Anda di halaman 1dari 133

PEMICU 2

Setengah Tubuh Tidak Bekerja Normal


KELOMPOK 03
BLOK SARAF DAN KEJIWAAN
Selasa, 09 Februari 2021
Identitas Kelompok 03
Tutor : dr. Zita Atzmardina, MM., MKM.
Ketua : Indah Purnama Sari (405170132)  Kel. 04
Sekretaris : Michelle Ruth Natalie (405180019)

Anggota:
1. Wahyu Eka Shaputri (405170197)
2. Fatimah Aufatunnisa (405180039)
3. Amelci Krezentia (405180064)
4. Bay Hepi Kosasih (405180096)
5. Yemima Graciela Munawar (405180106)
6. Alpin Maulana Akbar (405180196)
7. Diajeng Ayuningtami (405180199)
Mata Kuliah Penunjang Modul
 Anatomi
 Histologi
 Fisiologi
 Neurologi
 Neurofarmakologi
  Setengah Tubuh Tidak Bekerja Normal
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan utama sakit kepala hebat sekali disertai
rasa kaku pada leher, serta mual muntah sejak 4 jam yang lalu. Muntah dikatakan menyembur. Keluhan nyeri
kepala sebelumnya diakui oleh pasien tetapi belakangan ini dikatakan semakin sering muncul. Dari riwayat
penyakit dahulu: 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benturan di kepalanya, saat itu pasien sempat
pingsan < 10 menit, tetapi saat bangun pasien sempat tampak bingung dan mengatakan lupa kejadian sesaat
sebelum benturan. Riwayat keluarga: keluhan serupa pernah dialami oleh ayah pasien yang memiliki tekanan
darah tinggi serta gula darah yang tidak terkontrol; dan baru saja meninggal 1 bulan yang lalu.
Pemeriksaan fisik saat di UGD: kesadaran somnolen, tekanan darah 190/120 mmHg, denyut nadi 96x/menit,
frekuensi napas 18x/menit, suhu 37,8C. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kaku kuduk (+), Laseque >700
dan Kerniq >135.
Dalam perawatan pada hari ketiga, pasien mengeluhkan kelemahan pada tubuh sisi kirinya. Pemeriksaan fisik:
tekanan darah 190/100 mmHg, denyut nadi 96x/menit, frekuensi napas 18x/menit, suhu 37,2C. Jantung dan paru
dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan neurologi: kesadaran somnolen, motorik
ekstremitas atas 5555/4444, ekstremitas bawah 5555/4444. Refleks Babinski grup -/+, kaku kuduk (+), Laseque
>70 dan Kerniq >135.
Apakah yang dapat Anda pelajari dari kasus tersebut?
Apakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut?
Mind Map
Learning Issues
1. MM Anatomi SSP
2. MM Histologi SSP
3. MM Fisiologi Kerja Otak (Lobus & Memori)
4. MM Fisiologi Medulla Spinalis
5. MM Kelainan UMN (definisi, etiologi, patofisiologi, tanda & gejala, PF, PP, tatalaksana farmakologis &
nonfarmakologis, KIE, komplikasi, prognosis, gejala sisa):
a) Ensefalopati hipertensi
b) Stroke (hemoragik & ischemic)
c) Infark serebri
d) Tumor primer & sekunder (benda asing)
e) Amnesia pascatrauma
f) TIA
g) Hematom subdural
h) Hematom epidural
i) Hematom intraserebral
j) Pendarahan subarachnoid (SAH)
k) Trauma medulla spinalis
LI 1: Anatomi SSP
Sistem Saraf Pusat
Lobus Cerebrum

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Cerebrum

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Moore. Clinically Oriented Anatomy.7th Ed.
http://www.keywordsuggests.com/ODPegeGkttJYseC6pFrajmodaagl2UQSDMEtTIv%7C07k/
Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
A. cerebri media
A. cerebri anterior
A. cerebri posterior
Perdarahan Otak

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Cairan Cerebrospinalis
SEKREZI CAIRAN SEREBROSPINAL :
• Cairan serebrospinal (CSF) disekresi (pada kecepatan 400-500 mL / hari) terutama oleh sel epitel koroid (sel ependymal
yang dimodifikasi) dari pleksus koroid di ventrikel lateral, ke-3, dan ke-4
• Pleksus koroid terdiri dari pinggiran pia mater vaskular (tela choroidea) yang dilapisi oleh sel epitel kuboid. Mereka
berada di atap ventrikel ke-3 dan ke-4 serta di lantai tubuh dan tanduk inferior ventrikel lateral.
• Sirkulasi Cairan Serebrospinal :

Moore. Clinically Oriented Anatomy. 7th Ed.


Atlas of neuroanatomy and neurophysyology
Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Tractus
Pyramidalis

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Nervus Cranialis
Nervus Asal Fungsi
I. Olfactory Serat saraf dari epitel olfaktori nasal & Sensori, menghantar impuls bau
membentuk sinaps dengan bulbus olfaktori
yang menghantar impuls ke lobus temporal

II. Optic Serat saraf dari retina mata membentuk Sensori, menghantar impuls visual
nervus optic, yang melewati os sphenoidal;
kedua n. optik membentuk optic chiasma dan
berakhir di occipital cortex

III. Oculomotor Serat saraf dari midbrain, keluar dari Mengandung serat motorik inferior oblique,
tengkorak & menuju mata superior, inferior, dan medial dari M. rectus
extraocular yang mngatur pergerakan bola
mata; otot polos iris & badan ciliaris; dan
proprioception ke kepala dari otot ekstraocular

IV. Trochlear Serat saraf dari midbrain posterior & Proprioceeptor & serat motorik dari otot
menuju ke mata superior oblique mata (otot ekstraocular
Nervus Asal Fungsi
V. Trigeminal Serat saraf dari pons & Motor & sonsori pada wajah; mengkonduksi
membentuk 3 divisi dan menuju impuls sensori dari mulut, hidung,
wajah & duramater kranial permukaan mata, dan duramater; juga
mengandung serat motorik yang
menstimulasi otot mengunyah

VI. Abducens Serat saraf dari pons inferior & Mengandung serat motorik untuk M. rectur
menuju ke mata lateralis & serat proprioceptor dari muskulus
tersebut ke otak
VII. Facial Serat saraf dari pons menuju os (1)Suplai serat motorik ke otot ekspresi
temporalis & ke wajah wajah & kelenjar lacrimal & saliva
(2)Membawa serat sensori dari taste bud
lidah anterior

VIII. Vestibulo- Serat saraf dari telinga dalam Sensori, cabang vestibularis mentransmisikan
cochlear (reseptor pendengaran & impuls equilibrium; cabang cochlear
keseimbangan di os temporalis) & mentransmisikan impuls suara
menuju midbrain (cochlear) /
cerebellum & thalamus
(vestibuler)
Nervus Asal Fungsi
IX. Serat saraf dari medula oblongata (1)Serat motor untuk pharynx & kel saliva
Glossopharyngeal & menuju pharynx, kel saliva, dan (2)Serat sensori untuk membawa impuls
lidah dari pharynx, taste bud lidah posterior,
dan reseptor tekanan untuk a. carotis

X. Vagus Serat saraf dari medulla oblongata, Serat sensori & motor untuk pharynx;
menuju tengkorak dan turun ke serat motor parasimpatis untuk otot
regio leher menuju thorax & regio polos organ abdomen & menerima
abdominal impuls dari visera

XI. Spinal accessory Serat saraf dari otak & medulla Serat sensori & motor untuk M.
spinalis & menuju otot leher & sternocleidomastoid & M. trapezius &
punggung otot palatum molle, pharynx & larynx

XII. Hypoglossal Serat saraf dari medulla oblongata, Membawa serat motor untuk otot lidah &
keluar dari tengkorak & menuju ke impuls sensori dari lidah ke otak
lidah
Segmen Medulla Spinalis

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
Saraf Spinalis & Perdarahan Medulla Spinalis

Putz, R. (2010). Sobotta Atlas of Human Anatomy. Stuttgart: Elsevier Urban & Fischer.
LI 2: Histologi SSP
Histologi
• Substansia alba dan substansia grisea
• Sel Neuron dan sel glia
Sel Neuron
• Receiving and transmission of nerve impulses
• Cell body
• Nucleus
• RER
• Poliribosom (nissl body)
• hypolemmal cisternae
• Juxtanuclear Golgi complex
• Mitochondria
• Iclusion Body
• Lipofuscin
• Melanin granules
• Lipid droplets
• Cytoskeletal components
• Microtubules
• Neurofilamen
• Microfilamen
• Dendrits
• Have spina  sinaps (decreased w age and unadequate nutrition)
• Axon
• Axon hillock  initiation segment, myelinated, spike trigger zone (all or none)
• Myelinated and umyelinated
• Axonal transportation
• Anterograd  carries cell organels, macromolecules (actin, myosin, clatrin)
• Retrograd proteins from neurofilament degradation, microtubules, enzymes and
endocytosis aquired materials
Sel Glia
• 90% CNS
• No nerve impulses
• Commuicate with chemical signals
• Types:
• Astrocytes
• Oligodendrocytes
• Microglia
• Ependymal cells
Astrocytes
• Most common
• Starlike shapes
• Physical support, scaffolding, neural scars, repair, extracellular K+
buffer, removal of excess neurotransmitter, component of blood-brain
barrier, Reactive gliosis in response to neural injury, Glutamate
receptor
• Protoplasmatic  Substansia grisea, pedicle, pia-glia membrane
• Fibrous  Substansia Alba, unbranched
Oligodendrocytes
• Interfascicular
 Myelin making cell, Electric
isolator
• Satelites
 unknown
Microglia
• Immune defense cells
• Unactivated  branched, providing surveillance, stationary
• Activated  retracted branches, mobile, APC (inflammatory cytokines)
• HIV infected  multinucleated giant cells  Dementia
Ependymal Cells

• Ciliated, simple columnar


• Apical surfaces are covered in cilia and microvilli (CSF absorption)
• Specialized ependymal cells (choroid plexus) produce CSF
• In thin neuron tissue  internal limiting membrane  ventricles
• Under Pia mater external limiting membrane)
• Tanisit  hypothalamus and neurosecretoric cells
LI 3: Fisiologi Otak (Lobus+Memori)
Lobus Otak

• Dibagi menjadi 4 :
1. Lobus oksipitalis-> penglihatan
2. Lobus temporalis-> pendengaran
3. Lobus parietalis-> sensorik
4. Lobus frontalis-> motorik

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.
Lobus Parietalis
• Sensasi dari permukaan tubuh (sensasi somestetik) dideteksi oleh reseptor
sensorik di kulit -> dihantarkan sepanjang serabut aferen ke SSP-> diproyeksikan
ke korteks somatosensorik
• Korteks somatosensorik adalah tempat pemrosesan dan persepsi awal di korteks
terhadap masukan somatostetik dan proprioseptif (kesadaran terhadap posisi
tubuh)
• Kesadaran tentang sentuhan, tekanan, suhu atau nyeri dideteksi oleh thalamus
• Korteks somatosensorik memproyeksikan masukan sensorik melalui serabut-
serabut substansia alba ke daerah sensorik yg lebih tinggi untuk persepsi pola
rangsangan somatosensorik yg lebih kompleks (suhu, bentuk, posisi, tekstur, dll)

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


Lobus Frontalis
• Korteks motorik primer terletak disamping korteks somatosensorik dan di
depan sulkus sentralis
Berfungsi untuk melaksanakan kontrol volunter yg dihasilkan oleh gerakan otot
rangka
Jaras-jaras saraf yg berasal dari korteks motorik hemisfer kiri menyebrang sebelum
turun menyusuri medula spinalis dan berakhir di neuron motorik eferen -> memicu
kontraksi otot rangka sisi kanan tubuh

• Daerah motorik suplementer


Bagian ini melakukan persiapan dalam pemograman rangkaian gerakan kompleks
(contoh : membuka atau menutup tangan)

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


Memori
• Terbagi menjadi 2 : memori jangka • Mekanisme sensitisasi :
pendek (detik-jam) dan memori jangka Disebabkan oleh peningkatan influks CA2+
panjang (hari-tahun) ke dalam aferen sifon, tidak memiliki efek
• Mekanisme habituasi : langsung pada kanal CA2+ tetapi secara tak
Kanal CA2+ berpintu listrik pada terminal langsung meningkatkan pemasukan CA2+
akson aferen sifon tidak terbuka dengan melalui fasilitasi prasinaps.
mudah saat potensial aksi datang -> Serotonin dibebaskan lalu terjadi
masuknya CA2+ yg diinduksi eksositosis peningkatan pelepasan neurotransmitter
berkurang -> penurunan pelepasan prasinaps sbg respons thd potensial aksi,
neurotransmitter -> potensial pascasinaps serotonin melakukannya dengan memicu
berkurang -> penurunan/hilangnya respons pengaktifan jalur messenger kedua cAMP
perilaku yg dikontrol eferen -> penyumbatan kanal K+ ->
Memori disimpan dalam bentuk kanal- memperpanjang potensial aksi di dalam
kanal CA2+ spesifik terminal prasinaps -> kanal CA2+ terbuka
lebih lama -> lebih banyak CA2+ yg masuk
ke terimal

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.
Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.
• cAMP dan gen awal memainkan peran penting dalam konsolidasi
memori
• cAMP dapat mengaktifkan cAMP responsive element binding (CREB)
yg bertindak pada DNA dan akhirnya memengaruhi sintesis protein
baru yg penting dalam mempertahankan memori jangka panjang
• Immediate early genes (IEG) memerintahkan sintesis protein yang
menyandi memori jangka panjang
• Hipokampus merupakan tempat krusial bagi konsolidasi menjadi
memori jangka panjang dan dipercaya menyimpan memori jangka
panjang baru hanya sesaat lalu kemudian memindahkannya ke bagian
korteks lain untuk penyimpanan yg lebih permanen

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


LI 4: Fisiologi Medulla Spinalis
Sistem Saraf Pusat

Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.


Neuron

Sherwood L. Human Physiology. 7 th ed.


Proteksi dan Nutrisi SSP
• 90% sel di dalam SSP  sel glia / neuroglia
• Sel glia hanya menempati sekitar separuh dari volume otak karena sel
ini tidak membentuk cabang sebanyak yang dimiliki oleh neuron
Sel Glia
• Tidak membentuk atau menyalurkan impuls saraf
• Berkomunikasi dengan neuron dan di antara mereka sendiri melalui sinyal kimiawi
• Berfungsi sebagai jaringan ikat SSP, dan karenanya membantu menunjang neuron
baik secara fisik maupun metabolik
• Sel-sel ini mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel khusus yang
mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal bagi fungsi neuron
• 4 tipe utamasel glia di SSP:
Astrosit (paling banyak)
Oligodendrosit
Mikroglia
Sel ependim
Neuroglia

Sherwood L. Human Physiology. 7 th ed.


Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.
Pelindung SSP dari Cedera
• SSP dibungkus oleh strukturtulang yang keras (kranium membungkus otak,
kolumna vertebralis mengelilingi medula spinalis)
• Antara tulang pelindung dan jaringan saraf terdapat membran protektif dan
nutritif  meninges
• Otak “mengapung” daam suatu bantalan cairan khusus  CSF
• Terdapat sawar darah-otak yang sangat selektif yang membatasi akses
bahan-bahan di dalam darah masuk ke jaringan otak yang rentan
Meninges
• Tiga membran yang membungkus SSP, dari lapisan terluar sampai terdalam: dura mater, arakhnoid
mater, dan pia mater
• Dura mater:
Pembungkus inelastik kuat yang tdd 2 lapisan
Lapisan ini biasanya melekat erat, tetapi di beberapa tempat keduanya terpisah untuk membentuk rongga berisi
darah  sinus dural, atau rongga yang lebih besar sinus venosus
Darah vena dari otak  sinus ini  kembali ke jantung
CSF juga masuk kembali ke darah di salah satu dari sinus-sinus ini
• Arakhnoid mater:
Lapisan halus kaya PD dengan penampakan “sarang laba-laba”
Ruang antar lapisan arakhnoid dengan pia mater di bawahnya: ruang subarakhnoid, terisi oleh CSF
Penonjolan jar arakhnoid, vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan menonjol ke sinus dura
• Pia mater
Lapisan paling rapuh
Memiliki banyak PD dan melekat erat ke permukaan otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan
lekukan
Cairan Serebrospinal
• Mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan medula spinalis
• Fungsi utama  sebagai cairan peredam kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior
tengkorak yang keras ketika kepala tiba-tibamengalami benturan
• Dibentuk terutama oleh plekus khoroideus yang terdapat dibagian-bagian tertentu rongga ventrikel
otak
• Pleksus khoroideus tdd massa pia mater kaya PD yangmasuk ke dalam kantung-kantung yang
dibentuk oleh sel ependim
• CSF terbentuk sebagai akibat dari mekanisme transpor selektif menembus membran pleksus
khoroideus
• Setelah terbentuk  mengalir melewati 4 ventrikel yang saling berhubungan dalam interior otak
kanalis sentralis sempit di medula spinalis, yang berhubungan dengan ventrikel terakhir  keluar
melalui lubang-lubang kecil dari ventrikel keempat di dasar otak  masuk ke ruang subarakhnoid
 mengair antara lapisan-lapisan meninges di seluruh permukaan otak dan medula spinalis 
bagian atas otak  di reabsorpsi dari ruang subarakhnoid ke dalam darah vena melalui vilus
arakhnoid
Sherwood L. Human Physiology. 7th ed.
Sistem Saraf Pusat
• SSP tdd otak dan medula spinalis
• Neuron-neuron di otak tersusun membentuk anyaman kompleks yang
memungkinkan untuk:
Secara bawah sadar mengatus ingkungan internal melalui sistem saraf
Mengalami emosi
Secara sadar mengontrol gerakan
Menyadari tubuh sendiri dan lingkungan
Meakukan fungsi kognitif yang lebih luhur (berpikir dan mengingat)
LI 5: Kelainan UMN
HIPERTENSI ENSEFALOPATI
• Sindrom klinik akut reversible yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan
darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak
• Merupakan komplikasi dari hipertensi kronik yang tidak terkontrol,
hipertensi pada anak berhubungan dengan serangan akut penyakit
parenkim ginjal & kardiovaskuler, dan pemberian obat-obatan
• Etiologi: peningkatan mendadak tekanan darah pada hipertensi kronis
• Glomerulonefritis akut, withdrawal dari obat hipertensi (e.g. klonidine),
encephalitis, meningitis, pheochromocytoma, eclampsia & preeclampsia,
trauma kepala, infark serebral, vaskulitis

http://emedicine.medscape.com/article/166129-overview#showall
Patofisiologi
Peningkatan perfusi serebral dari hilangnya integritas sawar darah-otak 
eksudasi cairan ke otak
• Hipertensi kronis  adaptasi rentang otoregulasi serebral (bergeser ke tekanan
yang lebih tinggi)  melebihi autoregulatori serebral  kebocoran hidrostatik
di seluruh kapiler dalam CNS
• Peningkatan tekanan darah sistemik yang persisten  kerusakan arteriol dan
nekrosis
• Gangguan vaskuler progresif  vasodilatasi & edema serebral  defisit
neurologis
• Onsetnya 24-48 jam
Manifestasi klinis: sakit kepala, mual, muntah,
nistagmus
• Neurologi: kebingungan, gangguan penglihatan, kejang
 muncul jika diastolik > 125 mmHg disertai
pendarahan retina & eksudat
• Aneurisma aorta sering menyertai kejang umum pada
anak
• Gejala awal  iritabilitas, letargi, hipotonia, koma 
12-36 jam kemudian  kejang umum
• Status epileptikus  meningkatkan sistolik & diastolik
 otot berkedut & myoklonik  menjadi skotomas
afasia and hemiparesis, kegagalan batang otak &
kematian

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3943026/
• Diagnosis:
• Anamnesis: riwayat hipertensi & feokromositoma, riwayat obat steroid, kram otot (tanda
hiperaldosteron)
• Fisik: Hipertensi krisis  sistolik >180 mmHg dan diastolik >120 mmHg
• Neurologi: nistagmus, kelemahan dan perubahan status mental  kebingungan sampai
koma
• Oftalmoskopi: perubahan retina tingkat IV  papilledema, hemorrhage, eksudat, dan
cotton woll spot
Test Findings Significance
CBC Anemia CRF
Eosinophilia Interstitial Nephritis
U/A, U/C Hematuria, proteinuria Glomerulonephritis
UTI Reflux Nephropathy
Electrolytes Hypokalemic metabolic Rennin-Mediated HTN,
alkalosis Hyperaldosteronism
Lipid Profile, Hyperlipidemia Essential HTN
Uric Acid Hyperuricemia
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3943026/
Papilledema

Retinopati hipertensi.
(Gambaran perdarahan berbentuk
api, eksudat halus, dan
pengaburan disk awal)

https://emedicine.medscape.com
• Komplikasi: koma, kematian, stroke, nefropati, infark/iskemi miokard,
retinopati
• Tatalaksana: target TD 150/100 mmHg atau penurunan 20% MAP
(mean arterial pressure)
• Farmako:
• Labetalol 300mg/hari dimulai dari 20 mg dinaikkan sampai 80mg
• Fenildopam 0,003 mcg/kg/min IV sampai 1,6 mcg/kg/min
• Sodium nitroprusside 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, dinaikkan hingga 1-6 mcg/kg/min
• Non farmako:
• Hindari alcohol, rokok dan kopi
• Turunkan kadar kolesterol, tingkatkan HDL (alpukat, dsb)
• Ganti minyak goreng dengan olive oil
• Awasi natrium sodium intake, diet rendah garam
TRANSIENT ISCHAEMIC ATTACK (TIA)
• Adalah hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara cepat
yang berlangsung < 24 jam  akibat mekanisme vaskular
emboli, thrombosis, atau hemodinamik
• Bisa berlangsung selama 2-30 menit  maksimal 2 jam
• Epidemiologi:
• Pria > wanita
• Sering disebabkan oleh tromboemboli dari atheroma
pembuluh darah leher  lainnya bisa lipohialinosis
pembuluh darah kecil intrakranial, emboli kardiogenik
• Faktor risiko: hipertensi, diabetes, merokok, dislipidemia,
alkohol, sedentary lifestyle, obesitas  memicu aterosklerosis

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar_-Transient-Ischemic-Attack.pdf
• Patofisiologi: trombus/ateroma dari jantung/arteri  tersebar ke aliran darah
sebagai emboli  menyumbat aliran darah ke otak komplit/parsial sementara
 iskemik  gejala neurologis fokal
• Lambatnya aliran darah arteri besar dalam hitungan menit-jam berulang  berpotensi
menyebabkan iskemik
• Emboli  umumnya fokal dan episodenya lebih lama
• Hipertensi/lesi aterosklerosis  oklusi pada pembuluh kecil (cabang dari arteri serebral
media, arteri basilar, arteri vertebralis)  stenosis  Lacunar/small penetrating vessel
TIA
• Lokasi obstruksi:
• Arteri karotis: hemiparesis, hilangnya sensasi hemisensorik, disfasia, kebutaan
monocular/amaurosis fugax akibat iskemia retina
• Arteri vertebrobasillar: paresis, kebutaan mendadak bilateral (pada lansia), diplopia,
ataksia, vertigo, disfagia  minimal 2 dari 3 gejala ini terjadi bersamaan

http://www.bpac.org.nz/BPJ/2009/february/docs/bpj19_tia_pages_24-31.pdf
• Manifestasi klinis: tiba – tiba, sementara, dan hilang dalam
waktu 30 – 60 menit  bisa tipikal/atipikal
• Diagnosis:
• Rontgen toraks dan ekokardiogram  curiga ada emboli
kardiogenik,
• CT scan kranial  deteksi penyakit serebrovaskular
sebelumnya, dan menyingkarkan kemungkinan lesi structural
(e.g. tumor)
• USG karotis/angiografi  mendeteksi stenosis karotis pada
pasien TIA dengan lokasi lesi karotis

http://www.bpac.org.nz/BPJ/2009/february/docs/bpj19_tia_pages_24-31.pdf
• Tatalaksana:
• Antiplatelet: aspirin 75 mg per hari
• KI: pasien ulkus peptikum aktif
• Clopidogrel  pilihan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin
• Antikoagulan: warfarin  jika terbukti sumber emboli meliputi fibrilasi
atrium nonreumatik
• Endarterektomi karotis: membersihkan ateroma pada arteri karotis berat
yang simtomatik
• Prognosis:
• Risiko awal stroke setelah mengalami TIA  2 hari (4%), 30 hari (8%), 90
hari (9%), 5 tahun (24-29%)
• Risiko penyakit arteri koroner
STROKE
Sindrom yg terdiri dari tanda & / gejala hilangnya fungsi
SSP fokal yg berkembang cepat (dlm dtk /mnt)

Clinical Neurology
CLINICAL ANATOMIC CORRELATION
• A. cerebralis anterior
• Paralisis kontralateral
• Sensory loss  t.u kaki
• Disconnection syndromes (alien hand)
• Transcortical expressive aphasia
• A. cerebralis media
• Superior division stroke  hemiparesis dan hemisensori
kontralateral (wajah, tangan dan jari) ttp (x) kaki , apahsia (kena
broca)
• Inferior division stroke  hemianopia kontralateral , ggg fx
sensorik korteks (graphesthesia dan stereognosis) kontralateral ,
ggg spatial anosognosia, ggg wenickle
• Oklusi pd percabangan A. cerebralis media  gabungan gx inf dan
sup
• Oklusi batang dari A. cerebralis media  = dgn gx oklusi pd
trifukasi, o.k kena kapsula interna, paralisis kaki kontralateral ,
hemiplegia menyeluruh

Clinical Neurology
Clinical Neurology – Lange
Adams Principle of Neurology
Stroke iskemik
• Stroke iskemik : oklusi
pembuluh darah dan
menyebabkan infark
serebral
• FR:
• Hipertensi
• Diabetes melitus
• Merokok
• Asam urat
• Dislipidemia
• Usia, jenis kelamin dan
ras/suku bangsa

Harrison”s neurology in Clinical Medicine


PEMERIKSAAN DIAGNOSA
• F : facial droop • Terdapat gejala defisit
neurologis global /slh 1 bbrp KOMPLIKASI
• A : arm weakness
defisit neurologis fokal yg terjd
• S : speech difficulties • Pneumonia
mendadak dgn bukti gmbaran
pncitraan otak (CT scan/MRI) • ISK
• T : time to seek medical help
• Trombosis
• Diperlukan px penunjang untuk
vena dalam
memastikan diagnosis serta
• Tanda klinis stroke  dilakukan • Dekubitus
untuk mengeksplorasi faktor
dgn cara pf neurologi untuk resiko & etiologis troke iskemik: • Spastisitas &
mngkonfirmasi kembali tanda & nyeri
– EKG
gejala • Depresi
– Pncitraan otak:Ctscan
• Px fisik utama : penurunan • Gg fungsi
kepala non kontras & difusi kognitif
kesadaran berdasar GCS,
serta MRA
kelumpuhan saraf • Gg metabolit
kranial,kelemahan motorik – Doppler karotis &
,defisit sensorik, gg otonom ,gg vertebralis
fungsi kognitif – Doppler transkranial
– PX lab

Harrison”s neurology in Clinical Medicine


Tatalaksana NUTRISI
• Nutrisi enteral pling lambat sudah
• 1. Stabilisasi Jalan Napas & harus diberikan dlm 48 jam ,nutrisi
Pernapasan oral hanya bole diberikan stlh hasil
• 2. Stabilisasi Hemodinamik fungsi menelan baik
• 3. Pengendalian Peningkatan • Jika ada gg menelan/kesadaran
Tekanan Intrakranial turundiberi melalui pipa
• Pmantauan ketat pd kasus dgn nasogastrik
resiko edema serebri dgn • Pd keadaan akut kebutuhan kalori
mmprthatikan perburukan 25-30kkcal/kg/hari dgn kompoisis:
gejala & tanda neurologis – Karbohidrat 30-40% dari total kalori
• Sasaran terapi : TiK krg dari – Lemak 20-35% (pd gg nafas dpt lbh
20 mmHg & tekanan perfusi tinggi 35-55%)
otak : >70mmHg
– Protein 20-30% ( pd keadaan stress
• 4. Pengendalian kejang kebutuhan protein 1,4- 2,0
• 5. Pengendalian suhu tubuh g/kg/hari )(pd ps gg ginjal: <0,8
/kgbb/hari
• 6. Tatalaksana cairan

Harrison”s neurology in Clinical Medicine


Clinical Neurology
Stroke Hemoragik

Clinical Neurology
TATALAKSANA
• Lower systolic blood pressure to approximately 180 mm Hg,
using intravenous vasodilator drugs with short half-lives.
• Surgical
• Cerebellar hemorrhage  decompressive posterior fossa surgery
or endoscopic removal of cerebellar hematomas.
• Lobar hemorrhage  Stereotactic or endoscopic evacuation or
oprn craniotomy
• Deep hemorrhage  Surgery is not indicated for pontine or deep
cerebral hypertensive hemorrhages
• Intraventricular hemorrhage and hydrocephalus  Ventricular
drainage and ventriculoperitoneal shunting

Clinical Neurology
TRAUMA  PERDARAHAN INTRACRANIAL

Perdarahan
Intraserebral

Perdarahan Perdarahan
Intrakranial Subararachnoid
Subdural
Hematoma
Epidural
Etiologi

Adams and Victors Principles of Neurology, 10th Edition. 2014.


HEMATOM EPIDURAL
DEFINISI EPIDEMIOLOGI PENYEBAB
Epidural • Fraktur tulang o Jenis perdarahan ini lebih sering terjadi pada
hematoma (EDH) kepala yg terjadi orang muda karena selaput yang menutupi otak
adalah perdarahan paling sering pada tidak melekat erat pada tulang kepala seperti pada
antara bagian dalam masa kanak-kanak orang tua dan anak-anak di bawah 2 tahun.
tulang kepala dan atau remaja. o EDH juga dapat terjadi karena pecahnya
lapisan luar otak pembuluh darah, biasanya arteri. Pembuluh darah
(disebut dura) yg tsbt kemudian memperdarahi hingga ke ruang
biasa diakibatkan antara dura dan tulang kepala.
oleh trauma kepala. o Pembuluh2 darah yang terkena sering robek
oleh fraktur tulang kepala. Fraktur paling sering
terjadi akibat cedera kepala yang parah, seperti
kecelakaan sepeda motor atau mobil.

Amit M. Shelat, DO, FACP, Attending Neurologist and Assistant Professor of Clinical
Neurology, SUNY Stony Brook, School of Medicine. Review provided by VeriMed
Healthcare Network. Also reviewed by David Zieve, MD, MHA, Isla Ogilvie, PhD,
and the A.D.A.M. Editorial team.
TANDA DAN GEJALA PEMERIKSAAN PENUNJANG
•Kebingungan CT scan kepala akan mengkonfirmasi
•Pusing diagnosis EDH, dan akan menunjukkan lokasi
•Mengantuk tepat hematoma dan fraktur tengkorak yang
•Pembesaran pupil di salah satu mata terkait.
•Sakit kepala (berat) Jika terjadi peningkatan ICP, Operasi darurat
•Cedera kepala atau trauma diikuti oleh mungkin diperlukan untuk meringankan
Hilangnya kesadaran, kemudian Sadar, tekanan dan mencegah cedera otak lebih
kemudian hilang kesadaran lagi. lanjut.
•Mual atau muntah Pemeriksaan otak dan sistem saraf
•Kelemahan pada bagian tubuh, (neurologis) mungkin menunjukkan bahwa
biasanya di sisi yg berlawanan bagian otak tertentu tidak bekerja dengan baik
disamping dengan pupil yang (misalnya, mungkin ada kelemahan di satu
membesar. sisi). Pemeriksaan ini juga mengindikasikan
•Biasanya berlangsung dlm beberapa peningkatan ICP.
menit-jam setelah cedera kepala.

Amit M. Shelat, DO, FACP, Attending Neurologist and Assistant Professor of Clinical
Neurology, SUNY Stony Brook, School of Medicine. Review provided by VeriMed
Healthcare Network. Also reviewed by David Zieve, MD, MHA, Isla Ogilvie, PhD,
and the A.D.A.M. Editorial team.
KIRI: Hematomal epidural temporal kanan dengan pergeseran garis tengah. Pasien harus segera
dibawa ke ruang operasi untuk bedah saraf. Ini mungkin memerlukan transportasi segera ke pusat
trauma atau fasilitas lain dengan ahli bedah saraf yang tersedia.
KANAN: CT scan otak pria yg berusia 90 tahun yang tergelincir di atas lantai yg licin. Hilangnya
kesadaran diikuti oleh "interval jernih." Pasien sampai di bawah sadar ED. CT scan menunjukkan
hematoma epidural. Gambar dari Dr Dana Stearns, Rumah Sakit Umum Massachusetts.
TATALAKSANA
•EDH adalah kondisi darurat. Tujuan pengobatan meliputi:
Mengambil tindakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang
Mengontrol gejala
Meminimalkan atau mencegah kerusakan permanen pada otak.

•Operasi darurat = Hampir selalu diperlukan untuk mengurangi tekanan di dalam otak.

•Hematom besar atau gumpalan darah padat bisa dikeluarkan melalui operasi
CRANIOTOMY.

•Obat antiseizure dapat digunakan untuk mengendalikan atau mencegah kejang. Beberapa
obat yang disebut agen hyperosmotic dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan
otak.

Amit M. Shelat, DO, FACP, Attending Neurologist and Assistant Professor of Clinical
Neurology, SUNY Stony Brook, School of Medicine. Review provided by VeriMed
Healthcare Network. Also reviewed by David Zieve, MD, MHA, Isla Ogilvie, PhD,
and the A.D.A.M. Editorial team.
PROGNOSIS KOMPLIKASI
Hematoma epidural memiliki risiko •Herniasi otak dan koma permanen
kematian yang tinggi tanpa intervensi •Hidrosefalus tekanan normal, yang dapat
bedah segera. menyebabkan kelemahan, sakit kepala,
Bahkan dengan segera mendapat inkontinensia, dan kesulitan berjalan
perawatan medis, risiko kematian dan •Kelumpuhan atau kehilangan sensasi (yang
kecacatan yang signifikan tetap ada. dimulai pada saat cedera)

Amit M. Shelat, DO, FACP, Attending Neurologist and Assistant Professor of Clinical
Neurology, SUNY Stony Brook, School of Medicine. Review provided by VeriMed
Healthcare Network. Also reviewed by David Zieve, MD, MHA, Isla Ogilvie, PhD,
and the A.D.A.M. Editorial team.
HEMATOMA SUBDURAL
• Subdural hematoma akut  perdarahan yang mengumpul diantara duramater dan arakhnoid yang
disebabkan regangan dan robekan vena-vena drainase yang berjalan melintang-menggantung
(bridging veins) dirongga subdural antara permukaan kortikal otak dengan sinus duramatris.
• Etiologi  akselerasi atau deselerasi kepala dengan/atau tanpa benturan langsung
• Perdarahan SDH:
• Akut = <3 hari
• Subakut = 3-3 minggu awitan
• Kronik = >3 minggu awitan
• Perdarahan subdural akut  terdiri atas bekuan darah yang lembut (seperti gel)  setelah
beberapa hari  akan dipecah menjadi cairan serosa  1-2 minggu akan terbentuk jaringan
granulasi dengan fibroblas dan PD baru
• Walaupun perdarahan biasanya akan direabsorpsi  Seringkali terjadi perdarahan ulang akibat PD
baru yang imatur
• Perdarahan subdural kronik seringkali terjadi pada pasien lanjut usia, orang yang rutin
mengonsumsi alkohol, dan pasien dengan tekanan intrakranial rendah (pasien hidrosefalus dengan
ventriculoperitoneal shunt)

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017


Gejala Klinis
• Mirip dengan perdarahan epidural  namun memiliki gejala klinis yang sering ditemui berupa kejang
• Tanda klinis herniasi lebih jarang ditemukan daripada perdarahan epidural
• Pada SDH  hematom umumnya berada di sisi kontralateral fraktur tengkorak
• SDH akut
• Cedera kepala yang lebih hebat
• Interval lusid  hanya ada pada <30% kasus  sering berkaitan dengan kasus kontusio dan laserasi otak
• SDH subakut
• Penurunan fungsi neurologis sejalan dengan besarnya hematom yang terbentuk  ditemukan hemiparesis kontralateral
(50%), ipsilateral (25%), angka kematian 25%
• SDH kronik
• Perubahan status mental, disfungsi neurologis fokal, peningkatan tekanan intrakranial, dan kejang fokal, dapat mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang fluktuatif (bukan gejala utama)
• Gejala khas pada bayi <6 bulan  fontanel yang menonjol, perubahan lingkar kepala, sutura yang meregang,
iritabilitas, menangis melengking, kejang fokal/general, pandangan mata ke bawah (sunset eyes)

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017 Buku Ajar Neurologi FKUI 2017
Pemeriksaan Penunjang
• CT scan kepala (akurasi >90%)
• Hematom subdural klasik: cresent shape
selebar konveksitas otak
• SDH akut  memberikan gambaran
hiperdens
• SDH subakut  gambaran isodens
• SDH kronis  gambaran hipodens https://www.facebook.com/RadiologySigns/photos/a.651754128194334/158130
6548572416/?type=3&theater
• MRI
• Umumnya konfigurasi SDH berbentuk kresentis  SDH kronik dapat memberi gambaran berbentuk
bikonveks yang serupa gambaran perdarahan epidural
• Subdural hematoma hiperakut (campuran oksi Hb dan deoksi Hb)  gambaran hipo/isotens pada T1
dan hiperintens pada T2
• SDH kronis  sinyal hiperintens pada T1 dan T2
• Angiografi  bila ada oklusi PD atau aneurisma

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017


Penegakan Diagnosis
• Dievaluasi secara tepat terutama bila • Tanda diagnostik perdarahan
ada kehilangan kesadaran dan harus subdural:
mengetahui • Nyeri kepala
• Bagaimana terjadinya cedera • Kesadaran bisa menurun atau normal
• Gejala apa yang timbul • Pada CT Scan otak  gambaran
• Apakah telah mengalami cedera kepala hiperdens diantara duramater dan
sebelumnya araknoid yang tampak seperti bulan sabit
• Apakah mempunyai masalah medis lain • Diagnosis banding
• Menggunakan obat apa saja • Epidural hematoma
• Apakah ada riwayat peminum alkohol • Perdarahan intraserebral
atau pengguna obat • Penyakit lain seperti tumor kepala
• Apakah ada gejala cedera yang lain • Perdarahan subaraknoid

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017 Buku Ajar Neurologi FKUI 2017
Tatalaksana Konservatif
• Perdarahan SDH akut minimal (<5mm) tanpa efek massa yang mempengaruhi
midline shift atau tanda defisit neurologi  dapat diikuti secara klinis
• Bila terdapat herniasi transtentorial + edema otak  berikan manitol
• Pemberian fenitoin untuk mengurangi kejang pasca trauma  penderita
mempunyai risiko epilepsi pasca trauma kepala pada SDH sebesar 20%
• Fenitoin efektif diberikan sampai hari ke-7 setelah cedera dan tidak efektif untuk
pencegahan serangan pada trauma yang lanjut
• Antibiotika  menurunkan risiko pasca operasi
• Transfusi dengan Fresh Frozen Plasma (FFP) dan trombosit  mempertahankan
protrombin time diantara rata-rata normal dan nilai trombosit >100.000
• Pemberian kortikosteroid  Dexametason  kurangi inflamasi dan edema otak

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017


Tatalaksana Operatif
• Kraniotomi  mengurangi penekanan pada otak, menghentikan perdarahan aktif
subdural dan evakuasi bekuan darah intraparenkim
• Dilakukan apabila:
• SDH luas (>40cc/>5mm) dengan skor SKG>6, fungsi batang otak masih baik
• SDH tipis dengan penurunan kesadaran
• SDH dengan edema serebri/kontusio serebri + midline shift dengan fungsi batang otak masih
baik
• Setelah evakuasi hematom pada SDH akut  obat untuk pengontrolan terhadap
tekanan intrakranial dan mempertahankan tekanan perfusi serebral diatas 60-70mmHg
• Pemeriksaan kadar pembekuan trombosit darah setelah tindakan operasi  koreksi
jika ada suatu risiko perdarahan tambahan

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017


Komplikasi Prognosis
• Higroma subdural • Terdapat hubungan signifikan antara penambahan usia dan
peningkatan angka kematian  Terutama ketika >65
• Ostitis-osteomielitis tahun
• Meningitis- • Penurunan angka mortalitas dan morbiditas pada penderita
ensefalitis SDH akut yang telah dilakukan kraniotomi dengan
evakuasi hematon dalam waktu 4h dari cedera = 30%
• Abses subdural- meninggal dan 65% mengalami perbaikan fungsional
abses otak • Pembedahan yang dilakukan >4h  angka kematian
• Epilepsi meningkat menjadi 85% dan hanya 75 yang mengalami
pascatraumatika perbaikan fungsional
• Sindrom • Keterlambatan dalam penanganan  dari cedera sampai
operasi  pengaruhi keluaran klinis
pascakonkusi

Buku Ajar Neurologi Sagung Seto 2017


PERDARAHAN SUBARACHNOID (SAH)
• Definisi : ekstravasasi darah ke dalam ruang sub arakhnoid yg meliputi
sistem saraf pusat yg diisi dgn cairan serebrospinal
• Epidemiologi : risiko diatas 55 th wanita lbh tinggi dibanding laki-laki.
Risiko PSA meningkat pd riwayat keluarga, merokok, hipertensi dan
asupan alkohol yg berlebihan
• Etiologi : kelainan anatomi darah: aneurisma saccular, fusiform dan
mikotik, AVM, sisanya kelainan rongga arteri, karena tumor dan lainnya
Patofisiologi
• Kurangnya lapisan elastika eksterna pd dindingnya & memiliki lapisan
adventisia yg sgt tipis  aneurisma. Prekursor awal aneurisma adalah
adanya kantong kecil melalui arteri media yg rusak  kerusakan meluas,
akibat tekanan hidrostatik dari aliran darah pulsatif & turbulensi darah,
paling besar di bifurcatio arteri. Aneurisma matur memiliki sedikit lapisan
mediadiganti dgn jar.ikat, dan mempunyai lamina elastika yg terbatas
atau tdk ada  mudah ruptur.

• Aneurisma ruptur  ekstravasasi darah dgn tekanan arteri masuk ke ruang


subarachnoid & dgn cepat menyebar mll cairan cerebrospinal mengelilingi
otak & medula spinalis. Ekstravasasi darah  peningkatan TIK global &
mengiritasi meningeal.
• Klasifikasi
Skala Hunt Hess

Derajat Manifestasi Klinis

1 Asimptomatik/nyeri kepala & kaku kuduk yg ringan

2 Nyeri kepala yg sedang sampai berat, kaku kuduk & tdk ada defisit
neurologis kecuali pd saraf kranial

3 Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan

4 Stupor, hemiparesis ringan sampai dgn berat, deserebrasi, ggg fgs vegetatif

5 Koma dalam, deserebrasi, moribound appearance


Klasifikasi World Federation of Neurokofical Surgeon (WFNS)
Clinical Grading Scale of The World Head CT Scan Grading
Federation of Neurological Surgeons
Grade Score of Clinical Grade Subarachnoid Intraventricular
GCS Appearance Hemorrhage Hemorrhage
1 15 No motor deficit 0 Absent Absent
1 Minimal Absent in both
2 13-14 No motor deficit lateral ventricles
2 Minimal Present in both
3 13-14 Motor deficit lateral ventricles
4 7-12 With or without 3 Thick Absent in both
motor deficit lateral ventricles
5 3-6 With or without 4 Thick Present in both
motor deficit lateral ventricles
• Tanda & gejala klinis :
• Sakit kepala mendadak hebat
• Defisit saraf kranialis
• Hemiparese
• Penurunan kesadaran
• PF :
• Meningeal sign positif
• Pemeriksaan funduskopi : perdarahan retina sub hyaloid
• Parese nervus kranialis (terutama N occulumotorius)
• Kejang
• Kesadaran menurun
• Defisit neurologi fokal (motorik,sensorik)
• 40% tdk ada defisit lokal
• PP :
• CT-Scan
• Lumbal pungsi
• Angiografi serevral
• PSA
• DD : meningitis, migraine, cluster headache dan cerebral venous sinus
thrombosis
• Tatalaksana :
• Mempertahankan ABC scr optimal
• Pencegahan peningkatan TIK, bed rest, bed head elevation 30 °, agen osmotic
(manitol), diuretik, atau hiperventilasi, mencegah kejang
• Mempertahankan tekanan darah optimal (tekanan darah dipertahankan dibawah
160 mmHg dgn labetalol diltiazem & nikardipin dgn IV scr kontinyu
• Mencegah vasospasme dgn profilaksis nimodipin 4x60 mg oral selama 21 hari
• Mengatasi hiperglikemia : dgn mempertahankan kadar glukosa 90-126 mg/dL
• Hidrosefalus dilakukan operasi EVD dan atau VP Shunt
• Komplikasi :
• Hidrosefalus
• Perdarahan berulang
• Vasospasme
• Defisit neurologis
• Desfungsi hypotalamic mengakibatkan iskemia miokard/ggg tekanan darah yg
labil
• Hiponatremia
Amnesia Pascatrauma
Trauma
Medulla Spinalis

Adams & Victors


Principles of
Neurology. 10th ed
Gejala Klinis
Total Cord Transection: menyebabkan Less Severe Injury
paralisis permanen & kehilangan sensasi • Defisit neurologic lebih ringan, paraparesis
dibawah lesi. Aktivitas reflex hilang / quadriparesis & atau gangguan sensorik
sementara, kemudian meningkat. distal.
• Acute stage (spinal shock), paralisis flasid • Gangguan sphincter menyebabkan urgensi
dengan hilangnya reflex tendon & reflex urin & inkontinensia
lain, sensory loss, retensi urin & feses
• Hyperextension injuries pd leher bisa
• Beberapa minggu setelahnya, fungsi reflex menyebabkan focal cord ischemia 
kembali, muncul spastik paraplegia/ bibrachial paresis (kelemahan dikedua
quadriplegia, paralisis atrofik flasid pada lengan)
otot yang diinervasi segmen medulla
spinalis yg mengalami lesi. Sensasi
berkurang didaerah & dibawah lesi. Fungsi
reflex bladder & bowel mulai kembali.
• Spasme fleksor/ekstensor tungkai
memberat & dipicu stimulus kutaneus
ringan, terutama jika9 disertai
Clinical Neurology.
th
ed ulkus
Pemeriksaan Penunjang
• Foto Polos: misalignments, fractures, soft tissue swelling
• CT-scan: lebih sensitif mendeteksi fraktur, terutama di servikal,
evaluasi medulla spinalis  dipilih untuk fase akut
• MRI: informasi tambahan mengenai separah apa spinal cord injury &
keberadaan epidural hematoma

Clinical Neurology. 9th ed


Tumor Intrakranial

Adams & Victors


Principles of
Neurology. 10th ed
Klasifikasi

Adams & Victors Principles of Neurology. 10th ed


Tanda & Gejala
Tumor Serebral:
• Epilepsi: general maupun fokal Tumor Medulla Spinalis:
• Peningkatan tekanan intracranial: sakit • Kompresi medulla spinalis (Lesi dari
kepala terutama pagi hari, mual, muntah, foramen magnum hingga batas bawah
somnolen, apatis, kurang konsentrasi, medulla spinalis pada L1 & L2): hilangnya
gangguan memori, personality change, fungsi UMN dibawah lesi, disertai
papilledema, gangguan kesadaran gangguan sensorik di level lesi &
• Focal neurological deficit: tekanan tumor gangguan sphincter
menyebabkan iskmemi  spastisitas, • Kompresi cauda equina (Lesi dibawah L1
hiperrefleks, Babinski sign + pada & L2): lesi LMN yg mempengaruhi
hemiparesis tungkai, misalnya hypotonia, weakness,
wasting, fasikulasi, hiporefleks, Babinski
sign -, dermatomal sensory loss, gangguan
sphincter

Clinical Oncology. 4th ed


Pemeriksaan Penunjang
• Computed tomography (CT): untuk mengetahui lokasi, ukuran & derajat
invasi lokal tumor
• Magnetic resonance imaging (MRI): gambaran otak & medulla spinalis
lebih jelas, ideal untuk perencanaan neurosurgery & radioterapi
• Magnetic resonance angiography (MRA): untuk mengetahui suplai darah
arteri tumor
• Positron emission tomography (PET)
• Lumbar puncture: sitologi CSF, tumor marker α-fetoprotein & βHCG.
Sebaiknya tidak dilakukan jika terdapat peningkatan tekanan intracranial
• Histopatologi

Clinical Oncology. 4th ed


Glioma: Astrocytoma
• 80% glioma dewasa, usia 40-60 tahun, sering pada
serebrum.
• Secara histologis dibagi menjadi diffuse astrocytoma
(grade II), anaplastic astrocytoma (grade III) &
glioblastoma (grade IV)
• Grade II & III: tumor infiltrative abu-abu yang poorly
defined, mengekspansi & distorsi otak tanpa membentuk
masa diskret. Secara makroskopik keras atau lunak &
gelatinous, bisa terdapat degenerasi cystic. Mikroskopik
grade II: peningkatan ringan-sedang nucleus sel glia,
pleomorfisme nuclear, gambaran fibriler. Mikroskopik
grade III: terdapat regio yg padat sel & lebih banyak
pleomorfisme nuclear, terdapat mitotic figures.
• Grade IV: tampilan makroskopik bervariasi tiap area,
sebagian putih & keras, bagian lain kuing & lunak
(nekrosis), ada pula regio degenerasi cystic &
hemoragik. Mikroskopik: mirip grade III, terdapat
nekrosis (nekrosis serpiginous yang dikelilingi sel tumor
dipinggirannya) atau proliferasi mikrovaskular Robbins Basic Pathology. 10th ed
Glioma: Oligodendroglioma
• 5-15% glioma, usia 40-50 tahun, sering pada lobus
frontal/ temporal
• WHO grade II well differentiated: tumor infiltrative
yg membentuk masa abu-abu gelatinous & bisa
tampak kista, fokal hemoragik, & kasifikasi. Tumor
memiliki jaringan kapiler yg beranastomosis,
kalsifikasi bisa foci mikroskopik hingga deposisi
masif. Mikroskopik: lembaran sel regular dgn
nucleus bulat mengandung kromatin granular halus
yang dikelilingi halo sitoplasma, mitosis sedikit.
• WHOI grade III anaplastic oligodendroglioma:
subtype yg lebih agresif, densitas sel tinggi,
anaplasia nuclear, mitosis meningkat & proliferasi
mikrovaskular

Robbins Basic Pathology. 10th ed


Glioma: Ependymoma
• Pada ventrikel IV, ependymoma berupa masa
solid/papiler. Tumor terdiri dari sel dengan nucleus
bulat-oval regular & banyak kromatin granular.
• Diantara nulkei terdapat dasar fibriler padat. Sel
tumor bisa membentuk struktur bulat atau lonjong
(rosetters, canals) dengan processus yang ekstensi
kedalam lumen, paling sering ditemukan perivascular
pseudorosettes (sel tumor tersusun mengelilingi PD
dengan zona interval yg berisi processus ependymal
tipis).
• Anaplastic ependymoma: densitas sel meningkat,
mitosis meningkat, nekrosis, prolifwerasi
mikrovaskular, diferensiasi ependymal

Robbins Basic Pathology. 10th


ed
Embryonal (Primitive) Neoplasms: Medulloblastoma
• Predominan pada anak-anak & hanya pada serebellum (midline pada anak, lateral pada dewasa)
• Tumor berbatas tegas, abu-abu, rapuh.
• Sel padat dengan lembaran sel anaplastic (biru kecil). Sel tumor individu kecil dgn sedikit sitoplasma
& nucleus hiperkromatik, banyak mitosis. Kadang ditemukan rossettes  sel tumor primitive
mengelilingi nuropil sentral

Robbins Basic
Pathology. 10th ed
Meningioma
• Predominan tumor jinak yg bersal dari sel meningoepitelial
arachnoid, biasanya terjadi pada dewasa & menempel
dengan dura
• Meningioma (WHO grade I): masa well-defined pada dura
yg menekan otak, bisa ekstensi ke overlying bone. Pola
histologic berupa meningothelial (kumpulan padat sel spiral
tanpa tampak membrane sel), fibroblastic (sel lonjong dgn
banyak deposisi kolagen), transitional (gabungan
meningothelial & fibroblastic), psammomatous (banyak
psammoma bodies) & secretory (ruang mirip kelenjar
mengandung material eosinofilik)
• Atypical meningiomas (WHO grade II): mitosis meningkat,
inti mencolok, selularitas meningkat, patternless growth,
rasio nucleus: sitoplasma tinggi, nekrosis
• Anaplastic (malignant) meningiomas (WHO grade III):
mirip sarcoma/ karsinoma high grade, mitosis jauh lebih
banyak dibanding atipikal

Robbins Basic
Pathology. 10th ed
Tumor Metastasis
• Paling sering: paru-paru, payudara,
kulit (melanoma), ginjal, GIT
• Metastasis membentuk masa berbatas
tegas, biasanya pada grey-white matter
junction & menimbulkan edema lokal.
Batas tumor & parenkim otak juga jelas
pada mikroskop, dengan gliosis reaktif
disekitarnya.

Robbins Basic Pathology. 10th ed


Trauma Kepala pada Anak
Trauma kepala  kerusakan pada kulit kepala, tengkorak, pembuluh
darah, atau jaringan lainnya pada kepala.
Sering disebut sebagai Brain Injury / Traumatic Brain Injury (TBI)

Etiologi:
• Cedera olahraga
• Terjatuh
• Kecelakaan
• Child abuse

stanfordchildrens.org
Head injury lebih sering terjadi pada anak laki2 daripada perempuan (2:1)
Sering terjadi pada musim spring dan summer (anak2 aktif berkegiatan di luar)

Mild Symptoms dari Head Injury yang dapat timbul:


• Terdapat area pembengkakan pada daerah kepala (benjol/memar) atau terdapat luka pada
kulit kepala
• Sakit kepala/pusing
• Photophobia/phonophobia
• Iritabilitas/perilaku abnormal
• Kebingungan
• Mual
• Gangguan keseimbangan tubuh
• Gangguan pada konsentrasi/memori
• Double vision
• Tinnitus

stanfordchildrens.org
Moderate/Severe Symptoms dari Head Injury yang dapat timbul:
• Penurunan kesadaran bahkan coma
• Sakit kepala terus menerus (tidak hilang2)
• Kehilangan short-term memory
• Gangguan pengucapan kata
• Gangguan berjalan
• Kelemahan pada salah 1 sisi tubuh
• Kejang
• Keluar darah/cairan bening dari hidung atau telinga
• Locked-in-syndrome
• Kondisi dimana anak tersebut sadar tetapi tidak bisa bergerak dan berbicara

stanfordchildrens.org
Pediatric Head injury
• Types
• Scalp injury
• Skull fracture (eg, basilar skull fracture)
• Concussion
• Contusion
• Intracranial and/or subarachnoid hemorrhage
• Epidural and/or subdural hematoma
• Intraventricular hemorrhage 
• Penetrating injuries
• Diffuse axonal injury (Shaken baby syndrome)

stanfordchildrens.org
SBS
• >1 year (highest risk 2 to 4 months)
• violent shaking that leads to a brain injury
• Can cause
• Change in sleeping pattern or inability to be
awakened
• Vomiting
• Convulsions or seizures
• Irritability, Uncontroltable crying
• Inability to be consoled, nurse or eat
• Unresponsiveness
• Loss of consciousness
• Breathing problems
• Blindness, Mental retardation or developmental
delays , Cerebral palsy, Severe motor dysfunction
(muscle weakness or paralysis)
• Death
Tatalaksana
Stroke Iskemik pada Anak

• caused occlusion  arterial or venous occlusion


•  Hemiplegia, seizures, language (e.g., aphasia) and speech difficulties, visual deficits, and
headache
• history of decreased oral intake or respiratory distress
• RF
• Cardiac disease (cardiomyopathies, rheumatic heart disease, prosthetic valves, or valvular vegetation from
endocarditis, PFO)
• Hematologic (SCD)
• Infection (HIV,  mycoplasma and chlamydia, as well as enterovirus, parvovirus 19, influenza A, coxsackie,
Rocky Mountain spotted fever, or cat scratch disease, meningitis can cause local vasculitis and thrombosis)
• Vascular (Arteriovenous malformations (AVM))
• Sydromic and metabolic disease (Marfan Syndrome, tuberous sclerosis, def. B12 and B9
• Trauma
• Drugs
Imaging
• CT >24 hr
• MRI 6 hr
• Catheter angiography (CA) or CT angiografi
Tatalaksana
• Treat anemia
• fever control
• normalization of serum glucose
• maintenance of normal oxygenation
• ameliorate increased intracranial pressure (ICP)
• treat dehydration

Anda mungkin juga menyukai