Anda di halaman 1dari 99

Farmakoterapi

Oleh
Nurmeilis, M.Si, Apt
Definisi
Farmakoterapi adalah terapi
menggunakan obat berdasarkan jenis
penyakit penderita


Ilmu yang terkait
Farmakologi mempelajari farmakokinetik
dan farmakodinami obat dalam tubuh.
Anatomi Fisiologi dan Patofisiologi
Interaksi obat
Mikrobiologi, parasitologi, virologi


Konsep Farmakoterapi
Penggunaan obat secara rasional
Dapat memilih obat secara rasional
berdasarkan jenis dan tanda-tanda
penyakit, kondisi khusus penderita,
obat yang bersamaan digunakan
(interaksi obat),
Dapat memberikan informasi obat
Apoteker perlu Farmakoterapi ?
Harus !
Mekanisme
terjadinya penyakit/
penyebab penyakit
Memilih obat, OB, OBT,
DOWA
Informasi Obat
Pasien

Dokter

Perawat

Apoteker




Kondisi khusus yang perlu diperhatikan
dalam pengobatan
Bayi, anak-anak
Geriatri
Kehamilan
Menyusui
Gagal organ (hati, ginjal)
Penyakit lain yang bersamaan
Penggunaan Obat yg
Rasional
Pengertian rasional menurut WHO:
Sesuai dg keperluan klinik
Dosis sesuai dg kebutuhan pasien
Diberikan dlm jangka yg sesuai
Dg biaya termurah bagi pasien & komunitasnya
Penggunaan obat yg rasional (POR)
Pemilihan & penggunaan obat yg efektivitasnya
terjamin & aman serta harga yg terjangkau


Dalam konteks biomedis, kriteria
penggunaan obat rasional :
Tepat diagnosis
Tepat indikasi
Tepat pemilihan obat (khasiat,
keamanan, mutu,& biaya)
Tepat dosis, cara & lama pemberian
Tepat peracikan & pemberian informasi
Langkah Penerapan
Pengobatan yg Rasional
WHO action programme on essential drugs (1994)
menetapkan langkah POR :
Menentukan masalah pasien
Menetapkan tujuan pengobatan
Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yg dipilih
serta meneliti efektivitas & keamanannya
Membuat resep, memulai pengobatan
Memberi informasi, hal2 yg perlu diwaspadai
Melakukan monitoring

Nierenberg & Melmon(2000)
meromemndasikan enam langkah dalam
praktek farmakoterapi yang
rasional,yakni;
Menentukan diagnosis dengan tepat
Memahami patofisiologis penyakit dan peluang
untuk intervensi obat
Memahami farmakologi obat yang dapat
digunakan sebagai pilihan farmakoterapi
terhadap penyakit tersebut
Seleksi obat dan dosis yang paling optimal untuk
pasien yang paling spesifik
Seleksi efikasi dan toksisitas yang perku
dipantau
Kembangkan dan jaga hubungan dengan pasien
dalam proses pengobatan.

Upaya implementasi
pengobatan rasional
Bbrp cara utk meningkatkan POR :
Upaya regulasi o/ pemerintah (Dep Kes)
Upaya pendidikan
Pengajaran POR dlm kurikulum fak kedokteran
Pendidikan & pelatihan bagi petugas pelayanan kesehatan
Upaya manajerial
Pembentukan Komisi Farmasi & Terapi (KFT) di RS,
penetapan daftar obat esensial (DOEN), penyusunan
pedoman pengobatan
PENGGUNAAN OBAT
YANG RASIONAL
DOKTER
APOTEKER
KEPATUHAN PASIEN
TERCAPAI TUJUAN TERAPI
Kualitas hidup meningkat
LAPORAN KETIDAKPATUHAN PASIEN
Stewart & Cluff, 29 59% penderita
Blackwell, 25 50% penderita
Davis, 30 35% penderita
Stimson, 19 72% penderita
Stewart & Caranasos; Peck & King, 4 35 %
penderita
McKenney & Harison, 10,5% penderita dirawat
Blackbourn & Galvin a & b, 24% penderita dirawat

LAPORAN PENYEBAB PENGHENTIAN
PENGOBATAN PADA PENDERITA YANG
MEMBUTUHKAN PENGOBATAN MENAHUN
( ASMA, DIABETES MELLITUS, PENYAKIT KARDIOVASKULER)
Merasa sudah sembuh (14,8%)
Mengalami efek samping obat (7,1%)
Menurunkan dosis karena merasa lebih baik (20,4%)
Mengalami kelebihan dosis yang menimbulkan
dampak yang serius (5,6%)
Menambah (membeli sendiri) dengan obat obat
herbal / tradisional (19,9%)
LAPORAN BEBERAPA
AKIBAT DARI
KETIDAKPATUHAN PASIEN
75% Penderita lanjut usia harus dirawat di IGD
70 80% penderita hipertensi tidak dapat
mengendalikan tekanan darahnya
12% penderita harus dirawat kembali di rumah
sakit
RESIKO ATAS KETIDAKPATUHAN PASIEN
DALAM PENGGUNAAN OBAT
1. Kegagalan terapi
2. Meningkatkan biaya perawatan
3. Memerlukan perawatan tambahan
4. Resiko terhadap toksisitas obat
5. Berjangkitnya kembali penyakit
Patient care
memerlukan integrasi pengetahuan dan keahlian
Patient
care
Pengetahuan
terapi obat
Pengetahuan terapi
non obat
Pengetahuan
interpretasi uji
lab&diagnostik
Pengetahuan
penyakit
Ketrampilan
penentuan DRP&
penyelesaiannya
Ketrampilan
Informasi &
Konsultasi
Obat
Ketrampilan
Memonitor
pasien
Pengetahuan
Teknologi
Farmasi
FARMAKOTERAPI
PEDIATRI
Definisi Usia Anak
Pre-term : sebelum 37 minggu kehamilan
Full term : 37-42 minggu kehamilan
Bayi baru lahir (Neonatus) : 0-1 bulan
Bayi : 1 bulan 1 tahun
Anak-anak : 1 12 tahun
Remaja : 12-16 tahun
Perubahan
farmakokinetik
Absorpsi
Laju absorpsi berkorelasi dg usia, absorpsi
lebih lambat pd neonatus & bayi dibandingkan
anak-anak & dewasa
Bayi yg lebih tua & anak2 juml & laju absorpsi
sebanding dg dws
Absorpsi sediaan oral dipengaruhi o/ waktu
pengosongan lambung, waktu transit di lambung
& usus, yg kesemuanya berbeda pd neonatus
maupun bayi
Waktu pengosongan lambung a/ menyamai org
dws pd bayi usia 6 bln
Perbedaan absorpsi obat pd
berbagai usia
Bayi > dewasa :
penisilin, ampisilin, eritromisin
Bayi = dewasa
Fenilbutazon, diazepam, digoksin,
kotrimoksazol, sulfonamid, teofilin
Bayi > dewasa
Fenitoin, parasetamol, rifampisin, kloramfenikol
karbamazepin

Distribusi obat
Neonatus & bayi memp kadar air total
dlm tubuh lebih besar drpd anak2 & dws
Obat yg larut air diberikan dg dosis yg
lebih besar pd neonatus drpd anak yg
lebih tua
Ikatan protein berkurang pd bayi krn
rendahnya kadar albumin &globulin

Metabolisme
Sistem enzimatik blm sempurna
Misal kloramfenikol pd bayi dpt tjd akumulasi
krn enzim glukoronidase blm lengkap
Ukuran hati dibandingkan berat badan total pd
anak lebih besar 50 % dibandingkan org dws,
shg tdpt peningkatan laju metabolisme pd bayi
yg lebih tua & anak
Misal dosis teofilin pd anak usia 1-9 thn (24
mg/kg/hari) lebih besar drpd anak usia 9-12 th
(20 mg/kg/hari) & dewasa (13 mg/kg/hari)
Eksresi
Laju filtrasi glomerulus (GFR) pd neonatus lebih
rendah drpd dws
Kemampuan meliminasi obat blm sempurna shg
diperlukan penurunan dosis
GFR sebanding dg org dws pd usia 1 thn
Misal waktu paruh (T1/2) Fenitoin pd bayi
usia 2 hari = 80 jam
3-14 hari = 15 jam
14-15 hari = 6 jam
T1/2 ampisilin pd bayi (0-7 hari) : 4 jam, pd org
dewasa : 1-1,5 jam


Masalah pediatri yg
berhub dg obat
Pemilihan sediaan & cara pemberian
Perhitungan dosis & interval
Penggunaan antibiotik
Interaksi obat-makanan
Total parenteral nutrition

Pemilihan btk sediaan tgt pd :
Usia anak
Rute pemberian
Ketersediaan btk sediaan
Terapi yg sedang berjalan
Keadaan peny
Perhitungan dosis anak
Yg paling mendekati yi berdasarkan luas
permukaan tubuh
Ptimbangkan indeks terapi obat
Cek dosis pd buku dosis khusus anak

Peresepan obat pd
pediatri
Apakah obat ini diperlukan o/ anak?
Perhatikan risk-benefitnya
Diagnosis yg akurat
Apakah ini obat yg terbaik? Apakah sdh yg
paling aman ?
Berapa lama pengobatan diberikan?
Apakah instruksinya sdh benar?
Utk meningkatkan kepatuhan
Apakah ada interaksi obat?
FARMAKOTERAPI
GERIATRI
Alasan meningkatnya resiko ADR pd pasien
usia lanjut (geriatri)
Meningkatnya prevalensi peny. Kronik
Polifarmasi
Perubahan respon obat
Peresepan yg tdk rasional
Pasien yg tdk patuh
Gangguan plihatan, pdengaran & memori

Perubahan
farmakokinetik
Absorpsi
Laju absorpsi menurun, tp jumlah yg diabsorpsi
tdk berubah
Distribusi
Obat2 yg larut lemak : meningkatkan volume
distribusi & T1/2
Obat yg larut air : menurunkan vol distribusi
Level albumin menurun dg meningkatnya usia
shg obat yg terikat kuat dg protein plasma a/
menurun
Metabolisme
Tjd penurunan aliran darah kehati
Tjd penurunan fungsi enzim hati
Metabolisme di hati dpt menurun tp sgt
bervariasi tgt banyak faktor (ex.status nutrisi,
genetik, status peny, merokok,dll)
Tjd penurunan laju klirens obat 20-40 %, ex.
Diazepam, fenitoin, teofilin, verapamil,
propranolol, l-dopa, warfarin



Eksresi
Usia 40-90 th : 50 %nya tjd penurunan fungsi
ginjal
Fungsi ginjal juga dpt berkurang o/ obat2 spt
NSAID, ACE inhibitor
Gagal ginjal memp efek klinis yg nyata thd
eliminasi obat jk > 60% dosis dibersihkan o/
ginjal, spt: digoxin, glibenklamid, metformin,
aminoglikosida
Gagal ginjal juga penting utk obat dg indeks
terapi sempit
Perubahan
farmakodinamik
Perubahan homeostatis
Gangguan sirkulasi : postural hipotensi
Gangguan keseimbangan & pertahanan tubuh :
berpeluang utk jatuh
Kontrol gula darah : usia lanjut cenderung
hipoglikemia
Perubahan reseptor/sensitivitas jar
CNS lebih rentan, disebabkan :
Atropi otak & hilangnya aktivitas sel
Reduksi aliran darah ke otak
ADR benzodiazepin & antikolinergik tjd pd dosis kecil pd usia
lanjut drpd pasien muda

Peningkatan sensitivitas efek obat di CNS
sedasi, confusion, gangguan tingkah laku
kesalahan diagnosa sbg demensia /psikosis
Penurunan kadar noradrenalin & dopamin di otak
tjd sedasi, bingung, gejala2 parkinson
Peningkatan sensitivitas thd warfarin
diperlukan dosis yg lebih kecil 30-40 %
Hilangnya saraf kolinergik : hilangnya memori,
gangguan kognitif
Prinsip terapi obat pd
geriatri
Hindari obat yg tak diperlukan/
hindarkan polifarmasi
Mengobati penyebab bukan sekedar
gejala
Seleksi obat, dosis & durasi
Ketahui riwayat pengobatan
Monitor terapi obat
Penyakit medis yg bersamaan
Pemilihan obat dg btk sediaan yg
tepat
Tujuan terapi utk memperpanjang
masa harapan hidup/kualitas hidup



Contoh obat yg
bermasalah pd geriatri
Opioid : menyebabkan gangguan kognitif
Digoksin, ACE inhibitor : reduksi eksresi
Warfarin : peningkatan sensitivitas
Levodopa : reduksi sensitivitas
Benzodiazepin aksi panjang : reduksi
metabolisme
AINS : peningkatan toksisitas thd lambung

Beta bloker : reduksi eksresi ginjal
Kortikosteroid : gangguan kognitif,
peningkatan toksisitas thd lambung
Bbrp sefalosporin : reduksi eksresi ginjal
Diuretik tiazid : tdk efektif pd gangguan
ginjal
Sulfonilurea : reduksi eliminasi

Farmakoterapi penyakit
pada tulang & sendi

Rhematoid artritis
Osteoartritis
Artritiris pirai / gout
RHEMATOID ARTRITIS
Rhematoid artritis mrp peny
inflamasi sistemik yg paling umum
dijumpai yg tjd pd persendian
simetris
Dpt tjd pd segala umur, tetapi
meningkat pd usia > 60 th, lebih
sering pd wanita
Pd wanita usia 15-45 th tjd
peningkatan 6 :1 dibanding pria
Patofisiologi
Faktor penyebab
Genetik & sistem imunologik
Krn infeksi virus (epstein Barr, hepatitis
B), bakteri (mycoplasma arthritidis)
Sistem imun meliputi seluler & humoral
menyerang jar sinovial & jar phubung
Pasien RA mbtk antibodi yg disebut
rhematoid factor


Patogenesis respon
inflamasi
Fase 1: makrofag mfagosit antigen
Fase 2 : antigen dibawa ke limfosit T, tjd
pengikatan pd posisi MHC,
menyebabkan aktivasi
Fase 3 : sel T aktif merangsang produksi
limfosit T & B , mpercepat inflamasi
Fase 4 : aktivasi sel T & makrofag
mbebaskan faktor perusakan sel,
meningkatkan aliran darah shg tjd
inflamasi seluler pd jar sinovial & cairan
sendi
Gejala klinik & diagnosis
Nyeri pd sendi2 kecil di perifer (misal jari-
jari tangan & kaki), simetris, mengenai
lebih dr 3 sendi
Poliartritis (rawan sendi & tulang
sekitarnya rusak)
Kaku & sakit otot mawali pembengkakan
sendi
Lelah, hilang nafsu makan & nyeri pd pagi
hari
Kriteria dari ARA
(American Rheumatism
Association)
Kaku dipagi hari
Artritis pd 3 atau lebih area sendi
Artritis sendi tangan
Artritis simetris
Nodul rematik
RF (rhematoid faktor) serum positif
Perubahan radiografi
Pasien positif rhematoid artritis jika
memp minimal 4 kriteria diatas,
blangsung 6 minggu
Diagnosis dari hasil lab
Test hematologi
Test rhematoid factor
Radiologi


Tujuan pengobatan
Menghilangkan gejala inflamasi
lokal/sistemik
Mcegah destruksi jaringan
Mcegah deformitas
Mpertahankan & mengembalikan
faal/fungsi sendi & organ
Pengobatan

NSAID
Mhambat bbrp manifestasi respon inflamasi
tapi tdk mcegah pkembangan peny
Pilihan obat : salisilat, ibuprofen,
naproxen, piroksikam, diklofenak
MK : mhambat sintesis prostaglandin pd jalur
as arakidonat/phambatan enzim
siklooksigenase

Lamanya pengobatan tergantung pd
kondisi peny
ES : dpt tjd tukak lambung, shg perlu
dikombinasi dg antasid/cimetidin
Dpt menyebabkan tek darah tinggi shg
a/ mperparah penderita hipertensi, juga
berbahaya pd penderita asma krn
menyebabkan bronkospasme


Inhibitor selektif COX-2
menunjukkan kerja antiradang yang setara
dengan obat antiradang bukan steroid klasik
tetapi dengan toksisitas lebih ringan pada
saluran gastrointestinal, Namun dilaporkan pula
adanya kecendrungan peningkatan tekanan
darah sebagai efek samping inhibitor selektif
COX-2 .
Contoh : celecoxib, rofecoxib

Kortikosteroid
Dipilih jika peny sdh parah & ada gangguan
pd organ lain & jika NSAID tdk berhasil pd
pasien lanjut usia
Pengaturan dosis dipertahankan serendah
mungkin (5-7 mg pagi hari)
Serangan akut dpt dikontrol dg dosis kecil
prednisolon tdk lebih dr 5 mg/hari
Hindari pobatan dlm jangka waktu lama
Tdk boleh dihentikan tiba-tiba


Garam emas :
MK : mhambat fagositosis & aktivitas
enzim lisosom Menurunkan kadar
rhematoid factor & imunoglobulin
Na aurothiomalate 10 mg scr im, kmd sth
2 minggu ditingkatkan 50 mg im
Auranofin ,scr oral dosis 6 mg/hari, sth
3 bln kmd ditingkatkan dosisnya mjd 9
mg/hari
ES : gangguan pd ginjal (proteinuria) &
darah ( trombositopenia, pancytopenia)
Penicilamin
MK : dpt mengubah produksi
imunoglobulin, menurunkan konsentrasi dr
sirkulasi kompleks imun, menekan
stimulasi limfosit
Dosis dws dimulai 250 mg/hari scr oral,
ditingkatkan sth 4-6 minggu mjd 500
mg/hari
Pengobatan efektif 60 % selama 8-12
minggu
ES : gangguan pd ginjal (proteinuria) &
darah ( trombositopenia, pancytopenia)




Klorokuin sulfat
MK : mhambat pelepasan enzim lisosom &
mcegah efek inflamasi
Mrp alternativ bagi px yg tdk berespon dg
NSAID
ES toksik pd mata, gangguan/kehilangan
plihatan, retinopathy. Insiden ini
meningkat jk dosis melebihi 250 mg/hari
selama > 1 thn
Dosis 150 mg/hari

GOUT / ARTRITIS PIRAI
Gout : spektrum peny yg meliputi
hiperuricemia, serangan akut artritis yg
berhub dg kristal monosodium urat di
cairan sinovial
Ada korelasi antara kadar asam urat serum
dg insiden & prevalensi gout
Prevalensi gout meningkat sesuai dg umur,
terutama laki-laki (10 kali lebih sering
terserang drpd wanita)

Patofisiologi
Penyebab
Genetik
Kadar asam urat tinggi (hiperuricaemia)
Lingkungan
BB berlebih - diet tinggi purin
TD tinggi - intake alkohol
kadar trigliserida tinggi



Obat2 yg dpt minduksi hiperuricemia
& gout :
Diuretik - pyrazinamid
Salisilat - l-dopa
Etanol - asam nikotinat
Etambutol - obat2 cytotoxic


hipoxantin
Xantin oksidase
xantin
As urat
Xantin oksidase
Eksresi urin
Deposit di jar
Sbg kristal urat
fagositosit
As laktat
Gejala klinik
Nyeri hebat, terutama pd jempol
kaki/tumit
Tanda radang lengkap : bengkak,
merah, panas, nyeri tekan
Septic artritis

Tujuan pengobatan
Pengobatan farmakologik
Obati serangan akut
Cegah relaps
Cegah kelainan sendi
Cegah penyulit ginjal, jantung
Pencegahan :
Turunkan BB
Kurangi asupan protein, no alkohol
Kontrol hipertensi
Pengobatan
Utk mengatasi serangan akut
NSAID
Colchicine
Utk pertahanan/mengontrol gout
jangka lama
Allopurinol
Probenesid
Sulphinpyrazon
Pengobatan pd serangan
akut gout
NSAID
Indometasin dg dosis awal 50-100 mg oral
dilanjutkan 50 mg tiap 4-6 jam sampai
gejala mereda, kmd dg dosis yg lebih
rendah (ex.25 mg)selama bbrp minggu
Naproxen dg dosis awal 750 mg,
dilanjutkan 250 mg tiap 8 jam
Colchicine
Mk : mhambat migrasi leukosit ketempat
dimana kristal sodium monourat terdeposit
pd serangan akut, shg menurunkan respon
inflamasi
Dosis awal 1 mg, diikuti 500 mcg tiap 2 jam
sampai rasa sakit mereda
ES : toksik pd GIT
Efektifitas berkurang jika serangan sdh
lama tjd

Penatalaksanaan gout
jangka lama
Pilihan pengobatan yg rasional
Jika asam urat serum tinggi & eksresi as
urat melalui urin dlm 24 jam meningkat
sampai diatas 3,6 mmol/d, mk pengobatan
dipilih allopurinol
Jika asam urat serum tinggi tapi eksresi as
urat melalui urin dlm 24 jam lebih rendah
dr 2,4 mmol/d, mk pengobatan dipilih
urikosurik ( probenesid or sulphinpyrazon)
Allupurinol
MK : menurunkan sintesis asam urat melalui
phambatan xantin oksidase
Jangan diberikan pd saat serangan akut,
tapi hanya utk maintenance/ mcegah
serangan & mcegah deposit kristal urat di
ginjal /jar lain
Dosis awal 300 mg oral, kmd dosis
pemeliharaan 200-600 mg. Dosis
diturunkan pd pasien gagal ginjal
Kadar asam urat serum sebaiknya dicek sth
3 bln



Probenesid
MK : mhambat reabsorpsi aktif asam urat
di tubulus proksimal shg meningkatkan
eksresinya di urin
Dimulai dg dosis rendah yg ditingkatkan
scr btahap (ex. 250 mg 2xsehari selama 1-
2 minggu kmd 500 mg 2xsehari selama 2
minggu, kmd 2 g /hari bbrp minggu , tgt
efek pd kadar asam uratnya
Tdk efektif pd px dg fungsi ginjal buruk


Sulphinpyrazon
MK : mhambat reabsorpsi aktif asam urat
di tubulus proksimal shg meningkatkan
eksresinya di urin
Dosis awal 50 mg 2xsehari selama 3-4 hari,
kmd 100 mg 2xsehari & ditingkatkan sampai
600 mg/hari
ES urikosurik : iritasi GIT, hipersensitiv
Interaksi obat urikosurik : hindari
kombinasi dg salisilat/aspirin
Farmakoterapi
respiratory disorder
Oleh
Nurmeilis, M.Si, Apt
Chronic obstructiv
pulmonary disease (COPD)
Definisi COPD (peny paru obstruktiv menahun)
Disebut juga COAD (Chronic Obstructive
Airway disease) atau COLD (Chronic
Obstructive Lung Disease)
Gangguan pd pernafasan yg kronis
(pkembangannya lambat), ditandai dg
obstructiv pd jalan nafas, yg tdk ada perubahan
selama bbrp bulan
Istilah COPD mencakup bronkhitis kronik,
emphysema
Bronchitis chronic
Mrp batuk kronis dg produksi sputum sepanjang
hari selama paling sedikit 3 bulan dlm setahun
selama 2 tahun berturut-turut
Emphysema
Perubahan permanent pd jalan nafas di ujung
bronkiola, ditandai dg destruksi pd dinding
bronkiol & tanpa fibrosis sebelumnya

Etiologi
Faktor resiko yg penting :
Asap rokok
Polusi udara
Polutan kimia : cadmium, silika,
Usia
Jenis kelamin
Genetic : defisiensi enzim -
antitryptisin, epoksida hidrolase

PATOGENESIS
Rangsangan Kimia
Predisposisi Bawaan
Faktor Infeksi
Faktor Lingkungan dan Iklim
Faktor Sosial-Ekonomi
Kelainan Thoraks
Kelainan Kontrol Pernafasan

Gejala klinik
dyspnea (laju nafas pendek)
persistent cough with sputum
production
Kadang sputum disertai darah
COPD yg berat dpt mjd sianosis, cor
pulmonale
Patofisiologis
Ada 2 proses
Gangguan pd hipersekretory, dg
peningkatan infeksi pernafasan
Gangguan obstruktiv yg makibatkan
konstriksi otot polos
Diagnosa
Test fungsi paru
Rontgen paru
EKG
Uji sputum (identifikasi bakteri
patogen)

Pengobatan
Tujuan pengobatan:
Membatasi
berkurangnya/menyempitnya jalan
nafas
Mencegah & mengobati komplikasi
sekunder spt infeksi & hipoksemia
Menurunkan gejala pd saluran
pernafasan & m;perbaiki kualitas
hidup
Pengobatan
Hentikan merokok
Bronkodilator
Antibiotik
Kortikosteroid

Bronkodilator
Short acting bronchodilator inhalers
obat bronkodilator inhaler paling sering
diresepkan, bekerja dg merelaksasi otot polos pd
jalan nafas/bronchi utk membuka/mendilatasi
selebar mungkin. Yg termasuk obat ini :
beta agonist inhalers.
Contoh : salbutamol and terbutaline.
anticholinergic inhalers.
Contoh : ipratropium and oxitropium.

Long acting bronchodilator inhalers
Juga termasuk gol beta agonist(formoterol
and salmeterol) dan anticholinergic
(tiotropium).
Bekerja seperti short acting bronkodilator
tapi dosis berakhir paling cepat 12 jam
Dapat dipilih obat ini jika gejala tetap ada
meskipun sudah mdpt bronkodilator yg
short acting
Bronchodilator tablets
Contoh : theophilin
Bekerja utk mendilatasi/membuka jalan
nafas
Dipilih jika pasien sulit utk mdptkan
inhaler dan sulit memakainya
Dapat juga ditambahkan pd pengobatan
diatas pd kasus yg berat
Kortikosteroid
Inhaled corticosteriods (specifically
glucocorticoids) act in the inflammatory
cascade and may improve airway function
considerably
Corticosteroids are often combined with
bronchodilators in a single inhaler. Some of
the more common inhaled steroids in use
are beclomethasone, mometasone, and
fluticasone.
Antibiotics
Pemberian antibiotika diperlukan karena
biasanya kelainan parenkim paru disebabkan
oleh mikro-organisme,diantaranya:
Hemophylus influenzae dan Pneumococcus.
Dapat pula disebabkan oleh Staphylococcus
dan bakteri Gram negatif seperti: Klebsiella.
Idealnya, pemberian antibiotika disesuaikan
dgn hasil kultur dahak. Sambil menunggu hasil
kultur, bisa diberikan antibiotika spektrum
luas dalam 2 hari pertama.
Hemophylus influenzae, peka terhadap ampisilin ,
sefalospurin, kotrimoksazol.
Pneumococcus, peka terhadap golongan penisilin.
Staphylococcus, peka terhadap metisilin,
kloksasilin, flukoksasilin, dan eritromisin.
Klebsiella, peka terhadap gentamisin, streptomisin
dan polimiksin.
Mucolytic
Contoh : carbocisteine
Utk membuat sputum lebih encer dan mudah
dikeluarkan.


Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 ( tekanan
karbondiosida arterial ) & asidosis pd
penderita PPOM disebabkan tidak
sempurnanya pengeluaran CO2 shg
menimbulkan hipoksemia.
Hal ini dapat diatasi dg pemberian oksigen
20-30 % melalui masker venturi. Dapat
pula diberikan oksigen secara intermitten
dgn kadar 30-50 % secara lambat 1-3 liter
permenit.


faktor2 yg dapat mempengaruhi
masuknya obat ke dalam
plasenta & memberikan efek pada
janin
Sifat fisikokimiawi dari obat
Kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan
mencapai sirkulasi janin
Lamanya pemaparan terhadap obat
Bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-
jaringan yang berbeda pada janin
Periode perkembangan janin saat obat diberikan
dan
Efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.
Penggunaan Obat pada
kehamilan
Perubahan farmakokinetik selama kehamilan
Absorpsi obat selama kehamilan dpt dipengaruhi
o/ menurunnya motilitas sal cerna dan
meningkatnya pH lambung
Distribusi obat dpt berubah krn volume plasma
meningkat sampai 50%. Konsentrasi dlm plasma
meningkat utk asam salisilat, diazepam, as valproat
& fenitoin
Hormon selama kehamilan mpengaruhi
metabolisme di hati utk bbrp obat. Misal
metabolisme fenitoin dipercepat , sedangkan
theophilin metabolismenya dihambat
Klirens obat di ginjal dipengaruhi o/ peningkatan
aliran darah ke ginjal & laju filtrasi glomerulus

Pada akhir masa kehamilan akan terjadi peningkatan aliran darah
ginjal sampai dua kali lipat. Sebagai akibatnya, akan
terjadi peningkatan eliminasi obat-obat yang terutama mengalami
ekskresi di ginjal. Dengan meningkatnya aktivitas
mixed function oxidase, suatu sistem enzim yang paling berperan
dalam metabolisme hepatal obat, maka
metabolisme obat-obat tertentu yang mengalami olsidasi dengan
cara ini (misalnya fenitoin. fenobarbital, dan
karbamazepin) juga meningkat, sehingga kadar obat tersebut dalam
darah akan menurun lebih cepat, terutama pada
trimester kedua dan ketiga. Untuk itu, pada keadaan tertentu
mungkin diperlukan menaikkan dosis agar diperoleh efek
yang diharapkan.

PENGARUH OBAT PADA JANIN

Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik,
teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan
umur kehamilan paga saat minum obat.
Pengaruh toksik : jika obat yg diminum selama masa
kehamilan menyebabkan tjdnya gangguan fisiologik atau bio-
kimiawi dari janin yg dikandung, dan biasanya gejalanya baru
muncul beberapa saat setelah kelahiran.
Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan
terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ
janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis
subletal.
Sedangkan pengaruh obat yang bersifa letal, adalah yang
mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.

Efek obat pd fetus/janin
Transfer obat melalui placenta
Obat lipofilik lebih mudah menembus placenta drpd obat yg
polar & obat dg berat molekul yg besar
Obat yg berdifusi dg mudah melalui placenta akan memasuki
sirkulasi fetus & menimbulkan efek pd fetus scr langsung
Misal dosis tinggi kortikosteroid (> 10 mg prednisolon sehari)
menyebabkan penekanan kortek adrenal fetus
Waktu paparan obat
Paparan obat selama trimester I beresiko tinggi thd cacat
janin, krn organogenesis/pbtkan organ tjd pd trimester ini
(minggu ke-10 usia kehamilan)
Efek obat pd fetus dpt berbeda menurut waktu paparannya.
Misal fenobarbital jika diberikan pd trimester I dpt
menyebabkan anomali kongenital, & jika pd trimester III dpt
tjd perdarahan neonatus
Sulfonamid & thiazid jika diberikan pd trimester III dpt
menyebabkan hemolisis & trombositopenia pd neonatus
Dosis obat selama kehamilan
Scr umum dosis obat yg diberikan
selama kehamilan hrs dijaga serendah
mungkin utk meminimalkan efek toksik
pd fetus
Pilih dosis efektif yg paling rendah
terutama pd trimester pertama

Pemilihan obat selama
kehamilan

Efek samping obat thd janin tgt dosis, rute
pemberian, waktu & paparan dg zat lain.
Hindari sedapat mungkin obat yg memp
efek teratogenik
Sumber informasi yg digunakan ttg
keamanan obat selama kehamilan
berdasarkan sistem kategori dari FDA













Bbrp obat yg diketahui memiliki
efek teratogenik
Androgen
ACE inhibitor
Anticholinergic
Antithyroid
Carbamazepin
Cyclophosphamid
Danazol
Diethylstilbestrol
isotretinoin

Methotrexate
Misoprostol
Hipoglikemik oral
Fenitoin
Tetrasiklin
Thalidomid
Asam valproat
warfarin
Kategori FDA thd keamanan
obat selama kehamilan
Kategori A
Obat-obat ini banyak digunakan
oleh perempuan hamil & yg menyusui,
tanpa bukti adanya peningkatan
frekuensi malformasi atau kerusakan
langsung/tidak langsung pd fetus

Contoh obat kategori A
Amoksisilin
Ampisilin
benzatin penisilin
benzil penisilin
Sefaleksin
Sefalothin
Klorokuin
klindamisin
klotrimazol.
Kloksasillin
Eritromisin
Etambutol
Isoniazid
Linkomisin
asam nalidiksat
nistatin topikal
fenoksimetilpenisilin.


Kategori B
Obat2 pd kategori B data pd
manusia masih terbatas dan tdk
ada peningkatan frekuensi
malformasi fetus atau efek
merusak langsung/ tdk langsung.
Berdasarkan studi pd hewan dapat
dibagi:
B1 : Tidak menunjukkan bukti
peningkatan kerusakan fetus




B2 : Data pd hewan terbatas, tapi
tdk menunjukan bukti
peningkatan tjdnya kerusakan
pd fetus

B3: Studi pd hewan menunjukkan
bukti peningkatan kerusakan
fetus signifikansi, pd manusia
belum dapat ditetapkan
Contoh B1
Ko-amoksiklav, cefaklor, cefotaksim,
cefotetan, cefpodoksim, ceftazidim,
ceftriakson, cefazolin, flukloksasilin,
mikonazol, piperasillin, piperasillin-
tazobaktam, procain penisilin,
roksitromisin, spektinomisin,terbinafin,
tikarsilin, prazikuantel.

Contoh B2
Asiklovir
Amfoterisin
Benzilbenzoate
Cefpirom
Dapson
Didanosin
Metronidazol
Pirantel
Pirazinamid
vankomisin.


Contoh B3
Amantadin
Azithromisin
Clarithromisin
Flukonazol
Griseofulvin
itrakonazol
Ketokonazol
mebendazol
Meflokuin
Norfloksacin
Pirimetamin
Tiabendazol
Trimetoprim
zidovudin



Kategori C: dicurigai berbahaya utk fetus
tp tdk menimbulkan malformasi
fetus
contoh : kloramfenikol, ko-trimoksazol, rifampisin,
rifambutin, sulfadoksin, sulfamethoksazol

Kategori D: dicurigai mnimbulkan
ketidaknormalan fetus
contoh :amikasin, doksisiklin, gentamisin,
minosiklin, netilmisin, tetrasiklin, tobramisin.



Kasus COPD, Asma
Mr G.M, 50 th telah mderita asma selama 10 thn, dia mgunakan
salbutamol MDI jika diperlukan. Sekarang ini dia merokok 25
batang sehari dan telah berlangsung selama 35 th. Dia telah
diingatkan mengenai peningkatan batuknya 5 th yg lalu, yg tdk dpt
dikontrol lagi dg salbutamol. Sekarang nafasnya menjadi sesak jika
berjalan dekat dan batuknya berdahak. Dokter mdiagnosanya
COPD, nampaknya tdk ada respon lagi dg bronkodilator inhalasi, dia
disarankan test reversibility kortikosteroid.
Pertanyaan :
Apa perbedaan utama antara asma & COPD
Jika kortikosteroid lebih menguntungkan formula/obat apa yg
harus diresepkan
Bagaimana penilaian bronkodilator pada pasien COPD !

Anda mungkin juga menyukai