Anda di halaman 1dari 25

HIPERGLIKEMIA

HIPEROSMOLAR
PADA ANAK

dr. Ayling Sanjaya, M.Kes., Sp.A


Hiperglikemia Hiperosmolar ?
• Salah satu bentuk krisis hiperglikemia selain ketoasidosis diabetikum (KAD)
• Nama lain Status Hiperglikemia Hyperosmolar (SHH) / KHH (Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik) / HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
• Koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat ditemukan
pada pasien dengan SHH.
• Ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum lebih tinggi dari
KAD murni
• Hiperglikemia extrim dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan
Epidemiologi
• Di Amerika insiden sebesar 17,5 per 100.000 penduduk

(sedikit lebih tinggi dibanding insiden KAD)

• Di Amerika 4% penderita baru DM Tipe 2 anak datang

• lebih sering pada orang lanjut usia, dengan dengan HHS, dengan angka kematian sebesar 23%-37%.

rata-rata usia onset pada dekade ketujuh • Lebih sering pada perempuan dibandingkan dengan laki-

• Pada orang dewasa angka mortalitas sangat laki.

tinggi (10-50%)
Faktor Pencetus
DM Tipe 2
 Infeksi → pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis),
 Penyakit vaskular akut → penyakit sere-brovaskular, infark miokard akut, emboli
paru
 Trauma, luka bakar, hematom subdural, Heat stroke
 Kelainan gastrointestinal → pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi intestinal
 Obat-obatan → diure-tika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon, interferon,
agen simpatomimetik seperti albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin
Faktor Pencetus
DM Tipe 1
 Menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat (20-40%
kasus KAD)
 Pada pasien muda: permasalahan psikologis, gangguan makan berperan 20% dari
seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis
 Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda
meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan kontrol metabolisme
yang baik, ketakutan akan jatuh dalam hypoglikemia, pemberontakan terhadap
otoritas, dan stres akibat penyakit kronis
Pencetus Status Hiperglikemia Hiperosmolar
Defisiensi Insulin yg ↑ Glukagon Stress
↑ Katekolamin

Pa
relatif fisiologi
↑ Kortisol
↑ Growth Hormone

to ↓ Glukosa Utilization ↑ Glukoneogenesis ↑ Glikogenolisis

fis Hyperglikemia

iol Glikosuria Peningkatan osmolalitas intravaskular

og Kehilangan air dan elektrolit

i Dehidrasi Hyperosmolarity Extravascular Dehidration

Impaired renal fuction


Penegakan Diagnosis
 Gejala khas pada adalah hiperglikemia, hiperosmolar dan dehidrasi berat, dengan atau tanpa asidosis
metabolik (ringan)
 Seringkali sukar didiferensial diagnosis dengan KAD
 Perbedaan manifestasi klinis antara KAD dan HHS terutama pada berat ringannya gejala, yaitu pada
SHH gejala hiperglikemia, kesadaran dan tingkat dehidrasinya cenderung lebih berat
 Konsentrasi Serum glucose >600 mg/dL (33 mmol/L)
 Serum osmolality >330 mOsm/Kg
 Tidak adanya ketosis dan asidosis yang signifikan (konsentrasi bikarbonat serum >15 mEq / L,
konsentrasi keton urin (asetoasetat) <15 mg / dL (1,5 mmol / L; negatif atau 'jejak' pada dipstick
urin)
GEJALA-GEJALA KLINIS

 Manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu
 Hiperglikemia: poliuria, polidipsia dan polifagia
 Dehidrasi: ditemukan tanda-tanda dehdrasi sedang-berat, berat badan menurun,
lemah, anoreksia, nyeri otot, penurunan kesadaran, penurunan perfusi, hipotensi,
syok
 Asidosis: nyeri perut, nausea dan muntah-muntah. Pada SHH asidosis yang terjadi
jauh lebih ringan dibandingkan pada KAD sehingga gejala-gejala akibat asidosis
jarang ditemukan.
Kehilangan Elektrolit pada SHH
Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan awal laboratorium sama seperti pada KAD, Meliputi:
 Kadar gula darah
 Analisis gas darah
 Kadar keton darah (β-hidroksi butirat)
 Urine reduksi dan keton
 Fungsi ginjal,
 Elektrolit serum (natrium, kalium) dan darah tepi lengkap.
 Peningkatan anion gap ditemukan pada kira-kira setengah penderita HHS yang terutama
disebabkan oleh asidosis laktat.
 Dari hasil pemeriksaan tersebut derajat hiperglikemia, kelainan fungsi ginjal dan derajat asidosis
sudah dapat mengarahkan diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan tatalaksana:
 Rehidrasi agar tercapai stabilitas hemodinamik
 Koreksi kelainan elektrolit
 Penurunan kadar gula dan hiperosmolalitas darah secara
bertahap

Tatalaksana
 Deteksi faktor-faktor pemicu
 Mencegah komplikasi

 Pada dasarnya tatalaksana tidak jauh berbeda dengan tata laksan


pada KAD.

 Penderita anak dan remaja dirawat di ICU agar monitoring dapat


dilakukan secara ketat dan teratur
Pemberian Cairan/Rehidrasi
1. Pemberian bolus cairan isotonik minimal 20cc/kg/jam , dan bolus ini dapat diberikan berkali-kali
hingga perfusi jaringan dan ginjal membaik secara klinis.
2. Monitoring balance cairan dilakukan secara teratur dengan balance positif agar perfusi jaringan
berjalan baik.
3. Rumatan dapat diberikan cairan hipotonik (NaCl 0.45%- 0.75%) untuk mengganti cairan yang
telah hilang dan perkiraan ongoing water loss.
4. Dengan rehidrasi yang adekuat diharapkan penurunan kadar gula darah adalah antara 75-100 mg/dl
per jam.
5. Pada anak -> rehidrasi dilakukan dengan kecepatan cairan yang sama seperti pada KAD
6. Perlu diingat -> gejala klinis dehidrasi berat pada keadaan hiperosmolar berat sukar terdeteksi,
sehingga pada kasus-kasus tertentu pemberian cairan yang masif perlu dilakukan.
Pemberian Insulin
 Insulin boleh ditunda

 Indikasi pemberian → apabila secara klinis pemberian cairan rehidrasi saja tidak
menurunkan kadar gula darah secara adekuat (penurunan kadar gula darah <50 mg/dl per
jam)

 Insulin diberikan dengan dosis 0.25-0.5U/kg/jam (kecepatan penurunan kadar glukosa darah
<50mg/dl per jam dan kadar kalium serum > 3.5 mEq/L)

 Monitoring dilakukan setiap jam dan dosis disesuaikan agar kecepatan penurunan gula
darah berkisar antara 50-75 mg/dl per jam.
 Tujuan tatalaksana → Menurunkan kadar glukosa darah antara 250 mg/dl hingga 300
mg/dl.

 Apabila kadar glukosa telah mencapai <300 mg/dl maka tambahkan dektrosa 5% dalam
air (D5W) dan kecepatan insulin diturunkan.

 Sebaliknya apabila kadar glukosa darah tidak memperlihatkan perbaikan maka


kecepatan insulin dapat ditingkatkann menjadi 0.1-0.2U/kg/jam.

 Penurunan kadar gula darah >100mg/dl per jam dianggap terlalu cepat hingga insulin
boleh dihentikan.

 Apabila kadar gula darah <100mg/dl maka insulin dapat dihentikan.


Koreksi Elektrolit

NATRIUM
 Hilang melalui urin selama terjadinya diuresis osmotic
 Hiperglikemia → pergeseran natrium dari intrasel ke ekstrasel → kadar natrium pada saat
diagnosis dapat normal rendah atau tinggi.
 Untuk setia kenaikan gula darah 100 mg/dl di atas nilai normal (kesepakatannya adalah 100 mg/dl)
maka terjadi penurunan kadar natrium sebesar 1.6 mEq/L.
 Perlu dikoreksis dengan rumus :

Natrium sesungguhnya= Natrium terperiksa + {1.6x(kadar glukosa yang ditemukan -100)/100}


KALIUM
Pada SHH dengan hipokalemia berat:

 Pemberian insulin dapat memicu semakin beratnya hipokalemia karena terjadinya pergeseran
kalium dari ekstrasel ke intrasel.

 Hipokalemia akan menyebabkan terjadinya aritmia yang fatal selain kelemahan otot-otot
pernapasan

 Pemberian insulin sebaiknya dimulai apabila kadar kalium serum > 3.5 mEq/L.

 Pemberian kalium dilakukan sejak awal tatalaksana rehidrasi dengan asumsi tidak adanya anuria.

 Dosis yang dianjurkan adalah 40 mEq/L dengan kecepatan tetesan 0.5 mEq/kg/jam (ISPAD
Guideline DKA 2009).
Hal Yang perlu dimonitoring
 Hourly: serum glucose, vital signs, clinical assessment of hydration status

 Every 2-3 hours: serum electrolytes, blood urea nitrogen, creatinine,


osmolality, creatine kinase, determination of intake/output balance

 Every 3-4 hours: serum calcium, phosphate, magnesium

 Continuous cardiac monitor


TATA
LAKS
ANA
PAD
A
ANA
K
Komplikasi Tatalaksana
 Hioglikemia → karena pemakaian insulin yang terlalu agresif atau pemantauan yang tidak
baik.

 Hipokalemia → karena pemakaian insulin, pemberian bikarbnas natrikus dan rebound


hyperglycemia karena penghentian insulin intravena tidak dialnjutkan degan insulin subkutan.

 Perlu diwaspadai → Edema serebri yang manifes rata-rata 4-12 jam saat terapi dimulai
 Tanda: nyeri kepala, letargi dan penurunan kesadaran (koma)
 Pemberian cairan rehdrasi yang cepat dan berlebihan
 Pemberian bikarbonat

 Rhabdomyolysis dengan atau tanpa nekrosis tubular akut


 Penyuluhan mengenai pentingnya
pemantauan PREVENTIF
konsentrasi glukosa darah dan compliance yang  Pasien atau anggota keluarganya harus mampu dengan teliti
tinggi terhadap pengobatan yang diberikan mengukur dan mencatat kadar glukosa darah, benda keton
pada urin atau darah ketika glukosa darah > 300 mg/dl, dosis
 Sick-day management insulin, suhu badan, frekuensi pernafasan dan denyut nadi
1. Kapan menghubungi sarana pelayanan permenit, dan berat badan.

kesehatan  Edukasi yang baik harus diberikan sehingga pasien


2. Target glukosa darah dan penggunaan short- mengenai tanda dan gejala newonset diabetes; kondisi-
kondisi, prosedur, dan obat-obatan yang memperburuk
acting insulin selama penyakit, kendali kencing manis; dan monitoring glukosa dapat
3. Mengobati demam dan infeksi, mengurangi kejadian dan beratnya SHH

4. Inisiasi dari suatu diet cairan yang mudah


dicerna yang mengandung karbohidrat dan
garam.
5. Pasien harus dinasehatkan untuk tidak
pernah menghentikan insulin
6. Mencari dokter saat mulai sakit
References
1. Setiati, Siti, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-enam. Jakarta: Interna Publishing
2. Tridjaja, Bambang. 2012. Hyperglycemic Hyperosmolar State dalam: Kegawatan Pada Bayi dan Anak. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Hal: 69-76
3. Semarawima, Gede. 2017. Status hiperosmolar hiperglikemik. Medicina. 48(1): 49-53
4. Arifin, Augusta L., Natalia, Nanny., & Kariadi, Sri Hartini KS. tth. Krisis Hiperglikemia Pada Diabetes Melitus.
Bandung: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr Hasan Sadikin
5. Bassham, Brian., Estrada, Cristina., & Abramo, Thomas. 2012. Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrome in the Pediatric
Patient: A Case Report and Review of the Literature. Pediatric Emergency Care. 28(7):699-702
6. Rosenbloom, Arlan L. 2010. Hyperglycemic Hyperosmolar State: An Emerging Pediatric Problem. The Journal of
Pediatric.156(2): 180-184
7. Zeitler, Phil., Haqq, Andrea., Rosenbloom, Arlan,. & Glaser, Nicole. Hyperglycemic Hyperosmolar Syndrome in
Children: Pathophysiological Considerations and Suggested Guidelines for Treatment. The Journal of Pediatric.
158(1):9-14
Thank You

Anda mungkin juga menyukai