Anda di halaman 1dari 74

PENGARUH USIA

TERHADAP Msy Syarinta Adenina

FARMAKOKINETIK OBAT
Terapi obat pada neonatus
dan pasien pediatri
Background

• Penyesuaian dosis pada neonatus dan anak menggunakan data


keamanan, efikasi dan farmakologis pada dewasa (dengan
penyesuaian berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh),
yang tidak memperhitungkan perubahan perkembangan yang dapat
mempengaruhi farmakokinetik obat atau sensitivitas organ atau
jaringan terhadap obat
• Neonatus, bayi dan anak-anak  uji klinis dan uji farmakologis
terpisah  perbedaan perkembangan  farmakokinetik obat atau
target jaringan dan sensitivitas terhadap obat
contoh
Terapi kloramfenikol pada neonatus
• Kloramfenikol  antibiotik spektrum luas  digunakan untuk infeksi 
dosis dewasa yang disesuaikan berdasarkan berat badan bayi atau dosis
melebihi yang direkomendasi dewasa
• Tahun 1950-an  banyak kasus kematian neonatus yang tidak bisa
dijelaskan yang menerima kloramfenikol

• Uji klinis
Bayi prematur dengan resiko tinggi infeksi  4 kelompok
(1.tanpa ab, 2. penisilin dan streptomisin, 3. kloramfenikol,
dan 4. tiga ab mortalitas (3) ↑, bahkan dibandingkan
dengan kelompok 1, mortalitas ↑  toksisitas kloramfenikol
Penelitian farmakokinetik kloramfenikol di neonatus dan
anak
• Kloramfenikol di detoksifikasi di hati melalui konjugasi
glucoronide.
• Neonatus  penurunan kapasitas untuk metabolisme
kloramfenikol melalui konjugasi glukoronide  Terdapat
konsentrasi tinggi kloramfenikol dan akumulasi
metabolitnya  toksisitas
• Metabolisme kloramfenikol  sangat bergantung dengan
usia
• T1/2 neonatus  26 jam
• T1/2 bayi  10 jam
• T ½ anak-anak  4 jam
Terapi zidovudine pada neonatus, bayi dan
anak
• Zidovudine merupakan analog sintetik nukleosida yang memblok
replikasi HIV dengan menghambat enzim reverse transkriptase
• Indikasi primer zidovudine  pencegahan transmisi vertikal hiv
• Zidovudine  eliminasi melalui konjugasi glucoronide  neonatus
kemampuan eliminasi ↓
• Zidovudine  karena pemberiannya digunakan luas pada neonatus
dan bayi yang lahir dari ibu HIV  sehingga farmakologi dan
keamanan sudah dipelajari  dosis pedoman sesuai usia
• Zidovudin ini juga diteliti pada wanita hamil untuk melihat apakah
zidovudine dapat menghambat transmisi HIV ibu-fetus  dilakukan
uji klinis acak dengan kontrol plasebo, tersamar-ganda ibu
menerima 100 mg zidovudine oral 5x/hari, kemudian saat akan
melahirkandiberikan infus iv zidovudine (1 mg/kg/jam)
• Neonatus akan diberikan 2 mg/kg/oral zidovudine setiap 6 jam
selama 6 minggu
• Didapatkan penurunan rasio transmisi HIV dengan pemberian
zidovudine sebelum, selama dan setelah persalinan serta tidak
ditemukan kejadian yang tidak diinginkan dari regimen ini
Perkembangan peraturan pemerintah
• 1938  107 anak meninggal dari eliksir
sulfanilamide yang mengandung dietilen glikol
sebagai pembawa
• Konsumsi thalidomide  malformasi fetus
• Dilaporkan lebih 10.000 kasus dari 46 negara 
maka dibuatlah 1962  Harris-Kefauver
Ammandemen  keamanan dan efikasi dari
suatu populasi tidak bisa di peroleh dari
populasi lainnya, terutama uji pada dewasa
tidak bisa dipindahkan ke anak atau bayi.
• FDA tahun 1979  mengeluarkan regulasi untuk meningkatkan jumlah
obat yang tersedia pada bayi dan anak
• Tahun 1994  FDA meminta perusahaan obat untuk melakukan survei
data yang ada untuk mendukung pelabelan pada obat-obat anak-anak
• Namun hanya 430 lampiran/tambahan yang dilaporkan sebagai tanggapan
peraturan ini dan hanya 63 lampiran yang menampilkan data yang cukup untuk
mendukung pelabelan baru untuk semua kelompok usia
• Sisanya hanya menambahakan peringatan “keamanan dan efektifitas pada
anak belum pasti”
• Tahun 1998  FDA mengeluarkan Pediatric Final Rule 
mensyaratkan perusahan farmasi untuk melakukan uji pada anak
sebagai bagian perkembangan obat baru bila ternyata obat itu
memiliki potensi untuk digunakan pada anak
• Dibawah pediatric final rule ini dari tahun 1999-2002  12 obat
disetujui untuk anak-anak atau diberi label untuk penggunaan pada
populasi pediatri
• Kongres USA menyampaikan Best Pharamaceuticals for
Children Act (BPCA) yang memiliki pasal untuk obat on-patent
dan off patent
• Pada akhir tahun 2004  85 produk yang diteliti di bawah program ini
dan di label sesuai populasi pediatrik
• Tahun 2003  Pediatric Research Equity Act ditandatangani
menjadi undang-undang. Pediatric Research Equity Act ini
mensyaratkan semua permohonan untuk bahan aktif baru,
indikasi baru atau bentuk sediaan baru, regimen atau rute
pemberian baru, agar mengandung penilaian untuk pediatrik.
• Tujuan regulasi-regulasi ini untuk memastikan informasi
pemberian dosis pediatrik yang benar dan berguna pada
semua produk farmasi yang digunakan pada populasi pediatrik
• Informasi yang tidak adekuat tentang dosis pediatrik  berakibat
peningkatan resiko toksisitas, pengobatan yang tidak efektif karena
dosis yang rendah dan keengganan dokter untuk meresepkan obat
terbaru yang lebih efektif karena tidak adanya rekomendasi dosis
Ontogeny dan Farmakologi

• Ontogeny mendeskripsikan asal usul dan perkembangan pada


organisme
• Karena kurangnya penelitian agen obat pada populasi neonatus, bayi
dan anak-anak, pemahaman mengenai efek ontogeny pada
farmakokinetik dan farmakodinamik obat masih kurang
• Namun, hal ini bisa diantisipasi dengan menggunakan pengetahuan
dasar mengenai proses maturasi. Perubahan pada masa tubuh dan
komposisi dan kematangan organ eksresi mempengaruhi
farmakokinetik obat. Namun memprediksi efek pertumbuhan dan
perkembangan pada farmakodinamik lebih sulit karena sedikitnya
informasi tentang perubahan ekspresi obat dan reseptor terkait usia
Ontogeny dan farmakologi

• FDA membagi populasi pediatrik menjadi 5 kelompok


• Preterm newborn infants – neonatus lahir preterm (bayi lahir kurang bulan)
• Term newborn infants (0-27 hari) – neonatus lahir cukup bulan
perubahan fisiologis yang cepat pada jumlah air di tubuh dan fungsi
ginjal dan hepar
• Bayi dan balita (28 hari – 23 bulan)
• Maturasi SSP dengan myelinisasi
• Anak (2- 11 tahun)
• Terjadi pertumbuhan tulang yang cepat, penambahan berat badan, perkembangan
psikomotor dan pubertas
• Remaja (12-16 atau 18 tahun tergantung daerah)
• Maturasi seksual
Absorbsi obat

• Kebanyakan obat-obat pada bayi dan anak-anak diberikan melalui


rute oral
• Bioavabilitas oral, dipengaruhi oleh
• Sekresi asam lambung
• Motilitas gastrointestinal
• Luas permukaan penyerapan intestinal
• Aktifitas enzim yang memetabolisme obat di hati yang bertanggung jawab
terhadap metabolisme presistemik obat
Sekresi asam lambung

• pH lambung netral pada saat lahir, menurun menjadi pH 1-3


beberapa jam setelah lahir
• Sekresi asam lambung menurun pada hari 10-30, dan tidak mencapai
nilai pH lambung dewasa sampai kira-kira usia 3 bulan
• Penisilin  asam lemah  nilai pH asam lambung yang rendah ini
menyebabkan  bioavabilitas meningkat pada neonatus

Obat Pka
Penisilin 1.8
Ampisilin 2.5
Teofilin 8.8
Fenitoin 8.3
Asetaminofen 9.5
Fenobarbital 7.4
Pengosongan lambung

• Pada neonatus, pengosongan lambung terlambat (sekitar 45 menit)


dan iregular, dan mencapai nilai dewasa pada usia 6-8 bulan
• Motilitas intestinal juga iregular dan sangat bergantung pada pola
makan pada neonatus
• Pemberian makan dengan susu formula meningkatkan ph gaster
sampai 90 menit setelah makan. Sedangkan pemberian asi karena
mengandung sejumlah besar faktor pertumbuhan epidermal, suatu
peptida yang menghambat sekresi asam lambung
• Pada neonatus, penurunan motilitas gastrointestinal  menurunkan
absorbsi obat  penurunan konsentrasi puncak plasma obat, tapi
tidak mengubah fraksi obat yang diserap.
• Pada anak, waktu transit gastrointestinal meningkat
Luas permukaan penyerapan

• Rasio luas permukaan penyerapan dibandingkan dengan luas


permukaan tubuh lebih besar pada bayi dan anak dibandingkan
dengan dewasa
• Walaupun ekskresi enzim pankreas rendah pada neonatus, namun
malabsorbsi tidak terjadi, dan tidak berpengaruh pada absorbsi obat
• Usus halus neonatus dikolonisasi dengan bakteri dari sejak lahir,
namun spektrum flora bakterial berubah seiring dengan tahun
pertama kehidupan
• Pola dan derajat kolonisasi bergantung pada usia dan tipe persalinan,
tipe makanan, dan terapi obat yang diberikan bersamaan
Distribusi obat

• Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat


• Fisikokimia obat
• Curah jantung
• Aliran darah regional
• Komposisi tubuh (cairan ekstrasel dan jaringan adiposa)
• Derajat pengikatan protein dan jaringan
• Komposisi tubuh (cairan ekstrasel dan jaringan adiposa)
• Pada neonatus, fraksi cairan ekstraseluler paling besar pada
neonatus dibandingkan pada anak dan dewasa.
• Banyaknya cairan ekstrasel ini menyebabkan volume distribusi untuk
obat yang larut air seperti sulfisoxazole lebih baik pada neonatus
dan anak dibandingkan pada dewasa
• Pada bayi, karena proporsi lemak tubuhnya lebih banyak
dibandingkan orang dewasa, maka untuk obat larut lemak, volume
distribusi lebih besar dibandingkan pada individu yang lebih tua
• Derajat pengikatan protein dan jaringan
• Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah (ikatan hidrofobik, van der walls, hidrogen dan ion)
• Obat yang terikat pada protein plasma ini akan dibawa oleh darah ke
seluruh tubuh. Kompleks obat-protein akan terdisosiasi dengan sangat
cepat. Sehingga obat bebas akan ke luar ke jaringan ke tempat kerja obat,
jaringan depotnya, hati dan ke ginjal
• Pada neonatus, serum albumin, α-acid glycoprotein, dan konsentrasi
protein total menurun menyebabkan penurunan ikatan obat dengan
plasma
30 17
Metabolisme obat

• Kapasitas hati untuk memetabolisme obat rendah saat baru lahir


• Laju perkembangan jalur metabolik  sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh paparan obat saat di dalam rahim dan post natal
• Reaksi metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan fase II. Reaksi fase I
terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis yang mengubah obat
menjadi lebih polar dengan akibat menjadi inaktif. Reaksi fase II
merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen : asam
glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino
• Perubahan yang terjadi fase I
• Kapasitas oksidatif menurun saat lahir, namun berkembang seiring waktu
• Saat anak-anak  kapasitas oksidatif obat melebihi dewasa
• Sebaliknya, Aktifitas alkohol dehidrogenase tidak mencapai kadar dewasa
sampai usia 5 tahun
• Perkembangan reaksi fase I lainnya, masih belum terlalu dikarakterisasi
• Perubahan yang terjadi fase ii 
• Adanya variasi tingkat kematangan enzim yang memetabolisme obat, jalur
metabolik utama untuk beberapa obat dapat berbeda pada neonatus dan
bayi dibandingkan dengan dewasa .
• Contohnya, aktivitas konjugasi glukoronide rendah pada waktu lahir dan baru
mencapai nilai dewasa pada umur 3 tahun, namun konjugasi sulfat sudah
aktif dari dalam rahim dan saat lahir,
• Oleh karena itu, obat yang pada dewasa di eliminasi oleh konjugasi
glucoronide, pada anak-anak dimetabolisme oleh konjugasi sufat
• Tampak pada metabolisme
asetaminofen berbeda-beda
pada tiap kelompok usia
• Pada dewasa, konjugasi
glucoronate merupakan metabolit
utama asetaminofen di urine
• Pada neonatus, obat banyak di
ekskresikan sebagai konjugat
sulfate
• Meskipun ada perbedaan
kuantitatif jalur metabolik untuk
menginaktifkan obat, laju
eliminasi obat secara
keseluruhan konstan untuk
“parent drug” yang tidak
bergantung usia. Hal ini karena
defisiensi glucoronidasi bisa
dikompensasi dengan konjugasi
sulfat pada metabolisme
asetaminofen
• Enzim sitokrom p450
berguna untuk
mengatalisis
biotransformasi berbagai
senyawa. Enzim ini
diregulasi oleh faktor
genetik, lingkungan dan
hormonal dan komponen
perkembangan
• Contohnya CYP3A
mengalami kematangan
fungsional setelah 1
bulan kehidupan pada
neonatus cukup bulan
• CYP3A7 dapat dideteksi
pada awal perkembangan
fetus, mencapai puncak 2
minggu setelah lahir dan
menurun kadarnya pada
dewasa seiring dengan
peningkatan CYP 3A4
• Cisaprid dimetabolisme melalui oksidasi di hepar dan intestinal oleh
CYP3A4
• Pada neonatus metabolisme hepatik cisaprid menurun karena
rendahnya kandungan CYP3A4 pada neonatus yang menyebabkan
akumulasi cisaprid di plasma dan meningkatkan risiko disaritmia
jantung termasuk takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, torsade de
pointes dan kematian
Ekskresi ginjal

• Fungsi ginjal terbatas saat lahir karena ginjal


secara anatomis atau fisiologis belum mature
• GFR neonatus cukup bulan  10-15 ml/min/m2
• GFR neonatus kurang bulan  5-10 ml/min/m2
• GFR meningkat usia 1 minggu karena adanya
penurunan resistensi vaskular ginjal setelah lahir
dan peningkatan aliran darah ginjal
• GFR mencapai nilai yang sama dengan dewasa 
usia 1 tahun
• Bayi baru lahir  kematangan glomerulus lebih
cepat dibanidngkan dengan skresi tubular renal
 ketidakseimbangan glomerulus/tubulus
• Fungsi sekresi tubular ginjal terganggu saat lahir,
baru mencapai nilai normal setelah usia 1 tahun
Klirens obat di ginjal terhambat pada
neonatus dan bayi sehingga diperlukan
penurunan dosis, namun pada usia 8-12
bulan, ekskresi ginjal sebanding dengan
anak-anak “tua” dan bahkan melebihi
dewasa

• Pada anak muda, ukuran ginjal dibandingkan dengan BSA (body


surface area) lebih besar dibandingkan dewasa, dan klirens obat
melebihi dewasa
• Karena klirens ginjal lebih efisien pada anak, dosis aminoglikosida
dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi plasma yang efektif pada
anak biasanya 1,5-2 kali lebih tinggi dibandingkan dewasa
• Pemberian interval dosis pada anak-anak juga lebih pendek
dibandingkan dewasa
Implikasi pertumbuhan dan perkembangan
terhadap terapi
• Efek obat berkaitan dengan konsentrasi obat bebas di lokasi target
dan keberadaan dan densitas reseptor obat pada lokasi target
• Konsentrasi obat bebas  ditentukan oleh dosis dan farmakokinetik
obat
• Perubahan perkembangan komposisi tubuh, kadar pengikatan protein
dan fungsi organ sekresi berefek signfikan pada konsentrasi obat
plasma dan pada akhirnya  jumlah obat yang mencapai organ target
• Dibutuhkan penyesuaian dosis dan waktu pemberian dosis sesuai
dengan usia bayi dan anak  dose adjustment
• Penyesuaian dosis ini dilakukan berulang mengikuti perubahan cepat
pada saat post natal (setelah lahir) sebagai contoh
• Dosis antibiotik  di tinggkatkan setelah usia 7 hari, untuk
menyesuaikan dengan peningkatan fungsi renal yang cepat
• Ekspresi reseptor obat pada pertumbuhan dan perkembangan masih
belum di teliti lebih lanjut, namun dapat memodulasi efek obat
selama masa kanak-kanak
Efek terhadap farmakokinetik

• Adanya perubahan fungsi ekskresi hepar dan ginjal selama masa


kanak-kanak membutuhkan penyesuaian dosis untuk mencapai
konsentrasi obat terapetik
• Contoh pada teofilin, klirens
teofilin lebih tinggi pada anak-anak
dibandingkan dewasa, sehingga
anak-anak memerlukan dosis lebih
tinggi yang disesuaikan dengan
berat badan dibandingkan dewasa
• Dosis tinggi yang dibutuhkan untuk
mencapai konsentrasi terapeutik
pada pasien yang lebih muda
merefleksikan bioavabilitas yang
rendah dan klirens yang lebih cepat
dibandingkan dewasa
• Perbedaan ukuran relatif organ tubuh dan jaringan antara anak dan
dewasa juga dapat mempengaruhi farmakokinetik obat.
• Pada neonatus, ukuran hati dan ginjal relatif lebih besar
dibandingkan dewasa. Ukuran hati ini berpengaruh pada obat-obat
yang dimetabolisme di hepar seperti teofilin. Metabolisme teofilin
oleh enzim cyp450 meningkat pada saat bayi
Efek pada farmakokinetik

• Busulfan adalah agen alkilasi bifungsional


yang merupakan komponen penting
regimen persiapan untuk transplantasi
sum-sum tulang
• Pada anak-anak < 5 tahun, klirens busulfan
2-3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
dewasa karena ditingkatkan oleh konjugasi
glutation pada anak-anak. Karena
klirensnya meningkat akibatnya konsentrasi
busulfan pada masa puncak lebih rendah
pada anak-anak
• Walaupun, insidens dan keparahan
toksisitas yang terkait busulfan juga lebih
rendah pada anak-anak namun laju rejeksi
transplantasi lebih tinggi secara signifikan
Efek pada farmakokinetik

• Pada anak-anak, ukuran SSP lebih besar


pada bayi dibandingkan dewasa. Ukuran
ini memilki efek pada konsentrasi yang
mencapai cairan serebrospinal (CSF)
setelah pemberian intratekal dan
mempengaruhi pemberian dosis terapi-
terapi intratekal pada pasien bayi dan
anak-anak
• Contoh  konsentrasi methotrexate CSF
setelah pemberian dosis 12 mg/m2
sangat bergantung pada usia.
Efek pada farmakokinetik

• Perbedaan ini mungkin disebabkan


karena perbedaan laju pertumbuhan SSP
dibandingkan bagian tubuh lainya.
• Pada umur 3 tahun, volume SSP sudah
mencapai 80% dari volume dewasa
sementara BSA meningkat dengan lebih
lambat bila dibandingkan dengan volume
SSP
• Jadi bila kita mengukur dosis obat
methotrexate atau obat lain yang
diberikan intratekal berdasarkan BSA,
anak-anak akan menerima dosis yang
lebih rendah dibandingkan dengan
volume CSF-nya
Efek pada farmakokinetik

• Oleh karena itu perlu dilakukan


penyesuasian dosis sesuai dengan usia
• Pada pasien kurang dari 1 tahun menerima
6 mg, pasien usia 1 tahun menerima 8 mg,
pasien usia 2 tahun menerima 10 mg, dan
pasien usia ≥ 3 tahun 12 mg
• Dengan dosis yang sudah disesuaikan ini,
konsentrasi methotrexate kurang bervariasi
dibandingkan dengan pemberian dosis
standar 12 mg tadi, walaupun pemberian
dosis penyesuaian ini menyebabkan
peningkatan > 50% dosis absolut pada
anak-anak dan dosis yang lebih rendah
pada pasien yang lebih dari 10 tahun
Efek pada farmakokinetik

• Untuk obat-obat lain yang diberikan secara


sistemik, biasanya penghitungan dosis
disesuaikan dengan berat badan atau luas
permukaan tubuh
• Hubungan antara berat badan dan luas
permukaan tubuh pada anak-dan remaja tampak
pada grafik
• Pada neonatus, luas permukaan tubuh lebih
besar dibandingkan berat badan, namun berat
badan nantinya akan meningkat cepat
dibandingkan luas permukaan tubuh pada masa
kanak-kanan dan remaja
• Dosis obat yang dikembangkan dari kelompok
usia dewasa dan anak-anak yang kemudian
disesuaikan dengan berat badan  bila
digunakan pada bayi akan memberikan dosis
yang lebih rendah dibandingkan bila penyesuaian
dosis menggunakan luas permukaan tubuh
Efek pada farmakokinetik

• Contoh  zidovudine
• Klirens zidovudine lebih tinggi pada
anak-muda dibandingkan anak-yang
lebih tua
• Sehingga dosis pada anak-muda yang
diukur menggunakan berat badan
akan menghasilkan konsentrasi serum
yang lebih rendah dibandingkan pada
anak-tua
• Bila digunakan luas permukaan tubuh,
biasanya akan menghasilkan
konsentrasi plasma yang lebih
seragam
Efek pada farmakokinetik
• Penyesuaian dosis menggunakan luas permukaan tubuh tidak selalu menjadi
metode yang baik.
• Contohnya pada vincristine, suatu obat anti kanker yang menyebabkan neuropati
perifer. Klirens vincristine berdasarkan luas permukaan tubuh lebih rendah pada
bayi dibandingkan anak-tua dan remaja, karena itu penyesuaian dosis
menggunakan luas permukaan tubuh dapat menyebabkan konsentrasi plasma
yang lebih tinggi pada pasien yang lebih muda dan risiko toksisitas lebih besar
• Maka pada vincristine dipakai penyesuaian dosis menggunakan berat badan
Efek pada farmakodinamik

• Masih belum terlalu jelas diteliti


• Faktor yang dapat mempengaruhi efek obat adalah variasi jumlah
reseptor, afinisitas reseptor terhadap obat dan respons organ
target atau jaringan terhadap penempelan obat terhadap reseptor
• Contohnya : dopamine
• Pemberian dopamin pada neonatus premature menyebabkan aliran darah
renal meningkat namun aliran darah mesentrika dan serebral tidak
terpengaruh
• Pada dewasa  dopamine meningkatkan aliran darah intestinal
• kurangnya respon pada neonatus disebabkan belum matangnya pembuluh darah mesentrika
• Obat juga dapat merubah proses pertumbuhan dan perkembangan
bergantung pada tahap perkembangannya
• Contohnya pemberian tetrasiklin yang menyebbkan displasia enamel pada anak kecil
• Pemberian kortikosteroid menekan pertumbuhan linear
Efek pada penyakit anak

• Spektrum penyakit anak berbeda dengan penyakit yang ada pada


dewasa
• Contohnya  kistik fibrosis
• Pada Kistik fibrosis  adanya defek pada transpor klorida
menyebabkan sekresi yang “mengental” menyebabkan kerusakan
pada organ dan jaringan  dapat mengenai  organ yang terlibat
dalam disposisi obat termasuk saluran cerna, pankreas, jantung, hati,
hati dan ginjal
• Klirens berbagai obat, termasuk yang dimetabolisme melalui hati
atau diekskresi di ginjal mengalami peningkatan pada pasien kistik
fibrosis
• Mekanisme pasti peningkatan klirens in masih belum jelas
• Sehingga dibutuhkan dosis antibiotik yang lebih besar untuk
mencapai konsentrasi obat plasma terapeutik dibandingkan anak
yang tidak menderita kistik fibrosis
Kesimpulan

• Dengan mempertimbangkan pengaruh proses perkembangan yang terjadi


pada masa neonatus, bayi, kanak-kanak dan remaja akan menuntun
pemberian obat yang lebih rasional, aman dan efektif pada populasi pediatrik
• Maka dari itu diperlukan penelitian klinis yang terpisah yang dilakukan pada
populasi neonatus dan anak-anak
• Penyakit pada anak-anak realtif lebih jarang dibandingkan dewasa  market
pasarnya lebih sempit bagi perusahan farmasi untuk pengembangan obat
• Regulasi FDA yang baru didesain untuk mengatasi situasi ini dengan
mensyaratkan uji pada populasi pediatrik dan menyediakan insentif untuk
perusahaan farmasi yang berhasil menyelesaikan studi ini
• Uji ini dilakukan pada anak-anak yang memang memiliki penyakit untuk obat
ini, tidak seperti pada populasi dewasa. Uji farmakokinetik dan keamanan
tidak bisa diakukan pada sukarelawan anak-anak normal, sehingga penelitian
pada anak-anak merupakan tantangan tersendri terutama adanya perubahan
perkembangan yang damatik
Terapi obat pada pasien
lansia
• Pada orang lanjut usia (lansia) biasanya di jumpai beberapa perubahan
fisiologis dan patofisiologis yang dapat mempengaruhi terapi obat.
• Patofisiologis  pada lansia biasanya dijumpai 5-10 diagnosis yang masing-
masing memilki satu atau lebih terapi

 Banyaknya paparan pengobatan ini


meningkatkan kemungkinan terjadinya
interaksi obat  kemungkinan adverse
drug effect meningkat seiring dengan
jumlah obat yang diresepkan
 oleh karena itu, penting untuk
memahami dampak berbagai pengobatan
(high drug burden) pada lansia
• Selain itu, terdapat dilema kemajuan pengobatan/terapi dibuat untuk
penyakit pada lansia, namun pemberian berbagai pengobatan dapat
meningkatkan kemungkinan adverse drug event
• Manfaat terapi mirip dengan yang dijumpai pasien yang lebih muda
• Pedoman praktis yang spesifik-penyakit tertentu tidak memperhitungkan
adanya berbagai penyakit komorbid pada pasien manula  sehingga bila
semua pedoman ini diikuti  pasien akan menerima pengobatan yang saling
kontradiktif dan polifarmasi
Patofisiologi aging

• Populasi manula dibagi menjadi 3 kelompok


• Young old (tua muda), usia 65-75 tahun
• Tua , usia 75-85 tahun
• Old old, usia ≥ 85 tahun
• Hampir semua penelitian yang menggambarkan farmakokinetik dan
farmakodinamik dilakukan pada kelompok tua-muda, sehingga
validitas untuk mengekstrapolasikan penemuan tersebut pada
kelompok usia lain masih dipertanyakan
• Perubahan fisiologis yang terjadi pada penuaan dapat dikategorikan
menjadi
• Penurunan kapasitas performa maksimum
• Hilangnya cadangan homeostatik
• Respons obat sistemik merupakan hasil interaksi kompleks antara efek
obat spesifik dan nonspesifik dengan respons fisiologis atau patologis
langsung dan tidak langsung terhadap efek obat ini
• Dari empat komponen
farmakokinetik, hanya absorbsi
yang tampaknya tidak
bergantung pada usia
• Distribusi
• Distribusi obat-obatan tertentu
dapat berbeda pada lansia.
Peningkatan lemak tubuh terkait
usia yang menggantikan otot
menyebabkan peningkatan
volume distribusi yang lebih besar
bagi obat-obat yang larut lipid
(seperti, golongan
benzodiazepine)
• Klirens Ginjal
1. Perubahan farmakokinetik obat
yang paling konsisten dan dapat
diprediksi terkait usia adalah 
klirens ginjal obat
2. Aliran darah ginjal GFR, dan proses
sekresi aktif tubulus renal ↓

3. Penurunan GFR bisa dihitung


menggunakan rumus Cockroft-Gault
 pedoman doses obat

4. Untuk wanita, rumus dikurangi 15%


5. ↑ volume distribusi dan ↓ klirens
akan memperpanjang eliminasi
waktu paruh, sehingga
memperpanjang durasi obat dosis
tunggal
• Metabolisme
• Biotransformasi obat terjadi di hepar, saluran cerna, ginjal,
paru-paru, dan kulit
• Biotranformasi terdiri atas fase I dan Fase II
• Fase I
• Di katalisis oleh enzim yang ada di membrane yang ditemukan di retikulum
endoplasma
• Umumnya di katalisis CYP450 (CYP3A, CYP2D6, CYP2C, CYP1A2, dan CYPE1)
• Fase II
• Terjadi di sitosol , kecuali UDP-
glycuronosyltransferase yang ada
di membrane reticulum
endoplasma
• Hanya sedikit perubahan terkait
penuaan
Perubahan terkait usia pada fungsi sistem
efektor

• Sistem saraf pusat


• Sistem saraf otonom
• Fungsi kardiovaskular
• Fungsi renal
• Sistem hematopoietik dan pengobatan kanker
Sistem saraf pusat

• Proses penuaan otak terjadi dengan cara yang relatif selektif, paling
sering terjadi di korteks prefrontal, nucleus monoaminergik
subkortikal
• Pada korteks prefrontal
• Penurunan volume progresif yang konsisten muncul seiring penuaan
• Fungsi pengolahan mental (fungsi untuk mengkode dan pengambilan
memori) yang melambat terkait usia merupakan penemuan yang
konsisten  mekanismenya belum di ketahui
• Individu yang lebih tua memilki aktivasi otak terkait tugas yang menyebar
dibandingkan individu yang lebih muda
• Hal ini karena orang yang lebih tua mengerahkan sumber daya otak yang
lebih besar untuk menghasilkan fungsi memori yang sama
• Gangguan dopaminergic tampak jelas pada proses terkait reseptor dopamine
D2
• Prinsip farmakodinamik penting lain  sensitivitas lansia lebih tinggi
terhadap beberapa obat-obatan depresan CNS (contohnya agen
induksi anestesi opiate seperi Propofol, fentanyl dan alfentanil
• Propofol, fentanyl dan alfentanil
• Konsentrasi yang dibutuhkan untuk menganastesi individu sehat 75 tahun kira-kira
setengah yang dibutuhkan individu usia 25 tahun
• Lansia (usia sampai 89 tahun) memerilukan penurunan dosis 50% untuk menginduksi
efek yang sama pada individu yang lebih muda
• Sedangkan pada obat barbiturate thiopental dan benzodiazepine
midazolam dan triazolam
• Walaupun dosis obat yang lebih rendah sudah bisa menginduksi anestesi
karena ada efek farmakokinetik penuaan (penurunan metabolisme sehingga
klirens menurun  akumulasi obat ↑)
• Pada lansia  meminum benzodiazepine dengan waktu paruh panjang 
peningkatan insidens fraktur pinggul
• Untuk efek obat antidepresan dan neuroleptik  datanya masih sedikit
• Grafik  Pasien yang lebih tua memilki 3 hingga 5 kali lipat lebih tinggi insidens
terjadinya tardive dyskinesia dibandingkan pasien yang lebih muda ketika diberikan
neuroleptik atipikal (seperti fenothiazin dan haloperidole)
• 10-20% pasien yang lebih muda akan mengalami tardive dyskinesia 3 tahun setelah pengobatan
neuroleptik
• 40-60% pasien yang lebih tua akan mengalami tardive diskinensia dengan pengobatan yang sama
Sistem saraf otonom

• Perubahan terkait usia pada sistem ini  beragam


• Fungsi kardiovagal menghilang, terjadi penurunan denyut jantung istirahat dan
penurunan variasi denyut jantung (beat-to-beat heart rate variability)
• Pasien lansia biasanya memilki tonus vagal yang lebih rendah yang mengindikasikan peningkatan
yang lebih sedikit bila diberikan atropine
• Fungsi barorefleks pada lansia terganggu, yang makin menonjol bila disertai dengan
penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus
• Fungsi simpatis jantung berubah ditandai dengan penurunan respon takikardia
terhadap isoproterenol dan peningkatan norepinefrin plasma yang bersirkulasi
• Respons terintegrasi yang menggambarkan banyak perubahan terkait usia adalah
hipotensi ortostatik yang meningkat pada individu yang lebih tua
• Tingkat penurunan akibat perubahan posisi pada tekanan darah pada pasien lansia
tampak jelas pada kondisi postprandial/sesudah makan dan dieksaserbasi pada pasien
yang diobati dengan diuretik
• Keseimbangan pengaturan suhu (thermoregulatory) juga terganggu pada lansia yang
memiliki ambang batas termoreseptor lebih tinggi dan penurunan pengeluaran keringat
Sistem saraf otonom

• Data mengenai efek obat yang berubah karena gangguan sistem saraf
otonom jarang ditemukan, mungkin karena kesulitan menilai efek obat
tertentu pada fungsi sistem saraf otonom tertentu
• Efek antikolinergik banyak obat seperti antihistamin dan neuroleptik
tidak hanya menonjolkan perubahan tekanan darah ortostatik, tapi juga
dapat meningkatkan gangguan kognitif pada lansia
• Gangguan termoregulasi bisa juga ditonjolkan dnegan pemberian obat-
obat ini karena mereka memilki efek antikolinergik kuat yang
memperparah respon termoregulasi
• Peningkatan usia berkaitan dengan efek proaritmia dari obat neuroleptik
• Perubahan sistem saraf otonom menyebabkan perubahan respons
sistem kardiovaskular terhadap obat seperti penghambat alfa dan beta
adrenergik seperti labetalol
• Pemberian labetalol dosis 200
mg  pada lansia, penurunan
tekanan darah lebih besar
dibandingkan individu yang
muda
• Tidak ada perbedaan antara
tekanan darah duduk (o) atau
berdiri ( )pada lansia atau
individu yang muda
Fungsi kardiovaskular

• Perubahan fungsi kardiovaskular terkait usia, dipisahkan menjadi


• Perubahan pada jantung
• Perubahan pada vaskular perifer

• Perubahan pada jantung


• CO saat istirahat tidak berubah seiring usia kecuali bila ada penyakit jantung
sebelumnya
• Denyut jantung menurun  menandakan penurunan parasimpatis withdrawal dan
gangguan fungsi sinoatrial dan beta adrenergik
• Sebagai kompenasinya untuk menjaga kardiak output maka Masa ventrikel kiri dan
stroke volume ventrikel kiri meningkat
• Akan tetapi karena Relaksasi diastolik juga melambat  sehingga pengisian ventrikel
kiri juga terlambat
• Peridoe kontraksi ventrikel kiri yang memanjang dan relaksasi diastolik yang
melambat ini berhubungan dnegan penurunan ambilan kalsium oleh sarkoplasmik
retikulum
• Akibat dari perubahan farmakodinamik ini bisa menjadi besar
• Gangguan respons beta adrenergic 1 menyebabkan penurunan respons
takikardi pada stimulasi farmakologik langsung oleh obat seperti
isoproterenol (beta adrenoreseptor agonis nonselektif) dan stimulasi reflex
simpatik tidak langsung seperti oleh obat antagonis kalsium nisoldipine
• Efek penurunan denyut jantung oleh obat penghambat adrenoreceptor beta1
juga menurun pada pasien lansia karena gangguan respon beta adrenergic 1
• Relaksasi diastolik yang melambat sebagai konsekuensi penuaan akan terus
berkembang pada banyak pasien usia tua hingga gejala-gejala gagal jantung
kongestif muncul
• Pada pasien dengan disfungsi diastolik di obati dengan diuretik loop, pasien
tersebut rentan terhadap deplesi volume intravaskular yang secara klinis
tampak sebagai peningkatan hipotensi ortostatik
• Bila deplesi volume ini cukup untuk menurunkan perfusi organ vital, gejala
lain akan muncul sperti depresi sistem saraf pusat dan penurunan fungsi
ginjal
• Kekakuan pembuluh darah meningkat seiring dengan usia
• Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktural dan fungsional dengan peningkatan
deposisi kolagen dan substansi dasar lain yang tampak pada pemeriksaan mirkoskopik atau
molekuler
• Selain itu, usia tua sendiri menurunkan relaksasi endotel, bahkan walaupun tidak ada penyakit
lain seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, dan paparan lingungan seperti merokok.
• Selain ganggguan beta1 adrenergic, fungsi beta 2 adrenergik juga terganggu
 Gangguan vasodilatasi perifer
• Perubahan klinis yang tampak akibat gangguan ini adalah peningkatan
tekanan nadi dengan penekanan tekanan darah sistolik
• Data klinis  terapi beta bloker untuk hipertensi pada pasien lansia kurang
efektif, namun untuk terapi infark miokard dan CHF pemberian penghambat
memilki efikasi yang sama pada pasien tua dan muda
• Pemberian obat penghambat alfa adrenergik (seperti terazosin untuk
pengobatan retensi urine BPH) menyebabkan respon hipotensi yang besar
karena berkurangnya refleks beta adrenergik
• Antagonis kanal kalsium  respon individu terhadap obat ini
merupakan kombinasi dari perubahan langsung akibat efek obat dan
perubahan terkait usia pada respon obat
• Obat penghambat ACE  kurang efektif untuk pengobatan hipertensi
dibandingkan pada pasien yang lebih muda. Hal ini berkaitan dengan
renin yang rendah sehingga peran renin-angiotensin-aldosterone
dalam menjaga tekanan darah pada pasien hipertensi menurun
• Tapi, obat penghambat ACE sangat efektif pada pasien yang lebih tua
untuk pengobatan CHF
Fungsi ginjal

• Morfologi dan fungsi ginjal berubah seiring dengan usia


• Perubahan menyebabkan perubahan farmakokinetik (penurunan
klirens obat ginjal) dan juga perubahan farmakodinamik NSAID, ACE
inhibitor dan diuretik
• Perubahan anatomi berkaitan dengan penuaan 
• Penurunan berat ginjal, umumnya terjadi di korteks ginjal berupa penurunan
ukuran dan jumlah glomerulus
• Pembuluh darah yang tersisa akan membentuk shunt pembuluh darah diantara
arteriol afferent dan efferent  penurunan GFR
• Penurunan aliran plasma ginjal yang diukur dari klirens p-
aminohippurate lebih banyak dibandingkan penurunan GFR  fraksi
filtrasi (GFR/ aliran plasma ginjal) meningkat pada lansia
• Gangguan fungsi vasodilatasi endotel vaskular  dibuktikan dengan
respon vasodilatasi terhadap asetilkolin melemah
• Horomon natriuretic atrial yang bersirkulasi meningkat pada pasien
yang lebih tua  menekan sekresi renin ginjal  penurunan aktivasi
basal aksis renin-angiotensin aldosterone
• Pada pasien lansia, terjadi gangguan fungsi tubulus. Penurunan
sekresi tubulus ginjal dan penurunan reabsorbsi tubulus ginjal ini
paralel dengan penurunan GFR beberapa obat
• Pada penuaan terjadi gangguan fungsi tubulus yang tampak
bermanifestasi sebagai penurunan kapasitas untuk menjenuhkan
atau mengencerkan urine menyebabkan gangguan kemampuan
ekskresi air bebas dan menjaga natrium bila ada deplesi cairan
• Pada pemberian diuretik tiazid
• Menyebabkan hiponatremia, lebih sering pada lansia dibandingkan pasien
yang lebih muda
• Karena adanya gangguan ginjal mengencerkan urine yang dimediasi oleh tiazid dan
diperparah oleh penurunan kapasitas pengenceran urin yang dipengaruhi usia
• OAINS  Respons terhadap obat antiinflamasi nonsteroid berubah
atau ditekan.
• Perubahan respons ini berupa azotemia, penurunan GFR, retensi sodium dan
hiperkalemia. Hal ini disebabkan efek vasodilatasi prostaglandin pada ginjal
yang menua. Selain itu hambatan cox-2 pada pasien lansia dapat
menurunkan laju filtrasi glomerulus pada tingkat yang sama dengan
penghambat cox non selektif
• Peningkatan kemungkinan retensi natrium pada pasien lansia mungkin
karena hilangnya aksi vasodilatasi prostaglandin, menurunnya filtrasi
glomerulus dan penurunan kaspasitas tubular ginjal untuk
menkonsentrasikan natrium pada volume urine yang menurun
• Peningkatan resiko hiperkalemia karena pada lansia ada kondisi
hiporeninemik hipoaldosteronism yang dieksaserbasi dengan hilangnya efek
prostaglandin terhadap sekresi renin atau peningkatan volume intravaskular
karena retensi sodium yang diinduksi obat
• Penghambat ACE pada lansia
• Menyebabakan hiperkalemia
• Pada orang tua terjadi gangguan pemebentukan angiotensin II yang
membatasi stimulus sekresi aldosterone serta diperparah oleh penurunan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosterone
Sistem hematopoietic dan pengobatan kanker

• Respon pengobatan antitumor pada lansia terhadap kemoterapi


sama pada pasien yang lebih muda bila dosisnya tidak diturunkan.
• Contoh  pada pengobatan non-Hodgkin lympoma yang diberikan
cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, dan prednisone atau etoposide,
mitoxantrone dan prednimustine (VMP) kurang efektif pada pasien lansia bila
dosisnya dikurangi
• Pengobatan pada kanker payudara dengan intensitas dosis yang sama 
hasilnya sama
• Namun, hal ini berdampak pada peningkatan resiko toksisitas
hematopoietik pada lansia,
• Contohnya  resiko mielosupresi meningkat pada pasien usia > 70 tahun
• Resiko anemia
• Anemia sendiri dapat menyebabkan penurunan respons kemoterapi karena
penurunan hantaran obat ke jaringan
• Terlepas dari usia pasien kanker, kondisi komorbid (penyakit jantung,
disfungsi ginjal, dan penyakit hepatobiliary) dan status fungsional
adalah prediktor penting kelangsungan hidup
• Identifikasi kondisi komorbid dengan pemeriksaan klinis dan
laboratorium dan status fungsional menggunakan penilaian geriatri
komprehensif  cara yang paling efektif untuk menargetkan terapi
intervensi pasien kanker yang sudah tua
Kelompok obat yang resiko toksisitanya
meningkat pada usia
• Neurotoksisitas dan kardiotoksisitas teofilin meningkat pada pasien lansia.
Toksisitas ini mungkin disebabkan karena penurunan klirens teofilin dan
peningkatan paparan pada pasien usia tua
• Isoniazide menginduksi hepatotoksisitas lebih sering pada usia diatas 35 tahun.
namun penjelasan farmakokinetik atau farmakogenomiknya masih belum
memuaskan
• Penemuan ini menyebabkan rekomendasi bahwa pemberian isoniazid ditahan pada
pasien yang skin test tuberkulinnya positif tapi tidak memilki factor resiko lain.
• Karena 5-10 % pasien dengan tuberculin positif akan berkembang menjadi tuberculosis
aktif
• Ada kekhawatiran bahwa kemoprofilaksi yang tepat tidak tersedia pada pasien ≥ 50 tahun
• Monitoring klinis rutin yang dilakukan dapat menurunkan resiko hepaotoksisitas
berat
• Sampai saat ini pedoman yang ada tidak memasukan Batasan umur untuk
pemakaian isoniazid pada pengobatan tuberculosis latent namun hanya berupa
anjuran untuk tidak melakukan test tuberculin pada individu resiko rendah
• Peningkatan usia berperan secara signfikan pada reiko perkembangan
tardive dyskinesia pada neuroleptik tipikal  mekanismenya masih
belum diketahui

• Obat antiinflamasi non steroid kemungkinan menginduksi ulkus


gaster lebih banyak pada pasien lebih tua dibandingkan pasien muda.
Hal ini mungkin karena adanya penurunan prostaglandin di mukosa
lambung pada pasien lansia, yang ditambah oleh hambatan
prostaglandin lambung yang diinduksi obat
Kesimpulan

• Adanya berbagai penyakit pada lansia yang diobati dengan berbagai


pengobatan dapat meningkatan faktor resiko efek yang tidak
diinginkan. Sehingga pada lansia, rasio resiko/keuntungan dan indeks
terapi lebih sempit. Dengan memahami patofisiologi terkait usia
mampu membuat kita memprediksi perubahan disposisi dan efek
obat terkait usia
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai