 November 2020. Pukul 14.54.
Pharma and Biotech, 2020. Chromogenic LAL Assay (Online)
https://bioscience.lonza.com/lonza_bs/CH/en/chromogenic-lal-assay. Diakses 04 November 2020. Pukul 15.03.
PT. Daewoong Infion. 2020. Erythropoietin and Quality. Kuliah Tamu Biologi Molekuler oleh Yuanita Kumala
Dewi, S.Far., M.M.T., QC Manager PT. Daewoong Infion. 9 Oktober 2020.
Patel, Saumil and Patel, Jayesh. 2020. Epoetin Alfa. StatPearls Publishing
PT. Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia. 2020. Epodion. Tersedia pada:
https://daewoong.co.id/product/epodion/#:~:text=EPODION%20adalah%20rekombinan
%20erythropoietin%20alfa,26%2D30%20kDa%20dengan%20glikosilasi. Diakses pada tanggal 2
Desember 2020
Weiss, M. J., 2003. New Insights Into Erythropoietin and Epoetin Alfa: Mechanisms of Action, Target Tissues,
and Clinical Applications. The Oncologist. Vol 8(3):18-29
THANKS!
ANY QUESTION?
PERTANYAAN

1. Amanda Aghil Pramesti


Pertanyaan : kalo misal pH tidak memenuhi, apa yg harus dilakukan ?
Jawaban : menambah volume buffering agent

Anda mungkin juga menyukai