Anda di halaman 1dari 124

Akut Abdomen

• MUSLICH IDRIS AL MASHUR • LUTHFAN S


• NIKKO CAESARIO • ALI S
• ALFI KURNIA SARI • FAUZAN A
• EKA TUNIASIH

Pembimbing: dr. Agus Mulyadi,


Sp.B,KBD
Outline

1. Deskripsi Kasus
2. Anatomi Abdomen
3. Jenis-jenis Nyeri
4. Appendisitis
5. Ileus
6. Peritonitis
1. Deskripsi
Kasus
Identitas Pasien

Nama : Ny. I
Usia : 59 tahun
No. RM : 82 36 xx
Alamat : Notog RT 02 RW 06 Patikraja
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl masuk : 27 Sept 2017
Keluhan Utama

NYERI PERUT,
MUNTAH
Riwayat Penyakit Sekarang

3HSMRS Pasien mulai mengeluh sakit


perut, letak tidak spesifik, BAB masih bisa
21 jam SMRS pasien mengeluh nyeri perut
mendadak disertai dengan muntah-muntah lebih
dari 10x. BAB terakhir 2 hari yang lalu. Flatus (+).
Nyeri dirasakan terus menerus. Karena nyeri tidak
berkurang pasien berobat ke RSUD Banyumas
Riwayat Penyakit Dahulu

 Stroke non hemorhagic 1 bulan yll. Rawat Jalan di poli


neuro
 Riw. Operasi (-)
 Riw. Keganasan (-)
 Riw. Alergi (-)
 Riw. Batuk lama (-)
 Riw. Keluhan serupa (-)
 Riw. Perubahan BAB (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

 Riw. Keluhan serupa (-)


 Riw. Keganasan (-)
Pemeriksaan Fisik

 KU : Compos mentis, cukup


 Vital sign :
TD : 160/100 mmHg
HR : 98 x/menit
RR : 24
T : 37,1
VAS : 8
Pemeriksaan Fisik

 Kepala : CA -/-, SI -/-


 Leher : Lnn. Tidak teraba, JVP tidak meningkat
 Thorax :
I : Simetris (+), ketinggalan gerak (-)
P : taktil fremitus simetris
P : Sonor +/+
A : Ves +/+, Whe -/-
 Ekstremitas : Akral hangat, nadi kuat, WPK < 2 detik
 Abdomen :
I : Distensi (+), DC (-), DS (-)
A : Peristaltik (+)
P : timpani (+)
P : NT (-), defens muscular (+)
 Rectal touche : Tonus m. Spinchter ani baik, mukosa
licin, ampula tidak kolaps, feses (+), massa (-), STLD (-)
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan  Ureum : 53 mg/dL


Laboratorium 7/6/2017  Kreatini : 0,67 mg/dL
 Hb : 12 g/dL  SGOT : 21 U/L
 AL : 18,6 x 10^3/uL  SGPT : 15 U/L
 HCT : 36%  Na : 122 mmol/L
 AT : 415 x 10^3/uL  Cl : 90 mmol/ L
 PTT :  K : 5,3 mmol/L
 APTT :
 GDS :78 mg/dL
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang

 Kesan:
Diagnosis

 Ileus obstruksi letak tinggi dengan tanda peritonitis DD


Volvulus, Hernia Obturator, Intusussepsi
Tatalaksana di IGD

 Awasi KU/VS/Puasa
 IUFD RL 500 CC dilanjutkan  30 tpm
 Pasang DC, NGT, Balans Cairan
 Inj. Cefazolin 1 gr/12 jam
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
 Inj. Paracetamol 500 mg/8jam
 Pro laparotomi
 Puasa
 Konsul Anes, UPD, Cardio, Neuro
Laparotomi 28/9/2017
Diagnosis Post Operasi

 Peritonitis umum e.c Appendicitis perforasi post


laparotomi eksplorasi et appendectomy
Follow Up Pasien 15/6/2017

 S : Nyeri post operasi berkurang, terutama muncul ketika


batuk, batuk (+), BAB (-), flatus (+).
 O : KU: Compos mentis, cukup
Status lokalis regio abdomen:
I : Distensi (-), luka operasi tertutup kassa
(+), rembes (-), drain kiri cairan serous (+)
±50cc.
A : Peristaltik (+)
P : Timpani (+)
P : Supel (+), NT (+)
 A : Ileus obstruktif letak tinggi ec hernia obturatoria D
post laparotomi reseksi ileoileal end to end, hernia repair H-7
 P : Basahi bibir
 Inf. Albumin 20% 100cc

 IUFD RL : Klinimix : Kalbamin 1:1:1 28 tpm

 Inj. Meropenem 1gr/8 jam

 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

 Diet bubur saring

 Fisioterapi
Pembahasan
2. Anatomi
Abdomen
3. Jenis-jenis
Nyeri
TYPES OF ABDOMINAL PAIN
• Autonomic nerves
• Embryonic origin
Visceral • Poorly localized
• Dull ache, colicky
Foregut
Oesophagus
Stomach
Duodenum – 1st & 2nd parts
Pancreas
Liver
Gall bladder

Midgut
Duodenum – 3rd & 4th
parts
Jejunum
Hindgut Ileum
Left colon Right colon
Sigmoid colon Transverse colon
• Peripheral nerves stimulation
• Typically sharp
Somatic • Well localized
• Felt directly over area of
inflammation

ORGANS NERVES
Diaphragm N. Phrenicus C3-C5
Gaster, pancrease, small Plexus Celiacus Th 6-9
intestine, gall bladder

Appendix, Proximal Plexus mesentericus Th 10-11


colon, pelvic organ

Distal Colon, Rectum, N. Splancnicus Caudal Th 11-L1


Kidney, Ureter, Testis

Urinary bladder, Plexus hypogastricus S2-S4


rectosigmoid
• visceral afferents carrying stimuli from a

Referred diseased organ enter the spinal cord at the same


level as somatic afferents
• Referred pain is felt at a location distant from
the disease organ
57
Nyeri akut abdomen berdasarkan
sifat nyerinya
Nyeri alih : terjadi jika suatu segmen persarafan menginervasi
lebih dari satu daerah.

Nyeri proyeksi : nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf


sensorik akibat cedera atau peradangan saraf.

Nyeri kontinyu : nyeri akibat rangsangan pada peritoneum


parietale, yang dirasakan terus menerus

Nyeri Kolik : nyeri viseral akibat spasme otot polos.


Pain pattern
Continuous Inflammation
pain
Ischemia
Intermittent Forced peristaltic of hollow organs like ureter, gut,
pain / colicky cystic duct.
pain
Onset of the pain

Sudden onset : gastric perforation, ruptur of aneurysm

Gradual onset : inflammation


ETIOLOGI
Inflamasi

Perforasi

Gangguan Mekanik

Kongenital

Neoplasma

Gangguan Vaskular

Trauma
Inflammatory,
• bacterial (acute appendicitis, diverticulitis, pelvic inflammatory disease)
• chemical (perforation of a peptic ulcer)

Mechanical
• obstruction condition as incarcerated hernia, post-operative adhesion,
intussusception, malrotation of the gut with volvulus. The most common
cause of large bowel mechanical obstruction is carcinoma colon

Vascular
• mesenteric arterial thrombosis or embolism

Congenital
• defects can produce an acute abdominal surgery any time from the minute
of birth (such as duodenal atresia, omphalocele, diafragmatic hernia ) to
years afterwards in conditions such as chronic malrotation of the intestine.

Traumatic
• causes of an acute abdomen range from stab and gunshot wounds to blunt
abdominal injuries producing such condition as splenic rupture.
4. Appendisitis
Appendicitis

 Definisi
 Peradangan pada bagian dalam dari appendix vermiformis
yang dapat menyebar hingga bagian luar.
 Merupakan clinical emergency dan merupakan kasus acute
abdomen yang paling sering terjadi
 Hanya 50% dari kasus-kasus ini mempunyai gejala klasik
 Anoreksia, nyeri periumbilikal diikuti mual, nyeri RLQ dan
muntah.
Anatomi Appendix

 Vaskularisasi
a. Appendicularis, cabang dari a. Iliocaecalis, cabang dari
A. Mesentrika superior.
 Inervasi
Simpatis berasal dari N. Thoracalis X , parasimpatis : N.
Vagus (C.10)
Posisi Appendix
Apendiks memiliki topografi :
 Pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
 Garis Monroe : Garis antara umbilicus dengan SIAS
dekstra
 Titik Mc Burney : 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada
garis Monroe
Etiologi

 Obstruksi dari lumen appendiks.


 Penyebab tersering obstruksi lumen: hiperplasia limfoid
sekunder terhadap IBD atau infeksi (lebih sering pada
anak-anak dan dewasa muda), fecal stasis, dan fecalith
(lebih sering pada dewasa lebih tua), parasit, atau yang
lebih jarang, benda asing dan neoplasma
Patofisiologi 1. Appendisitis akut
fokal
2. Appendicitis
supuratif
3. Appendisitis
gangrenosa,perfo
rasi, peritonitis
Obstruksi ↑↑ umum
Jk ditambah
lumen tekanan dengan trombosis
Perforasi dan
appendix Pembentuk gangren appendix
dgn an pus intralumi a./v. appendicularis

berbagai nal
↑ tekanan
etiologi appendix Memudahkan
intralumi Pengumpulan leukosit
Jk obstruksi
berlanjutan = tekanan invasi bakteri ke Periappendicular
di appendix intraluminal > tekanan dalam appendix abses/peritonitis
nal vena appendix
lewat dindingnya
appendix
Sekresi
cairan Media baik untuk
multiplikasi bakteri
Obstruksi outflow vena
 dinding appendix Hilangnya
intestinal dalam
dan appendix
iskemia
integritas epitel
mukus appendix
Staging Appendicitis
 Early stage appendicitis
obstruksi  mucosal edema  distensi appendiks karena akumulasi
cairan, ↑ tekanan intraluminal
 Suppurative appendicitis
↑ tekanan intraluminal  tekanan perfusi kapiler berlebih  invasi
bakteri dan cairan inflamasi ke dinding appendiks
 Gangrenous appendicitis
Thrombosis vena dan arteri intramural  gangrenous appendicitis.
 Perforated appendicitis
Iskemi jaringan berkepanjangan  infark appendiceal dan perforasi
 Abscess appendicitis
Perforated appendix  dilingkupi oleh omentum majus/usus halus
sehingga menyebabkan abscess appendicitis
 Spontaneously resolving appendicitis
Obstruksi hilang spontan  appendicitis akut sembuh spontan
 Recurrent appendicitis (10%)
Pasien mengeluhkan nyeri kuadran kanan bawah setelah
appendektomi
 Appendicitis Kronis (1%)
(1) Riwayat nyeri kuadaran kanan bawah selama 3 minggu
tanpa diagnosis alternatif
(2) Setelah appendektomi, pasien merasa gejala mereda
(3) Secara histopatologis, terdapat inflamasi kronik aktif dari
dinding appendiks atau fibrosis.
Gejala

 Gejala klasik: riwayat anorexia dan nyeri


periumbilical, diikuti dengan nausea, nyeri
kuadran kanan bawah, dan muntah  50%
kasus.
 Nausea  61-92% pasien
 Anorexia  74-78% pasien
 Diare dan konstipasi  18% pasien
 Diare  biasa pada anak-anak
Tanda

 Pasien lebih memilih berbaring dengan menekuk paha


kanan. Pasien akan mempertahankan posisi dan
mengurangi pergerakan karena sakit.
 Nyeri kuadran kanan bawah pada palpasi
 Demam low-grade (38°C) atau tidak demam atau demam
tinggi.
 Dapat timbul tanda peritoneal :
 Localized tenderness pada perkusi
 Muscular Guarding
Pemeriksaan Fisik Spesifik

 Psoas sign
Pada appendiks retrocaecal, bila dilakukan regangan pada
m. iliopsoas dapat menyebabkan nyeri.
Pasien berbaring miring pada sisi kiri dan pemeriksa
melakukan ekstensi pada paha kanan pasien.
 Obturator sign
Muncul pada pasien dengan posisi appendiks
pelvic. Dilakukan dengan melakukan rotasi
interna pasif pada posisi paha fleksi.
 Rovsing's sign – nyeri pada kuadran kanan bawah pada penekanan di kuadran kiri
bawah

 Dunphy's sign – nyeri yang bertambah saat batuk


 Pemeriksaan rectal touche: belum ada evidence bahwa pemeriksaan ini berguna pada pasien suspek
appendicitis.
Alvarado Score
Tindakan :
0-3 : discharged
4-6 : evaluasi CT
>7 : konsul
bedah

Diagnosis :
5-6 : compatible
diagnosis of
acute
appendicitis
7-8 : probable
appendicitis
9-10: very
probable acute
appendicitis
Cutoff: 7.5
Sensitivitas: 96.2%
Spesifisitas: 90.5%
Diagnosis Banding
 GIT
1. Gastroenteritis
2. Ileitis terminale
3. Tifoid
4. Divertikulitis meckel
5. Intususepsi
6. Konstipasi
 Obsgyn
1. KET
2. Salpingitis akut
3. PID
4. Torsio kista ovarium

Pemeriksaan Penunjang
 Complete blood count cell: peningkatan angka lekosit
 C-reactive protein: meningkat dengan cepat pada 12 jam pertama,
spesifisitas rendah.
 Urinalisis: menyingkirkan diagnosis banding penyebab urologi.
Pemeriksaan Penunjang

 Imaging

Appendicogram memiliki sensitivitas dan spesifisitas


yang rendah
Sumber: Sabiston Textbook of Surgery
Manajemen

 Nonsurgical Treatment: dilakukan ketika appendectomy tidak


dapat dilakukan atau berisiko tinggi bila dilakukan saat itu.
 Antibiotik
 Analgesik

 Surgical Treatment
 Appendiktomi cito
 appendicitis akut, abses, dan perforasi
 Appendiktomi elektif
 appendisitis kronis
 Konservatif kemudian operasi elektif appendisitis infiltrat
Open Appendectomy
Laparoscopic Appendectomy
5. Ileus
Definisi
• Suatu keadaan terganggunya pasase usus (Sabiston,
2007)
Etiologi
• Ileus mekanik vs Non-mekanik
• Jika mekanik; ekstra lumen atau intra lumen?
• Ekstra lumen; adhesi, volvulus, invaginasi, hernia,
malrotasai
• Intra-lumen; meconium, fecaloma, parasite, corpal,
tumor
• Jika non-mekanik; paralitik spt pada sepsis
(fungsional)
Patofisiologi (mekanik)
• Obstruksi -> tekanan intra luminal tinggi -> sindrom
kompartemen ketiga ->dehidrasi, malnutrisi, gg.
Elektrolit -> shock
Epidemiologi
• Umur dapat menjadi petunjuk etiologi
• Baru lahir -> malrotasi,
• Anak-anak -> sepsis atau bukan
• Dewasa -> paling sering adhesi paska operasi
• Insidensi paling sering = adhesi paska operasi >
hernia > keganasan > volvulus
Anamnesis
• KU; nyeri hilang timbul disertai sulit BAB bahkan
tidak BAB + tidak bisa kentut
• RPS; kembung? mual? Muntah? Warna muntah?
Sejak kapan?
• RPD; riw.operasi? Kapan?
Pemeriksaan Fisik
TANDA VITAL : normal, dehidrasi, atau syok
ABDOMEN :
 Inspeksi : distensi, pada dinding abdomen tampak darm contour (gambaran
kontur usus), darm steifung (gerakan peristaltik usus), bekas jahitan pada
abdomen (adhesi post laparatomi)
 Auskultasi :
• Pada saat distensi, terdengar hiperperistaltik bersamaan dgn nyeri kolik pada
ileus obstruktif. Pada ileus paralitik tidak terdengar peristaltik.
• Borborygmi sound : pada tahap awal
• Metalic sound : pada tahap lanjut
 Perkusi : hypertimpani

 Palpasi :

• Nyeri tekan, teraba massa (intususepsi),


defans muskuler (+) jika sudah peritonitis
 Rectal Toucher  menilai massa intraluminal atau untuk mengetahui
adanya occult blood yang merupakan indikasi malignancy,
intussusception atau infarction
 Yang dinilai :
 Tonus m. Sphincter ani
 Mukosa : licin/ terdapat benjolan
 Ampula recti : collapse pada ileus
obstruktif letak rendah
 Nyeri tekan
 Sarung tangan terdapat lendir, darah, feces : intususepsi
 Feces menyemprot : Hirschsprung’s disease
Pemeriksaan Penunjang

 Pencitraan :
1. X-ray  foto abdomen 3 posisi
 Supine AP  melihat distribusi udara, tampak intestinal yang
terdistensi, coil spring, Hering bone appearance, pre peritoneal
fat tidak jelas pada peritonitis
 Semierect jika perforasi tampak garis luscent subdiafragma
 Left Lateral decubitus  tampak lucensi berada di abdomen
bagian kanan, tampak air fluid level, step ladder appearance
Penggunaan kontras untuk menentukan lokasi ileus
2. USG : jika curiga intususepsi
3. CT Scan
NORMAL
Left Lateral Decubitus
Supine
Ileus Paralitik

Air fluid level sejajar


dan panjang-panjang
 Darah rutin
 Hb, Hct meningkat, elektrolit turun  tanda-tanda
dehidrasi/syok/imbalance elektrolit
 AL naik, diferensiasi bergeser ke kiri  tanda strangulasi
Terapi
1. Pre-operatif :
Pemasangan NGT/OGT untuk dekompresi, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi
Resusitasi cairan dan elektrolit dengan kristaloid

Pemasangan kateter urin untuk memonitor urin output/ dehidrasi

Nutrisi TPN

Antibiotik spektrum luas jika terjadi infeksi

Segera rujuk dokter spesialis bedah

2. Operasi : laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus

3. Post-operatif : cairan, elektrolit, nutrisi, mencegah adhesi


Ileus Post Operative

(Brunicardi et al, 2015)


6. Peritonitis
Definisi

 Inflamasi pada peritoneum dan cavitas peritoneum

 Berdasarkan lokasi: lokal/difus


 Berdasarkan perjalanan penyakit: akut/kronik
 Berdasarkan patogenesis: infeksius/aseptik
Klasifikasi

 Primary/Spontaneous Bacterial Peritonitis


 Secondary Peritonitis
 Tertiary Peritonitis
Primary (spontaneous)
Bacterial Peritonitis
 Tidak ada sumber intra abdomen yang terindektifikasi
 Disebabkan oleh bakteri, jamur, atau infeksi
mycobacterium
 Disebabkan oleh: peritonitis pada pasien CAPD &
Tuberculosis peritonitis
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Penunjang

 Analisa cairan peritoneal (>250 PMN/µL)


 Kultur darah (biasanya E.Coli)
 CT scan dengan kontras (eksklusi penyakit intraabdomen)
 Foto polos abdomen 3 posisi (udara bebas)
 Darah rutin (anemia, leucocytosis, lymphopenia)
Tatalaksana
Peritonitis pada pasien CAPD (Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis)

 Biasanya karena bakteri yang migrasi melalui kateter


 Single organism
 Manifestasi klinis mirip dengan secondary peritonitis
 AB: cefazolin (gram +), ceftazidim (gram -)
Tuberculous Peritonitis

 Reaktivasi pada TB melalui hematogen


 Gejala TB (+)
 Diagnosis: dengan laparoskopi dengan biopsi peritoneum
(nekrosis kaseosa +)
Secondary Peritonitis

 Berhubungan dengan perforasi organ berongga


 Bakteri flora normal: E. coli, Bacteroides fragilis
Etiologi
Manifestasi Klinis

 Nyeri abdomen akut dengan demam


 Lokasi tergantung akibat dan inflamasi yang terjadi (lokal /
umum)
 Lokal  pada appendicitis dan divertikulitis
 Umum  radang tersebar ke seluruh dinding abdomen
 Defens muskular
 Penurunan atau hilangnya bunyi usus
 Takikardi, hipotensi, dan tanda dehidrasi
Penunjang

 Asidosis
 Kultur darah
 CT scan dengan kontras (eksklusi penyakit intraabdomen,
ada cairan/abses)
 Foto polos abdomen 3 posisi (udara bebas dibawah
diafragma, dilatasi sistema usus, edema dinding usus)
 Darah rutin (leukositosis)
 X-ray
X Ray

 Dari tes X Ray didapat foto polos abdomen 3 posisi


(anterior, posterior, lateral):
 Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada
peritonitis.
 Usus halus dan usus besar dilatasi.
 Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
Gambaran Radiologis

 Posisi supine, untuk melihat distribusi usus, preperitonial


fat, ada tidaknya penjalaran.
 Posisi RLD/LLD, untuk melihat air fluid level dan
kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level diduga
gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti
ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon.
 Posisi semi-erect atau berdiri: air fluid level/step leadder
appearance
Tatalaksana
 Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus
utama dari penatalaksanaan medik.
 Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah
 Terapi oksigen dengan nasal kanal atau masker untuk fungsi
ventilasi
 Decompresi
 Intervensi bedah  identifikasi sumber infeksi, membuang
materi penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi,
perbaikan dan drainase.
 Antibiotik  terapi bakteremia, menurunkan insidensi formasi
abses dan infeksi luka, mencegah perluasan infeksi.
Administrasi antibiotik untuk Gram negatif atau anaerob.
 Penisilin dengan kombinasi β-lactamase inhibitor
(ticarcillin/clavulanate,3.1 g q4–6h IV) atau cefoxitin (2 g
q4–6h IV).
 ICU  imipenem (500 mg q6h IV), meropenem (1 g q8h
IV), atau kombinasi ampicillin + metronidazole +
ciprofloxacin.

 Tindakan bedah jarang diindikasikan pada kasus SBP pada


dewasa.
 Peritonitis dapat timbul akubat komplikasi bedah
abdomen.
Faktor-faktor yang harus
diperhatikan
 Akses ke dalam kavum peritoneum cukup luas untuk menjamin lapangan
operasi yang adekuat
 Kultur bakteri untuk pemeriksaan aerob dan anerob.
 Cairan eksudasi dari kavum abdomen harus dosedut keluar
 Sumber infeksi harus ditemukan dan dievakuasi
 Seluruh abdomen harus diperiksa untuk memisahkan adhesi dan
mengangkat abses kecil
 Dilakukan dekompresi pada usus halus yang distensi dengan mengevakuasi
isinya melalui lambung dengan suction
 Kavum abdomen diirigasi dengan beberapa liter RL atau saline untuk
mengeluarkan isi usus, fibrin, darah dan bakteri
 Dinding abdomen dibuka pelan-pelan dan tutup pelan –pelan
 Perawatan pasca operasi meliputi antibiotika, drainase dan terapi suportif.
Tertiary Peritonitis

 Komplikasi karena operasi pembedahan dan terapi


antibiotik yang tidak adekuat pada spontaneous
peritonitis/secondary peritonitis

 Agen: infeksi nosokomial


Tatalaksana
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai